Mawar Kertas dan Gula-gula Kapas

Summary: Mana yang akan kamu pilih? Orang yang tidak punya apa-apa tetapi mencintaimu, atau orang yang memiliki segalanya tetapi tidak mencintaimu?

Pairing: Alibaba x Kougyoku, Judal x Kougyoku

Rate: T

Disclaimer: Magi ©Shinobu Ohtaka. Saya hanya seorang fans berat :)

Warning: ABSOLUTELY OOC. Abal. Alay. Gaje. Garing. Roman gagal. Humor nggak kena. Typo. Tidak mengikuti Kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengandung bahasa gaul tidak baku. Tidak suka? Silakan klik tombol back.

.

.

.

.

.

.

" What if you met the right one, in the wrong time?"

-What If (2013)-

.

.

.

.

.

.

Kougyoku menghabiskan waktu istirahatnya untuk asyik dengan gadget-nya bagaikan anak autis. Baru-baru ini ia mulai menggilai semacam game bertemakan dating simulation yang berisi kisah cinta penuh drama. Teman-teman sekitar Kougyoku seperti Morgiana, Kouha dan Toto cuma bisa geleng-geleng kepala lihat tabiat baru sahabat mereka. Sebenarnya hal ini dipicu masalah sepele, Kougyoku ingin sekali punya pacar saat kelas 10. Namun menginjak pertengahan semester ganjil di kelas 11, Kougyoku belum juga punya pacar. Sejujurnya mereka menaruh rasa simpati dengan Kougyoku, hanya saja kriteria pacar yang diinginkan Kougyoku benar-benar muluk.

"Aku mau punya pacar yang tidak cuma tampan. Tapi gentle, kaya raya, pintar, mandiri dan mau menjagaku..." tuturnya.

"Sekalian saja naik kuda putih dan punya istana di negeri Nan Jauh disana." cibir Kouha, yang merupakan satu-satunya lelaki diantara mereka. "Jaman sekarang mana ada cowok begitu?"

"Padahal kau sendiri cowok, kan Kouha-san?" tanya Morgiana bingung.

"Ya, aku bilang begitu karena aku juga cowok." Ren Kouha mengunyah sekeping keripik kentang. "Cewek jaman sekarang, mau cantik mau nggak semua jual mahal. Padahal suka, tapi inginnya dikejar-kejar. Nyusahin."

"Tapi Toto tidak begitu." sanggah Toto. "Olba bilang suka pada Toto. Lalu Olba bilang mau jadi pacar Toto. Lalu Toto terima."

"Aku...dengan Hakuryuu-san juga tidak begitu." Morgiana mendukung pernyataan Toto meskipun agak malu.

"Kasusnya beda." Kouha mulai bersikap menggurui. "Kalian nggak mematok tipe pacar yang kalian inginkan seperti cewek aneh diujung sana."

"Kouha jahat! Sebagai keluarga yang baik harusnya memberikan support, kan?!" omel Kougyoku kesal sambil melempar bekas kaleng minuman ke arah kakak tirinya tersebut.

"Aku memberikan support!" Kouha membela diri. "Membuatmu sadar kenyataan. Cari cowok yang realistis sedikit, dong!"

"Kalau support, harusnya bantu carikan pacar, kan!?" Kougyoku masih saja merutuk.

"Kau mau pacar?" Kouha mengambil ponsel Kougyoku dan mengantonginya. "Berhentilah main game seperti itu dan pilih cowok sungguhan yang bisa kau sebut sebagai pacar!"

Kougyoku merengut. Meski sebal, ucapan Kouha ada benarnya juga. Seperti kena serangan telak.

"Sudah, ah! Sebentar lagi jamnya Ja'far-sensei, kan? Mending kita beli cemilan biar nggak ngantuk." Kouha melengos dan berjalan ke arah kantin.

"Ikut, ikuuuut!" Toto menyusul Kouha sambil menarik-narik Morgiana. "Kau ikut, Kougyoku?"

"Ah? Uh-um." Kougyoku mengangguk dan mengikuti ketiga sahabatnya menuju kantin.

Mata gadis berambut merah panjang tersebut melirik ke arah lapangan, dimana riuh anak-anak cowok terdengar disana. Ah, rupanya anak-anak yang akan menghadapi jam olahraga sehabis istirahat. Kougyoku mengenal salah satu cowok di lapangan tersebut. Ren Hakuryuu, pacarnya Morgiana sekaligus sepupunya sendiri. Cukup lucu mengingat ada tiga orang dengan nama belakang Ren dalam satu sekolah. Tetapi tidak seperti Kouha, Hakuryuu agak tertutup. Ia lebih banyak main dengan anak cowok di kelasnya ketimbang bergabung dengan dirinya dan Kouha. Hanya orang-orang rumah yang tahu seberapa cengeng dan sensitifnya seorang Ren Hakuryuu, yang diluarnya kelihatan cool itu.

"Kouha, Kouha! Aku mau chocolate caramel bar." Seru Kougyoku.

Kouha menoleh sebentar kemudian mengangguk. Ia terjebak dalam antrian panjang di penjual roti aneka rasa. Dan pemuda berambut merah itu pasti benar-benar berjibaku untuk mendapatkan makanan favoritnya pada jam matematika, roti coklat-almond. Toto berpapasan dengan Olba dan mengobrol, sementara Morgiana berjalan ke arah koperasi dan membeli sebuah jangka. Kougyoku berdiri di pinggir lapangan menghindari desakan antrian anak-anak yang kelaparan dan mulai kehilangan kesabaran. Sementara di arena lapangan sepakbola anak-anak cowok tengah bermain futsal dengan penuh semangat. Karena ada Hakuryuu, Kougyoku langsung tahu bahwa yang nanti akan berolahraga adalah kelas 2-2.

BUAKH!

Segalanya terjadi begitu cepat dan mengejutkan. Bagai petir di siang bolong. Suara keras itu membuat orang-orang menoleh dan menghampiri, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sebuah bola sepak melesat, menghantam wajah Kougyoku cukup keras sehingga ia terpelanting dua langkah dari tempatnya berdiri semula. Gadis berambut merah itu tidak sadarkan diri dengan hidung berdarah. Gerombolan siswa putra kelas 2-2 menghampiri, mulai saling tuding sampai akhirnya menemukan pelaku yang menendang bola terakhir kali. Sang pelaku setengah enggan, membopong Kougyoku ke UKS tanpa mempedulikan kerumunan massa yang hanya menonton dan tidak berbuat apa-apa.

.

.

.

.

.

.

Ketika semilir angin berhembus lembut, Kougyoku perlahan membuka matanya. Kepalanya pusing, tubuhnya terasa panas dan lemas. Pandangannya perlahan pulih, memperlihatkan kepadanya pemandangan ruang UKS SMA Imperium Leam. Ada tujuh buah ranjang yang masing-masingnya dipisahkan semacam pintu geser, tiga lemari kaca, toilet dan wastafel di depannya, meja tempat staff medis yang menjaga dan sebuah bangku yang diduduki oleh pemuda berambut pirang yang hanya mengenakkan celana pendek seragam olahraga, bertelanjang dada.

"Sudah bangun?" tanya pemuda itu lembut. Ia menghampiri Kougyoku dengan tatapan khawatir.

"Eh? Heeeh?! Mau apa kau, orang mesum?!" melihat keadaan pemuda itu, Kougyoku melompat bangun dan memukulinya dengan bantal.

"Bu..bukan...aku..." Pemuda pirang itu mengambil kaus olahraga yang sudah dipenuhi darah dan mengelap ujung cuping hidung Kougyoku. Ada segumpal darah kering disana.

Kougyoku terdiam. Pemuda pirang itu tersenyum, dan mengambilkannya segelas air dingin dari dispenser. Kougyoku menerimanya, meminum air dingin itu perlahan. Rasa sakit menyambar di langit-langit mulut, sekitar hidung dan keningnya. Air yang ditelannya terasa sedikit amis. Pemuda itu juga membantu membetulkan posisi duduk Kougyoku.

"Aku minta maaf, tadi aku yang menendang bolanya." ucap pemuda itu. "Aku tidak bermaksud menyakitimu. Itu...tidak sengaja."

Awalnya Kougyoku ingin memarahinya. Namun dengan perlakuan lembut dan ucapan maafnya, Kougyoku mengangguk paham dan memutuskan untuk memaafkan pemuda itu.

"Ini bajumu?" tanya Kougyoku sambil memungut sehelai kaus olahraga yang digantung pada rangka besi ranjang yang ditidurinya. Kaos yang awalnya berwarna putih itu kini berwarna merah tua, basah dipenuhi darah dimana-mana.

Pemuda itu mengangguk.

"Jadi kotor gara-gara aku." Kougyoku menunduk malu. "Ah, nanti kucucikan saja, ya?"

"Tidak usah." Pemuda itu menggeleng pelan. "Kalau kau sudah tidak membutuhkannya lagi, kembalikan padaku. Biar kucuci di rumah nanti."

"Aku pingsan cukup lama?" tanya Kougyoku lagi.

Pemuda itu mengangguk. "Lebih dari 20 menit, mungkin. Aku membawamu kesini dan menanganimu sendirian karena staff medisnya tidak hadir."

"Sendirian?!" pekik Kougyoku kaget.

"Teknisnya," pemuda itu menggedikkan pundaknya. "Sinbad-sensei membantuku memegangimu. Anak-anak banyak yang kabur melihat seberapa banyak darah yang keluar, dan beberapa yang tinggal tidak membantu sama sekali."

Kougyoku mengangguk paham. Pemuda itu juga menceritakan pertolongan pertama yang dilakukannya adalah tetap menahan posisi Kougyoku duduk dan menundukkan kepalanya serta memijat batang hidung dan tulang pipinya dengan lembut sementara gadis itu masih dalam keadaan pingsan. Kougyoku bisa membayangkan serepot apa pemuda itu waktu menolongnya.

"Kau tidak ganti baju?" tanya Kougyoku lagi.

"Teman sekelasku tengah mengantarkannya." Pemuda itu kemudian memicingkan mata, menatap noda darah di kemeja Kougyoku.

"Lihat apa kau?!" Serunya sambil menutupi dadanya sendiri dengan wajah memerah.

"Bajumu jadi kotor." Pemuda itu memberitahu bagian mana saja yang terkena darah. Di bagian dada dan kerah.

"Alibaba-kun, ini bajumu!"

Seorang siswa dari kelas 2-2 yang perawakannya imut dan agak pendek membawakan tas kain kepada pemuda yang dipanggilnya Alibaba tersebut. Pemuda pirang itu mengucapkan terima kasih dan berganti di toilet UKS, lalu menyodorkan sehelai handuk kecil bersih kepada Kougyoku.

"Pakailah." ujar pemuda bernama Alibaba itu.

"Buat apa?" tanya Kougyoku heran, namun tetap menerima handuk tersebut.

"Jaga-jaga." Alibaba menyimpulkan dasinya. "Tadi Hakuryuu sudah menelponkan keluargamu agar menjemput. Jadi kau tinggal tunggu saja."

Alibaba memungut kaus olahraganya, dan menjejalkannya begitu saja ke dalam tas kain yang dibawanya.

"Tidak apa-apa kalau kutinggal?" tanya Alibaba lagi.

Kougyoku mengangguk. Rasa pusingnya sudah berkurang banyak, dan darah dari hidungnya sudah berhenti.

"Makasih, Alibaba." ucap Kougyoku.

"Sama-sama...eerr..." Kalimat Alibaba terputus.

"Kougyoku. Ren Kougyoku."

Alibaba tersenyum lebar kepadanya. Dan sebelum ia meninggalkan ruang UKS bersama cowok teman sekelasnya yang berperawakan chibi itu, Alibaba berseru,

"Cepat sembuh ya, Kougyoku!"

.

.

.

.

.

.

"Tidak masalah. Pembuluh darah di hidungnya pecah. Untuk satu bulan kedepan, hindari beraktivitas dibawah terik matahari dan jangan terlalu lelah. Kemungkinan besar itu bisa membuatmu mimisan lagi."

Kougyoku mengangguk. Ka Koubun, lelaki muda yang menjadi supir sekaligus asisten pribadinya menjemput dan membawanya ke rumah sakit. Untungnya ia tidak apa-apa. Kougyoku diberikan semacam suplemen khusus dan harus diminum dua kali sehari setelah makan. Ka Koubun membukakan pintu belakang mobil sedan mewah untuk Kougyoku.

"Anda mau pulang? Atau mau makan dulu?" tanya pemuda itu.

"Pulang saja." Kougyoku membalas lemah. "Aku mau tidur saja."

Ka Koubun mengangguk patuh. Kougyoku bersandar pada bantalan kepala jok mobilnya sambil memandangi jalanan dan langit yang mulai dihiasi semburat oranye senja.

"Nona, Anda beli handuk kecil itu dimana?" tanya Ka Koubun, melirik dari kaca spion belakang. "Bukan kebiasaan Anda membawa sapu tangan atau handuk kecil begitu."

"Ini..." Handuk yang dimaksud adalah handuk kecil yang tadi diberikan Alibaba kepadanya. Handuk itu berwarna hijau toska. Kougyoku mengenggamnya, melekatkan handuk yang sangat lembut itu ke hidungnya. Harum, tidak berbau aneh ataupun berbau parfum cowok. Hanya bau lembut lavender, yang sepertinya berasal dari pelembut pakaian yang digunakan untuk mencucinya.

"Apa ada seseorang yang memberikannya kepadamu?" tanya Ka Koubun.

"Ng..." Kougyoku mengangguk pelan.

"Laki-laki?"

Lagi-lagi dijawab dengan anggukan. Ka Koubun memicingkan matanya, menatap dengan curiga handuk kecil yang dipegang nona mudanya tersebut.

"Kalau ada wangi parfumnya, lebih baik lupakan saja laki-laki itu. Dia pasti hanya ingin mempermainkan Anda, Nona." ucap Ka Koubun memberikan nasehat.

"Tidak ada." Kougyoku menyangkal. "Hanya ada...bau pelembut pakaian. Apa itu berarti...dia laki-laki jahat juga?"

Ka Koubun tersenyum lembut, namun tidak mau menjawab.

.

.

.

.

.

.

"Alibaba?"

Kouha mengucapkan nama itu dengan pandangan tidak mengerti. Sementara Toto dan Morgiana hanya ber-facepalm menanggapi nama itu. Kougyoku bercerita bahwa pemuda berambut pirang itulah yang menyelamatkannya. Saat hendak ingin menanyakan perihal pemilik nama itu lebih banyak, baik Toto dan Morgiana mendengus setengah hati.

"Cowok nggak jelas." cibir Morgiana.

"Agaknya dia bawa sial. Toto pernah dengar katanya Alibaba sudah 20 kali nembak cewek, tapi sudah 20 kali pula ditolak mentah-mentah."

"Masa'?" tanya Kougyoku terkejut. "Padahal tampangnya nggak jelek-jelek banget."

"Kadang-kadang, aku merasa istilah 'jangan melihat buku dari sampulnya' itu berlaku seperti bumerang." Tutur Morgiana. "Okelah, meski kau bilang tampangnya lumayan, kelakuannya itu benar-benar menjijikkan. Membuatku berpikir kalau dia laki-laki baik terakhir di bumi ini, aku lebih memilih jomblo seumur hidup."

"Segitu menjijikkannya?" tanya Kougyoku dengan pandangan ngeri. Setengah tidak percaya juga. Padahal kemarin dia terlihat baik.

"Orangnya jayus. Jayus pakai banget." Ucap Toto sambil bergidik. "Malah Olba bilang kalau dia sudah mulai melawak, rasanya Olba akan cari batu bata paling besar untuk menyumpal mulutnya.

"Uhh..." Kougyoku ber-sweatdrop-ria. "Mungkin Olba nggak ngerti lawakannya."

"Memang. Hanya Tuhan yang mengerti lawakan Alibaba." Jawab Morgiana datar.

Namun ucapan jelek teman-teman dekatnya malah membuat Kougyoku makin penasaran. Ia meninggalkan Morgiana, Toto dan Kouha lalu berjalan santai menuju kelas 2-2. Kougyoku mengintip dari pintu depan. Kelas ini memiliki populasi siswa putra paling banyak di angkatan kelas XI, yaitu 25 orang. Tak heran kondisi kelasnya ribut dengan remaja putra setengah dewasa. Bukan ribut mengobrol, tetapi ribut 'yang lain-lain'. Yang bahkan Kougyoku sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskan keadaan super rusuh itu.

"Mau cari siapa?" seorang pemuda pendek yang waktu itu datang ke UKS mengantarkan pakaian Alibaba menyapanya.

"Ah...um..." Kougyoku menelaah seluruh kelas. Tetapi ia tidak melihat Alibaba.

"Kau Ren Kougyoku, kan? Mau cari Hakuryuu-kun?" tanya bocah itu.

"Tung..."

Tanpa diminta, bocah bermata biru itu menggeret Hakuryuu ke hadapan Kougyoku. Pemuda dengan bekas luka bakar di mata kirinya itu menghadapi Kougyoku dengan pandangan bingung.

"Kenapa?" tanya Hakuryuu lembut. "Mau pinjam buku atau jangka?"

Kougyoku menggeleng. "Aku mencari seseorang di kelasmu, tetapi kayaknya dia tidak ada."

"Siapa?" Hakuryuu bersandar di pintu dan memasang senyum ramah kepada sepupunya tersebut. "Gebetan baru?"

"A...Alibaba."

Hening. Hakuryuu melongo. Raut mukanya seakan mengatakan 'yang benar saja?!'

"Aku...cari Alibaba." Ulang Kougyoku, meski gugup tetapi kini lebih tegas.

Hakuryuu berlari ke pojok belakang kelas, mengguncang-guncang seseorang yang tengah tidur manis di lantai kelas, dekat loker, dengan kakinya. Kemudian anak yang tadi diguncang-guncang mulai berdiri. Dan itulah Alibaba. Tidur di lantai, terhalangi loker.

Pantas tidak kelihatan.

Secara tidak sengaja satu kelas mendengar ucapan Hakuryuu yang mengatakan kepada Alibaba bahwa ada seorang gadis yang mencarinya. Seluruh siswa kelas 2-2 menoleh, meneriakkan pemuda pirang itu dengan sahutan yang paling bikin salah tingkah di seluruh muka bumi ini.

"CIEEEE!"

Kougyoku terkesiap. Ia berlindung di balik pintu agar orang-orang tidak melihat sosoknya. Dari balik kaca kelas, Kougyoku bisa melihat wajah Alibaba merah seperti direbus. Ia kemudian keluar dengan gelagat yang agak aneh. Ekspresinya berubah ketika bertemu dengan Kougyoku. Lebih...bisa dibilang lebih normal. Seperti Alibaba yang pertama kali ditemuinya di UKS kemarin.

"Kau sudah baikan?" tanyanya ramah. "Sudah ke rumah sakit?"

Kougyoku mengangguk. "Kata dokter, tidak boleh terlalu capek dan panas-panasan di bawah matahari."

"Syukurlah..." Alibaba tersenyum.

Kougyoku menunduk malu. Ia mengeluarkan handuk kecil yang kemarin dipinjamkan Alibaba dan mengembalikannya. Handuk itu sudah ia cuci lagi, takut-takut kotor. Pemuda pirang itu menerimanya dan langsung mempergunakannya untuk mengelap sebulir keringat di dahinya.

"Aku senang kau sudah sembuh. Dan maaf, sekali lagi." Ucap Alibaba sambil menunduk.

"Iya. Aku tahu kalau itu kecelakaan." Ucap Kougyoku.

Hening.

"Kau suka makan sushi? Di kantin kita ada sushi, lho! Aku suka makan sushi, tapi belum pernah makan di kantin." seru Kougyoku mengganti topik pembicaraan.

"Apa iya? Pernah dengar rumornya, sih. Tetapi pernah saat aku datang sudah kehabisan." Alibaba melirik jam tangannya. "Ah, mungkin sekarang masih ada. Kau mau kesana?"

Tanpa banyak bicara, Alibaba menggeret tangan Kougyoku dan berlari menuju kantin. Larinya cukup cepat, sehingga Kougyoku nyaris kehabisan nafas untuk menyeimbangkan langkahnya dengan pemuda pirang itu. Suasana kantin saat istirahat selalu seperti medan pertempuran. Seluruh stand penjualan ramai, kebanjiran siswa yang kelaparan. Alibaba mendudukkan Kougyoku di salah satu bangku di bawah pohon besar dan berlari menembus kerumunan siswa untuk mengantri beli sushi. Kougyoku terdiam, merasa bodoh karena mau-maunya digeret ke kantin oleh laki-laki tidak jelas macam Alibaba. Tetapi sampai saat ini ia tidak ingin mematahkan penilaiannya terhadap Alibaba. Pemuda itu kelihatan baik.

Kougyoku menampar-nampar mukanya sendiri kesal. Setelah Alibaba kembali, ia harus kembali ke kelasnya—dengan alasan apapun. Ia tidak ingin dicap sebagai perempuan gampangan, yang (kelihatan) sedang dekat dengan cowok yang katanya sudah 20 kali gagal 'nembak' cewek. Jadi cewek harus elegan, dan menjaga gengsi biar para cowok penasaran. Itulah yang dikatakan artikel majalah bulanannya.

"Maaf sudah menunggu."

Alibaba kembali lagi setelah 10 menit berlalu. Ia terengah-engah, terjepit antrian dan dengan ramah menyodorkan satu buah kotak plastik yang berisi sepuluh buah sushi. Ada tiga buah sushi gulung berisi crabstick, tiga buah yang berisi ketimun, dua buah berbentuk nigirizushi dengan lauk tamagoyaki atau telur dadar dan dua buah sushi gulung isi tuna. Menu ini selain persediaannya terbatas, dan peminatnya luar biasa. Kougyoku tersentuh melihat perjuangan Alibaba mendapatkan sekotak sushi tersebut.

Sekotak sushi itu mematahkan niat Kougyoku untuk meninggalkan Alibaba seperti rencananya tadi.

"Maaf, aku sudah merepotkanmu." Ucap Kougyoku seraya membuka kotak sushi tersebut.

"Nggak masalah." Alibaba tersenyum lebar.

"Kenapa...kenapa kau mau repot-repot membelikan aku sushi?" tanya Kougyoku canggung.

"Kau bilang suka sushi, kan? Aku membayangkan seberapa senang wajahmu ketika aku berhasil mendapatkan sushi ini untukmu."

Kougyoku tersipu. Ia menatap sepasang sumpit kayu dan sepuluh buah sushi yang terhidang. Rasanya tidak adil ia menikmati sushi ini sendiri setelah membuat Alibaba berjuang mendapatkannya. Kougyoku menarik Alibaba sampai terduduk di sebelahnya dan memberikan sebelah sumpitnya.

"Ayo, kita makan sama-sama!" ucap Kougyoku.

Alibaba tersenyum lembut. Kougyoku menusuk sebuah sushi dengan isi crabstick dan memakannya dengan lahap. Meski rasanya tidak seenak yang biasa ia makan di restoran khusus sushi, untuk harga 'anak sekolahan', rasanya bisa dibilang enak. Kougyoku menyodorkan kotak plastik itu dan membiarkan Alibaba memilih mana yang dia suka.

"Kuharap ini bukan sushi terakhir yang kita makan di kantin sekolah." Alibaba menusuk sushi dengan isi tuna dan melahapnya. Ia mengunyah lambat-lambat. "Mengingat antriannya seperti perjuangan hidup-mati."

Kougyoku tertawa kecil. Pemuda berambut pirang itu hanya menatapnya sambil mengunyah.

"Kenapa?" tanya Alibaba.

"Tidak," Kougyoku memilah-milah mana yang hendak ia makan selanjutnya. "Teman-temanku bilang kau ini cowok menjijikkan, Alibaba. Tetapi tampaknya mereka salah."

Alibaba terkesiap, lalu tersenyum lebar sehingga deretan giginya yang rapi terlihat. Kougyoku memalingkan mukanya. Mungkin Alibaba sangat jauh dari image 'prince charming' yang selalu diidam-idamkan seluruh gadis di dunia ini. Namun sikapnya yang 'khas cowok banget' membuat Kougyoku merasa, Alibaba bisa menjadi teman baiknya.

Teman baik.

Tidak lebih.

.

.

.

.

.

.

"Nona, Tuan Kouen bilang bahwa malam ini akan makan di luar."

Kougyoku tidak memedulikan perkataan Ka Koubun. Ia sibuk mengerjakan tugas kimia yang akan dikumpulkan besok.

"Nona!" panggil Ka Koubun sekali lagi.

"Aku dengar." Jawab Kougyoku sambil mengoperasikan kalkulator sains miliknya. "Tidak biasanya Kouen-niisan mau makan diluar."

"Katanya sebelum berangkat ke Amerika, beliau ingin makan terakhir kali bersama adik-adiknya. Nanti sebelum berangkat, saya dipesan Tuan Koumei untuk menjemput Tuan Kouha di tempat lesnya."

Amerika...

Ren Kouen adalah kakak sulung Kougyoku, dan merupakan satu-satunya kakak kandungnya. Semenjak ayah meninggal, Kouen melanjutkan perusahaan ayah mereka di bidang tekstil. Untuk tahun ini, pengaruh dan kehebatan Kouen membawa perusahaan Kou yang dipimpinnya berhasil membuka ekspansi perusahaan ke Amerika. Ini sebuah terobosan besar. Amerika terkenal agak sulit membuka kesempatan bagi perusahaan Asia membuka peluang bisnis di negerinya.

"Mau makan apa?" tanya Kougyoku lagi.

"Restoran sushi Nami di Partevia City. Kita sudah sering kesana, kan?" Ka Koubun mengambil sebotol air dari samping pintu pengemudi dan meneguknya.

Sushi.

Kata itu membuat imajinasi Kougyoku memunculkan sosok pemuda berambut pirang, dengan tatapan hangat yang tersenyum lebar kepadanya. Kougyoku menggeleng kuat-kuat.

Duh, kenapa harus wajah Alibaba yang keluar, sih?

.

.

.

.

.

.

Hai hai, readers sekalian. Setelah menamatkan fic Melukis Langit, saya membuka akun evernote saya dan menemukan ada sebuah fic Magi straight. Entah kesambet setan apa atau mendapatkan ilham dari Solomon, tiba-tiba saya berpikir THIS IS IT! HARUS DI PUBLISH INI! Dan akhirnya inilah yang saya lakukan. Alibaba adalah tokoh Magi kesukaan saya, dan akan selalu saya munculkan di semua fic Magi saya (kecuali kalau pairnya SinJa rate M. Alibaba bakal membawa fantasy saya lebih liar nantinya XD #plak)

Sekian bacotan saya. Saya amat menunggu RnR dari readers sekalian. Terima kasih sudah mau membaca Mawar Kertas dan Gula-gula Kapas :)