"Siap?" Tanya seorang pria pada seorang wanita muda yang sedang membenahi pakaiannya, juga kembali mempolesi wajahnya dengan bedak.
"Ya, saya siap." Jawab wanita muda itu. Ia langsung mengambil mike yang diberikan oleh pria lainnya.
"Kamera siap! Action!"
Terdengarnya seruan tegas itu, kameramen pun memfokuskan lensanya pada wajah sang wanita yang mulai berbicara.
"Selamat siang para penonton sekalian. Kembali dengan saya, Suzy." Salam Suzy saat camera telah menyala.
"Saya sekarang berada pada The Majestic Hotel, akan memberikan informasi mengenai pendatang baru dalam dunia pernovelan, yang karyanya menjadi Best Seller tahun ini!" Suzy mulai berjalan menuju sebuah pintu yang terbuka lebar, menampakkan ruang aula yang dipenuhi oleh banyak manusia.
"Dan saat ini, sang pendatang baru itu mengadakan jumpa pers. Lihatlah, banyak wartawan juga penulis lainnya yang datang pada acara ini."
Kamera pun menyorot kumpulan para penulis yang namanya sudah terkenal. Suzy yang melihat itu, langsung menghampiri dan mulai bertanya mengenai apa saja yang akan dilakukan pada jumpa pers sang pendatang baru dan lainnya.
"Ehem. Tes, tes, satu, dua." Terdengar suara dari podium. Semua pasang mata pun menatap orang yang bisa ditebak kalau ia adalah moderator pada acara ini.
"Baik. Karena, hampir semua tamu undangan telah datang, juga para wartawan yang sepertinya tidak sabar lagi. Kami akan memulai acara ini."
Berakhirnya perkataan sang moderator, muncullah tiga orang dari belakang panggung. Mereka menaiki tempat yang telah tersedia di atas panggung yang berisikan meja panjang dengan tiga mike, juga masing-masing tiga kursi. Setelah ketiganya duduk, moderator pun mulai berucap kembali.
"Selamat siang, semuanya. Sebelumnya, perkenalkan saya Iwan. Saya akan menjadi moderator pada acara hari ini. Saya juga akan memperkenalkan tiga orang yang telah duduk dihadapan kalian." Iwan menarik nafas, lalu menghembuskannya.
"Di sebelah kiri saya, terdapat nona Yaya. Ia adalah editor dari novel Best Seller tahun ini, yang berjudul Problem." Yaya berdiri dan membungkuk sedikit tanda memberi salam, diikuti tepuk tangan meriah. "Di kursi ketiga dari kiri saya, ada tuan Fang. Ia adalah manager sang penulis." Fang juga mengikuti yang Yaya lakukan, tepuk tangan pun mengikuti.
"Dan tepat ditengah ada Gempa! Sang pendantang baru dalam dunia penulisan novel. Karyanya yang baru saja terbit sekitar 8 bulan lalu, menjadi Best Seller tahun ini. Beri tepuk tangan semuanya!" Gempa berdiri, lalu membungkuk disertai tepuk tangan yang lebih meriah menjadi backsound.
Setelah Gempa duduk, sang moderator berdehem pelan. "Baiklah, mari kita mulai acara pada siang hari ini.
My Story
.
Seluruh Chara Cartoon BoBoiBoy bukan milik saya. Hanya cerita ini beserta alurnya yang menjadi milik saya.
.
Drama – Family – Hurt/Comfort
.
Warning : AU, OOC, OC, Typo, Elemental Siblings, Humor nyempil nan garing, Inspirasi dari kehidupan nyata yang diubah sedemikian rupa, POV berganti secara tiba-tiba, etc
Don't Like?
DON'T READ THIS FANFICTION!
Happy Reading~
Chapter 1 : Prolog
"Hah~ para wartawan itu tidak ada puas-puasnya." Desah Fang lelah setelah menghempaskan tubuhnya pada sofa berwarna kuning gading.
"Kau lelah, aku pun lelah. Kita semua lelah, Fang." Yaya menimpali setelah duduk dan meneguk jus strawberry yang dibawakan seorang staf hotel. Fang pun turut mengambil minuman pesanannya, Ice Choco, yang sama dengan dengan pesanan Gempa.
"Alhamdulillah, jumpa pers pertama kita sukses! Hehehe…"
Yaya mengangguk semangat dengan senyuman di wajahnya. Sedangkan Fang, dia hanya mengangguk malas, namun tetap memberikan senyuman tipis pada sahabatnya ini. Gempa pun ikut duduk di samping Fang, setelah staf hotel keluar dari ruangan mereka bertiga.
Sejenak suasana hening yang menenangkan melingkupi ketiganya. Mereka menikmati minuman masing-masing, sambil menatap siaran jumpa pers mereka tadi yang diulang salah satu stasiun TV.
"Hm… kau tak bohongkan saat mengatakan kalau ingin buat sekuel novel Problem?"
Gempa menatap Fang yang terus menatap televisi tanpa menoleh kearahnya. Penulis newcomer itu pun tersenyum, setelah menatap dirinya di televisi yang mengatakan kalau akan membuat novel kedua dari serial Problem. Tentu genrenya berbeda.
"Tidaklah. Kapan aku bohong?" Tanya Gempa dengan nada yang terkesan dibuat merendahkan.
"Kau berkali-kali membohongin kami, Gempa. Kalau kau lupa, akan kusebutkan." Jawab yaya serius. Gempa yang mendengarnya pun meneguk ludah paksa. Ia pun mengangkat kedua tanganya sejajar dengan telinganya. "Ba-baiklah, aku tau kok. Tapi, itu kasusnya berbeda."
"Beda atau tidaknya, kau tetap membohongi kami. Titik!"
"Ingat saat kau sakit?"
"Ah~ kurasa bukan pas sakit saja, Fang. Pas dia tidak balik-balik ke kelas dulu juga."
"Hm, atau saat dia–"
"STOP! Oke! Baiklah, aku kalah. Aku memang per–ehem, sering membohongi kalian. Puas sekarang?" Sungut Gempa kesal. Pemuda berusia 22 tahun ini pun menyilangkan tangannya di depan dada sambil memalingkan wajahnya dari Yaya dan Fang.
Yaya dan Fang pun hanya saling bertatapan dan melemparkan senyuman khas masing-masing. Dalam hati, mereka sangat puas membuat sang penulis kesal.
"Good Boy!" Seru mereka serentak.
Gempa pun hanya menghela nafas lelah melihat kelakuan kedua sahabatnya ini. "Lalu, kenapa kalau aku membuat sekuelnya?"
Fang pun menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. "Hanya menanyakan. Habisnya, kau tak mendiskusikan pada kami terlebih dulu dan malah langsung menyampaikannya pada publik."
"Benar kata, Fang. Jujur, aku pun terkejut tau. Untungnya aku masih bisa mengendalikan diriku. Kalau tidak, mungkin aku teriak saat wawancar berlangsung."
Gempa yang mendengarkan protesan tersirat kedua rekan sekaligus sahabatnya ini, hanya tertawa garing sambil mengucapkan 'Maaf'.
"Jadi, genre apa yang akan kau gunakan? Bukankah kau bilang masih rahasia?" Yaya bertanya penuh harap. Fang pun juga menatap Gempa. Berharap agar sang penulis memberitahu mereka berdua.
'Khukhukhu…' Gempa tertawa iblis dalam hati saat melihat wajah penasaran kedua sahabatnya. Andaikan ia membawa kamera, sudah pasti akan ia abadikan raut wajah itu. Setelahnya, ia akan memperlihatkan pada adik-adiknya. 'Hahaha… memikirkannya saja, sudah membuatku tertawa.'
"Apa yang kau pikirkan?"
Khayalan Gempa buyar begitu mendengar pertanyaan dengan nada mengintimidasi dari Yaya.
"Bu-bukan apa-apa kok. Hehehe…" Setelahnya, Gempa menghela nafas lega. "Kalian sungguh ingin tau?" Pancing Gempa.
"Tentu saja!" Kembali Yaya dan Fang berucap bersama. Jodoh kali yak? XD *ditimpuk readers*
"Supranatural, mistery, family, brothership, dan friendship. Ah~ mungkin akan kubumbuhi humor, sad scene, dan… romance scene? Yang trakhir, masih kupikirkan."
"Su-supranatural?"
"Mis… tery?"
Yaya dan Fang kembali saling beratatapan dengan wajah yang penuh keterkejutan. "KAU SERIUS?!"
Gempa sampai menutup telinganya sedetik sebelum teriakan itu terlontar. 'Untung reflekku cepat.' Syukurnya dalam hati. "Tentu saja aku serius."
"Kau yakin kau bisa? Ini genrenya harus dipikirkan matang-matang loh."
"Lalu, pemerannya masih sama, kan? Siapa yang jadi hantunya nanti?"
CTAK CTAK
Alis Gempa berkedut kesal. Ia merasa diremehkan oleh kedua sahabatnya yang masih terus mengoceh. Tak tahan dengan segala yang 'pesimis' yang ia dengar, Gempa menatap tajam keduanya.
"Kalian. Bisa. Diam." Gempa menekankan setiap kata yang ia ucapkan. Dan itu cukup untuk membungkam mulut kedua pemuda-pemudi di depannya.
"Hah~ kalau aku tak yakin, aku tak akan mengatakannya, Yaya. Kau pikir, aku spontan mengucapkannya? Tentu saja, tidak. Ini sudah kupikirkan matang-matang tau." Gempa menarik nafasnya sejenak. "Dan untumu, Fang. Oh, ayolah. Tidak mungkinlah pemerannya tiba-tiba ganti. Lalu, hantu? Kau pikir genre supranatural itu berhubungan dengan hantu saja?" Gempa menjelaskan dengan berbagai macam ekspresi. Dari yang bosan, kesal, meremehkan, dan sedih.
Yaya dan Fang hanya speechless mendengar penjelasan– ehem, tepatnya omelan Gempa. Mereka berdua memang tau kalau kalau Gempa bisa cerewet, tapi sampai mengomel dengan berbagai macam ekspresi… itu sangat jarang terjadi. Sedikitnya, mereka terkagum-kagum dengan Gempa saat ini.
"Kalian mengerti?"
Keduanya tersentak dan spontan mengucapkan, "Ya! Kami mengerti!", dengan hormat layaknya tentara.
Setelah puas mengeluarkan uneg-unegnya, Gempa pun tersenyum lembut. "Jadi, ada lagi pertanyaan kalian?" Tawarnya, lalu meminum Ice Choconya hingga tandas.
Fang pun mengacungkan tangannya. Layaknya guru, Gempa pun berdiri di depan keduanya, lalu mempersilahkan Fang untuk bertanya. "Siapa pemeran utamanya?"
Hening.
Tak ada yang bersuara. Ketiganya bungkam. Hanya suara AC saja yang terdengar.
"Emm… ku-kurasa…" Gempa yang gugup pun menghentikan ucapannya, sembari mengusap tengkuknya yang berhadapan langsung dengan AC.
"Jangan katakan…" Yaya juga ikutan berdiri dari sofa.
"Si 'Gempa'?" Fang malah duduk tegap dengan tangan menyilang di depan dada.
"Ehehehe…"
DUGH DUGH
"ADUUHH!"
BRAK
"APA YANG TERJADI?!"
Krik Krik
Krik Krik
Ketiga sahabat itu saling bertatapan. Setelahnya, mereka tersenyum canggung pada salah satu staf hotel.
"Ma-maaf, tadi kami sedang berdebat kecil saja."
"Bukan sesuatu yang serius."
"Abaikan kami dan pergilah."
Gempa dan Yaya menatap tajam Fang yang berkata tak sopan.
"Baiklah. Saya kira ada sesuatu yang terjadi. Saya mohon pamit."
Blam.
Suara pintu yang tertutup, membuat ketiganya menghembuskan nafas lega.
"Kalian sih, pakai acara teriak dan pukul-pukulan. Sakit tau!" Protes Gempa sambil mengusap kepala berambut hitamnya.
"Habisnya–"
"Sudahlah, lebih baik kembali ke pembahasan tadi." Yaya merengut, karena ucapannya dipotong sama Fang.
"Jadi, si 'Gempa' lagi pemeran utamanya?" Tanya Fang setelah Gempa duduk di tempatnya semula.
Gempa pun menatap Fang bingung. "Bisa kuralat ucapanmu, Fang?" Fang mengangguk. "Oke, bukankah di novel pertamaku yang berjudul Problem, bukan hanya 'Gempa' yang menjadi pemeran utama, kan? Melainkan, 'Halilintar', 'Taufan', 'Api', dan 'Air'."
"Tapi, tetap 'Gempa' yang lebih di sorot."
"Hey! Aku penulisnya, sesukaku dong!"
"Cih, mengesalkan!"
"Kau masih marah, karna 'Fang' agak berlebihan dalam cerita, Fang?"
"Diam!"
Kepala Yaya berasap mendengar perdebatan Gempa dan Fang. Wajahnya memerah menahan marah. Tampaknya, ia akan…
"HENTIKAN PERDEBATAN KALIAN!"
… ah– dia sudah berteriak malah.
"Ba-baik." Gagap Gempa dan Fang.
Menghela nafas lelah, Yaya pun mengambil telepon yang berada di meja. Setelahnya, ia menghubungi resepsionis untuk memesan minuman lagi. Mendengar Yaya yang memesan, Gempa dan Fang juga ikut memesan minuman disertai kue untuk cemilan.
"Sekarang…" Yaya menggantungkan kalimatnya setelah meletakkan telepon pada tempatnya. "… kita bahas mengenai tokoh baru yang akan muncul."
Gempa membelakkan matanya terkejut. "Kau tau dari mana kalau akan ada tokoh baru?"
Yaya tersenyum melihat keterkejutan Gempa. "Jelas saja aku tau, kau kan ingin semua tokoh di dalam ceritamu yang berasal dari dunia nyata. Dan pastinya aku dan Fang yang akan kau mintai bantuan." Fang mengangguk paham dengan penuturan Yaya.
"Hehehe… dan kebetulan sekali. Aku ingin meminta izinmu, Fang."
"Ha?" Fang memasang wajah cengonya. "A-aku? Buat apa? Kan namaku sudah masuk dalam ceritamu."
"Aku mau minjam nama adikmu, Ying."
Fang pun menepuk jidatnya. Sebenarnya, ia sudah memperkirakan Gempa akan meminta izinnya untuk menggunakan nama sang adik, saat mengumumkan mengenai novel kedua Problem dengan judul dan genre lain. Dan perkiraannya tepat.
"Nanti aku bilang sama Ying."
"Ah~ aku yakin kok Ying mau." Yaya semakin semangat mendengar nama Ying akan masuk dalam cerita. "Tapi, dia perannya apa ya?" Fang mengangguk, menyetujui pertanyaan Yaya.
"Emm… nanti akan kuberitahu. Ah! Sebelum aku lupa, aku ingin beritahu hal lain." Gempa menepuk tangannya semangat saat mengingat sesuatu hal.
"Kali ini, aku akan berani mengambil tokoh viguran dari nama karangku. Akan kubuat novel keduaku hebat!" Semangat Gempa membara. Dadanya bergemuruh tanda tak sabar akan selesainya novel keduanya nanti.
"Baiklah, kami akan mendukungmu."
"Berjuanglah!"
"Kita akan sama-sama berjuang!"
::::::::::
_MY STORY_
::::::::::
"Alhamdulillah, segaaarrr~"
Aku tersenyum lebar saat keluar dari kamar mandi. Kuusap kepalaku yang basah dengan handuk. Sungguh, keramas setelah aktifitas yang padat –dibumbuhi dengan pertengkaran unik–, sangat menyegarkan.
Greekk
Aku menarik kursi yang berada di depan meja belajar, lalu kududuki. Laptopku yang di atas meja, kubuka dan kunyalakan. Entah kenapa, ada sebuah ide yang terlintas dipikiranku saat mandi tadi.
"Hah~ padahal novel kedua untuk Problem saja baru kuketik 5 halaman. Ide baru muncul begitu saja. Hehehe…" Gumamku dengan kekehan kecil di akhir.
Ya, aku memang sering seperti ini. Disaat mandi, masak, atau kegiatan lainnya, ide cerita atau alur cerita mengalir tiba-tiba dipikiranku. Tapi, saat aku berada di depan laptop… huh, aku malah nge-game.
Hey! Tak masalahkan kalau aku suka nge-game? Bagus kalau begitu. Tapi, jangan kalian kira aku nge-game online. Hohoho… aku sukanya main catur, kartu, dan game lainnya yang menguras otak. Scramble salah satunya.
Setelah membuka folder yang berisi ceritaku, aku langsung membuat folder baru yang berjudul 'The Another Problems'. Itu judul novel keduaku. Lalu, aku pun memasukkan file ketikanku di folder itu.
Nah! Sekarang, aku akan membuat folder untuk ide dadakan –yang aku pun bingung akan kupublikasikan atau tidak– tadi.
Tok! Tok! Tok!
–tek
Baru saja aku selesai mengetikkan huruf terakhir dan men-save folder, pintu kamarku terketuk. Emm, dan sepertinya tadi itu ketukan pintu ganda yang bersamaan. Ah~ pasti kedua adik bungsuku.
"Masuk."
Cklek.
Pintu pun terbuka setelah kuucapkan kata perizinan. Ya, aku memang sudah memberitahu pada adik-adikku untuk mengetuk pintu dulu. Dan jika aku sudah mengizinkan, mereka boleh membuka pintu.
Pengajaran sopan santun itu perlu untuk anak muda zaman sekarang.
"Air! Minggir dari situ! Aku yang harus masuk duluan!"
"Hah~ kak Api, Air juga mau yang duluan. Kakak ngalah sama adik dong."
"Air yang harus ngalah sama kakak!"
"Kakak yang harus ngalah sama Air!"
Hahaha… itu mereka. Kedua adik bungsuku, tepatnya kedua adik kembarku. Hihihi… mereka lucu loh, bagaikan Api dan Air. Seperti nama mereka, bukan? Mereka berdua sudah berusia 11 tahun. Tak terasa, setahun lagi mereka akan masuk SMP.
Ah! Aku punya satu adik lagi. Namanya Taufan. Dia adik pertamaku, juga kakak dari Api dan Air. Usianya 19 tahun. Sekarang, dia kuliah di luar negeri dengan mengambil jurusan perfilman. Dia bilang, sayang kalau novel buatanku tidak difilmkan, karenanya dia bertekad untuk masuk jurusan itu. Bahkan, ia mendapatkan beasiswa.
Adik yang hebat, bukan?
Aku sangat bangga padanya. Bahkan, aku merindukan keusilannya.
"Api, Air, sudahlah. Pintu itu akan luas jika kalian tidak saling merentangkan tangan."
Pfftt… aku harus menahan tawa melihat ekspresi kedua adikku itu. Ukh, lihat saja wajah cemberut keduanya. Api dengan bibir yang dimonyongin. Lalu, Air dengan menggembungkan pipinya.
Lama berekspresi seperti itu, akhirnya kedua tangan mereka pun diturunkan. Mereka yang berada diambang pintu masuk bersamaan. Jelas saja, tubuh mereka yang memang normal untuk ukuran anak SD pasti muat.
'Hihihi… lagian, kenapa mereka harus saling menghalang? Ada-ada saja adik-adikku ini.'
"Kak Gempa!"
"Eh?"
Aku tersentak saat mereka berseru bersamaan. Hah~ aku melamun ya?
"Kakak jangan melamun magrib-magrib." Nasehat Air. Hihihi… wajahnya lucu kalau berekspresi layaknya orang dewasa.
"Ayo cepat turun, kak! Tok Aba, paman, dan kak Hali sudah nunggu kakak dari tadi. Kakak ikut shalat berjamaahkan?"
Eh? Karena ucapan Api, aku baru sadar kalau mereka berdua memakai pakaian untuk shalat.
"Hehe… maaf, kakak habis mandi. Kalian duluan saja, kakak ganti baju dulu." Dan aku juga lupa untuk memakai pakaian shalat. Aku tadi membawa kaos dan celana pendek selutut ke kamar mandi, pakaian yang kupakai sekarang ini.
"Oke! Cepat ya!"
"Nanti kak Halilintar marah loh."
"Iya, iya."
Blam.
Pintu pun tertutup. Dan kedua adikku telah keluar. Aku beranjak dari dudukku, lalu mengambil baju shalat yang berada di gantungan baju.
"Aku harus cepat!"
Ya, aku memang harus cepat. Kalau tidak, kak Lintar pasti akan marah. Penasaran dengan kak Lintar?
Kak Lintar adalah nama panggilanku buat kak Halilintar. Dia adalah kakak sepupuku. Di rumah ini, aku dan adik-adikku –kecuali, Taufan yang diluar negeri semenjak lulus– tinggal dengannya dan ayahnya –pamanku dan adik-adikku–, juga Tok Aba –kakekku dan adik-adikku, juga kak Lintar–.
Ya, tak ada sosok perempuan di rumah ini. Semuanya laki-laki. Meski begitu, kami bisa memasak. Api dan Air juga bisa, meski tidak sering.
Jika penasaran mengenai yang terjadi, kalian akan mendapatkan jawabannya setelah membaca cerita yang akan kuketikkan nanti. Cerita tentang hidupku. Cerita tentang hidup adik-adikku. Cerita tentang keluarga kak Lintar dan keluargaku.
Dan itulah ide cerita dadakan yang muncul saat aku mandi tadi. Entalah, rasanya aku ingin saja menuliskannya. Jika soal di jadikan novel… emm, aku masih ragu. Soalnya ini kehidupan pribadi.
DOK! DOK! DOK!
"GEMPA! MAU SAMPAI KAPAN KAU GANTI BAJU!"
Gawat! Itu kak Lintar! Akh, aku melamun lagi. Segera saja aku memakai peci hitamku dan langsung berlari kecil menuju pintu.
Cklek.
"Ma-maaf kak–"
"CEPAT TURUN! NANTI MAGRIBNYA HABIS!" Bentak kak Lintar. Huwaa… aku benar-benar membuatnya menunggu lama.
"Ba-baikkk!"
Aku langsung saja meninggalkan kak Lintar yang masih berada di depan kamarku yang terbuka.
'Ah… terserah, aku tidak mau kena marahannya lagi kalau menunggunya beranjak.' Batinku ngeri.
::::::::::
_MY STORY_
::::::::::
Halilintar hanya terus melihat adik sepupunya itu lari meninggalkannya. Pemuda berusia 23 tahun itu menghela nafas lelah saat melihat laptop yang terbuka. Ia yakin, adik sepupunya itu pasti mendapatkan ide cerita atau alur cerita dadakan hingga membuka laptop saat magrib. Karenanya, ia sampai lupa kalau akan shalat magrib berjamaah.
'Seperti biasa, kemunculan ide diwaktu yang tidak tepat.'
Halilintar pun masuk ke kamar adik sepupunya itu. Ia berniat untuk membuat sleep mode pada laptop Gempa. Jadi, tidak akan menguras batrei. Namun, niat hanyalah niat saat ia melihat folder yang baru dibuat Gempa. Memang masih kosong, tapi judulnya itu membuatnya memikirkan ide yang dipikirkan adik sepupunya.
"Jangan-jangan…" Gumamnya gantung tanpa sadar. Yah, sepertinya Halilintar tau maksud judul untuk cerita baru sang adik sepupu. Entah kenapa, ia selalu berhasil menebak jalan pikiran sang adik sepupunya itu. Ia sendiri pun bingung.
Menggelengkan kepalanya, agar ia tak terlalut dalam pemikirannya sendiri. Ia tak jadi membuat sleep mode pada laptop Gempa. Kedua kakinya yang terbalut sarung kotak-kotak itu melangkah keluar kamar, setelah mematikan lampu kamar. Ia tak mau membuat kakeknya, ayahnya, dan juga adik-adik sepupunya itu menunggunya lebih lama. Padahal, dia sendiri tadi yang marah-marah.
Setelah yakin pintu kamar Gempa tertutup rapat, Halilintar berjalan cepat menuju mushallah kecil yang mereka bangun bersama. Meninggalkan laptop yang menyala dalam kegelapan dengan folder kosong yang berjudul…
…
…
…
My Story
::::::::::
To be Continues
::::::::::
Holaaaa~ Nayu kembali dengan cerita baru~ XD
Hihihi… tak tahan tangan ini ingin mengetik fanfic seperti ini. Daannn… ide fic ini muncul, seperti yang Gempa ceritakan loohhh~ wkwkwkwkw… ''
Gempa : Dan sebenarnya, Publishnya Fic ini dari rencana awal, sebagai dedikasi bertambahnya umur Kak Nayu! Yohooo….
Taufan : HUWAAA… kak Nayu makin tuaa!
Nayu : Mou! Urusai! Kalian kok ngumbar sihh! *nutup muka malu*
Ini masih Prolog, jadi cerita yang sebenarnya akan dimulai chapter depan. Lalu, chapter depannya akan lama baru updet. Alasannya? Baca di AN fic Trauma. Alasan singkat memang, tapi begitulah… lagian, banyak kesibukan di RW yang harus Nayu kerjakan.
Sedikit penjelasan lain, seperti yang kalian tau si Gempa menjadi seorang penulis. Dan karya pertamanya adalah Problem. Jadi, bayangkan saja fic Problem dinovelkan. Hihihi... Terus, Fic ini mengandung banyak kejutan. HagHagHag! Dan disini, Gempa memasukkan nama karakter ke novel buatannya, dengan nama orang-orang yang ia kenal.
Jadi, seperti yang ada di fic Problem. Ada Gempa, Hali, Tau, Api, Air, dll. Dan ceritanya, ini adalah kisah nyata si penulis, Gempa. Ah, para chara sepertinya akan OOC. Tertera jelas di WARNING. Jadi, harap membaca WARING dengan teliti agar tak menanyaka hal yang tidak perlu.
Lalu, ini genrenya DRAMA. Meski begitu, Nayu usahakan agar tidak sinet. Ugh… membayangkannya saja, Nayu dah pusing. Karenanya, fic ini campur aduk. Ada sedihnya, senangnya, humornya –entah garing atau tidak–, dll.
Tolong review KriSar kalian agar kedepannya fic ini menjadi lebih baik. Jika ada yang ingin bertanya mengenai hal yang kurang jelas pada chapter ini, silahkan tanya. Akan Nayu usahakan untuk menjawab. Entah pada chap selanjutnya atau lewat PM.
Bagi yang menantikan 'The Another Problems', Fic itu akan update tahun depan –entah kapan–.
Sekianlah~
REVIEW MINNA!
