Naruto © Masashi Kishimoto

Fic by EJC

Memoir of their Parents and Godfather…

"Jika anak ini laki-laki akan kuberi nama Naruto."

"Hoo, seperti nama tokoh utama dalam novel-ku."

"Bagi saya dan Kushina, anda adalah tokoh yang sangat berarti dalam hidup kami. Anda sudah seperti pengganti orang tua kami, Jiraiya-sensei."

"Ha ha~, kau menyanjungku lagi, Minato!" Jiraiya menggaruk-garuk belakang kepalanya, tertawa malu-malu. "Ngomong-ngomong jika perempuan, akan kalian beri nama siapa?"

Saat itu, Minato kelihatan bingung. "Er, 'Minako'?"

Kushina memotong lembut suaminya. "Tentu saja 'NARUKO'."

"Naruko?" Tanya Jiraiya, merasa tertarik lebih jauh dengan nama itu. "Apa maknanya, kalau aku boleh tahu?"

"Saya dan Kushina sempat membicarakan ini. Tapi, saya hanya ragu menggunakannya lantaran nama 'Naruto' milik anda sudah kami gunakan. Tapi,"

Kushina melanjutkan. "Tapi dengan nama tersebut, kami berharap Naruko juga menjadi seperti 'Naruto'. Dia akan tumbuh menjadi perempuan yang bersemangat; perempuan yang pantang menyerah; serta perempuan yang setia kawan. Menjadi perempuan yang bisa diandalkan bagi desanya tercinta terutama. Dia akan menjadi perwujudan 'perempuan' dari karakter Naruto milik anda, Jiraiya-san."

Jiraiya menahan senyum-senyum harunya. Air matanya nampak sudah membendung ragu di atas kedua pelipis bawahnya. "Minato bodoh. Tentu saja boleh. Naruto dan Naruko, hmm… Mereka berdua pasti akan menjadi cahaya pembimbing masa depan dunia shinobi. Aku yakin."

Minato mengangguk pasti. "Arigatou, sensei."

Memoir of the Villagers…

"Tidak peduli bagaimanapun anak itu berharga karena merupakan putra dari yondaime, dia adalah monster! Kita tidak tahu kapan lagi siluman rubah akan keluar dan memporak porandakan segalanya serta membunuh semua orang! Anak itu—beserta adik sedarahnya adalah monster!"

"Tidak bisa dipercaya jika yondaime, salah satu ninja terhormat desa akan mengandung putra-putri monster. Tidak bisa dipercaya."

"Tapi kita tidak bisa menunjukkannya. Bagaimanapun juga, mereka adalah anak-anak dari yondaime. Sandaime juga sudah memperingati kita untuk tidak mengatakan apapun mengenai mereka berdua; 'anak siluman dan adik setengah silumannya'. Kita diperintahkan untuk tidak menyinggung segala persoalan yang menyangkut hal itu."

"Sungguh. Aku tidak tega. Maksudku, mereka hanyalah bocah-bocah. Kakak dan adik yang tidak memiliki teman. Seandainya mereka lebih seperti 'klan Uchiha'. Seperti Itachi-kun dan Sasuke-kun. Mereka berdua begitu akur; dicintai oleh desa. Tapi Naruto dan Naruko… Saya hanya merasa kasihan…"

"Jangan bicara sembarangan. Mereka monster. Kau lihat ketika adiknya mengacak-ngacak desa? Itu adalah kekuatan siluman rubah!"

"…Kalau begitu, lalu apa yang harus kita lakukan?"

"…Diam. Diam dan turuti perintah sandaime."

Memoir of the Shinobis…

"Paman Hiruzen, apakah ini tidak masalah? Maksud saya, Naruto dan Naruko… Mereka hampir tidak memiliki seseorangpun untuk memperhatikan mereka—yang bersikap baik pada mereka."

"Kau pikir aku tidak tahu itu, Asuma?" Jawab sandaime dengan wajah muram. "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun. Mereka tidak boleh tahu bahwa chakra kyuubi terbagi 8/9 masing-masing kepada Naruto dan Naruko; bahwa mereka pembawa bijuu terkuat di dalam tubuh mungil mereka. Bahwa mereka menanggung tanggung jawab tersebut—bahwa orang tua mereka meninggal demi melindungi mereka."

"…Apakah Naruto juga tidak mengetahuinya?" Tanya Asuma, nampak bingung. "Saat penyegelan itu terjadi, Naruto sudah berusia 8 tahun bukan?"

"Untuk menjadi seorang jinchuuriki sejak lahir, bayi tersebut harus lahir secara normal tanpa kekurangan. Kelahiran Naruko tidaklah cukup kuat untuk menampung chakra kyuubi. Naruko terlahir 'lemah'. Tubuh rapuhnya tidak sanggup menampung chakra makhluk raksasa tersebut. Pada saat itulah kesadaran Naruto dilepaskan oleh Minato. Dan menggantikan penyegelan terhadap putranya.

Tapi… pengorbanan Minato dan Kushina harus dibayar seperti ini… Ini menyedihkan—ini meremukkan hati." Sandaime merenggut dadanya. "Mereka berdua adalah pahlawan. Penduduk desa seharusnya menyadari itu."

"…Anda sudah menyampaikannya saat itu."

Sandaime menggeleng. "Mereka tidak ingin tahu kenyataan; mereka hanya tidak ingin peristiwa itu terulang kembali. Mereka takut—begitupula kita. Tapi ini hanya begitu ironis."

"Tapi kita akan melindungi mereka. Bukan begitu, paman?"

"Aku bersumpah atas nama Hokage untuk melindungi mereka seperti aku melindungi desa ini! Aku mempertaruhkan nama Sarutobi demi mereka."

Memoir of the Eyes…

Mata itu tidak berbeda. Seperti sepasang mata yang memandang onggokan sampah di pojokan. Aku tidak suka… Aku takut…

Tolong aku…

Tolong aku, kakak…

"Apa kau sudah cukup kaburnya bocah ingusan?"

"M-Mizuki-sensei!"

"Serahkan gulungan rahasia Konoha itu padaku! Cepat!"

Naruko terkejut mendengar suara ramah gurunya yang biasa diberikannya dulu berubah menjadi seperti saat ini. Mengerikan; penuh kebencian dan murka.

Salah apa aku?

Kenapa semua orang membenci aku dan kakak? Kesalahan apa yang telah kami perbuat?

"Kenapa, Mizuki-sensei? Kupikir anda adalah orang yang sangat baik dan perhatian, tapi… Kenapa… Kenapa kau dan semua penduduk desa membenci kami? Kenapa!"

"Dasar gadis 'busuk'. Gadis gagal busuk! Tidak sadar juga? Sudah saatnya kalian sadari kenyataan! Biar kuberitahu! Kalian bersaudara sebenarnya adalah-"

"Hentikan saja, Mizuki."

Naruko berbalik untuk menemui sosok sensei favoritnya. Tubuhnya sudah dipenuhi luka, dengan wajah penuh sembab dan darah. Namun ia tetap memaksakan diri untuk bergerak. Ia akan berdiri demi murid-murid kesayangannya, Naruko dan Naruto. "Iruka-sensei?"

"Tidak ada yang bisa kau perbuat. Kau sudah berakhir Mizuki. Semua rencanamu akan runtuh.

Naruko adalah gadis yang sangat 'wangi'. Dan dia, Mizuki, Naruko bukanlah gadis yang gagal. Dia adalah murid kesayanganku. Seorang penduduk Konoha. Karena dia penduduk Konoha, sudah menjadi tugasku untuk melindunginya sampai mati!

Ya… Dia adalah Naruko Uzumaki, adik dari Naruto Uzumaki. Keduanya adalah ninja Konoha yang sangat berharga. Tanpa kurang satu hal 'pun!"

"…S-sensei," Ini adalah perasaan yang jarang dirasakan Naruko. Ia merasa hangat memiliki seseorang; ia merasa nyaman.

"…Begitu. Jadi begitu. Jika kau tidak kubunuh lebih dahulu, kau tidak akan senang ya? IRUKA!"

Selagi Naruko melarikan diri sejauh mungkin—sejauh-jauhnya, ia sudah tidak bisa mendengar suara pertempuran antara Iruka-sensei dan Mizuki. Dia takut. Dia takut terjadi apa-apa terhadap Iruka-sensei. Naruko memutuskan untuk kembali. Dia tidak akan lari. Jika dia harus lari, ia akan lari bersama Iruka. Jika dia harus bertarung—itu berarti dia akan melindungi sesuatu yang berharga.

"Iruka-sen-!" Naruko menutup mulutnya dengan kedua tangan, ketika sosok terbaring berlumuran darah Iruka tampak oleh matanya. "Iruka-sensei!"

Naruko berlari ke arah senseinya. Tapi dengan cepat, Mizuki tiba-tiba muncul dihadapannya. "Kini giliranmu, bocah iblis. Serahkan gulungan itu! CEPAT!"

Ia ingin bertempur. Ia ingin menjadi kuat. Ia tidak ingin dilindungi terus oleh kakaknya. Ia ingin menjadi kuat, sehingga ia bisa melindungi orang-orang yang disayangnya: kakaknya, Iruka-sensei, kakek hokage, dan Asuma-sensei.

Tapi dia tidak punya tenaga. Ia lemah. Naruko terjatuh ke atas kedua lututnya, menangis penuh haru dan kesedihan. Bagaimana dia bisa kuat jika selemah ini?

"Kakak…"

"Begitu, jadi aku memang harus membunuhmu dulu ya, monster?"

"Hentikan Mizuki!" Iruka memagut erat tubuh Mizuki dari belakang. Ia mengerahkan kekuatan terakhirnya. "Lari—Lari, Naruko!"

Naruko menggeleng. "…Tidak, aku akan bertarung. Aku akan bertarung demi melindungi orang yang berharga bagiku juga, sensei!"

"…Naruko,"

Mizuki semakin mengamuk. "IYA, IYA! Aku sudah dengar semua omong kosong kalian! Kalau begitu, mati kau monster!"

Mizuki mengayunkan shurike raksasanya ke arah Naruko yang sama sekali tidak siap terhadap serangan cepat itu. Namun hanya dalam sekejap…

BUAAKK!

Mizuki diterbangkan ke udara oleh tendangan sekuat tenaga seorang jinchuuriki penuh dari kyuubi—Kurama. Naruto mendarat tepat diantara Naruko dan Iruka selagi Mizuki entah melayang kemana di tengah hutan.

"Sensei, kau tidak apa-apa?"

"Naruto?"

"Maaf, aku terlambat. Aku berniat menjemput adikku, tapi ia tidak kunjung kelihatan. Jadi," Ia berputar kearah si adik. "Naruko. Kau tidak terluka, 'kan?"

"…T-tapi, Iruka-sensei." Naruto mengangguk terhadap isakan tangis adiknya. Naruto kemudian memopoh Iruka yang sudah kepayahan untuk berbaring di punggung pohon raksasa.

"Kakak, aku akan bertarung juga!"

"…Sepertinya kau mempelajari gulungan itu juga." Ucap Naruto pada adiknya. "Kau sudah membaca bagian TajuuKagebunshin, berarti. Itu ada di halaman pertama."

"Sedikit, tapi aku tidak yakin, kak."

"Itu sudah lebih dari cukup." Naruto menyilangkan telunjuk dan jari tengahnya pada kedua jari tangannya yang lain. Segel TajuuKagebunshin.

"Sudah cukup! Monster seperti kalian akan mati disini!" Mizuki berlari dari dalam hutan ke arah mereka bertiga dengan murka. Tapl…

POOF!

Ledakan asap besar terjadi, dan hanya dalam sedetik seisi hutan telah diisi oleh banyaknya Naruto dan Naruko. "Kau akan menyesal karena sudah mengganggu kami Uzumaki bersuadara."

-o0o-

"Naruko, kemari sebentar." Dengan lemah, Iruka mengimbau murid akademinya. Ketika si gadis berkepang dua telah berdiri dihadapannya, ia melepas ikat kepala shinobi Konoha miliknya. Iruka mengikatkannya pada kening Naruko. "Selamat. Mulai dari saat ini kau adalah genin Konoha, Naruko. Berikan yang terbaik untuk tanah airmu, ya."

Naruto tersenyum lebar, mengelus kepala adiknya. "Selamat, ya 'dek."

"Arigatou, kakak, sensei."

Memoir of the Siblings…

"Kakak,"

"Hai, bagaimana misimu hari ini, Naruko?"

Setelah menutup pintu di belakangnya, Naruko berjalan dan duduk di meja makan. Kakaknya, yang masih mengenakan rompi jounin, menyediakan air mineral dingin yang diambilkannya dari dalam kulkas. "Seperti biasa, Sasuke mengesalkan. Dan Kiba begitu berisik."

"Ha ha, aku juga dulu. Itachi agak dingin, tapi Hana… Hm, Hana berbeda dengan Kiba. Walau terkadang panas, tapi dia perhatian." Jawab si kakak sambil tertawa lepas. Tanda 'tiga garis' pada pipinya membuatnya begitu serupa dengan adiknya. Belum lagi sepasang mata sebiru lautan dan rambut pirang lembut yang terjuntai halus dari ikatan ponytail gandanya. Seperti si gadis adalah perwujudan perempuan dari kakaknya jika menjadi perempuan.

"Tapi, Naruko, Sasuke dan Kiba adalah anak-anak yang baik. Aku sudah mengenal mereka sedari mereka kecil dulu… Jadi kakak hanya berharap kau akan berteman baik dengan mereka."

"Tentu saja, kak." Balas si adik dengan senyuman ramahnya. "Tapi, kakak sepertinya sangat akrab dengan… kak Itachi dan kak Hana."

"Hm, tentu saja. Mereka adalah dua dari sedikit sahabatku dulu. Hingga saat ini aku hanya memiliki beberapa teman, dan mereka berdua adalah yang terbaik…"

"Aku mengerti. Oh ya, kakak tahu. Kakashi-sensei dan Guy-sensei tadi…"

Pembicaraanpun berubah lucu dan mengundang tawa keduanya. Apalagi mengingat tingkah kedua sensei yang baru disebutkan. Hingga pada satu kesempatan, ketika Naruto bersiap berangkat untuk misi berikutnya…

"Kakak, apa yang kau pikirkan…?"

"…Aku yakin tidak mengerti maksudmu, Naruko." Si kakak menggeleng.

"Belakangan ini kau terus memasang raut tidak menentu dan penuh akan keraguan. Aku tahu, 'kak," Ia belum berani melirik wajah sang kakak. "Aku tahu kalau kau adalah ANBU. Dan kak Hana juga."

Naruto berlutut dihadapan adiknya. Setelah menghela satu napas, ia melanjutkan. "Jangan cemas. Apapun yang kulakukan—kini dan di masa depan, kakak ingin kau tahu bahwa semua yang kulakukan adalah demi Naruko dan Konoha."

"Demi Konoha, ya?"

"Hm." Ia mengangguk. "Semangat api kita tidak akan pernah padam selama ada seseorang yang ingin kita lindungi.

Biar aku sebutkan siapa saja orang-orang yang paling kusayang: Naruko, Naruko, Naruko, Naruko, Iruka-sensei, Itachi, dan Hana. Baru setelahnya Konoha."

Si gadis merona. "Aku tahu. Kak Itachi tidak bersalah."

Itu mengejutkan Naruto. "…Sejak kapan-?

"Kata kakak, kak Itachi adalah orang yang baik. Aku yakin, kakak tidak keliru."

Naruto belum melepas raut muramnya. "…Bagaimana dengan Sasuke?"

Naruko mengerutkan sepasang alis hitam tipisnya yang halus. "Dia tidak pernah bisa berhenti membenci kakaknya… Seluruh jaringan otaknya seperti di-program untuk membunuh kak Itachi, atau begitulah.

Kak Naruto, aku… Aku ingin kak Itachi kembali ke Konoha lagi. Aku ingin melihat kakak berkumpul kembali dengan sahabat-sahabat kakak lagi."

"…Aku mengerti, Naruko." Naruto mengelus kepala si adik, dan membuka pintu rumah kembali. "Kau memang anak yang baik."

Wajah Naruto menimbulkan raut muram untuk sekali lagi. Itu nampak begitu kontras dengan cahaya jingga sore hari dari luar sana.

"Sehat-sehat selama kakak pergi 'misi', ya. Jangan makan ramen terus. Cobalah masak sesuatu, kau perempuan, 'kan. Jadi jangan meniruku. Baik-baik dengan teman-temanmu.

…Sampai jumpa, Naruko."

"Kakak juga… Hati-hati. Kak,

Jangan lupakan aku."

Naruto menghilang ke balik cahaya jingga; menghilang. Dia menghilang.

-o0o-

Itulah saat-saat terakhir kebersamaan Uzumaki bersaudara. Hingga lima tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali…

Elixire J. Crow

Presents

Naruto a fic,

Naruko: The Eye of the Storm

Beberapa hari kemudian,

"Kau lama sekali, Naruko! Kau ini perempuan, bukan 'sih!"

"Berisik, 'nih Kiba! Diam aja 'deh! Aku menolong nenek-nenek menyebrang jalan tadi!"

"Berbohong itu ada batasnya."

"Eh! Kau mau ngajak berantem lagi, Sasuke!" Naruko mensinsingkan lengan jaket berwarna jingganya. "Sini, maju!"

"Woi, masih pagi sudah bertengkar!" Seru Kiba sambil berusaha memisahkan keduanya yang sudah bertabrakan pandangan pembunuh.

"Awas kau, Sasuke. Akan kuhajar kau nanti.

Hm, ngomong-ngomong Hayate-sensei mana, Kiba?"

"Sa na. Kami sudah menunggu setengah jam daritadi." Jawab yang bersangkutan.

"Uhuk uhuk… Anak-anak, maaf aku terlambat." Mereka bertiga terkejut dengan seorang jounin yang tengah merangkak di atas tanah dengan terbatuk-batuk dan mengalirkan darah dari sisi bibirnya. "Aku begadang dan lupa pergi tidur tadi."

"SENSEI,KAU SADAR TIDAK 'SIH KALAU SUDAH KESUSAHAN UNTUK HIDUP!" Seru ketiga murid bersamaan, berlari risih kearah pembimbing mereka.

"Jahatnya kalian~~"

|Bersambung|

AN: Saya memutuskan untuk memulai seri terbaru di fandom ini lagi. Fic-fic saya yang lain sengaja saya tinggalkan, karena yang satu ini (mungkin) sedikit lebih menjual. Perhatian, fic ini akan mengandung unsure dewasa pada beberapa chapter. Kita lihat saja nanti, dan saya akan membuat WARNING terlebih dahulu pada awal chapter.

Pairing untuk fic ini adalah:

Main:

Naruko x Sasuke

Naruko x Kiba

Secondary:

Naruko x Harem

Lalu, untuk yang bingung (saya harap bisa sedikit membantu), ini adalah timeline Naruto Universe versi saya:

Tahun yang digunakan hanya karangan saya…

-Tahun 802 shinobi. Minato & Kushina 21: Melahirkan Naruto.

-Tahun 810 shinobi. Minato & Kushina 29 (meninggal): Melahirkan Naruko; penyerangan Madara dan Kyuubi.

-Tahun 817 shinobi. Itachi & Naruto 15, Naruko & Sasuke 9: Pembunuhan masal klan Uchiha oleh Itachi. Itachi meninggalkan desa.

-Tahun 823 shinobi. Naruko 13, Naruto 21: Naruko, Sasuke dan Kiba lulus ujian akademi; juga teman-temannya yang lain. Naruto meninggalkan desa.

Jadi, episode sekarang dimulai dengan tim genin Naruko, Sasuke, dan Kiba. Dbandingkan dengan itu, tim kakak mereka dulu: Naruto, Itachi, dan Hana. Hm, cukup cocok kan?

Sementara Naruto, saya sengajakan memajukan umurnya menjadi sebantar dengan Itachi serta Hana. Beda umur para adik dan kakak-kakak mereka adalah kurang lebih 8 tahun.

Sama seperti fic Team Anko saya, Jounin pembimbing mereka juga lain disini. Dia tidak lain dan bukan adalah Hayate Gekkou si pria penyakitan. Saya akan berusaha mengorek karakternya sehingga mudah disukai. Kita lihat kemana fic ini berjalan nanti.

Jadi selamat membaca, dan maaf jika AN-nya kepanjangan. See you in the next chaps.

EJC