Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning!
AU, OOC, Slight MaleSaku, typo bertaburan
Oh, My Girl!
© Yoruichi Shihouin Kuchiki
BAAAKKK
BUUUKKK
BAAAKKK
Suara hantaman dan pukulan terdengar jelas di lorong sempit dan sepi itu. Di sudut jalan yang tidak terkena sinar matahari itu tampak dua orang pemuda dalam kondisi berbeda. Seorang pemuda terlihat berdiri dengan gagah layanknya seorang pemenang dan yang satunya lagi tersungkur di tanah dengan keadaan babak belur. Kelihatannya sedang ada adu duel yang tengah berlangsung dan sudah diketahui siapa pemenangnya.
"A—ampun, j—jangan sakiti aku," pemuda itu ketakutan. Dia memasang wajah memelas—berharap pemuda yang memenangkan adu tinju itu mengasihaninya.
Pemuda dengan warna rambut aneh itu menyeringai kemudian menendang wajah pemuda yang babak belur tadi, "Itu hukuman untukmu karena telah membuatku marah," ucapnya sambil menatap pemuda tadi nanar.
Pemuda tadi pun tidak sadarkan diri akibat banyaknya luka pukulan di tubuhnya. Tubuhnya kini benar-benar tidak berdaya. Terkapar dengan kondisi menyedihkan di tanha yang tidak disinari cahaya.
"Yo, Sakuraaaa," suara cempreng itu terdengar di telinganya. Pemuda berambut merah muda dan berparas cantik itu menoleh.
Sakura—nama pemuda itu menatap dingin pemuda berambut kuning jabrik yang memanggilnya tadi. Pemuda itu langsung menghampiri Sakura dan menatap prihatin tubuh yang masih tak sadarkan diri di tanah itu. Pemuda jabrik itu menjongkok dan menyentuh tubuh pemuda tadi dengan satu telunjuknya. Memastikan apakah ada respon atau tidak.
"Kau benar-benar kejam, Sakura. Orang ini sampai sekarat begini," protes pemuda jabrik itu dengan kerucutan di bibirnya.
Sakura melipat kedua tangannya di depan dada dan memasang tampang jutek pada Naruto—pemuda berambut jabrik itu, "Cih! Salahkan dia membuat moodku tambah buruk!" jawab Sakura sinis.
Naruto hanya mendengus kesal tanpa berani lagi menjawab. Dia hapal benar dengan sifat Sakura yang tidak bisa diganggu jika moodku sedang jelek. Walaupun Naruto termasuk sahabat dekatnya tapi tidak menutup kemungkinan pemuda cantik itu bisa membunuhnya jika membuatnya marah.
Sakura, pemuda dengan rambut merah muda mencolok dan berwajah cantik. Bisa dibilang Sakura benar-benar bertampang manis. Di sekolahnya—Konoha Gakuen—tidak hanya kaum hawa yang terpikat oleh pesonanya tapi juga kaum adam yang menganggapnya 'cowok manis dan imut'. Sakura sendiri paling benci dengan julukan itu dan sangat marah kalau ada yang memanggilnya seperti itu. Walaupun tetap saja, tidak bisa membuat mereka jera memanggilnya dengan panggilan nista itu.
Di balik tampangnya yang manis, sebenarnya Sakura adalah ketua geng paling berandal di sekolahnya. Sakura terkenal yang paling bengis dan sadis setiap berhadapan dengan lawan yang dianggapnya mengganggu. Dia tak kenal kata kasihan, bahkan sudah tidak terhitung lagi berapa orang yang harus dibawa ke rumah sakit akibat perbuatannya itu. Dan Naruto juga merupakan salah satu anggota gengnya itu.
"Hoooiiiii," seorang pemuda nampak lompat dari balkon atas apartemen di gang sempit itu—menutupi cahaya matahari yang berusaha menerobos masuk sampai akhirnya pemuda itu menapakkan kedua kakinya di tanah.
"Hai Sakura, Naruto," sapa pemuda berambut coklat jabrik dan memiliki tato di kedua pipinya.
"Bisakah kau tidak selalu datang dari ketinggian, Kiba?" sewot Naruto kepada pemuda tadi—Kiba.
Pemuda itu tidak menjawab melainkan tersenyum lima jari pada Naruto. Irisnya kemudian melirik ke hasil karya Sakura yang tergeletak. Dengan mata dan mulut membulat, Kiba ikut jongkok seperti Naruto dan memperhatikan pemuda sekarat itu.
"Jadi ini korbanmu hari ini, Sakura?" Kiba menoleh ke Sakura sambil tetap mempertahankan posisi jongkoknya.
Kedua emerald Sakura menatap sinis Kiba, "Iya," jawabnya singkat.
"Wah, kasihan sekali," ucap Kiba prihatin sambil kembali memandangi tubuh pemuda tadi. Kedua tangannya kemudian mulai merogoh-rogoh pakaian pemuda malang itu.
Naruto memperhatikan Kiba dengan raut heran, "Hey, apa yang kau lakukan, Kiba?" tanya Naruto dengan alis bertaut.
Tidak berapa lama kemudian Kiba mengeluarkan sebuah dompet dari saku celana pemuda tadi, "Ah ketemu," ucapnya dengan wajah semeringah.
"Hei, mau kau apakan dompet itu?" tanya Naruto penasaran ketika melihat Kiba sibuk membuka-buka dompet itu.
"Tentu saja mengambil uangnya," jawab Kiba cuek lalu memasukkan beberapa lembar uang dari dompet tersebut ke saku bajunya.
"Hei! Itu maling namanya, Kiba!" protes Naruto tidak setuju.
Kiba mendengus sebal mendengar ocehan Naruto, "Aku tidak peduli," jawabnya cuek. Kedua iris Kiba kemudian beralih ke Sakura yang masih berdiri memperhatikan kegiatan mereka berdua, "Tidak apa kan, Sakura?"
"Huh! Sesukamu saja!" Sakura kemudian melengos dan dibalas dengan cengiran khas Kiba.
"Sipp!"
Merasa pegal terus-menerus jongkok, Naruto dan Kiba pun kembali berdiri, "Lalu dia mau diapakan, Sakura?" tanya Naruto sambil menunjuk pemuda itu dengan satu jempolnya.
"Biarkan saja," Sakura kemudian menghampiri tasnya lengannya yang tercecer akibat berkelahi tadi.
Rambut merah muda pendeknya tergerai dan jatuh bebas menuruti arah gravitasi ketika Sakura membungkukkan badannya untuk mengambil tasnya. Rambut halusnya, kulit putih bak porselen benar-benar menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Pemuda itu kembali berdiri dan membiarkan rambutnya dengan warna yang tidak biasa itu tersapu oleh angin yang tiba-tiba berhembus. Cantik, satu kata yang pas untuk siluet pemuda itu. Tanpa sadar guratan merah tipis timbul di wajah Naruto dan Kiba ketika melihat ekspresi Sakura yang benar-benar cantik bagaikan sebuah lukisan.
"Seandainya Sakura itu seorang gadis, aku pasti akan mengencaninya," bisik Naruto pada Kiba yang juga ikut terpana.
"Ya, kau benar," sahut Kiba setengah berbisik.
Merasa dirinya tengah diperhatikan, Sakura mendelik tajam ke arah mereka berdua,"Ada apa?" tanya Sakura judes.
"Ah, tidak—tidak apa-apa," sahut mereka berdua berbarengan.
Sakura kembali menatap mereka sebentar. Heran, tapi sifat cueknya membuat pemuda itu tidak mau ambil pusing dan memikirkannya. Dia kemudian berbalik dan menyandang tasnya di punggung dengan sebelah tangannya. Sakura mulai melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu dan meninggalkan kedua temannya.
"Hati-hati ya, Sakuraaa," pekik Naruto ketika Sakura mulai menghilang di tengah kejauhan.
Pemuda itu tidak menjawab hanya melambaikan tangannya sambil terus menatap ke depan. Walaupun jarak cukup jauh, Sakura masih tetap bisa mendengar teriakan Naruto. Satu lambaian tangan pun akan membuat Naruto mengerti kalau dia akan baik-baik saja. Atau lebih tepatnya mungkin akan baik-baik saja.
oOo
Senja sudah memperlihatkan dirinya. Jalanan kota itu nampak renggang sekarang. Sakura terus melangkahkan kakinya menuju ke rumahnya. Dengan baju yang dikeluarkan dan dasinya yang miring tetap saja membuat Sakura menjadi pusat perhatian setiap orang yang berpapasan dengannya. Tapi Sakura sama sekali tidak peduli dengan pendapat mereka. Baginya, mereka—para gadis yang terpesona dengannya itu berisik.
Hari memang sudah hampir gelap tapi itu tidak masalah bagi Sakura. Mau pulang tengah malam pun juga tidak apa-apa. Karena Sakura memang tinggal sendirian semenjak kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Dan hal itu lah yang membuat Sakura semakin menjadi anak yang berandal dan nakal. Berkelahi, menghajar orang, bolos sekolah, dimarahi guru sudah menjadi santapan sehari-harinya.
"Meonggg," seekor kucing berwarna putih pucat mendekatinya dan mengelus-ngelus ujung kaki Sakura.
Sakura menghentikan langkahnya dan menatap cuek kucing itu, "Pergilah! Jangan ganggu aku!" bahkan dengan seekor kucing pun dia masih berkata kasar.
"Meooonggg," kucing itu masih menempel di kaki Sakura dan menatap Sakura memelas.
Sakura kembali menatap kucing itu kesal—pemuda itu merasa terganggu dengan seekor kucing. Pemuda itu menjongkokkan badannya agar kedua maniknya dapat menatap lekat ke kucing tersebut.
"Hei, dengar ya kucing sialan! Aku tidak punya makanan jadi salah tempat kalau kau meminta makanan padaku!" Sakura bahkan tidak mengenal kasihan pada seekor kucing.
"Meooonnggg" kucing itu terus bersuara seolah sedang memelas dan mengerti segala ucapan Sakura.
"Sudah aku bilang aku tidak punya makanan! Jadi pergilah dan jangan ganggu aku!" ucap Sakura kesal.
"MEOOONNGG"
SRAAASSSSHH
Seakan punya dendam kesumat kucing yang tadi anteng itu mencakar hidung Sakura dan berlari meninggalkan pemuda yang sedang menjerit kesakitan sambil memegang hidungnya yang terluka. Kucing tadi langsung berlari menyebrangi jalan raya.
"KUCING SIALAN! JANGAN LARI KAU!" pekik Sakura marah lalu dengan langkah seribu mengejar kucing tadi. Dalam hatinya dia bersumpah akan menguliti kucing itu kalau sampai tertangkap.
Tanpa memperhatikan lampu jalan yang kembali hijau, Sakura terus mengejar kucing itu. Tapi—
TIIIINNN TIIINNN
CKIIIIITT
BRAAAAKKK
Sakura tidak sadar kalau ada truk yang melaju kencang bersiap menghantamnya. Pemuda itu terbaring di jalanan dengan kepala bersimbah darah. Matanya terlihat sayu seolah kapanpun kelopaknya bisa tertutup sempurna. Orang-orang mulai datang mengerumuninya. Sebelum semuanya benar-benar menjadi gelap, dia masih bisa melirik sekilas ke arah kucing tadi. Kucing dengan bulu putih itu menatap Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Seolah semua kejadian tadi sudah terencana sempurna sebelumnya.
'Kucing sialan,' gumam Sakura dalam hati sambil terus menatap lekat kucing tersebut.
Kucing tadi membalikkan dirinya—berjalan menjauhi Sakura yang masih memperhatikannya. Sampai tiba-tiba—
WUUUSSHHH
—kucing tadi menghilang ke atas di tengah kegelapan malam dan berubah menjadi sosok seorang pemuda berambut hitam cepak dengan sepasang sayap hitam yang terbentang lebar di udara. Pemuda itu menatap angkuh Sakura yang masih terus berusaha membuka kedua irisnya. Sampai akhirnya kegelapan abadi benar-benar menjemput Sakura.
oOo
Sakura membuka matanya perlahan-lahan. Semua yang ada di sekitarnya hanya lah putih dan bau asing yang tidak pernah dicium sebelumnya. Semuanya terasa lain, pemuda itu mengerjap-ngerjap matanya sebentar. Mencoba beradaptasi dengan tempat yang tidak dikenalinya itu.
"Kau sudah sadar?" sosok pemuda dengan rambut cepak dan kulit putih pucat itu tiba-tiba sudah berada di atasnya.
"GYAAA!" Sakura menjerit kaget dan langsung menjauh ke ujung ranjang putih itu. Tentu saja Sakura kaget dengan sosok pemuda tak dikenal yang wajahnya sangat dekat dengannya. Terlebih lagi pemuda itu—
Melayang!
Atau lebih tepatnya terbang.
"S—siapa kau?" tanya Sakura ketakutan sambil menunjuk pemuda berwajah stoic itu.
" . . . " Pemuda itu tidak menjawab. Sakura mengernyitkan dahi lebarnya. Dia merasa tidak asing dengan wajah pemuda itu. Sakura memutar otaknya berusaha mengingat siapa pemuda itu sebenarnya. Perlu jeda agak lama sampai akhirnya Sakura sadar.
"Ah! Kau! Kucing sialan itu kan!" histeris Sakura sambil menunjuk-nunjuk sangar tepat di depan hidung pemuda itu. Pemuda itu masih diam tanpa ekspresi.
"Kau! Gara-gara kau, aku hampir mati ditabrak tahu!" Sakura mencengkram sebelah kerah baju hitam pemuda itu dan memaki-makinya. Tapi pemuda itu tetap diam dan tak bergeming sedikit pun.
"Sakura Utaka, ternyata benar kalau kau itu tidak punya sopan santun dan berandalan tengik," ucap pemuda itu datar sambil menepis lengan Sakura.
Mendengar ucapan pemuda itu tentu saja membuat Sakura kesal dan ingin menghajarnya, "Selain itu namaku bukan kucing sialan," lanjut pemuda tadi lagi.
"Cih! Peduli amat dengan namamu!" Sakura berkacak pinggang dan memalingkan wajahnya.
"Perkenalkan, namaku Sai—malaikat penjemput nyawamu," ada nada penegasan di akhir kalimat pemuda itu—Sai. Sakura langsung mendelik tajam mendengar penuturan pemuda itu. Sekuat tenaga ia menahan tawanya agar tidak pecah.
"WAHAHAHAHA"
Tapi tawa Sakura malah meledak saat itu juga. Sai masih memandang pemuda pinky itudengan raut datar.
"Apa tadi kau bilang? Malaikat? Kau sedang mengigau ya?!" sahut Sakura sambil berusaha menahan tawanya.
" . . . " Sai masih tetap diam. Sepertinya pemuda itu memang tipe yang irit bicara.
"Tapi benar juga ya? Kau punya sayap hitam yang tebal, bulu-bulunya halus lagi," canda Sakura sambil menyentuh bulu-bulu hitam di sayap Sai. "Ngomong-ngomong kau beli dimana sayap ini? Kelihatan seperti asli. Aku juga mau beli nanti untuk menakuti orang," oceh Sakura panjang lebar.
"Ternyata kau memang keras kepala, Sakura Utaka. Aku adalah malaikat penjemput nyawamu. Alasan kenapa kau bisa melihat dan menyentuhku adalah karena kau sekarang sama dengan kami—hanya roh," ucap Sai serius.
Kedua manik Sakura kembali membulat dan berusaha mencerna maksud ucapan Sai. Sakura masih kelihatan bingung dan tidak percaya.
"Lihatlah kakimu," perintah Sai.
Tanpa basa-basi, Sakura mengarahkan maniknya ke arah kakinya. Dan—
"GYAAA"
—Sakura benar-benar terkejut ketika ia baru menyadari kalau dirinya juga melayang!
Sama seperti pemuda di hadapannya.
"A—apa? Ke—kenapa kakiku tidak menyentuh tanah?" Sakura masih belum bisa percaya dengan kondisinya sekarang.
Sai menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Sakura, "Kau sudah mati, Sakura Utaka,"
Dan jawaban Sai tentu saja langsung membuat Sakura kaget setengah mati, "A—apa katamu? M—mati? T—tidak mungkin aku sudah mati!" Sakura berusaha menampik ucapan Sai dan berharap kalau semuanya hanyalah mimpi.
"Coba kau pegang benda itu," lanjut Sai sambil menunjuk vas bunga di atas meja terdekat.
Dengan ekspresi bingung, Sakura menuruti perintah Sai kemudian mencoba memeganga vas bunga itu. Dan—
Tidak bisa!
Tangan Sakura malah menembus benda itu dan hal ini kembali membuat Sakura terbelalak tidak percaya.
"T—tidak mungkin," tubuh Sakura mulai gemetaran.
Dia tidak percaya kalau dirinya sudah mati. Tidak ada lagi di dunia ini. Bagaikan petir di siang bolong. Hal ini tentu saja merupakan pukulan berat baginya. Sakura menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.
"Masih tidak percaya?" Sai kemudian minggir ke sisi lain dan memperlihatkan sosok mencengangkan yang sejak tadi tertutup oleh sayap lebarnya.
Mulut Sakura kembali terbuka lebar ketika pemandangan yang disaksikannya saat itu adalah—tubuhnya sendiri yang sudah tidak bernyawa. Kalau saja dia seorang perempuan mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya menghadapi bertubi-tubi kenyataan pahit yang harus diterimanya.
"T—tidak mungkin. I—ini aku?" Sakura berjalan mendekati tubuhnya yang tertutup oleh sehelai kain putih. Dia berusaha menyentuhnya tapi sia-sia karena semuanya tubuhnya sudah berubah menjadi transparan sekarang. Sai hanya menatap pemuda itu tanpa ekspresi kasihan sedikit pun.
"Sesuai tugasku, aku harus mencabut nyawamu dan mengantar rohmu ke alam baka," lanjut Sai dingin. Sakura hanya tertunduk sambil menatap tubuhnya sendiri.
"Kau! Gara-gara kau, aku jadi begini! Aku tidak mau tahu! Kembalikan aku ke tubuhku!" geram Sakura kemudian kembali mencengkram kerah baju Sai.
"Menangis pun percuma. Kau sudah mati dan terlalu banyak dosa yang telah kau perbuat," sahut Sai dingin.
"Memangnya kenapa kalau aku banyak dosa, hah?! Dengan begitu kau bisa seenaknya saja mencabut nyawaku, begitu?!" Sakura masih ngotot dengan tampang sangarnya.
Sai tetap memasang ekspresi datar, "Aku hanya menjalankan perintah untuk mencabut nyawamu."
"Perintah apanya, hah?! Kau sengaja kan menyamar jadi kucing lalu mencakarku dan membuatku tertabrak truk!"
"Itu sudah jadi bagian dari takdirmu, Sakura Utaka."
"Takdir apaan?! Tidak ada yang bisa menentukan jalan hidup dan takdirku kecuali diriku sendiri!"
"Jangan menyangkal Sakura Utaka. Sudah terlalu banyak kesalahan yang kau perbuat di dunia ini. Kau pikir sudah berapa orang yang menjadi korban perbuatanmu? Bahkan kedua orangtuamu sendiri," ada nada penekanan di akhir kalimat Sai.
"Jangan bawa-bawa kedua orangtuaku! Mereka semua tidak ada hubungannya dengan ini!" amuk Sakura dengan wajah yang sudah merah padam. Antara menahan amarah dan kepedihannya tentang ingatan masa lalu pemuda itu.
Sakura melepaskan cengkramannya dan tertunduk. Tubuhnya terasa menegang, untuk yang pertama kali berandal seperti Sakura Utaka merasa menyesal. Pemuda itu menahan isakannya. Akan memalukan kalau preman sepertinya malah menangis di depan malaikat pencabut nyawanya.
Sai masih terus memandangi pemuda tadi dengan tatapan yang sulit diartikan, "Baiklah, aku punya satu penawaran menarik untukmu."
Sai berhasil membuat kedua iris klorofil itu kembali beralih ke arahnya. Kedua alis Sakura bertaut, "Penawaran?" penasaran dengan maksud ucapan Sai.
"Ya, aku akan memberikan kehidupan kedua padamu. Tapi dengan satu syarat," sahut Sai mantap.
Kedua manik Sakura yang sempat redup kini kembali bercahaya mendengar ucapan Sai, "Be—benarkah? Benar kau akan menghidupkanku kembali?" tanya Sakura berbinar-binar.
Sai mengangguk pelan, "Tapi dengan satu syarat," ulangnya lagi.
"Apa syaratnya? Memukuli preman, berkelahi, menjahili anak baru? Tenang saja, aku pasti bisa memenuhi syaratmu!" sahut Sakura bersemangatsambil menggulung kedua lengan bajunya.
Sai memutar bola matanya bosan melihat tingkah Sakura, "Kau yakin dapat memenuhinya?" tanya Sai memastikan.
"Tentu saja! Jangan pernah meragukan kehebatanku!" jawab Sakura bersemangat.
Sai menyeringai tipis kemudian mulai membuka mulutnya. Sakura memerhatikannya dengan seksama—seolah tidak mau ketinggalan satu patah kata pun yang keluar dari bibr tipis pemuda itu, "Syaratnya adalah—kau akan kukembalikan ke kehidupanmu sebagai seorang perempuan."
Seketika senyum yang terkembang dan semangat berapi-apai itu luntur saat itu juga. Bagai dihantam beton ribuan ton, Sakura harus kembali menghadapi berbagai hal mengguncangkan hari itu. Sementara Sai nampak tersenyum puas dengan penawaran yang dia ajukan. Permainan baru akan dimulai.
~TBC~
Author's Note :
Ketemu lagi dengan fic baru aku yang super duper abal.
Wahahahaha
#ketawa nista
XD
Ide fic ini terlintas begitu saja ketika aku lagi di kamar mandi (?)
#jangan curcol woi
Gimana menurut kalian chapter 1 ini? Abal-abalkah?
XD
Apalagi ini fic aku buat dengan pedenya make' karakter MaleSaku.
Nama MaleSaku disitu juga sengaja gak aku ganti biar gak terkesan OC.
Jadi cuman nama keluarganya aja yang aku ubah.
XD
Tanpa banyak bacot aku cuman minta keikhlasan kalian untuk membaca dan mereview fic ini Q.Q
Lanjut atau tidaknya ke chpter 2 juga bergantung dari review kalian semua.
#kicked
XD
Akhir kata, thanks for read..
REVIEW PLEASE..
