Disclaimer: Super Junior hanya milik mereka sendiri, SMent, dan Tuhan semata. Fic ini murni milik saia

Chara: Cho Kyuhyun, other members of Super Junior and more (SMEnt's Artist)

Genre: Friendship, Romance

Rated: T+

Summary: Cho Kyuhyun, murid pindahan yang pintar dan pendiam, dimana di sekolah barunya ia mempunyai banyak masalah dengan para geng yankee (berandalan). First fic about Cho Kyuhyun ^^. RnR please?

Warning: Abal, Typo(s), maksa, OOC, penuh dengan perkelahian dan kekerasan, AU, tokoh bisa bertambah di setiap chapternya.

Author's song list: AKB48 – Majisuka Rock n Roll.

Enjoy this! XD

.

.

Me vs Yankee

.

.

Chapter 1: New School

Cho Kyuhyun's POV

Neul Param High School

Seperti keseharianku yang biasa—bangun pagi, bersiap ke sekolah, belajar di sekolah selama berjam-jam, mengikuti bimbingan belajar, pulang, lalu istirahat. Ya... mau bagaimanapun, aku hanyalah remaja berusia 17 tahun yang duduk di kelas 2 semester dua.

Kehidupan remajaku sangat sederhana. Sebagai murid pindahan dan salah satu dari beberapa murid dengan IQ tertinggi di sekolah ini, aku banyak disegani... juga dikagumi. Aku pindah ke sekolah ini dua minggu yang lalu. Sejak kelas 1, aku hampir berkali-kali memecahkan rekor dalam semua mata pelajaran. Kepala sekolah di sekolahku dulu dan sekarang selalu memuji-mujiku. Guru-guru begitu membanggakanku. Gadis-gadis selalu datang kepadaku untuk minta diajari mata pelajaran yang mereka tak mengerti, sekaligus... mengamatiku dengan tatapan yang sulit kubaca. Aku bukanlah orang pintar yang hanya menjadi kutu buku dengan rambut klimis dan kacamata besar. Begini-begini, aku tidak mati gaya.

Aku mungkin punya banyak teman, tapi aku tak merasakannya. Aku lebih suka menyendiri, terpekur dengan buku tebal atau PSPku. Aku mungkin bisa dibilang sebagai orang yang cuek dan tak peduli dengan siapapun. Menurutku, untuk mendapatkan teman yang benar-benar bisa mengertiku itu rasanya tak mudah. Jadi, aku memilih untuk sendirian dulu.

Tapi... di kehidupanku yang sederhana ini... tak selamanya momen-momen itu menyenangkan. Bahkan, rasanya membosankan. Dan... berbagai masalah selalu melandaku. Entah kenapa, rasanya aku tidak pernah memancing orang untuk berbuat masalah denganku. Banyak teman-teman priaku yang begitu iri denganku yang selalu dikelilingi gadis-gadis. Tak ketinggalan, para yankee (baca: yanki)—atau sama saja dengan geng berandalan—di sekolahku. Neul Param High School sangat terkenal dengan geng-gengnya yang mungkin tak bisa dihitung jumlahnya dan berbagai ulah yang mereka ciptakan.

Aku tahu semua murid di sini pasti bakal ciut ketika melihat mereka melintas di depan mereka. Bagaimana tidak? Gerombolan orang yang sangat melawan peraturan—dengan style mereka yang punk, gothic, emo dan harajuku itu—melintas dengan sikap dan perilaku yang sok berkuasa dan berbuat seenaknya—memalak, membully, bertindak kekerasan dan sebagainya. Siapapun yang menghalangi jalan mereka bakal diringkus. Tapi, itu semua tak berlaku di kamusku. 'Jika kau menolak sesuatu yang tak kau sukai, kau bisa saja bertindak keras. Keluar dari kontrolmu.' Itulah kamusku.

.

.

Siang kali ini begitu menyengat. Suasana sekolah sudah hampir sepi. Lapangan pasir di depan gedung sekolah terasa begitu kering dan gersang. Pasir-pasirnya terbang terbawa hembusan angin yang kering. Sambil mencangklong tas dan membawa satu novel tebal di tanganku, aku menapakkan langkah menuju gerbang sekolah yang rasanya juah sekali karena saking panasnya. Sesekali aku memicingkan mata karena silau. Tapi, baru saja aku sampai di tengah lapangan, aku sudah dihadang oleh beberapa murid yang bisa kutebak adalah anak-anak geng.

"YA!"

Aku menghentikan langkahku dan mendapati sesosok pemuda berandalan dengan rambut spike cokelat pekat bersama empat rekan-rekannya. Aku memasang wajah tanpa ekspresi, tak sedikit pun aku takut.

"Waah... anak baru, ya?" Tanya pemuda itu sedikit merendahkan. Aku hanya menatap mereka semua dengan tatapan datar. Tak sampai beberapa detik, dia dan dua rekannya mendekatiku sedekat mungkin. Mata mereka berempat seakan mengamati setiap inci raut wajahku dan menggertakku dengan keangkuhannya.

Ya. Orang yang sekarang berhadapan di depanku adalah Lee Donghae, kakak kelas dan salah satu leader geng yankee yang ia beri nama 'The Princes'. Aku hanya bisa melihat Donghae—begitu aku memanggilnya. Aku tidak akan memanggil seorang yankee dengan embel-embel—dengan tatapan polos namun waspada.

"Kau itu... kau tidak pantas dengan ekspresi sok dinginmu itu! Kau tahu? Itu tak cuma sekedar akting yang tidak bermutu bagiku! Rasanya aku ingin sekali mencabik-cabik wajahmu agar kau tak bisa berekspresi seperti itu lagi." Gelak tawa terdengar riuh dan seakan mengejek. Aku memandangi mereka semua dengan tatapan datar. Karena menanggapiku yang diam saja, Donghae kemudian mendorongku agar mau bicara. Tapi alhasil, aku tetap diam seribu kata dan sebagai gantinya, buku yang kubawa terjatuh.

"Mwo? Buku apa ini?" Donghae pun mengambilnya. Sejenak ia mengamati buku tebal itu, dan mencibir mengejek. "Novel? Hah! Tak kusangka murid sepintar dirimu suka membaca novel. Kukira... kau hanya membaca buku-buku pelajaran yang tebal dan membosankan itu hingga matamu menjadi plus. Ahahaha!" Ejeknya yang diikuti tawa teman-temannya. Aku hanya diam dan sekali, aku berusaha merebut novelku. Tapi Donghae buru-buru menjauhkannya.

"Eits! Kau mau apa, haa...?" Tanyanya merendahkan. Dan dalam sekejap, tubuhku dijatuhkan oleh dua orang rekannya.

"Cepat! Ambil dompetnya! Kita bisa berpesta sepuasnya hari ini!" Donghae tertawa. Aku membiarkan mereka mengambil dompet dan uangku. Aku tak mau berurusan dengan mereka—untuk kali ini saja.

"Whoaa... banyak sekali, Donghae-ah..." Kata salah satu rekannya. Mata kedua orang itu berbinar melihat lembar demi lembar uangku.

"Gomawo, ne..." Donghae menepuk-nepuk pundakku sambil berterimakasih. Ia pun menjatuhkan novel tebalku itu tepat di atas kepalaku, dan kemudian berlalu sambil tertawa penuh kemenangan. Ia pun mengibas-ngibaskan uang-uangku. Diam-diam setelah mereka berlalu, aku hanya bisa menatap mereka dengan tatapan tajam. Masa bodoh uangku diambil, asal bukan harga diriku. Aku pun bangun dan membersihkan tubuhku, kemudian berlalu sambil menenteng novelku kembali.

"Yankee, ya? Membosankan." Gumamku datar sambil melanjutkan berjalan.

.

.

"MWO?"

Aku bisa mendengar suara sahabatku melengking tepat di telingaku. Aku mendesis.

"Aduuh... Ryewookie. Bisakah kau tidak berteriak di depan telingaku?" Desisiku.

Pagi ini, aku dan tiga sahabatku sedang duduk-duduk di halaman tengah sekolah. Menunggu bel masuk berdering.

"Aa... itu... apa kau tidak apa-apa?" Teman di sebelah kiriku—Lee Hyuk Jae—atau biasa dipanggil Eunhyuk itu khawatir sambil memeriksa apakah ada bagian tubuhku yang terluka. "Kau ini... kenapa kau bisa berurusan dnegan mereka!" Eunhyuk merinding.

"Kyu-ah, aku harap kau harus berhati-hati. Di sekolah ini, murid baru pasti menjadi incaran para yankee itu." Kini, Shin Dong Hee—atau sering disapa Shin Dong—ikut mengomentariku sambil menyantap keripik kentangnya.

Aku kembali menunduk sambil memainkan PSPku. Menanggapi sifatku yang memang tidak suka banyak bicara, mereka bertiga hanya mendesah.

Ya... mereka bertiga adalah teman sekelasku. Menurutku, mereka memang friendly dan menerimaku apa adanya. Mereka tidak komplen dengan sifatku yang sedikit pendiam dan cuek. Mereka juga mengerti jika terkadang aku sedang ingin sendirian. Mungkin kalian menganggapku aneh karena terkadang suka menyendiri, padahal punya tiga teman yang begitu menghargaiku. Tapi, itulah aku.

"Ya... Kyuhyun-ah... kenapa kau selalu diam saja? Apa kau tidak menganggap kami sebagai temanmu?" Shin Dong berkata dengan nada merajuk. Aku menoleh ke arahnya dan dua sahabatku yang lain. Aku sunggingkan senyumku pada mereka. Melihat itu, mereka terlihat sumringah walaupun sebenarnya senyumku itu tipis sekali.

Aku memutuskan untuk masuk ke kelas. Tapi, sejenak saat aku bangun dari bangku halaman, aku bertemu dengan seseorang. Mataku membulat sempurna ketika melihatnya mendekat. Jantungku berdebar kencang sekali. Dia... ketua OSIS sekolah ini... kakak kelasku... sekaligus tetanggaku. Choi Siwon.

"Kyuhyun-ah!" Panggilnya sambil menghampiriku. Tubuhku terasa dipaku. Aku tak bisa berjalan.

"Kyuhyun-ah... d-dia... Siwon hyung..." Desis ketiga temanku sambil menarik-narik bawah kemejaku. Aku tidak menghiraukan perkataan mereka dan sibuk dengan pikiranku sendiri.

"Kyuhyun-ah..." Katanya setelah jaraknya dekat denganku. Aku hanya bisa menahan napas ketika itu, sementara teman-temanku seakan terpana melihatnya. "Kudengar kemarin kau disergap oleh Donghae cs? Kau tak apa-apa?" Tanya Siwon hyung khawatir. Aiish... kenapa berita ini cepat sekali menyebar!

Aku sama sekali tak bisa berkata-kata. Tangan Siwon hyung tiba-tiba langsung memegang kedua pipiku. Matanya yang sayu memperhatikan semua lekuk wajahku, takut ada luka di sana. Aku tersentak hebat. Jantungku berdebar kencang sekali. Wajahku mendadak memerah.

"Ternyata kau tidak apa-apa." Katanya. Aku tak tahan melihat ekspresi wajahnya saat itu. Ia begitu... aiish! Ayolah! Aku tak bisa menjelaskannya!

"A-aku ke kelas duluan." Aku langsung saja kabur ke kelas. Siwon hyung melihatku dengan tatapan heran, sementara ketiga temanku hanya terkikik.

"Hei, dia kenapa?"

.

.

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah pada jam istirahat. Koridor ini sudah menjadi koridor yang dikuasai para yankee di sekolah ini. Tembok-tembok banyak yang dicorat-coret, ditempel-tempeli stiker, lantai koridor begitu kotor, banyak sampah berserakan, dan banyak lagi. Entah sudah berapa kali koridor ini direnovasi, tapi tetap saja kelakuan para yankee tidak bisa dihentikan. Kepala Sekolah dan guru-guru angkat tangan menanggapi mereka.

Aku berjalan dengan santainya di antara banyak anggota yankee berkeliaran dengan berbagai aliran dan senjata andalan mereka. Bisa dilihat, penampilanku adalah yang paling rapi dari mereka semua. Mereka melihatku sambil mencibir dan rasanya ingin sekali membunuhku karena berani melewati daerah kekuasaan mereka. Hanya orang-orang tertentu, termasuk aku yang berani melewati daerah keramat ini karena koridor ini adalah jalan yang paling dekat menuju kantin. Aku malas memutar.

Bisa kudengar teriakan-teriakan, bentakan-bentakan dan hinaan-hinaan mereka kepada geng yankee yang lain. Saling mengejek dan mencela, bahkan sampai berkelahi. Sempat berpikir di benakku, pekerjaan mereka benar-benar bodoh. Setiap hari hanya mencari masalah dan melukai diri sendiri dengan berkelahi. Aku melangkahkan kaki tanpa mempedulikan mereka yang sudah bersiap ingin melahapku. Ini adalah daerah kekuasaan mereka? Yang benar saja!

Aku melihat beberapa dari mereka sedang membully murid-murid yang lemah dan penakut. Hei... ini Korea. Bukan Jepang yang banyak sekali yankee dan berandalan. Aku melihat seorang murid perempuan tergesa-gesa membawa banyak makanan untuk mereka. Tapi setelah memberikannya pada mereka, gadis itu malah diprotes dan dibully. Aku tidak melihatnya secara langsung dan hanya mendengarkan suara mereka yang memekakan telinga. Bukan hanya suara teriakan saja yang terdengar. Tapi juga bunyi gaduh lainnya. Dari suara pukulan, tendangan hingga pecahan benda terdengar nyaring. Terakhir, katika aku melintas, aku melihat sebuah vas bunga yang terbuat dari kaca melayang begitu saja dari balik tembok. Dengan sigap aku menghindar. Tak lama kemudian, dua orang yankee perempuan terlihat sedang menjambak rambut murid dan menyeretnya dengan kasar. Aku hanya bisa melihatnya sejenak dan kembali berjalan.

Aku berjalan dan mendapati dua yankee perempuan dengan seragam serba mini. Berbagai aksesoris yang nyentrik bergerenjeng di sudut-sudut tubuhnya. Mereka nampak sedang menghadangku. Aku pura-pura tercekat dan menghentikan langkah. Mulutnya bergerak-gerak seperti sedang mengunyah permen karet. Aku menatap mereka tanpa ekspresi.

"Whoa... tak kusangka ada murid lemah yang berani lewat sini..." Katanya merendahkan seraya mengunyah permen karetnya. Aku hanya diam tanpa ekspresi. Dari pada aku mendengarkan ocehan mereka lebih lanjut, lebih baik aku tidak mempedulikannya dan terus berjalan. Aku pun melewatinya dengan santai dan tak sengaja menabrak pundak mereka. Dua yankee perempuan itu nampak tak percaya dan seakan mati gaya melihat orang sepertiku berani pada mereka. Saat mereka berbalik ingin membalasku, aku sudah menghilang dari pelupuk mata mereka. Bisa dibayangkan betapa marah dan kecewanya mereka?

.

.

Aku baru saja selesai mengikuti bimbingan belajar. Tak sengaja aku melihat jam tanganku, ah! Sudah pukul 21.00. Ini sudah malam. Aku segera berlari pulang. Saat baru seperempat jalan menuju halte bus, sebuah tangan menutup hidung dan mulutku dan sesegera mungkin menyeretku ke sebuah gang kecil. Aku bisa merasakan tubuhku dijatuhkan dan membentur tumpukan kayu di belakangku. Kepalaku terasa sedikit pusing, tapi mataku bisa melihat dengan jelas lima manusia mengerumuniku. Gelagaknya sangar sambil salah satu dari mereka mengayun-ngayunkan tongkat baseball. Ekspresinya yang terlihat sengak dan sombong menusuk kedua mataku.

"Lee Donghae..." Desisku.

"Kita bertemu lagi..." Kata Donghae sambil mencibir. Donghae tiba-tiba mendekat dan mencengkeram kerah bajuku lalu memposisikan mulutnya di telingaku.

"Aku ingin protes. Bisa-bisanya kau merebut pacarku dari tanganku!" Desisnya di telingaku.

"Mwo?" Jawabku tak mengerti.

"Jangan pura-pura tidak mengerti!" Donghae kini mulai geram. "Dia memutuskanku karena dia menyukaimu! Hoo... kau ini anak baru tapi lagaknya sudah seperti penguasa di sini, hah?" Serunya serak. Atas perkataannya, aku baru ingat sesuatu. Tadi siang, aku ditembak oleh seorang gadis. Diakah pacarnya?

Dengan mudahnya Donghae menonjok pipiku hingga aku terhempas ke kiri. Sebagian poni hitamku menutupi wajahku. Aku terdiam sejenak. Diam-diam, aku menyunggingkan senyum evil. Dengan sigap, aku mengayunkan kakiku ke arah tubuh Donghae hingga membuatnya terhempas ke belakang. Buru-buru aku berdiri dan mengepalkan kedua tanganku, mengambil kuda-kuda.

"Kurang ajar, kau!" Seru Donghae. Dan... dimulailah perkelahianku yang pertama kalinya dengan yankee macam Lee Donghae beserta rekan-rekannya.

Lima lawan satu. Satu teman Donghae berhasil kuringkus. Ia terlihat kesakitan dan menggelepar di tanah. Aku melayangkan sebuah tinju ke arah Donghae dan menendang rekan-rekannya yang masih bertahan. Donghae terlihat terhuyung sedikit, tapi kemudian ia melayangkan tongkat baseballnya ke arahku.

"Lenyaplah dari dunia ini, pecundaaang!" Serunya sambil mengayunkan tongkat baseballnya. Aku berhasil menunduk dan menghindar. Tapi, belum lagi di belakang, satu teman Donghae menghujaniku dengan berbagai serangan. Kepalaku hampir ditimpanya dengan botol bir yang ada di sekitarku. Dengan sigap, aku berhasil menangkap tangannya dan melempar pemuda itu hingga kepalanya membentur tembok.

Tak kusangka Donghae menyerangku lagi. Aku menendang perut Donghae dan mengambil tongkat baseballnya. Kupukul punggung lawanku itu dengan tongkat tersebut hingga ia tersungkur. Aku lalu berbalik dan menghajar rekan-rekan Donghae yang lain—yang kelihatannya sudah lemas duluan karena melihat pemimpin mereka jatuh duluan.

"Apa yang kau lakukan, hah?" Serunya sambil berlari ke arahku dengan tinjunya. Dengn cekatan, aku tarik tangannya yang akan memukulku dan melayangkan sebuah pukulan dan tendangan hingga ia terhempas keluar gang sempit ini. Untuk rekan yang satu lagi, aku sempat bertarung dengannya beberapa saat, tapi aku akhirnya berhasil mmeutar lengannya dan memukul perutnya menggunakan lututku. Dengan begini, mereka semua hanya terlihat seperti cacing-cacing kepansan yang bergeliat di tanah. Beberapa di antara mereka terbatuk-batuk dan babak belur akibat efek dari pukulanku. Aku memperhatikan mereka yang sudah kalah dengan tatapan datar walaupun napasku sedikit terengah-engah. Aku tak peduli bagaimana penampilanku saat ini yang sudah berantakan. Aku membuang tongkat baseball milik Donghae ke sembarang arah, menyambar tas dan berlalu.

"Kyuhyun-ah... tunggu aku..." Rintih Donghae—yang ternyata sudah mengetahui namaku—ketika aku berlalu melewatinya. Aku tak mempedulikannya. Baru kusadari, bibirku berdarah. Aku segera melapnya dengan punggung tangan. Aku pun berjalan meninggalkan Donghae dan lainnya yang tergeletak di tanah.

End of Cho Kyuhyun's POV

.

.

Normal POV

Kim Jong Woon atau biasa disapa Yesung tengah berjalan melewati jalan setapak yang mulai sepi. Dengan cueknya ia berjalan sambil menenteng tas cangklongnya di pundak sambil terus mengelembungkan permen karet yang ia kunyah. Rambutnya yang disemir cokelat kehitaman terlihat berantakan. Seragam sekolah putihnya terlihat mencuat ke luar. Kancing jas almamaternya terlihat terbuka. Berbagai aksesoris bergemerincing di leher dan sabuk celananya. Bila dilihat dari jauh, ia terlihat keren. Tapi... siapa sangka kalau faktanya dia adalah anggota geng yankee di sekolahnya. Terlihat di bagian kerah dan lengan bagian kiri seragam putihya terdapat sedikit percikan darah. Bisa ditebak kalau dia baru saja menghajar orang hingga babak belur.

Ia berjalan dengan cueknya. Beberapa orang memperhatikannya dengan tatapan aneh dan sedikit takut. Tapi Yesung tetap tak peduli. Toh, ia tidak ada urusan dengan orang-orang itu. Baru santai-santainya berjalan, Yesung dikagetkan oleh sesuatu yang tiba-tiba muncul di depannya. Mata sipitnya melihat seorang pemuda yang entah kenapa terhempas dari sebuah gang sempit hingga tergeletak di emperan jalan. Siswa itu pun merintih kesakitan. Bisa dilihat wajahnya lebam-lebam dan bibir juga hidungnya berdarah. Yesung terbelalak kaget hingga gelembung permen karetnya pecah. Ia memperhatikan pemuda yang tergeletak itu tanpa berbuat apa-apa. Sepersekian detik kemudian, seorang pemuda berperawakan tinggi semampai keluar dari gang sempit sambil mencangklong tas selempangngnya. Penampilannya kini sedikit berantakan. Pandangan Yesung kini beralih pada pemuda itu, masih dengan tatapan tak percaya. Tak lama kemudian, pemuda semampai itu pun berlalu. Ia tak menyadari ada Yesung di sana.

'Dia...'

Sepeninggal pemuda itu, Yesung langsung dengan sigap menengok apa yang sedang terjadi di gang tersebut. Setelah mata kepalanya mengetahui apa yang terjadi, ia tercengang. Benar-benar tercengan. Ia begitu mengenal orang-orang yang tergeletak di situ.

"Ye-Yesung hyung..." Rintih seseorang berambut spike berwarna cokelat pekat padanya. Ia terlihat babak belur. Ia mengedarkan pandangannya memperhatikan pemuda itu dan rekan-rekannya.

"The Princes' telah...' Mata sipit Yesung bergerak-gerak. 'Lima... lawan satu?' Batinnya tak percaya. Yesung pun lantas pergi tanpa mempedulikan orang-orang yang tergeletak di bawah kakinya itu.

.

.

Siang ini, Yesung nampak berjalan dengan tergesa-gesa. Terkadang ia berlari-lari kecil menuju bangunan kecil yang terletak di dekat jembatan kereta api, yang juga dekat dengan sekolah. Dengan cekatan, Yesung membuka pintu sebuah ruangan dan segera masuk. Napasnya tersengal-sengal. Tapi ia lega di depan matanya duduk orang yang ia cari. Pemuda berambut harajuku berwarna cokelat kemerahan yang kini sedang membelakanginya. Pemimpin dari gengnya.

"Apa yang membuatmu tergesa-gesa begitu, Yesungie?" Tanya si leader pada Yesung. Nadanya terdengar santai. Sang leader itu nampak sedang memain-mainkan sebuah bulu kemoceng sambil menatap keluar jendela. Kakinya dengan santai ia naikkan di meja yang ada di depannya.

"Heechul-ah... 'The Princes' telah diserang." Jawabnya dengan nada berat.

"O, ya? Oleh siapa?" Tanyanya lagi. Yesung terdiam sejenak ketika mendengar pertanyaan itu.

"Mereka diserang... oleh anak yang baru saja masuk ke sekolah ini dua minggu lalu..." Jawab Yesung lagi. Sang leader yang diketahui bernama Heechul itu pun terdiam. Ia kemudian memutar kursinya menghadap ke arah Yesung. Heechul menaikkan satu alisnya. Bisa dilihat ekspresi wajahnya nampak tak percaya.

"Mwo?"

.

.

TBC

A/N: Halo semua... saia kembali lagi dengan fic baru! Di sini, saia pingin membuat para member SJ dan yang lain terlihat sangar dan garang, hehehe... Maka, jadilah fic ini. Saia sendiri geregetan ngetik fic ini. Ini adalah fic pertama saia mengenai Cho Kyuhyun. Karena sifat aslinya sendiri yang evil, akhirnya saia putuskan untuk menjadikannya main chara di fic ini. Maaf jika mungkin ada kesalahan, kesamaan ide dan cerita. Tapi sekali lagi, ini fic murni milik saia.

Oke... ada yang mau komentar atau nasihat? Akan saia terima. Saia tidak menerima FLAME or BASHING.

Mind to review?

Ms. Simple :D