A/N:
Re-publish karena dihapus… Bahkan belum 24 jam! Jadi begini rasanya ketika ff kita terhapus begitu saja. Terima kasih pada feeling author yang sudah memberitahu untuk mempersiapkan wp pribadi. Ckck.
Mianhae, review sebelumnya ga di jawab author.
Jika dalam 24 jam ff ini dihapus juga, maka episode seterusnya hanya akan author publish di wp saja.
Episode 02 sudah di publish di wp author, alamatnya bisa di cek di profil author, ne.
Yang udah baca Hard To Believe, teaser Hard To Believe 2 juga bisa di liat disana.

.

.
THAT'S NOT ME
Cast : Yunjae! dan pair lainnya
Genre : Angst/Drama
Warning : GENDERSWITCH / CERITA KLISE / TYPOS / AUTHOR BARU
Disclaimer : Semua pemeran milik Tuhan dan keluarganya, author hanya meminjam nama mereka.
Terinspirasi dari banyak drama yang ditonton author.

.

.

Eps 01 – Gambaran Kasar

"Kau gugup, hem?", tanya seorang wanita berusia 70an pada gadis muda yang sedang duduk di depan cermin.

"Ne, Halmeoni…", jawab gadis itu mengiyakan.
"Apa Appa dan Umma sudah datang?", lanjut si gadis.

"Mereka sedang dalam perjalanan.", jawab si nenek sambil mengelus rambut gadis dihadapannya.

CKLEK!

Pintu kamar itu terbuka, si nenek langsung menoleh kearah pintu sedangkan si gadis hanya melihatnya dari bayangan cermin.

"Boo… Kau cantik sekali…", namja gagah dan tampan yang membuka pintu itu hanya bisa bergumam mengagumi kecantikan bidadari yang ia lihat dari bayangan cermin di dalam kamar itu. Keduanya saling memandang melalui cermin.

"Yunho-ah, sedang apa disini?! Kau tahu tidak baik menemui calon pengantinmu menjelang hari pernikahan kalian? Keluar sana keluar!", kata si nenek kesal. Ia menghampiri Yunho dan mendorongnya keluar kamar.

Yaa.. Yunho dan gadis yang dipanggilnya 'Boo' tadi akan segera menikah. Kurang dari seminggu lagi. Segala persiapan, gereja, undangan, kue, dan gaunnya hampir selesai 100%. Tinggal menghitung hari bagi keduanya mengucap janji suci dihadapan Tuhan untuk mencintai, menyanyangi, dan selalu berada di samping satu sama lain sampai maut memisahkan mereka.

Setelah ditinggal calon suami dan neneknya. Si gadis menarik laci terbawah dari meja riasnya. Ia mengambil kotak putih kecil lalu membukanya. Cincin? Bukan. Isinya sebuah kalung dengan bandul yang diukirkan huruf dikedua sisinya.

Y. J.

Tali kalung itu sudah usang dan diameternya terlalu kecil untuk ukuran leher si gadis.

Gadis itu mengangkat kalungnya lalu memandanginya lama. Ia mengingat kembali obrolan dirinya dengan si nenek beberapa minggu yang lalu, ketika dia memberitahu si nenek bahwa dirinya akan menikah dengan kekasihnya, Jung Yunho.

.

.

===flashback===

"Halmeoni…", si gadis memeluk neneknya sambil tersenyum senang.

"Omoo~ Kenapa cucuku ini terlihat sangat senang hem?", tanya si nenek.

"Lihat ini!", gadis itu mengangkat tangan kirinya. Sebuah benda berkilau melingkar dijari manis tangan itu.
"Yunho-Oppa melamarku, Halmeoni! Dia memintaku menjadi istrinya!", jawab si gadis itu antusias.

"…", si nenek menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Waeyo Halmeoni?", tanya si gadis cemas.

"Kau… Kau sudah dewasa… Gadis kecilku sudah dewasa sekarang… Ya Tuhan, rasanya baru kemarin aku mengajarimu cara berjalan.", kata si nenek sambil mengusap pipi gadisnya, genangan air terbentuk di matanya yang sudah mulai keriput.

"Jangan menangis, Halmeoni… Kau harusnya bahagia untukku…", si gadis mengusap air mata si nenek ketika akhirnya menuruni pipi tuanya.

"Aku bahagia… Aku sangat bahagia…", kata si nenek lalu memeluk si gadis.
"Ada sesuatu yang harus kau ketahui… Tunggu disini…", si nenek beranjak dari sofa ruangan itu lalu pergi ke suatu tempat.

Tak lama ia kembali sambil membawa sebuah kotak dalam genggamannya. Ia menyerahkan kotak itu pada si gadis.

"Apa ini, Halmeoni?"

"Buka lah… Aku ingin menceritakan sesuatu padamu. Ku kira ini adalah saat yang tepat…"

Si gadis membuka kotak itu dan mengeluarkan isinya. Sebuah kalung. Di pandanginya kalung itu dan mendapati dua huruf yang terukir disana.

"Kau…", si nenek memulai ceritanya.
"Kau bukan cucu kandungku…"

===flashback end===

.

.

.

===THAT'S NOT ME===

.

.

.

Seseorang berjalan tergesa di jalanan kota Seoul malam itu. Ia harus bergegas ke tempat kerjanya yang kedua hari itu jika dia tidak ingin di pecat.

"Maaf aku terlambat…", kata orang itu saat membuka pintu belakang salah satu restoran cepat saji di sana.

"Kim Jaejoong! Berapa kali kuperingatkan! Kalau kau tidak ingin bekerja denganku kau bisa membuat surat pengunduran diri, kau tahu itu?!", kata manajer restoran itu yang kebetulan sedang memantau kondisi dapur.

"Mianhae Sajang-nim… Jalanan sangat macet hari ini… Aku sampai turun dari bis dan berlari kemari.", kata Jaejoong, sebenarnya hanya beralasan. Ia terlambat karena ia mengambil dua shift di tempat kerja sebelumnya.

"Terserah…", kata si manajer sambil lalu dan meneruskan kegiatannya.

Jaejoong yang sudah terbiasa dengan sikap seperti itu tidak terlalu mengambil hati apa yang dikatakan manajernya. Bagaimana pun, itu adalah tanggung jawab dan konsekuensinya karena mengambil dua pekerjaan sekaligus.

Kim Jaejoong.
Gadis muda yang enerjik dan selalu bersemangat.
Bekerja sebagai editor majalah remaja disiang hari dan menjadi pelayan restoran dimalam hari.

Kebutuhan hidup yang tidak pernah berkurang memaksanya bekerja keras supaya bisa bertahan di kota sebesar Seoul ini sendirian.

Ne.

Sendirian.

Setelah kedua orang tuanya meninggal 3 tahun lalu, Jaejoong memutuskan pindah ke Seoul dan mencari pekerjaan disana. Tidak mudah memang. Apalagi tanpa sanak saudara. Tapi ia lebih senang seperti ini daripada harus menjadi beban untuk keluarganya yang lain.

Ia tidak punya kakak atau adik, setidaknya itulah yang ia ketahui selama ini.

Malam kian larut, jam di dinding restoran itu menunjukkan pukul 11 malam. Jaejoong sudah selesai bekerja di restoran dan bergegas pulang. Ia merindukan tempat tidur dan selimutnya. Besok ia harus bangun pagi dan pergi ke kantor majalah sebelum jam 9. Hhh… Hari yang melelahkan untuk seorang Kim Jaejoong.

BRUGH…

Setelah melempar barang-barangnya ke sembarang tempat, sekarang giliran Jaejoong melempar dirinya sendiri ke atas tempat tidur tuanya. Perlahan matanya terasa berat. Keringat masih basah di keningnya. Ia bahkan tidak berniat untuk sekedar mengganti baju.

.

.

"Hghhnnnghh…"

Pagi itu cuaca cerah. Jaejoong masih betah bergelung dengan selimutnya meskipun pikirannya sudah menyuruhnya bangun sejak tadi. Ia mengintip jam waker di atas meja disamping tempat tidurnya.

8.03

'Hh… Sudah jam 8…', batin Jaejoong.

"MWO?!", ia berteriak setelah menyadari dirinya sangat sangat kesiangan pagi itu. Ia bergegas ke kamar mandi, setelah menggosok gigi dan mengganti baju, ia langsung melesat keluar apartemen kecilnya itu. Ia harus cepat sebelum ia benar-benar dipecat hari itu.

Ia sudah tidak peduli apakah rambutnya rapi atau tidak, pakaiannya sesuai atau tidak, bahkan sarapan atau tidak. Yang ia pedulikan saat itu adalah pekerjaannya, sumber penghasilan terbesarnya.

9.12

"Hhahh… Hahhh…", Jaejoong terengah-engah saat sampai di block kerjanya.

"Pagi Jaejoong-ah… Kesiangan lagi?", tanya seorang namja tinggi yang baru saja keluar dari pantry .

"Nn… Hhh… Ne…", jawab Jaejoong masih mengatur napasnya.

"Kopi?", orang itu menawarkan.

"Ani. Terima kasih, perutku masih penuh.", tolak Jaejoong halus. Penuh angin? Ya.

Orang itu mengangkat bahu dan berlalu ke block kerjanya sendiri.

Waktu berjalan dengan cepat. Tanpa terasa ini sudah jam 4 sore. Saatnya pulang… untuk sebagian besar karyawan disana. Saatnya bekerja… untuk seorang Kim Jaejoong.

Ia sampai di restoran pukul 5 sore. Tidak seperti kemarin. Ia tidak terlambat.

"Kau tidak terlambat!", kata salah satu rekan kerjanya di restoran itu.

"Ne… Huhh… Aku tidak mungkin terlambat setiap hari, Yoochun-ah."

"Haha… Kau sudah makan siang? Astaga kenapa aku bertanya seperti itu? Ini bahkan sudah dekat waktu makan malam…", kata Yoochun pada Jaejoong yang baru keluar dari ruang ganti pakaian.

"Aku bahkan belum sarapan…", jawab Jaejoong enteng.

"Aishh… kau ini, hentikan kebiasaan jelekmu itu. Tidak bisa kah kau meluangkan waktu 5 menit saja untuk mengunyah dan menelan makanan?!"

"Aku baru akan melakukannya…", kata Jaejoong sebelum memasukkan potongan besar kue beras ke mulutnya. Ia bersender di kulkas sambil menikmati sepiring sarapan, makan siang sekaligus makan malamnya hari itu.

"Dan makanlah sesuatu yang lebih sehat…", nasehat Yoochun.

"Ini sangat sehat…!", balas Jaejoong dengan mulut masih mengunyah kue berasnya.

"Ah.. Memang sulit bicara denganmu.", lalu Yoochun mulai menata piring-piring, bersiap jika ada pesanan datang.

Jaejoong hanya memandangi rekan, sahabat, sekaligus tetangganya selama 3 tahun terakhir itu.

Ne… Jaejoong bisa bekerja di restoran itu karena bantuan Yoochun. Meski melelahkan, Jaejoong bersyukur bisa mendapat tambahan penghasilan untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.

"Kim Jaejoong! Apa kau datang kemari hanya untuk bersantai dan makan seperti itu! Cepat catat pesanan para tamu diluar sana!", manajer galak itu berteriak dari pintu yang memisahkan dapur dan ruang kerjanya sendiri.

"Ne…", jawab Jaejoong sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan.

Bahkan ia belum 5 menit menikmati kue berasnya.

Hidup terasa sangat berat untuk seorang gadis 23 tahun seperti Jaejoong. Tapi, Jaejoong sudah berjanji pada dirinya sendiri ketika orang tuanya pergi untuk selamanya, dia, Kim Jaejoong, tidak akan menyerah untuk kehidupan yang bahkan tidak mengasihaninya sama sekali.

'Kim Jaejoong. Fighting!'

Kalimat yang selalu ia ucapkan setiap pagi dan malam hari. Kecuali pagi ini dan malam kemarin. Mungkin dia lupa.

.

.

.

===THAT'S NOT ME===

.

.

.

"Seharusnya aku tidak gegabah memberitahukan hal penting seperti itu padanya… Bagaimana ini… Mungkin sekarang dia sedang mencari keluarganya di Korea? Mungkinkah?", seorang nenek mencoba menahan tangisannya di hadapan anak, menantu dan calon-cucu-mantunya.

"Halmeoni… Sudahlah. Memang cepat atau lambat dia harus mengetahuinya… Tidak apa-apa Halmeoni…", kata anak laki-lakinya, Kim Appa, mencoba menenangkan sang umma.

"Tapi bagaimana sekarang…? Pernikahannya besok…", kata menantu si nenek, Kim Umma dengan nada cemas.

"Kalau sudah begini, ya, tidak ada pilihan lain. Kita harus mengundurnya.", jawab Kim Appa.

"Keluarga Jung tidak akan senang mendengar ini…", tambah Kim Umma. Benar. Keluarga Jung tidak akan senang tentang ini.

"Aku akan bicara pada orang tuaku. Kalian tidak usah khawatir. Yang harus dipikirkan adalah kemana harus mencarinya.", jawab Yunho.

"Yunho-ah… Tolong jangan salahkan cucuku atas tindakannya sangat mencintaimu… Aku yang salah karena memberitahunya soal ini… Maafkan wanita tua tidak berguna ini, Yunho-ah…", si nenek kembali menangis.

"Jangan bicara seperti itu,Umma…", kata Kim Appa dan Kim Umma bergantian.

"Aku tahu, Halmeoni. Aku mengerti kenapa dia melakukan ini…", jawab Yunho.

Tapi dalam hatinya, ia merasakan keraguan. Benarkah calon istrinya itu pergi hanya karena ingin bertemu keluarga aslinya? Atau karena hal lain?

"Aku akan ke Korea besok lusa. Aku akan mencarinya setelah mengurus masalah penundaan pernikahan ini.", lanjut Yunho.

"Tolong, Yunho-ah, tolong temukan cucuku…", mohon si nenek.

"Tentu, Halmeoni… Tentu aku akan menemukannya dan membawanya kembali bersamaku.", jawab Yunho meyakinkan.

.

.

"Sudah kubilang, kan! Sejak awal aku sudah tidak menyukai wanita pilihanmu itu, Yunho-ah! Lihat sekarang… Bagaimana umma memberitahukan ini pada seluruh anggota keluarga Jung?! Kau senang melihat umma malu seperti ini?"

Yunho yang baru saja menginjakkan kakinya di kediaman Jung langsung dihadiahi makian dari sang umma.

"Aku lelah, umma. Kita bicara nanti, ne…", kata Yunho sebelum beranjak menuju kamarnya.

"YA! Aku belum selesai bicara denganmu, Yunho-ah! Kembali sekarang juga!"

"Sudahlah, Sayang…", Jung Appa mencoba menenangkan istrinya.
"Apa kau tidak sadar, Yunho lah yang paling terpukul sekarang ini…", lanjut Jung Appa.

"Hh… Kau selalu saja membelanya!"

.

.

Yunho baru saja keluar dari kamar mandi. Mendinginkan pikiran dan hatinya yang tidak tenang memikirkan kekasihnya yang pergi tiba-tiba.

Ia memakai celana santainya dan sebuah kaus hitam polos. Ia duduk di tempat tidurnya, dibukanya kunci smartphone miliknya, menampakkan photo dirinya dan kekasihnya sedang tersenyum kea rah kamera.

"Kenapa… Boo?"
"Kemana aku harus mencarimu disana…? Katakan padaku… Kim Youngwoong, katakan padaku…"

Tanpa sadar Yunho pun tertidur.

.

.

.

===THAT'S NOT ME===

.

.

.

Sudah hampir 4 hari Yunho berada di Korea, di Seoul tepatnya.

Ia sudah berkeliling ke tempat yang dirasa mungkin didatangi Youngwoong, kekasihnya, calon istrinya, tapi hasilnya nihil.

Sore itu, ia memutuskan untuk beristirahat sekedar mengisi perutnya yang sejak pagi belum di isi. Ia memasuki sebuah restoran cepat saji dan duduk di kursi paling belakang dekat dapur. Ia menunggu pelayan mengantarkan menu makanan disana. Ia menoleh kesana kemari karena pelayan-pelayan itu tidak datang juga.

"Kim Jaejoong! Apa kau datang kemari hanya untuk bersantai dan makan seperti itu! Cepat catat pesanan para tamu diluar sana!"

Yunho mendengar seseorang berteriak di dalam dapur.

'Terdengar seperti manajer restoran ini…', batin Yunho. Dan ia benar.

"Ne…", suara lain kembali didengar Yunho, anehnya suara itu mengingatkannya pada Youngwoong.

'Apa kau sudah makan, Youngwoongie?', kata Yunho dalam hati.

"Maaf membuat menunggu, silahkan menunya…", kata seorang pelayan pada Yunho sambil menyodorkan menu makanan.

"Terimakasih…", kata Yunho tanpa melihat si pelayan.

"Bisa saya catat pesanan Anda?", lanjut pelayan itu.

"Ne, aku lihat dulu sebenta—", kata-kata Yunho tertahan ditenggorokan ketika ia mengangkat wajahnya dan melihat pelayan yang ada dihadapannya saat itu.

Dia membatu disana. Dilihatnya seseorang yang hampir menjadi istrinya lalu menghilang, kini ada didepan matanya.

"Tuan? Bisa saya catat pesanannya…?", tanya pelayan itu sekali lagi ketika melihat Yunho yang hanya diam memandanginya. Apa dia terlihat aneh atau semacamnya? Pikir pelayan itu dalam hati.

"Youngwoongie!", Yunho tiba-tiba berdiri dan menarik pelayang itu kedalam pelukannya.

"Youngwoongie?", kata pelayan itu mengulangi apa yang dikatakan pelanggan aneh didepannya.

Setelah didera kebingungan selama beberapa detik. Pelayan itu, Kim Jaejoong, mendorong Yunho dengan kasar, melepaskannya dari pelukan pria yang menurutnya aneh itu.

PLAKK

"Apa yang kau lakukan?! Dasar tidak sopan!", teriak Jaejoong setelah menampar pipi Yunho keras.

.

.

===To be continued===