Gadis itu mengayunkan kakinya dengan berat saat memasuki lorong Rumah Sakit Karakura—yang tidak pernah renggang sama sekali. Beberapa orang ada yang sedang duduk menunggu sanak saudaranya di kursi yang di sediakan pihak Rumah Sakit, dan ada juga perawat yang berlalu lalang demi mengecek keadaan pasien.
Namun, mata hazel gadis muda itu tidak menatap mereka—dan terus berjalan berlalu. Baginya, menemukan kamar nomor 77 adalah prioritas utamanya.
"Ini dia," ujarnya pelan ketika mendapati kamar yang di carinya kini ada di depan mata.
Dengan ragu, di dorongnya pintu tersebut hingga menimbulkan derit pelan. "Ohayou," ujarnya dengan nada rendah kepada seorang wanita yang kini tersenyum lembut padanya.
"Ohayou Hinamori-san, menjenguknya?" tanya wanita bernama Unohana Retsu.
"Ya, hari ini aku akan menemani Shiro-chan sehari penuh."
A Short Journey
"Sebuah perjalanan pendek—untuk terus tabah menantinya di sana"
-Disclaimer-
Bleach © Tite Kubo
xxx
Hinamori Momo Fic. HitsuHina slight IchiHina.
3rd Person POV. AU. Maybe, Out-Of-Character. Don't Like Don't Read !
Happy Reading !
xxx
= Chapter 1 : Who Are You? =
Gadis bermata hazel itu—yang memiliki nama lengkap Hinamori Momo—mulai berjalan mendekati tempat tidur tersebut. Di sana, hanya ada pemuda berambut putih yang terbaring kaku—tidak bergerak dan membuka matanya sejak sebulan lalu.
"Bagaimana keadaannya Unohana-san?" tanya Hinamori parau—berusaha menahan air mata itu kembali menitik tatkala rasa perih itu kembali menyelemuti kalbunya.
Unohana—masih dengan senyumnya—menjawab dengan lembut, "Keadaannya masih kritis, tapi jauh lebih baik dari hari yang lalu. Kurasa dia akan bertahan lebih lama lagi."
"Tapi, kapan dia akan bangun Unohana-san? Dia sudah terlalu lama seperti… ini," kata Hinamori—dengan nada tinggi, tanda kesabarannya telah mencapai titik batasnya.
"Saya tidak tahu Hinamori-san," lalu tangan Unohana menepuk pelan pundak Hinamori, "tapi yang penting, kau harus terus bersabar, mungkin ini adalah ujian bagimu dariNya."
Hinamori hanya bisa menatap wanita itu dengan tatapan ragu, namun akhirnya ia menganggukkan kepalanya.
"Baguslah kalau begitu, baiklah sekarang saya akan kembali bekerja, permisi Hinamori-san," tutur wanita yang merupakan dokter kekasihnya itu sebelum langkah kakinya perlahan meninggalkan kamar itu—menyisakannya dan seorang pemuda yang terbaring tak sadarkan diri itu sendirian.
HInamori mulai mengubah arah pandangnya—yang kini justru memandang pemuda itu. Hitsugaya Toushiro.
"Shiro-chan…"
xxx
TOK, TOK, TOK!
Hinamori—yang sedang membaca sebuah buku yang di bawanya dari rumah—segera beranjak dan berjalan ke arah pintu.
Saat pintu itu terbuka lebar, dapat di lihatnya seorang pria berambut putih panjang dengan sekantung plastik di tangannya.
"Ukitake-san!" seru Hinamori—saat menyadari pria itu adalah ayah dari kekasihnya.
"Ohayou Hinamori, yang kudengar dari Unohana, kau sudah datang ke sini jadi aku membelikan kau buah-buahan—mungkin saja kau lapar menunggu Shiro," kata pria itu lalu mulai masuk ke dalam kamar.
Hinamori hanya tersenyum sembari menerima plastik tersebut lalu menaruhnya di atas meja. Sedangkan Ukitake Juushiro mulai berjalan mendekati tempat tidur tempat putranya terbaring lemah tak berdaya.
"Dia masih tidak sadarkan diri juga," kata pria berambut putih panjang itu sembari mengusap tangan kecil Hitsugaya.
Sedangkan Hinamori—hanya bisa berdiri di samping pria itu dan mengunci erat bibirnya sejak tadi.
"Ukitake-san," ia mulai membuka suara, "apa menurutmu, aku yang salah atas semua ini? Karena aku, Shiro-chan sampai menyelamatkanku yang tidak melihat truk itu melaju kencang ke arahku… apa aku salah Ukitake-san?" tanyanya lirih.
Ukitake memandang gadis—yang merupakan kekasih anak semata wayangnya, dan orang yang di lindungi oleh putranya dari sebuah kecelakaan yang akan merengut nyawanya—dengan tatapan lembut lalu mengusap rambut hitamnya. "Kau tidak salah, lagipula Shiro memang sudah memilih untuk menyelamatkanmu, dan tidak ada yang bisa mengubahnya," bisiknya pelan—namun cukup untuk membuat Hinamori merasa lebih baik dari tadi.
"Lebih baik sekarang kita mendoakannya untuk segera bangun, dan berkumpul kembali bersama kita," ucap Ukitake sembari merangkul Hinamori—yang kini sudah mulai terlihat senyum di wajahnya yang sendu.
"Iya, Ukitake-san, semoga dia segera terbangun. Karena dia harus tahu, banyak yang membutuhkannya di sini." termasuk aku, tambahnya dalam hati.
xxx
Hinamori—yang kini telah di tinggal pergi oleh Ukitake karena beliau masih harus bekerja—menghentikan kegiatan membacanya sebentar dan mulai duduk di samping kasur Rumah Sakit sembari menggenggam erat tangan Hitsugaya.
Hangat. Ya, dia masih di sana, dan menunggu waktu yang tepat untuk kembali bersamanya lagi—hanya itu yang di percaya Hinamori hingga detik ini.
"Shiro-chan, bagaimana kalau tangan ini sudah dingin? Bagaimana kalau jantung itu telah berhenti berdetak? Apa aku nantinya akan sanggup menerimanya?" hanya pertanyaan itu yang terus-menerus di lontarkan oleh Hinamori—tanpa ada rasa bosan sama sekali, hanya ada ragu yang berkecamuk di dalam benaknya akan jawaban tak pasti dari pertanyaan itu.
Apa Hitsugaya Toushiro masih akan hidup—lalu berkumpul kembali bersamanya dan Ukitake—
—atau akan menghentikan semua perjalanannya dan—menghembuskan nafas terakhirnya?
Hinamori hanya berharap, apa pun yang terjadi semuanya akan tetap berjalan baik-baik saja—baginya dan orang lain yang berhubungan dengan Hitsugaya, yang secara langsung atau tidak langsung.
xxx
Hinamori mengerjapkan matanya beberapa kali dan menguap panjang. Kemudian ia mulai merenggangkan badan—yang terasa pegal karena tertidur dengan posisi duduk.
Tangannya masih bertautan dengan tangan Hitsugaya—walau sudah empat jam lebih ia tertidur di sana.
Lalu, mata hazelnya kini menerawang—samar-samar memandang kamar yang telah di kenalnya selama sebulan penuh itu.
Namun, di temukannya sesuatu yang berbeda di sana.
Sesuatu yang sepertinya terjepit di roda tempat tidur Hitsugaya.
Hinamori mulai berjongkok dan mengambil benda itu—walau dalam pikirannya hanya bisa bertanya dan berpikir, darimana benda itu berasal.
"Kenapa ada bulu burung hitam di sini?"
xxx
"Hinamori, ternyata kau masih di sini juga," ujar Ukitake mendapati Hinamori masih berada di dalam kamar putranya itu—padahal jam dinding di kamar itu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Hinamori hanya bisa tersenyum simpul lalu beranjak membawakan tas Ukitake dan mempersilahkannya untuk duduk terlebih dahulu.
"Mungkin Ukitake-san ingin secangkir teh?" tawar Hinamori—dan hanya di jawab dengan tolakan halus dari pria yang sudah lama di kenal baik olehnya.
"Kau lapar? Kita bisa makan di cafeteria Rumah Sakit," tawar Ukitake—walau sebenarnya ingin di tolak oleh Hinamori, namun sepertinya apa yang di inginkan tubuhnya dengan jalan pikirannya mulai berjalan berbeda.
"Tidak aku—eh, baiklah, tapi saya hanya mengikuti Ukitake-san saja," ujarnya cepat lalu tertawa kecil.
Ukitake hanya tersenyum tipis menanggapi hal tersebut. "Baiklah, ayo kita pergi," ujarnya lalu berdiri dan terdengar suara sepatunya yang mulai beradu bunyi dengan lantai kamar Rumah Sakit.
Hinamori dengan segera mengambil tas selempangnya dan berjalan mengikuti langkah Ukitake.
xxx
Pagi ini hujan—lumayan deras dan membuat Hinamori harus menggunakan payung dan jaket tebal untuk menutupi tubuh mungilnya dari dingin dan rintik hujan. Namun tidak ada yang bisa menghentikannya untuk tetap berjalan memasuki lingkungan Rumah Sakit Karakura.
Ya, ia akan kembali menemani Hitsugaya seharian penuh—seperti yang di lakukannya kemarin.
"Nah ini dia," serunya lalu mendorong pintu kamar nomor 77 dengan senyum merekah di wajahnya.
"Ohayou—"
Ucapannya terpotong, saat mendapati seseorang sudah berada di dalam sana—berdiri di sisi tempat tidur Hitsugaya. Dia bukan Unohana—dan juga bukan Ukitake. Bukan juga perawat yang biasanya mengecek keadaan Hitsugaya—Nemu-san.
Melainkan seorang pemuda berambut orange dan berpakaian hitam—namun anehnya, memiliki sayap berwarna hitam pula di punggungnya.
Hinamori hanya bisa terperangah saat sayap-sayap itu merekah dan membuat pemuda itu terbang di tempatnya berdiri.
"Ka-kamu… siapa?" tanya Hinamori gugup saat pemuda itu justru tersenyum dan memandangnya lekat-lekat.
= To Be Continued =
xxx
Author : Saya kembali dengan multichap lagi ! XD tapi kali ini cuma dikit aja kok, chapternya—mungkin hanya 2 chapter, dan pendek pendek semua = =
Ah iya, kalian pasti bisa menebak siapa laki-laki bersayap hitam itu dan maaf saja kalau chapter ini pendek, ini bukan prolog loh ya :D
Nah, mungkin ada yang baik hati ingin memberikan review? :)
