Disclaimer; Naruto dan Highschool DxD bukanlah punyaku. Aku hanya membuat fanfiksi dengan tokoh mereka tanpa mengharapkan imbalan apapun.
a/n : Tulisan ini berisi banyak sekali ejaan yang harus dibenarkan dengan setting berada didunia alternatif. Lalu ada banyak typo juga yang merusak mata. Harap bersabar untuk itu semua.
=.Prolog.=
Mata terbuka lebar ketika suara berdecit dari pintu yang terbuka masuk ke pendengaran miliknya yang masih dalam keadaan tidak sadar. Dia tidak tahu dimanakah dia berada. Dia tidak bisa mengingat banyak setelah perutnya tertusuk oleh sesuatu yang berwarna merah dari pacarnya yang berubah menjadi gadis bersayap seperti burung dengan warna hitam dan berbicara sesuatu yang tidak dia mengerti.
Momen yang mana itu kemudian membekas dalam ingatannya, menimbulkan sesuatu hal yang jelas terpatri di dalam hatinya. Sebuah ketidakpercayaan akan dimana dia telah ditipu mentah-mentah lalu kemudian dibunuh oleh sesuatu yang tidak dia mengerti.
Dia masih tidak mengerti kemudian bagaimana dia bisa tersadar disini. Dia masih ingat betapa sakitnya perutnya ketika benda bercahaya merah itu menusuk perutnya, membuatnya berlubang dan ambruk untuk berkubang di dalam genangan darahnya yang keluar sendiri. Sebuah perasaan yang membuncah mengetahui dia akan mati membuatnya sangat takut sekali saat itu.
Lalu kemudian semua lenyap.
Dia harusnya mati.
Namun dia justru tersadar disini.
Hal itu membuatnya diam tidak bergerak. Bahkan ketika suara dari langkah kaki terdengar di telinganya, itu masihlah belum membuatnya tertarik untuk menoleh.
''Kau sudah bangun nak? Tidak perlu takut, kau aman disini.''
Suara berat namun lembut membuatnya kemudian menoleh. Dia tidak mengenali siapa pemilik suara karena dia memang tidak mengenalnya. Rambut merah itu, mata berwarna ungu cerah itu seperti warna dari batu permata langka terasa mengandung rasa lembut dan kesabaran didalamnya. Wajah yang bisa dia katakan tampan dimana biasanya dia mengutuk siapapun pemilik wajah tampan itu terlihat bercahaya pada pandangannya. Dari umurnya, dia terlihat masihlah berusia paruh baya. Mungkin akan mendekati usia kepala tiga. Saat dia semakin lama memandang orang yang sekarang duduk di kursi kayu disampingnya, tanpa sadar sebuah siluet terbentuk di belakangnya.
Sebuah siluet dari sesuatu yang membuatnya bergetar takut. Tanpa dia sadari jantungnya serasa berhenti berdetak dan dia bisa melihat kilasan lagi bagaimana dia akan mati.
Saat malapetaka memandangmu begitu dalam, kau tidak bisa lari darinya.
Lalu dia berkedip satu kali dan siluet itu kemudian lenyap.
Apa itu adalah ilusi?
Dia tidak mengetahuinya.
''Bagaimana keadaanmu, nak?''
Dia tersentak saat pria yang ada dihadapannya bertanya padanya dalam senyuman yang melengkung padanya.
Dia terdiam untuk sejenak, mengigit bibirnya dalam kegugupan sebelum menjawab dalam kegugupan. ''A-aku... Baik kurasa.''
''Begitukah?'' Pria itu menghela nafasnya. ''Kau sudah melalui hal yang berat huh?''
Dia tersentak lagi ketika ditanyai demikian. Badannya kembali bergetar saat ingatan dimana dia dibunuh kembali masuk.
Dia ketakutan.
Lalu sebuah tepukan di kedua pundaknya menyadarkannya lagi. Dia menoleh untuk menatap mata ungu cerah yang berusaha menenangkannya.
''Tenanglah... Kau sudah aman.''
''B-bagaimana?... Di-dimana ini?''
''Kau berada dia tempat yang aman. Itu saja yang perlu kau tahu.'' Pria itu lalu melepaskan kedua sentuhan tangannya pada pundaknya. Dia kemudian menyodorkan gelas berisi air yang dia ambil dari meja kecil di samping tempatnya terbangun. ''Ini... Minumlah dahulu.''
Dengan sedikit keraguan, dia menerimanya. Mengendusnya sedikit untuk memastikan meski yang dia cium tidaklah ada apapun.
''Itu tidak mengandung sesuatu yang membahayakanmu, nak.'' Pria itu berkata padanya yang entah kenapa dia percaya pada ucapannya. ''Minumlah.''
Dia mengangguk kecil sekali. Saat dia mengesap air yang kemudian membasahi kerongkongannya, dia kemudian menegaknya dengan cepat seperti dia tidak pernah minum. Saat air tersebut telah habis, dia menurunkan gelasnya ke pangkuannya.
''Masih kurang?''
Dia menggeleng pelan. Dia menoleh kemudian menatap lagi pria yang masih duduk tersebut. Ada keheningan karena dia merasa masih ragu untuk bertanya, namun ada hal yang memanglah harus ditanyakan sekarang meski itu konyol.
''A-aku... Apa aku masih h-hidup?''
Pria itu memandangnya sebentar sebelum memberikan senyuman hangat dan jawaban singkat. ''Ya.''
''B-bagaimana bisa? Aku...aku ingat aku tertusuk oleh...oleh...'' Dia berkata dalam ketakutan. Sensasi dekat dengan kematian masihlah bisa dia rasakan dengan sangat jelas. Itu terasa masih mencengkram hatinya.
''Oleh sesuatu yang tidak kau mengerti.'' Pria itu menjawab dirinya. Dia hanya bisa mengangguk lemah. ''Nah, kupikir karena kau baru saja mengalami sesuatu yang berat maka mari kita mulai dengan pelan saja.''
''Siapa namamu?'' Tanya pria itu.
''H-Hyodou... Hyoudou Issei.''
''Hyoudou Issei ya? Kupanggil Issei saja kalau begitu.'' Kata pria itu sambil menyilangkan satu kakinya ke kaki lainnya. Dalam tatapan tenang pria itu menatapnya lekat. ''Ini mungkin akan terdengar mustahil tapi percayalah bahwa ini nyata.''
Issei... Dia kembali mengangguk.
''Kau memang sekarat dan sudah hampir mati... Dan yang akan menghilangkan nyawamu adalah seorang malaikat jatuh.'' Kata pria itu. ''Namaku adalah Uzumaki Naruto dan inilah bagaimana kau bisa terbangun disini dan sebuah rahasia tentang dunia yang busuk ini...''
