Chapter 1 : Ini semua karena orang tuaku!

Bel pertanda pelajaran hari ini telah usai pun berbunyi. Seluruh siswa-siswi pun mulai berhamburan keluar kelas. Ada yang langsung pulang; ada yang merencanakan pergi ke suatu tempat terlebih dahulu; dan masih banyak hal lainnya lagi.

Namun seorang namja masih sibuk berbenah, padahal kelas sudah sangat sepi–oh! Memang sepi, tapi masih ada seorang yeoja yang menemaninya (mungkin).

Jongdae–nama namja yang berbenah itu–berjalan menuju pintu kelas. Ia berhenti sebentar di ambang pintu hanya untuk melihat seorang yeoja yang masih duduk manis di bangkunya.

"Minseok-ah, kau tidak pulang?", tanya Jongdae ramah.

Minseok yang dipanggil menoleh dengan wajah datarnya. Sebenarnya yeoja bernama Minseok ini adalah yeoja yang ramah dan baik hati. Namun ia memiliki masalah tersendiri dengan keluarganya sehingga ia sedikit penyendiri dan tidak banyak bicara.

"Kau duluan saja", ucap Minseok dengan senyumannya.

Jongdae terdiam sejenak. Kemudian tersenyum. "Pastikan kau pulang sebelum malam", pesan Jongdae kemudian keluar kelas.

'Jongin~ Jongin~ Penitipan bayi~ Aku akan menjemputmu Jongin~ Tunggu hyung~', senandung Jongdae dalam hati.

Jongdae sudah pergi cukup jauh. Namun Minseok tak bergerak seinchi pun dari tempatnya semula. Dan tiba-tiba Minseok menghela napas beratnya. "Haaah"

'Aku benar-benar tidak ingin pulang!', batin Minseok kesal.


.

.

How To Back To Normal?

.

By : Nyanmu

Main Cast : Kim Jongdae and Kim Minseok a.k.a Park Minseok

[ChenMin]

Support Cast : Exo member

Genre : Sci-fi, Romance, Little bit Humor, Family, Fantasy and Friends

Rated : T

Length : Chaptered

Warn! GENDERSWITCH (GS) | Typo(s) | Alur ngebut | Kata-kata absurd dan KASAR!

.

.


"Jonginnie! Hyungmu datang menjemputmu", ucap seorang yeoja cantik dan manis.

Jongin–dongsaeng dari Jongdae yang merusia dua tahun–yang asyik menyusun balok-balok kayu segera menghentikan aktifitasnya dan bangkit menghampiri hyungnya.

"Apa Jongin menjadi anak baik hari ini?", tanya Jongdae ramah pada dongsaengnya yang menghampirinya.

Jongin hanya diam, namun kepalanya mengangguk. Jongin memang anak yang pendiam dan cuek. Wajahnya juga datar–ia tidak terlalu banyak berekspresi.

"Jongdae-ya, dongsaengmu ini tidak memiliki kelainan 'kan?", tanya yeoja yang memanggil Jongin tadi–Yixing namanya.

Sebenarnya Jongdae tersinggung dengan pertanyaan Yixing. Namun ia tidak berani protes. "Tidak ada, memangnya kenapa?", tanya Jongdae menggandeng tangan Jongin yang tingginya hanya sampai pahanya.

"Dia tidak berbaur dengan yang lain, dia selalu bermain sendirian, dia pendiam, tidak cerewet, itu menguntungkan sih, tapi aku merasa khawatir", cerocos Yixing.

Jongdae tersenyum kikuk. "Dia memang begini, tapi aku yakin dia memperhatikan sekeliling", ucap Jongdae mengambil tas ransel milik Jongin yang diserahkan oleh Yixing.

"Yah, baiklah kalau begitu … tapi … dia benar-benar tidak memiliki kelainan 'kan? Atau penyakit? Ataukah Jongin sedang sakit?", tanya Yixing lagi.

Lama-lama sebal juga ditanya dengan pertanyaan menyinggung seperti itu. Tapi Jongdae hanya tersenyum dan menggeleng kecil. Ia segera berpamitan dan membawa Jongin pulang.

.

.

.

Tuk!

Yeoja ini bingung, bimbang, dan galau sambil menendang kerikil. Ia tidak mau pulang, tapi ia harus pulang. "Aku tidak ingin berada di rumah", gumam yeoja ini.

Ia berjalan menunduk memandangi jalan setapak dan sesekali menendang kerikil.

'Andaikan oppa ada di rumah, aku tidak akan menjadi kelinci percobaan umma dan appa', batin Minseok.

Minseok mendengus kasar dan mengerang keras. Ia benci berada di rumah, ia benci dengan kegilaan orang tuanya terhadap sains. Ia benci semuanya!

Tap!

Minseok berhenti melangkah dan menatap sebuah rumah megah. Itu rumah Jongdae. Terlihat sepi. Tentu saja sepi, karena hanya ditinggali oleh Jongdae; Jongin; dan bibinya–Oh Sehun.

Bola mata Minseok bergerak mengamati pekarangan rumah Jongdae. Ada beberapa tukang kebun di sana. Tapi mereka hanya bekerja sampai sore.

Kemudian bola mata Minseok melirik rumah di sebelah rumah Jongdae. Itu rumahnya sendiri. Yap! Minseok dan Jongdae bertetangga.

"Haaah, beberapa langkah lagi aku akan sampai di neraka", keluh Minseok kembali melangkah menuju rumahnya.

Ia terpaksa pulang ke rumah.

Cklek!

Minseok masuk ke dalam rumahnya. Terlihat sangat sepi. 'Pasti mereka ada di lab bawah', pikir Minseok.

Ia pun langsung menuju kamarnya. Ia tidak ingin berlama-lama berada di ruangan lain selain kamarnya, karena–sungguh! Sangat berbahaya.

Hanya kamarnyalah tempat teraman–bagi Minseok–di rumah ini.

Brak!

Minseok langsung menutup pintu, berganti baju, dan berbaring di atas kasurnya. "Aku masih merasa tidak aman", gumam Minseok memeluk gulingnya.

"Kenapa aku terlahir di keluarga absurd seperti ini", keluh Minseok menatap langit-langit kamarnya.

Ya, keluarga absurd. Kalian akan mengakuinya jika kalian benar-benar memilikinya. Bagaimana tidak absurd jika kalian memiliki orang tua seperti:

Byun Baekhyun yang sekarang telah berganti marga menjadi Park Baekhyun bersama sang suami, Park Chanyeol adalah seorang ilmuwan yang haus akan rasa penasaran. Hari-hari mereka dihabiskan hanya untuk mencari sebuah penemuan baru.

Mungkin pekerjaan orang tua Minseok tidak terlalu berpengaruh bagi kalian. Tapi bagi Minseok, ini sangat berpengaruh di hidupnya. Karena–bukannya menggunakan hewan sebagai bahan percobaan, pasangan ilmuwan ini malah menggunakan anak bungsu mereka sebagai bahan percobaan.

Contohnya bulan lalu, orang tuanya berhasil mengubah Minseok menjadi seekor Rusa. Untung saja ramuannya hanya bertahan satu jam.

Kemudian minggu lalu, Minseok menjadi berbagai macam hewan dalam tiga hari. Dan tiga hari itu ia bolos sekolah.

Dan Kemarin, hal yang sangat Minseok benci. Ia berubah menjadi seekor tikus. Kalau berubah saja sih, bukan masalah. Tapi yang menjadi masalah dan membuat Minseok benci adalah : Ummanya benci tikus. Minseok sampai harus lari terbirit menghindari pukulan sapu dari ummanya itu.

"Kenapa kemarin aku makan di rumah", dengus Minseok mengingat saat ia berubah menjadi tikus dan dikejar-kejar ummanya untuk dibasmi.

Untung saja pagi ini ia segera berubah menjadi manusia kembali. Minseok kadang bersyukur karena ramuan orang tuanya tidak ada yang bertahan lama. Syukurlah~~

Minseok bangkit dari tidurnya dan memegangi perutnya yang terasa lapar. "Aku lapar", keluh Minseok.

Minseok segera mencari dompetnya dan membawanya. Ia akan makan di luar. Ia TIDAK AKAN PERNAH mau makan di rumahnya sendiri. Karena kalian tidak akan tahu ramuan apa yang disisipkan oleh kedua orang tuamu untuk percobaan mereka.

Tap! Tap! Tap!

Minseok berjalan perlahan menuruni anak tangga. Ia melirik ke arah dapur sejenak. Dan ia mendapati ummanya tengah merapikan meja makan–bersiap untuk makan siang.

Minseok melirik makanan apa saja yang tersaji di atas meja. 'Astaga! Ada kue beras', histeris Minseok dalam hati.

Ada makanan kesukaannya di atas meja makan. Minseok hendak berjalan menuju dapur. Namun saat mengingat ia harus berhati-hati, ia mengurungkan niatannya tersebut dan berjalan berlawanan arah dengan arah dapur–menuju luar rumah.

"Seokkie! Kau mau kemana?", teriak ummanya dari dapur melihat anak bungsunya itu berpakaian rapi dan berjalan menuju pintu keluar.

"Makan di luar!", teriak Minseok.

"Tapi Seokkie! Umma membuatkan makanan kesukaanmu!", teriak ummanya.

"Tidak! Aku tidak mau", ucap Minseok sedikit tidak rela.

Dan tubuh Minseok pun menghilang ditelan pintu keluar. Baekhyun mendesah kecewa dan melirik suaminya yang duduk dengan manis di meja makan.

"Yeobo, bagaimana ini? Seokkie pasti akan makan di luar, dan dia tidak akan memakan makanan kesukaannya ini, bagaimana kita tahu ramuannya bekerja atau tidak jika Seokkie tidak memakannya", keluh Baekhyun.

Oh! Ternyata memang benar firasat Minseok. Ternyata makanan kesukaannya itu sudah dimasukkan suatu ramuan oleh orang tuanya.

"Seokkie harus memakannya!", semangat Baekhyun.

"Yeobo! Beri aku ide!", kesal Baekhyun melirik Chanyeol yang hanya diam.

"Biarkan saja makannnya di sana sampai dia pulang, nanti dia pasti akan mencicipinya walau sedikit", ucap Chanyeol santai.

"Benarkah?", tanya Baekhyun ragu.

Chanyeol mengangguk. "Ayo, kita makan", ajak Chanyeol.

.

.

.

Minseok masuk ke dalam sebuah rumah makan langganannya. Ia segera duduk di pojokan–tempat biasa.

Dan tak lama setelah Minseok duduk, seorang pelayan pria datang menghampiri Minseok.

"Seperti biasa?", tanya pelayan tersebut.

Minseok tersenyum. "Seperti biasa, kook", jawab Minseok kepada pelayan bername tag Jungkook ini.

Jungkook mengangguk dan segera pergi. Kedua bola mata Minseok melirik sekeliling. Siang ini cukup sepi, tidak seperti biasanya.

Minseok menopang dagunya dengan kedua tangannya dan mulai merenung. Merenungkan mengapa kedua orang tuanya selalu menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan.

"Minseok?", panggil seseorang menyadarkan Minseok.

Minseok mendongak dan mendapati Jongdae tengah tersenyum padanya. "Eh? Jongdae, sejak kapan kau di sini?", tanya Minseok menegakkan duduknya.

"Baru saja", ucap Jongdae.

"Ah, boleh aku duduk di sini?", tanya Jongdae melirik kursi kosong di hadapan Minseok.

Minseok melirik bangku di hadapannya. Kemudian ia melirik ke sebelah kanan Jongdae sedikit ke bawah–ada Jongin di sana.

"Silakan", ucap Minseok.

Jongdae duduk dan sedikit membantu Jongin untuk duduk. Sangat menggemaskan ketika anak berusia dua tahun berusaha menaiki kursi yang lebih tinggi darinya.

"Ini pesananmu, Minseok", ucap Jungkook menaruh pesanan Minseok.

"Kau ingin memsan sesuatu, tuan?", tanya Jungkook melihat Jongdae dan Jongin yang baru saja datang.

"Ah, satu bubur dan segelas susu", ucap Jongdae.

Minseok mengernyit mendengar pesanan Jongdae. Jungkook segera pergi membuat pesanan Jongdae.

"Bubur dan susu?", bingung Minseok.

Jongdae yang membenarkan letak duduk Jongin segera menoleh dan menunjukkan cengirannya. "Itu untuk Jongin", ucap Jongdae.

Minseok hanya manggut-manggut dan mulai memakan makanannya. "Sepertinya kau sering kemari", tebak Jongdae.

Minseok menghentikan kegiatan makannya sejenak kemudian mengangguk. "Kau tidak pernah makan di rumah?", tanya Jongdae.

"Tidak", jawab Minseok singkat.

"Kenapa?", bingung Jongdae.

'Karena ada sesuatu di dalam makanan di rumahku'. Tapi Minseok tidak mungkin menjawab seperti itu.

"Karena suatu hal dan aku memang tidak mau", ucap Minseok setelah menelan makanan di dalam mulutnya.

"Kau seharusnya makan di rumah, kasihan ummamu yang sudah susah payah memasak untukmu", nasehat Jongdae.

'Susah payah membuatku memakan ramuan mereka baru iya!', batin Minseok.

"Pesanan anda", ucap Jungkook datang.

Jongdae menggumamkan kata 'terima kasih' kepada Jungkook dan mulai menyuapi Jongin yang sejak tadi hanya diam.

"Tidak perlu dikasihani, ummaku tidak benar-benar ingin memasak", ucap Minseok asal sambil memotong daging.

Jongdae terkejut sejenak. Namun melihat keperibadian Minseok yang selalu ceplas-ceplos, Jongdae memaklumi.

"Tapi masakan rumah lebih enak dari pada masakan di luar rumah", ucap Jongdae.

"Kau sendiri makan di sini", ucap Minseok.

"Yah, itu karena bibi Oh sedang sibuk, dan di rumah tidak ada bahan makanan, bibi Oh sepertinya lupa untuk membeli bahan makanan bulan ini, aku akan mengingatkannya", cerocos Jongdae.

Minseok meminum minumannya setelah selesai makan. Ia sedikit melirik Jongin yang sedang disuapi oleh Jongdae. Jongin itu sangat bertolak belakang dengan Jongdae.

Sangat pendiam.

"Dia pendiam sekali", komentar Minseok masih menatap Jongin.

"Ya, begitulah", ucap Jongdae sambil menyuapi Jongin.

"Hmm! Hmm!", Jongin bergumam dan tangan kanannya menjulur hendak meraih segelas susu di atas meja.

"Kau mau minum?", Jongdae mengambil segelas susu milik jongin dan menyerahkannya pada Jongin.

Jongin meminumnya. "Dia belum bisa bebicara?", tanya Minseok.

"Aku tidak tahu, dia terlalu pendiam", kekeh Jongdae.

Jongin mengerti banyak hal. Tapi belum mau berbicara satu kata pun. Jongin hanya mau berdeham, menunjuk, atau menarik celana Jongdae jika memberitahu sesuatu.

'Benar-benar pendiam', batin Minseok.

"Ah, baiklah … aku sudah selesai, aku duluan", ucap Minseok bangkit.

Jongdae mengangguk kecil. Minseok berjalan ke meja kasir untuk membayar. Ia segera pulang setelah membayar.

.

.

.

Baekhyun dan Chanyeol mengintip ke dalam dapur. Makanan kesukaan Minseok masih utuh.

"Yeobo, dia tidak memakannya", bisik Baekhyun melirik jam.

"Padahal sudah jam sembilan malam, dia pasti sudah tidur", bisik Baekhyun lagi.

"Kita pakai cara lain", ucap Chanyeol memberi ide.

"Apa?", tanya Baekhyun penasaran.

Chanyeol berjalan menuju kamar Minseok. Dan Baekhyun membuntutinya. Perlahan Chanyeol membuka kamar anak bungsunya itu dan mendapati Minseok yang manis sudah tertidur lelap.

"Dia sudah tidur", bisik Chanyeol.

"Lalu?", bingung Baekhyun.

"Kau bawa ramuannya?", tanya Chanyeol.

Baekhyun mengeluarkan sebotol kecil cairan kental berwarna ungu. Chanyeol merebutnya dan perlahan masuk ke dalam kamar Minseok dengan cara mengendap-endap.

"Jangan!", bisik Baekhyun sedikit keras. Ia menahan suaminya agar tidak masuk lebih dalam.

"Seokkie akan marah kalau dia tahu kita meminumkannya ramuan saat ia tidur", takut Baekhyun.

"Dia tidak akan tahu, ramuan ini hanya bertahan tiga jam saja", Chanyeol berusaha menenangkan istrinya.

"Tapi kalau Seokkie tahu, dia akan kabur dari rumah!", kesal Baekhyun.

"Tenang, hanya tiga jam … dia tidak akan bangun tengah malam, bukan?", tanya Chanyeol menatap istrinya.

"Tapi Seokkie", lirih Baekhyun.

[Waa~~~ ternyata Baekhyun masih memiliki sisi keibuan, pemirsa!]

"Tenang saja", Chanyeol mengelus rambut panjang Baekhyun. Dan akhirnya Baekhyun menurut walau hatinya mengatakan sesuatu akan terjadi.

Chanyeol kembali masuk dan berdiri di sebelah kasur Minseok. Baekhyun sedikit membuka mulut Minseok dan Chanyeol meneteskan satu tetes cairan ungu tersebut.

Chanyeol dan Baekhyun diam memperhatikan apa yang akan terjadi pada anak bungsu mereka. Baekhyun melirik arlojinya. "Lama sekali reaksinya", bisik Baekhyun.

"Sudah berapa lama berlalu?", tanya Chanyeol memeriksa nadi Minseok dan pernapasan Minseok.

"Lima belas menit", bisik Baekhyun.

"Mungkin ini akan membutuhkan waktu lama", bisik Chanyeol.

"Kita tinggal saja sebentar", usul Chanyeol.

Baekhyun dan Chanyeol pun berjalan keluar kamar Minseok. Saat Chanyeol hendak menutup pintu–

BUSH!

Sesuatu bersuara dan asap berwarna ungu sedikit keluar dari dalam kamar. Chanyeol tidak jadi menutup pintu, ia segera membuka pintu lebar-lebar.

Baekhyun yang tadinya sudah menurni dua anak tangga segera berlari kembali kearah kamar anak bungsunya itu. Ada sedikit rasa was-was di dalam diri Baekhyun.

Seketika kedua bola mata Baekhyun dan Chanyeol membola melihat anaknya berubah menjadi anak berusia empat tahun.

"Astaga! Seokkie-ku kembali menjadi anak kecil!", kaget Baekhyun.

"Astaga, ini salah … seharusnya menjadi bayi, kenapa anak-anak?", bingung Chanyeol.

"Omo! Omo! Seokkieku manis sekalii!", gemas Baekhyun mendekati anaknya yang berubah menjadi anak berumur empat tahun.

"Dia seperti malaikat", ucap Baekhyun memperhatikan wajah Minseok kecil yang tertidur lelap.

"Kita sudah tahu ramuannya bekerja, kita tinggal menunggunya tiga jam", ucap Chanyeol berjongkok di sebelah Baekhyun.

Baekhyun menoleh kearah Chanyeol. "Bagaimana kalau dalam tiga jam dia tidak berubah?", tanya Baekhyun sedikit takut.

"Kita akan membuat ramuan penawarnya", ucap Chanyeol.

.

.

.

"Aaaaa! Kenapa ini terjadi padakuuu!", teriak Minseok mengeluarkan semua kekesalannya.

Minseok terengah setelah berteriak. Ia memandang sekeliling. Jalanan ini sepi. Jalanan? Ya, jalanan. Minseok langsung kabur dari rumah setelah mengetahui dirinya berubah menjadi anak kecil.

"Mereka … mereka melanggarnya!", teriak Minseok.

"Seharusnya mereka tidak masuk ke kamarku! Tidak boleh!", teriak Minseok kesal.

Tadi pagi Minseok bangun lebih awal. Kemudian ia berjalan menuju kamar mandi. Terasa sedikit ganjal, kenapa saat ia menuruni kasur kakinya tidak langsung menyentuh lantai.

Tapi karena Minseok masih sedikit mengantuk, Minseok pun langsung berjalan ke kamar mandi dan hendak menyalakan keran. Saat itulah Minseok menyadari tinggi badannya tidak wajar.

Saat Minseok bergegas ke cermin, ia melihat tubuhnya menjadi sosok anak kecil berumur empat tahun.

Dan Minseok mendapati sebuah surat di atas meja nakasnya. Dari kedua orang tuanya. Sekarang pun Minseok masih membawa suratnya. Minseok sangat kesal!

.

Dear Seokkie,

Maafkan umma dan appa ne … Tadi malam appamu meneteskan ramuan ke dalam mulutmu. Dan kau berubah menjadi anak kecil berumur empat tahun. Setelah kami menunggu tiga jam, Seokkie tidak berubah menjadi normal. Kalau kau membaca surat ini, berarti umma dan appa sedang mencari obat penawar untukmu, bersabar ne Seokkie~

Oh, kau terlihat sangat manis dengan tubuh itu Seokkie, jangan kabur dari rumah ne. Nanti kau bisa di culik.

P. S. : Umma menyiapkan baju dengan ukuranmu di dalam tas besar dekat lemarimu, sementara kau pakai baju itu ya, kau boleh membolos sekolah

.

Minseok menggeram tertahan membaca kalimat 'kau terlihat sangat manis dengan tubuh itu Seokkie'. Minseok sama sekali tidak menyukai tubuh ini.

"Aku ingin kembali normal!", geram Minseok merobek-robek surat dari ummanya itu.

"Hah hah hah", Minseok kesal. Ia tidak akan kembali ke rumah. Tapi masalahnya, ia akan kemana saat ini?

"Kemana, sekarang aku kemana?", bingung Minseok melihat sekelilingnya.

Minseok sama sekali tidak mengenali daerah ini. Namun Minseok terus berjalan tanpa tujuan yang jelas.

'Rasanya ingin menangis saja', batin Minseok.

Tap!

Langkah Minseok berhenti beberapa meter dari seorang yeoja yang tengah menyapu. Yeoja itu cantik. Minseok menoleh ke sebelah kirinya. Ternyata ia berhenti di sebuah penitipan anak.

"Adik manis? Kenapa kau berdiri di situ? Dengan siapa kau kemari?", Minseok menoleh.

Yeoja yang tengah menyapu tadi menghampiri Minseok. Namun Minseok hanya diam. Bersyukur saja pikiran dan tingkah lakunya tidak berubah menjadi anak berusia empat tahun.

"Sendiri", jawab Minseok dingin.

"Sendiri? Kemana umma dan appamu?", tanya yeoja itu berjongkok di hadapan Minseok–mencoba menyamai tingginya.

Minseok hanya diam dan menatap ke manic hitam milik yeoja di hadapannya ini. "Haaah, baiklah kalau begitu … ayo ikut ke dalam, main dengan yang lainnya, mungkin ummamu akan menjemputmu", ucap yeoja itu berdiri dan menggandeng tangan Minseok.

Minseok hanya diam dan menurut.

"Waaa!"

"Itu punya celo!"

"Huaaaa! Mainankuuu!"

"Boleh pinjam bukunya?"

"Kamu tidak boleh ikut belmain!"

"Hahahaha!"

Begitulah suasana tempat penitipan anak di sini. "Hei hei! Tenanglah, tenang ya …", ucap seorang namja dengan celemek berwarna pink.

"Namjoon! Turun dari sana! Taehyung! Kembalikan mainan Yein! Astaga! Anak-anak ini!", desah namja itu frustasi.

"Yixing, bantu aku", pinta namja itu.

"Ah, tentu saja, Jin oppa", ucap Yixing melepaskan genggamannya pada Minseok dan mulai mengurus beberapa anak.

Minseok diam diambang pintu dan memperhatikan sekeliling. 'Aku akan diam di tempat seperti ini? Lalu siapa yang akan menjemputku? Kalau tidak ada yang menjemputku bagaimana?', pikir Minseok mulai sedikit takut.

"Hei! Lobaknya habis! Bagaimana ini, oppa?", tanya seorang yeoja yang memiliki lingkar hitam di bawah matanya.

'Seperti panda', batin Minseok.

"Beli! Uangnya ada di dompetku!", ucap namja bernama Jin yang tengah mengurus beberapa anak.

Yeoja yang memiliki lingkar hitam di bawah matanya itu segera kembali ke dalam.

"Hei gadis kecil, apa yang kau lakukan di sini?", bisik seorang namja dari belakang.

Minseok terlonjak sedikit dengan mata melotot. "Oh, apa aku mengagetkanmu?", tanya namja tersebut yang mengagetkan Minseok.

Minseok hanya diam dan sedikit menjauh. "Astaga, kenapa kau menjauh? Oh, aku Kyuhyun, pemilik penitipan anak ini", ucap namja itu.

"Apa kau anak baru di sini?", tanya Kyuhyun.

Minseok hanya diam memperhatikan Kyuhyun dari atas sampai bawah. Kyuhyun segera duduk di sebelah Minseok.

"Mau bermain bersama oppa?", tanya Kyuhyun.

Minseok menggeleng dan berjalan masuk ke dalam. Kyuhyun mendesah kecewa. Ia sangat menyukai anak kecil, tapi kenapa anak kecil tidak ada yang menyukainya?

Minseok berjalan santai sambil melihat-lihat. Ia seperti orang dewasa yang melihat lukisan di museum.

"Jin, siapa anak itu?", tanya Kyuhyun pada Jin yang berhasil memasangkan celana pada seorang anak.

"Huh? Yang mana?", tanya Jin.

"Itu, yeoja kecil yang berjalan pelan itu", ucap Kyuhyun.

"Oh, tadi Yixing yang membawanya", ucap Jin.

"Yixing! Siapa anak itu?", tanya Kyuhyun menghampiri Yixing.

"Oh, aku bertemu dengannya di depan, dia kemari sendirian", ucap Yixing.

"Benarkah? Sendirian? Apa mungkin dia anak terlantar?", gumam Kyuhyun.

"Aku juga tidak tahu, dia hanya menjawab kalau dia sendirian", ucap Yixing.

"Sudah kau tanya namanya?", tanya Kyuhyun.

"Hehe, belum", cengir Yixing.

"Dia pendiam sekali sih", dengus Yixing.

"Baiklah, aku yang akan bertanya", ucap Kyuhyun hendak berjalan kearah Minseok.

Namun sebuah dering ponsel membatalkan niatan Kyuhyun. Kyuhyun segera mengangkat telfon yang masuk di ponselnya. Meninggalkan pekerjanya mengurus anak-anak yang dititipkan di sini.

"Ah! Apa mungkin itu …", gumam Minseok melihat seorang anak kecil di pinggir ruangan membaca sebuah buku–atau mungkin hanya melihat-lihat isi bukunya saja.

Minseok menghampirinya. "Jongin", panggil Minseok. Anak yang dipanggil pun mendongak menatap Minseok. 'Di sini ada Jongin, pasti nanti ada Jongdae!', seru Minseok dalam hati.

"Jongin, kenapa kau disini?", tanya Minseok berjongkok di hadapan Jongin.

Jongin menatap mata Minseok namun mulutnya menutup rapat. "Oh, aku lupa kau pendiam", ucap Minseok.

"Kau mengingatku, 'kan?", tanya Minseok ragu. Ia mulai duduk di hadapan Jongin.

Jongin hanya diam. Matanya masih menatap Minseok. "Ini aku, Minseok … teman hyungmu, aku berubah, jangan kaget … tapi, astaga! Apa kau mengerti?", bisik Minseok sedikit kesal.

Namun reaksi Jongin hanya diam dan malah kembali melihat buku bacannya–buku cerita bergambar.

"Baiklah, aku akan bermain denganmu saja, aku bisa ikut dengan hyungmu saat pulang nanti, atau … ah! Nanti saja kupikirkan yang lainnya", gumam Minseok sedikit meracau.

Jongin mengacuhkan Minseok dan terfokus pada buku bacannya. Minseok yang penasaran Jongin membaca apa mulai sedikit mengintip. Ternyata rasa penasaran yang dimiliki oleh anak kecil mulai tumbuh di diri Minseok.

"Kau membaca apa?", tanya Minseok mengintip.

Jongin sedikit menjauh. Melarang Minseok untuk ikut membaca. Dan itu membuat Minseok kesal. "Kau kenapa sih", desis Minseok.

Minseok terdiam dan memutar otak. Ia benar-benar penasaran dengan buku yang Jongin pegang. "Hei, aku akan membacakannya untukmu", tawar Minseok.

Jongin menoleh. Namun hanya sesaat, kemudian ia kembali sibuk melihat gambar yang ada di dalam buku tersebut.

"Aku akan membacakannya untukmu, sungguh", ucap Minseok membuat tanda peace dengan jari telunjuk dan jari tengan kanannya.

Namun Jongin keukuh membacanya sendirian. "Aish, kenapa Jongdae yang baik hati dan cerewet mau mempunyai adik yang pendiam dan keras kepala sepertimu", cibir Minseok.

"Hyung …", samar-samar Minseok mendengar sebuah suara yang sedikit bergetar.

'Apa itu suara Jongin?'

'Tapi … oh! Apakah dia menangis? Apa aku membuatnya menangis?'

Minseok memperhatikan wajah Jongin. Tangan kanan Jongin sesekali mengelap sesuatu di wajahnya. Sudah dipastikan Jongin menangis. Tapi dia menangis dengan cara sembunyi, sangat menggemaskan.

"Kau menangis?", tanya Minseok merasa bersalah.

Jongin diam, ia bergerak membelakangi Minseok. Buku yang seharusnya ia lihat tadi dibuat untuk menutupi wajahnya saat menangis.

"hei, maafkan aku", ucap Minseok bergerak mencari wajah Jongin.

Minseok ingin memastikan bahwa Jongin tidak menangis. "Jongin", panggil Minseok.

Tiba-tiba Jongin membuka buku yang semula menutup wajahnya dan meninggalkan buku itu di dekat Minseok. Jongin malah bergerak menuju mainan lain.

"Haaah, baiklah", ucap Minseok meraih buku yang dibuang Jongin.

Minseok membuka halaman awal dan memperhatikan gambar yang ada. "Pada zaman dahulu kala, terdapat dua ekor serigala yang hidup bersama", ucap Minseok membacanya sekeras yang ia bisa.

Minseok melirik Jongin. Ternyata Jongin tidak tertarik, ia malah menyusun beberapa balok menjadi bentuk yang aneh.

"Serigala dengan warna bulu hitam selalu mengikuti serigala dengan warna bulu putih", ucap Minseok masih membacanya dengan keras. Ia sudah berjanji akan membacakan buku ini untuk Jongin, bukan?

Minseok terus membacanya hingga pertengahan halaman. Gambarnya terlalu banyak, sehingga buku ini terlihat tebal.

"–Dan sampailah mereka di puncak gunung", ucap Minseok.

Sepertinya ia mulai berhasil membuat Jongin tertarik. Buktinya Jongin mendekat kearah Minseok. Mungkin Jongin belum mengetahui kisah di puncak gunungnya.

Minseok tersenyum melihat Jongin duduk di sebelahnya. Minseok membuka lebar buku yang ia pegang. Ia menaruhnya di lantai agar Jongin juga bisa melihat gambarnya.

Dan Minseok kembali menceritakan kisahnya hingga akhir.

[Ini cergamnya Nyanmu karang sendiri wks :v]

"Wah, aku tak mengira akhirnya akan seperti itu", komentar Minseok setelah selesai membacakan Jongin ceritanya.

Jongin mengangguk setuju. "Kenapa harus si tupai yang mati? Padahal 'kan tadi serigala hitamnya yang sekarat", komentar Minseok tidak terima.

"Itu karena si tupai mengorbankan dirinya agar dua serigala itu tetap bersama", ucap sebuah suara membuat Minseok kaget (lagi).

Minseok melirik tajam. Pemilik suara yang mengagetkannya ternyata pemilik penitipan anak ini, Kyuhyun. "Jongin, ini buku mewarnai yang baru", ucap Kyuhyun memberikan Jongin sebuah buku mewarnai dan sekotak krayon.

Jongin menerimanya dan mulai mewarnai. Walaupun tidak bisa sesuai dengan contoh, tapi Jongin tetap mewarnai.

Minseok mengernyit parah ketika Jongin menodongnya dengan sebuah krayon berwarna merah. Minseok sama sekali tidak mengerti maksud dari Jongin. Maklum, ia jarang bermain dengan anak kecil.

"Kau diajak mewarnai bersama", terang Kyuhyun.

Kemudian Minseok manggut-manggut mengerti. Minseok mengambil krayon berwarna merah yang diberikan Jongin dan ikut mewarnai.

"Siapa namamu?", tanya Kyuhyun.

Minseok diam. 'Apa aku harus memberitahu nama asliku? Atau aku mengarang sebuah nama?'

"Tidak boleh tahu", ucap Minseok tanpa pikir panjang.

"Ahh~~ Waeee? Kenapa tidak boleh?", tanya Kyuhyun diimutkan.

'Menjijkan', batin Minseok.

"Tidak ada", ucap Minseok acuh.

"Tadi kau membaca buku cergam ini, kau lancar sekali membacanya", puji Kyuhyun.

Namun Minseok hanya diam. Kyuhyun memperhatikan Minseok dan Jongin. "Kalian dekat ya, kalian saling kenal?", tanya Kyuhyun.

Minseok geram. Ia sangat tidak suka ditanya terus-menerus. Minseok hanya diam. Membiarkan pertanyaan demi pertanyaan mengalir dengan mulusnya dari mulut Kyuhyun tanpa adanya jawaban.

.

.

.

"Dia sering sekali tidak masuk ya", bisik seorang yeoja di belakang Jongdae.

"Mungkin dia memiliki masalah", bisik yang satunya.

"Atau dia sebenarnya sedikit binal?", bisik yeoja yang lainnya.

"Tidak mungkin, dia snagat ramah dan baik, tidak mungkin seperti itu", bisik yeoja yang pertama.

Telinga Jongdae panas mendengar teman-teman kelasnya berbisik mengenai Minseok. Mereka saja yang tidak tahu bagaimana Minseok yang asli.

Jongdae menoleh ke belakang dengan senyum dipaksakan. Dia kesal, sungguh. "Minseok tidak seperti yang kalian pikirkan", ucap Jongdae.

"Kau ini seperti tahu segalanya saja, Jongdae-ya", ucap salah seorang dari ketiga yeoja itu.

"Tentu saja aku tahu", ucap Jongdae.

"Memangnya kau siapanya?", tanya yeoja terakhir.

"Tetangganya, memangnya kenapa?", tanya Jongdae.

"Hanya tetangga", cibir yeoja pertama.

"Tapi aku sangat dekat dengannya dan jangan membicarakannya lagi, seperti tidak ada bahan perbincangan lain saja", gerutu Jongdae kembali menghadap depan.

Jam pelajaran terakhir memang kosong. Tapi bukan berarti Jongdae akan seperti anak lainnya yang akan bermain. Ia lebih memilih membaca materi dari pada bermain.

Walaupun pandangannya mengarah pada buku di hadapannya, namun pemikirannya selalu saja sama. Selalu memikirkan mengenai Minseok.

'Aih, Minseok~ Kau kemana?'

.

.

.

"Jongin, kapan hyungmu datang?", tanya Minseok yang berbaring di sebelah Jongin.

Jongin yang sibuk menyusun balok sesuka hati hanya diam. "Jonginnie, hyungmu", ucap Yixing memanggil.

Jongin menyudahi acara bermainnya dan berdiri menghampiri hyungnya. Minseok yang melihat Jongin pergi segera bangun dan mengikuti Jongin.

"Jongin, kau mendapatkan teman baru?", tanya Jongdae berjongkok di hadapan Jongin.

Jongin hanya menangguk kecil. Minseok berjalan lebih dekat kearah Jongin. Minseok memegang tangan kanan Jongin, ia sungguh takut tidak diajak Jongdae pulang.

"Aku tidak tahu dia anak siapa", ucap Yixing.

"Hah? Yang benar? Lalu bagaimana bisa dia di sini?", tanya Jongdae terkejut.

"Aku melihatnya di depan, sendirian … aku bahkan tidak tahu namanya, tapi dari tadi dia dekat sekali dengan Jongin", jelas Yixing.

"Aku berharap ada yang membawanya pulang", ucap seorang yeoja yang memiliki lingkar hitam di bawah matanya.

"Memangnya kenapa, Taozi noona?", tanya Jongdae.

"Kalau tidak ada yang membawanya pulang pasti Kyuhyun oppa yang akan membawanya", ucap Yixing bergidik.

"Memangnya kalian tidak bisa, noona?", tanya Jongdae.

"Tidak bisa, kami kerja part-time di sini, dan juga kami tinggal di apartement, tidak memungkinkan", ucap Taozi.

"Bagaimana dengan jin hyung?", tanya Jongdae.

"Dia tinggal dengan kedua orang tuanya, dia juga memiliki namdongsaeng jadi tidak memungkinkan juga", ucap Taozi menjelaskan.

"Kalau begitu biarkan saja Kyuhyun hyung yang membawanya", ucap Jongin.

"Tidak bisa!", ucap Taozi dan Yixing bersamaan dengan ekspresi ketakutan.

"Ke-kenapa?", tanya Jongdae tergagap, ia sedikit terkejut menerima reaksi berlebih dari dua yeoja di hadapannya ini.

"Karena–tidak aman", bisik Yixing.

"Minggu lalu, Namjoon dititip ke Kyuhyun oppa, tapi saat dibawa kemari, Namjoon malah demam, apa yang Kyuhyun oppa lakukan, ya", bingung Yixing.

Jongdae bergidik kemudian melirik Minseok. Jongdae menajamkan penglihatannya karena merasa kenal dengan wajah Minseok.

"Aku merasa kenal", gumam Jongdae. Jongdae menggelengkan kepalanya sedikit karena merasa memikirkan hal aneh.

"Hmm, baiklah … ayo pulang Jongin", Jongdae menggendong Jongin, membuat Minseok melepaskan genggamannya pada Jongin tanpa sadar.

Dan dengan segera Minseok menggenggam erat celana Jongdae. "eh, m-maaf adik kecil … tapi Jongin akan pulang", ucap Jongdae tidak enak hati.

Minseok serasa ingin menangis. Ia tidak mau ditinggal di tempat sejenis ini tanpa ada yang ia kenal. Ia hanya mengenal Jongdae sekarang. Dan kalau ia jelaskan, tidak mungkin ada yang mempercayainya.

"Aku ikut!", ucap Minseok lantang.

"Kau tidak bisa ikut, nanti orang tuamu akan mencarimu kalau kau ikut", nasehat Jongdae.

"Ikut! Aku ikut!", teriak Minseok lebih lantang.

"Besok main lagi dengan Jongin ya", ucap Jongdae ramah.

Minseok memberenggut marah. Wajahnya merah dan pipinya menggembung lucu. Minseok marah dan kesal. Ia kesal karena dikira ingin bermain dengan Jongin, padahal ia hanya ingin ikut pulang.

Dan Minseok marah karena Jongdae tidak memperbolehkannya ikut. "Ikut! Ikut! Ikut! Ikut! Ikut! Pokoknya ikut! Aku mau ikut! Tidak mau tahu! Ikuuuut!", teriak Minseok marah menggenggam semakin erat pada celana Jongdae.

Jongdae sweet drop melihat tingkat Minseok. Jongdae melirik Yixing dan Taozi. Kedua yeoja itu malah menatap Jongdae berharap agar Minseok dibawa oleh Jongdae dari pada Kyuhyun.

Jongdae tertawa canggung. "Bagaimana aku akan menjelaskannya pada bibi Oh", gumam Jongdae.

.

.

.

To Be Continued

A/N : Ini pertama kalinya aku publish fanfict chapter kayak gini :v Maaf kalo jelek, tapi ada gak yang mau review? Aku butuh banget review kalian *mata berbinar*

Oh ya, jangan lupa cek bio aku ya (biar tahu sesuatu). Kalo banyak review aku next deh :'D Jangan panggil aku dengan sebutan thor, oke? ;)

Dan dengan segala hormat, tolong jangan menggunakan kata-kata yang menyakiti hati :')