Naruto (c) Masashi Kishimoto
Fist (c) Erry-kun
.
.
.
Warning: OOC, typo, AU, alur campuran.
Fist
: Oneshot :.
Sebuah lahan kosong tak terpakai, menjadi tempat di mana bayangan gedung sekolah semakin dan semakin memanjang. Di bawah cahaya minim yang tersisa, bunyi benturan, desis ngilu, dan teriakan frustasi menggema menutup kesunyian. Matahari mengintip, seolah tak kuasa lagi menyaksikan. Sementara kepak sayap hitam pekat di atas sana telah akan pulang, mereka tetap tidak mau menghentikan.
Namanya Uchiha Sasuke dan jarang-jarang sekali dia benar-benar menaruh perhatian pada suatu hal, itulah sebabnya dia tidak banyak membuat masalah. Tapi aku tidak bilang bahwa mustahil akan adanya pengecualian. Misalnya seperti sekarang. Padahal dia memiliki kulit putih bersih dan garis-garis wajah yang tampan menarik, tapi sebuah kepalan tangan membuatnya tidak kuasa lagi membayangkan apa yang lebih buruk dari ini.
Luka-luka terlukiskan, lebam biru yang mewarnainya. Namun kedua mata hitam pekat malam tanpa bintang itu tetap menyerukan kilat, sementara suaranya menggeram. Membalas tanpa ampun, dia tampak kesetanan.
.: ~ :.
Kedua pandangan terfokus padanya, berdecak kagum diam-diam. Sementara dalam hati dia tetap merasa iri, dia berusaha menutupinya. Tidak heran banyak anak perempuan mengaguminya. Maksudku, kulit putih bersih dan garis-garis wajahnya yang menarik. Dia tampak sempurna meskipun seukir senyuman begitu sulit terpampang pada muka wajahnya. Pun tetap tidak lelah para keturunan eva mengejar dan memujanya.
Dia Uchiha Sasuke.
"Apa maumu?"
Pakaiannya sekarang serba hitam. Sementara wajahnya tampak jauh lebih pucat dari biasanya. Dia tetap tanpa senyuman, tapi laki-laki satunya tetap tidak terlalu mempermasalahkannya.
Menyengir, menunjukkan susunan gigi-gigi susunya yang berwarna kusam karena terlalu banyak mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Dia meraih sebelah tangan Sasuke tanpa peduli pada pandangan tidak suka dari si lawan bicara.
"Ayo bermain, Sasuke!" dia berseru semangat.
Sasuke menaikan sebelah alisnya. "Hanya seorang teman yang bermain bersama."
Anak laki-laki itu bereaksi mengubah ekspresi, dia heran. "Kita teman, 'kan? Aku rasa."
"Bukan," Sasuke menjawab singkat, berharap bahwa dengan jawaban telak tersebut, anak ini akan segera memilih untuk meninggalkannya sendirian.
"Ya," tidak menyerah, dia justru menggenggam tangan Sasuke lebih erat, meluapkan emosinya melalui itu. Sementara, senyumnya tetap mengembang seperti bunga sakura yang mekar di musim semi. "Kau sendirian, aku juga. Tidak ada alasan bahwa kita tidak bisa berteman"
Sasuke bergeming, membiarkan suara angin yang berhembus pelan menyeruaki rongga pendengaran. Sementara suasana tenang membuat hatinya bergejolak, dua buah gundukan tanah menjadi saksi bisu akan hatinya yang beku telah sedikit menghangat. Meskipun Sasuke tidak melihatnya, mereka berdua tersenyum padanya, dia bisa merasakannya.
.:~ :.
Terhempas tubuhnya, membuatnya mundur beberapa langkah. Namun tubuhnya tetap berdiri bertumpu pada kedua telapak kaki. Uzumaki Naruto menyeka aliran darah yang turun melalui sudut bibirnya, menatap penuh kebencian. Kedua pandangan berhias biru langit cerah yang cantik itu tampak tidak sejernih biasanya. Sementara tiga garis tanda eksentrik di kedua sisi pipinya itu tidak lagi jelas terpampang, lebam biru yang hampir benar-benar menutupinya.
Bunyi tulang-tulang yang berbenturan ngilu itu tidak lagi terdengar mengerikan, melainkan melodi menarik mereka yang mengiringi prosesi terbenamnya matahari. Mendecih, meludah, mewarnai rumput-rumput liar di sekitarnya dengan cipratan darah, tidak satupun dari mereka memilih menyerah dalam waktu dekat.
Naruto meninju rahangnya, lagi dan lagi. Meskipun kepalan tangannya telah benar-benar lelah, dia tidak menyadarinya. Seolah menatap cermin, dengan menatap wajah babak belurnya itu, Naruto tahu bahwa wajahnya sendiri juga tidak lebih baik adanya.
.: ~ :.
Di dalam kamar kumuh yang dia tempati sendirian, isak tangisnya menggema ke setiap sudut ruangan. Meringkuk di dekat meja tua yang selalu menemaninya ketika makan sendirian, dia tidak berhenti menurunkan air mata. Sementara tetangga baik hati di sebelah kamar sedang tidak pada tempat tinggalnya, tidak ada satu orang pun yang mengintrupsi apa yang dia lakukan.
Perutnya terus berbunyi di balik suara isak tangis yang keras. Sementara diketahui bahwa dua cup ramen yang dia simpan khusus untuk hari ini telah menghilang eksistensinya dari pandangan. Dia memang peduli, tapi kelaparannya bukan hal yang benar-benar dia tangisi.
Sasuke yang membuangnya, dia tahu. Tapi kenapa?
Padahal meskipun dia tidak pernah tersenyum dan menyapanya dengan baik, Naruto pikir dia bukan anak yang sekejam itu. Terlebih semenjak Sasuke ditinggal hanya berdua dengan kakaknya, mereka menjadi lebih dekat. Setidaknya itu anggapannya selama ini.
Jadi seperti itu. Ternyata memang tidak banyak orang yang bersedia berada di pihaknya. Jika ternyata Sasuke memang sebenci itu padanya, maka benar saja bahwa selama ini dia memang sendirian. Sunyi adalah kawannya dan ruangan bisu mati ini adalah tempatnya bernaung.
Sendirian. Benar-benar sendirian adalah hal yang paling dia takutkan.
Sementara dia bergeming meninggalkan sisa-sisa isakannya melebur dengan udara, terdengar pintu kayu ruangan kecilnya diketuk dari luar. Ketukan kecil yang ragu-ragu. Naruto menegakkan tubuhnya secara refleks, maka ketukan pintu itu tidak terdengar lagi.
Ada asumsi bahwa kejadian itu adalah ulah anak-anak sebaya yang jahil. Tapi anehnya kali ini perasaannya berkata lain. Dia berdiri tegak, berlari kecil menuju pintu utama dan membukanya cepat. Tapi ketika pandangannya diarahkan tegak lurus ke depan, yang dapat dia tangkap adalah matahari yang bersinar terang di langit dari tempatnya berdiri. Tidak ada satu orang pun yang menghalanginya.
Namun ketika dia menoleh penasaran ke samping kanan, suara langkah kaki yang dipacu kencang melalui aspal terasa semakin jelas. Wajahnya tidak terlihat, tapi Naruto tetap selalu mengenali siluetnya. Kedua iris biru cerah tetap memusatkan atensi padanya selama beberapa detik sampai akhirnya objek atensi menghilang ke balik tikungan jalan.
Dia heran, tapi tidak berlangsung lama setelah itu. Terlebih ketika menunduk, dia menemukan sekotak makanan tersimpan manis di dekat tempat kakinya berpijak. Ketika Naruto mengambil dan mengintip isinya, aroma daging dan sayuran yang menggiurkan menggelitik seleranya. Lebih bergizi, tentu saja, ketimbang ramen cup-nya yang telah pergi dari pandangan.
Ini mahal, Naruto tahu. Dia yakin bahwa tidak sebentar bagi Sasuke untuk menabungkan uang sakunya demi membeli sekotak makanan ini.
Meskipun Naruto tidak menemukan surat atau catatan apapun di dalam kotak makanan itu, dia berterima kasih pada Sasuke di kemudian hari ketika mereka bertemu. Lalu ketika Sasuke justru tidak mengakui makanan itu sebagai pemberiannya, dia tidak peduli.
.: ~ :.
Puncak rasa letih telah mengaburkan pandangan mereka secara bersamaan. Tinju penutup dengan seluruh tenaga yang tersisa telah sedang dipersiapkan. Kedua pandangan saling menusuk, berusaha menciutkan nyali sang lawan. Meskipun hal tersebut tidak akan benar-benar terjadi.
Ketika kekuatan penuh telah terkumpul pada masing-masing kepalan tangan, teriakan menggema bersamaan dengan meluncurnya sebuah serangan balasan terakhir. Dengan sasaran tulang pipi lawannya yang sebenarnya telah membiru sebagai akibat dari serangan-serangan sebelumnya.
Lalu bunyi bedebam yang menyayat hati terdengar nyaring. Tubuhnya terhempas ke belakang, jatuh menimpa bumi secara bersamaan. Maka sunyi dan gelap menguasai kemudian, diiringi suara napas mereka yang saling bersahutan terburu-buru.
Langit yang telah gelap menyapa pengheliatan mereka yang sudah buram karena lelah akan pukulan. Sejauh mata memandang cakrawala, mereka mendapati tanpa bintang. Sementara itu, muka wajahnya datar tanpa rasa puas.
.: ~ :.
Jatuh pada suatu pagi, di mana biasanya Sasuke akan melewati hari dengan rutinitas yang sangat umum membosankan, di luar dugaan Uchiha Itachi memulai semuanya lebih awal dan bahkan membuatkannya sarapan yang spesial. Maka ketika Sasuke memandangnya tidak mengerti, dia akhirnya sadar bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya.
Ketika sup superenak buatan Itachi itu menyapa lidahnya dengan lembut, Sasuke tiba-tiba teringat akan sesuatu. Setiap tahun, pada hari ulang tahunnya, laki-laki periang yang sampai saat ini tidak pernah diakuinya sebagai teman itu akan mentraktirnya ramen sebagai perayaan kecil. Dan setiap tahun juga dia akan selalu berusaha menolaknya selama beberapa menit sebelum akhirnya pertengkaran kecil mereka menarik atensi Itachi dan membuatnya terpaksa menerima tawaran itu.
Ya, setiap tahun. Kecuali jika tahun ini, seperti dugaannya, akan menjadi pengecualian.
Karena ketika jam dinding yang dipajang manis di dinding kamarnya menunjukkan bahwa tengah hari telah akan segera terlewat, secara kebetulan Sasuke mengintip keluar jendela kamarnya dan secara tidak sengaja mendapati Naruto keluar dari pintu kediamannya, berjalan keluar. Dia berpakaian rapi, memegang buket bunga mawar kecil yang cantik, lengkap dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya.
Lalu dia berjalan dengan langkah cepat menjauh dari pandangan. Sasuke tahu apa yang dia lakukan. Beberapa waktu yang lalu Naruto bercerita bahwa dia berhasil mengajak seorang teman sekelas yang telah lama disukainya untuk berkencan. Tapi, siapa menduga bahwa tanggal itu adalah tepat di hari ulang tahun Sasuke?
Sasuke tidak pernah berharap bahwa perayaan kecil mereka setiap tahun akan terus berjalan seterusnya.
Dia tidak berharap.
Dia terus menekankan dalam hati.
Tapi sorot matanya yang tajam tidak benar-benar berkata demikian.
.: ~ :.
"Apa maumu, Sasuke?"
Di tengah suara-suara serangga malam yang menghuni pohon dan rerumputan, Naruto membuka suara duluan. Dia bukan orang yang tahan berlama-lama dalam keheningan. Maka dengan risiko apapun yang mungkin akan muncul, dia memilih untuk segera memecah keheningan mencekam yang ada.
Sasuke mendengarnya tepat ketika sebaris kalimat itu terlontar, meskipun suaranya sangat kecil dan susah payah. Namun keheningan yang ada membuatnya bahkan dapat dengan jelas mendengar deru napas lawan bicaranya yang tidak teratur. Dia bergeming sejenak, sebelum akhirnya menyahut, "Mungkin beberapa pukulan bisa menyadarkanmu."
Suaranya dingin, seperti biasa, tapi ada hal lain yang ditangkapnya dari nada suara itu. Meskipun Naruto tidak mampu menerjemahkannya dengan baik. "Apa maksudmu?" dia bertanya, sinis nada suaranya.
Sasuke membuang napas kuat. "Hal menjijikkan yang kau sebut dengan cinta itu telah membutakanmu."
Ekspresinya berubah kesal, Naruto lekas membalas, "Tidak ada salahnya dengan jatuh cinta."
Mendecih kesal, meskipun ekspresi itu membuat wajahnya yang terluka terasa membakar menyiksa. "Aku benci harus menjelaskannya secara terperinci karena kau tidak pernah mengerti akan makna-makna yang tersirat," dia menghela napas sejenak, "Bodoh."
Naruto menggeram. Tatapan matanya menajam.
.: ~ :.
Naruto mengikat tali sepatu sekolahnya tanpa semangat. Beberapa hari ke belakang, setiap dia datang pagi-pagi ke depan pintu rumah Sasuke untuk mengajaknya berangkat bersama, yang menyahut kemudian justru adalah Itachi yang mengatakan bahwa Sasuke telah pergi beberapa menit sebelumnya.
Padahal sebelumnya dia tidak pernah berangkat duluan, sesempit apapun waktu yang diluangkan Naruto untuk perjalanan mereka berjalan dari rumah menuju sekolah. Ketika waktu yang tersisa begitu meragukan keselamatan catatan harian mereka di sekolah, lomba lari dadakan akan diadakan Naruto secara sepihak. Siapapun pemenangnya, mereka akan sampai di depan gerbang sekolah tanpa terlambat. Berhubung mereka berdua memang sangat kompetitif.
Lalu sepatu yang tampak kusam telah selesai membalut rapi pada kedua kakinya, Naruto melangkah menuju pintu dan segera membukanya. Pemandangan matahari yang bersinar memukau di ujung timur tidak benar-benar menyita atensinya. Meskipun udara sejuk pagi menggoda sekali untuk dihirupnya dalam-dalam, dia justru menahan napasnya selama beberapa detik.
Kedua pandangan melebar sampai batas maksimal. Sasuke ada di depan rumahnya sendiri, berdiri tegak untuk segera berangkat pergi ke sekolah. Tapi Naruto tidak bisa berlari dan menghampirinya, karena surai-surai pendek merah jambu lembut telah terlebih dulu membuat kedua kakinya kaku membatu. Senyuman manis gadis itu terukir, di samping Sasuke, hanya untuknya.
.: ~ :.
"Kau sendiri jatuh cinta padanya," Naruto menggeram, menahan amarahnya yang hampir di ujung tanduk. Tenaganya telah habis, dia tidak bisa melakukan apapun lagi.
"Tidak," Sasuke berujar cepat. "Gadis itu menyukaiku dan kau menyukainya," katanya. "Maka kau marah padaku karena itu."
"Kau juga menyukainya," Naruto membalas, nada suaranya meninggi. "Meskipun aku sudah duluan meliriknya. Kau beruntung, kau sempurna, kau mendapatkan hati Sakura-chan tanpa banyak usaha!"
Sasuke menegakkan tubuhnya, membuat posisinya menjadi terduduk dengan kaki telentang, menatap wajah Naruto penuh kekesalan. "Aku tidak akan mencoba memberimu pelajaran dengan mendekati gadis itu jika saja kau tidak terlalu buta karena cinta padanya!" katanya, penuh emosi. Meskipun kenyataannya otot-otot wajahnya itu begitu menyiksa ketika digerakkan.
Naruto ikut menegakkan tubuhnya, mengikuti apa yang lawan bicaranya lakukan, kembali beradu pandang. "Apa maksudmu dengan buta? Kau yang sengaja membuatku patah hati karena kau senang melihatku tidak memiliki semua kesempurnaanmu, 'kan?!" dia mendecih. "Lalu kau ikut jatuh cinta padanya."
"Aku tidak jatuh cinta sepertimu," Sasuke membalas, tidak terima. "Aku hanya sedikit demi sedikit mulai berpikir bahwa dia menarik dan menyenangkan," akunya.
"Nah! Sakura-chan menyukaimu, kau mulai menyukainya—" Naruto membalas setengah berteriak, "—dan kau melupakanku!"
Sasuke bergeming selama sekian detik di mana dia tidak bisa mengatur napasnya dengan baik. Namun tidak lama kemudian dia menimpali, "Sadarlah bahwa kau duluan yang melakukan hal itu," dia geram.
Tidak terlalu memedulikan kata-kata Sasuke sebelumnya, Naruto mengoceh, "Ini tidak adil. Setelah semua yang kau miliki, kau bahkan merebut Sakura-chan dariku."
Sasuke menyipitkan kedua matanya, "Ketidakadilan itu bukan alasan untuk memukulku. Lagi pula, Sakura tidak sepenuhnya menyukaiku. Dia sering menceritakan sesuatu tentangmu," Sasuke selalu tidak banyak bicara. Tapi dari pada memperpanjang masalah karena Naruto tidak akan pernah mengerti dengan kata-kata singkat yang diucapkannya, dia menyerah dengan sifatnya sendiri.
Naruto menatapnya lagi, langit siang bertemu gelap malam. "Hal sesederhana itu tidak cukup untuk memengaruhiku," katanya.
Menatap tidak suka, Sasuke bergumam berkomentar, "Kau sangat keras kepala."
Hening yang merespon, Naruto tidak memilih untuk kembali menjawab secara spontan. Benar bahwa dia memang keras kepala, tapi Sasuke sendiri selalu memaksanya mengerti setiap kata singkat dan padat yang keluar dari bibirnya. Membuatnya salah paham untuk beberapa hal, maka dia akan langsung bertindak sesuai dengan persepsinya sendiri. Jadi, entahlah salah siapa.
Menghabiskan sekian menit dalam keadaan diam, Naruto tiba-tiba saja mengeluarkan tawa kecil. Sebelum akhirnya tertawaan tersebut menjadi semakin dan semakin besar. Meledak. Sasuke menatapnya seolah dia sudah gila atau semacamnya. Tentu saja, dia benar-benar terkejut.
"Kita bodoh ya," begitu yang terdengar di sela-sela tawa nyaring renyahnya.
Merasa terhina, Sasuke angkat bicara, "Tidak demikian denganku," katanya.
"Ya," Naruto menjawab, mengoreksi. "Jika kita tidak bodoh, kita tidak akan berada di tempat ini dalam keadaan sekonyol ini."
"Kau yang duluan menantangku." Dia tidak terima, tapi nada suaranya berubah sedikit lebih tenang. "Karena gadis itu."
Bergeming, Naruto tidak langsung menunjukkan reaksi apapun. Namun kemudian dia menyengir dengan senyum khas yang begitu menjengkelkan di mata Sasuke. "Maaf," katanya. "Aku hanya terlalu takut untuk kehilangan sahabat dan cinta pertamaku di saat yang bersamaan," dia menepuk-nepuk punggung Sasuke, agak keras.
Mendengarnya, tatapan Sasuke melembut. Es di dalam hatinya kembali mencair dan dia selalu benci ketika Naruto yang selalu membuatnya seperti ini. Dia menepuk pelan kepalanya sendiri, seraya bergumam, "Kau bodoh," katanya. "Jangan memelihara kebodohan itu."
Menatap heran, Naruto memiringkan kepalanya beberapa derajat. "Apa maksudmu?"
Malas menjelaskannya, Sasuke justru berkata, "Kejar gadis itu secara sehat," katanya. "Aku tahu kau masih punya kesempatan."
Dalam sekian detik, wajahnya berubah penuh semangat. Naruto menyengir, "Apa ini sebuah pernyataan perang?"
"Hn," jawab Sasuke sekenanya. Lalu tiba-tiba saja dialihkannya pandangan ke arah lain, menjauh dari lawan bicaranya. "Dan kau tahu apa yang harus kau lakukan jika tidak mau sahabatmu itu meninggalkanmu," menyembunyikan wajahnya dari Naruto, dia sebenarnya malu berat ketika mengatakan hal tersebut.
Naruto tertawa. Untungnya dia dapat menangkap kata-kata Sasuke yang satu ini. "Kau juga tidak boleh melupakan sahabatmu, Sasuke!"
Meraih pelan bahunya, Sasuke berbalik sehingga kembali mempertemukan tatapan mereka. Naruto menyengir senang dibalik wajahnya yang babak belur tidak karuan, dia mengangkat kepalan tangannya ke hadapan Sasuke, menunggu lawan bicaranya bereaksi. Sasuke mengerti, tahu apa yang harus dilakukannya. Maka dia tersenyum begitu tipis, lalu ikut mengangkat kepalan tangannya, tepat di hadapan milik Naruto.
Kedua kepalan tangan yang berbeda warna itu beradu, diwarnai kehangatan imajiner yang berkeliling menyelimuti mereka.
fin.
Halooo semuanyaaa! xD
Fanfic ini dibuat atas permintaan Chiaki 'Sha' Akera yang sebelumnya telah membuatkan saya rikues SasuKarin dengan tema cacat fisik hehehe makasihh Shachan! Ini sebagai tanda terima kasihku, aku buatkan rikues NaruSasu friendship-nyaaa :D
Ternyata ... membuat pure friendship itu nggak mudah. Saya harus mati-matian menahan diri supaya mereka berdua nggak saya bikin aneh-aneh hahaha :"D (plak) (Shachan, lo harus tahu gua hampir bikin mereka kissing waktu adegan tatap-menatap duh hancur otak ini). Dan karena Erry sudah sangat lama tidak membuat ff Naruto, saya mohon maaf atas ke-OOC-an karakterisasi di sini :")
Yah... sekian curhat di atas... kalau malas baca boleh di-skip. Tapi punten kolom review mah jangan di-skip, atuh. Minta kritik dan sarannya ya... aa teteh anu kasep jeung geulis, minna-samaaa :D
Arigatou Gozaimasu~ XD
