I Don't Even Know

Based on Korean BL Short Movie, 'One Night Only'

Kim Taehyung!Top x Jeon Jungkook!Bot

Kim Namjoon; Kim Seokjin; Minwoo

Ficlet; BL; Night Life; M

.

.

.

Jungkook, lelaki berusia dua puluh tahun itu terjaga. Membuka kedua kelopak matanya yang tertutup terpura. Bunyi detik yang berlalu, terkaver sunyi malam membuat pikirannya mengawang namun dengan pasti mengarah ke sana. Sedikit memutar untuk menatap punggung lebar dengan pinggang sempit laki-laki yang mejadi roommatenya selama beberapa minggu terakhir. Kenapa ia begitu ingin memeluk dan bersandar di sana?

Jungkook memang masih muda, tapi ia tidak senaif itu untuk salah mengartikan sebuah rasa lain yang hinggap. Entah dari atau untuk Taehyung, laki-laki yang saat ini sedang tidur di hadapannya, pada atau dari dirinya sendiri.

.

.

.

.

Helai cokelat kopinya sedikit terayun saat tertawa, pertama kali bertemu Taehyung di salah satu bar. Diperkenalkan oleh kawan baik si marga Kim, Namjoon. Keduanya terkikik geli menyaksikan Namjoon yang mabuk, meracau kalau ia diam-diam mencuri trunks milik Seokjin saat ia buang air kecil sambil mabuk minggu lalu. Konyol karena bahkan Seokjin sampai sekarang tidak sadar kalau malam itu, ia pulang hanya dengan jins biru sobeknya.

Namjoon menepuk bahu sempit Jungkook, sambil senang menyuruhnya menenggak sisa vodkanya. Meraih slokinya, mendekatkan bibir gelas pada belahnya sendiri, lalu menatap wajah Taehyung yang panas bukan main. Jungkook berandai, apakah Taehyung juga menatap kagum padanya seperti apa yang ia lakukan saat ini. Berkhayal halus bulu mata panjang itu menyapa dan menyapu inderanya dengan apik. Bermimpi akan bisa membasahi kedua belah apel Taehyung dengan kemampuan ciumannya.

"Hari ini ulangtahunku. Kau hadiahku, Jungkook,"

Maka Jungkook hanya tersenyum mengiyakan, namun matanya kaya akan syarat ketidakmauan, saat jernih netranya bertemu dengan sorot laki-laki yang mencuri perhatiannya dari detik pertama. Namjoon yang pertama kali bangkit dengan terhuyung, hampir terjatuh dari kursi bar. Berjalan tertatih, namun kembali ke titik awal saat Jungkook tidak mengikutinya.

"Kemari, Manis. Ikut aku."

Mabuk menguasai, tapi Namjoon masih cukup kuat untuk memerintah. Mungkin urusan dibawah memang tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Maka Jungkook tidak ada pilihan lain, pasrah saat dirinya ditarik dengan aura dominasi kuat menuju bilik toilet bar yang mulai berantakan. Mengepalkan kedua genggaman jarinya, saat panas dari bibir Namjoon membuat jejak di lehernya. Bunyi gemerincing kepala sabuk milik si dominan menyerang telinga Jungkook, diikuti suara tidak sabar dari retsleting celananya.

Jungkook tidak bisa mundur, karena, ia memang bertemu dengan Namjoon dengan maksud seperti ini. Situs web untuk para gay bertegur sapa untuk kopi darat lalu menghabiskan malam hingga badan meradang adalah salah satu perantara pertemuan mereka. Jungkook terhuyung saat Namjoon mendorongnya ke dalam bilik sempit yang becek tanpa menutup pintu.

Dengan mata nanar menikmati setiap keahlian Namjoon menguasai tubuh setiap submisif seperti dirinya. Terlena, ia juga pelan-pelan basah. Dengan kamera ponsel Taehyung persis berada di hadapannya. Merekam tanpa ijin. Tapi, kedua bola mata Taehyung terlihat lebih mencekam dari apapun saat ini.

.

.

.

.

Saat ini mungkin pukul enam sore, langit sudah menggelap. Ada lembayung sore yang masih cukup cerah di ufuk. Taehyung membuang sisa puntung rokok dari himpitan bibirnya, lalu menggerus kasar dengan sandalnya. Angin sore sedikit membuatnya menggigil, mengingat hanya kaus tanpa lengan yang membalut tubuhnya. Dilihatnya Jungkook yang sedang melaundri pakaiannya dan juga milik Taehyung. Bunyi pengering dari mesin cuci tidak menghalau suara bariton Taehyung yang berbisik di sisi telinga Jungkook, sambil tangannya memasukan beberapa lembar ribu won pada saku celana pendek Jungkook. "Kerja bagus malam kemarin," katanya.

Jungkook meregangkan tubuhnya lalu mendudukan dirinya di kasur queen size milik Taehyung. Melipat beberapa kaus yang sudah kering. Ia bertindak sambil melamun. Ada sesuatu yang ia inginkan, tapi entah bagaimana harus mengutarakannya. Hubungan mereka sekarang terlalu formal dan menjijikan. Bisakah Jungkook beranggapan bahwa Taehyung adalah mucikarinya?

Bunyi 'duk' pelan naik ke udara saat Jungkook menyandarkan kepalanya di dinding pintu kamar mandi. Menatap Taehyung yang ada di dalam sana sedang merias rambutnya dengan gel. Taehyung tak merasa terinterupsi sedikitpun.

"Kau kelihatan tua dengan rambut seperti itu,"

"Aku memang harus kelihatan tua, Bocah," Balas Taehyung yang sebenarnya hanya lebih tua dua tahun dari Jungkook. Ia bekerja sebagai penyalur pria murahan, tentu saja ia tidak bisa berpenampilan kasual. kemeja dan celana bahan hitam adalah kostumnya setiap malam.

Kim masih lurus menatap cermin, masih merasa tidak puas dengan tatanam rambutnya. Lalu Jungkook hanya tidak bisa menahan sebuah pertanyaan yang sudah tertahan,

"Bisakah aku mendapatkan hal lain selain uang?"

Taehyung terheran, "Apa maksudmu dengan selain uang?"

Sadar Jungkook telah salah dan terlalu pendek akal untuk bertanya, maka ia hanya menggeleng. "Ah, tidak." katanya. Hatinya menjerit, ia ingin Taehyung.

Lalu ponsel Taehyung berdering, Jungkook melihatnya berkedip karena tersimpan di sisi wastafel. "Seojoon. Seojoon itu hanya temanmu, 'kan?" tanya Jungkook saat tahu yang disebut barusan melakukan panggilan untuk Taehyung.

"Bicara apa, sih?"

Jungkook berbalik dan melenggang pergi.

.

.

.

.

Taehyung membalas pesan masuk dari situs web langganannya, untuk mencari mangsa lain. Jungkook dan Namjoon juga berada di sana, melakukan hal serupa. Ketiganya hidup seperti ini. Uang, kesenangan, making out, seks; semudah mengetik kalimat menggoda pada laki-laki di seberang layar.

Lalu ketiganya berjumpa dengan empat orang berusia empat puluh tahunan di sebuah ruang VIP di tempat karaoke. Jungkook tanpa malu maju ke tengah ruangan, memilih lagu Nobody-nya Wonder Girls. Kemejanya berayun lembut saat ia mulai menggerakan tubuhnya genit lalu bernyanyi tanpa sumbang. Tertawa kecil saat salah satu teman kencannya mendekat dan merapatkan tubuh keduanya. Berucap dengan lidah licinnya, tentang betapa indahnya Jungkook untuk menyanjung.

Taehyung menyaksikan itu dalam senyum yang tidak mengandung arti. Lalu pamit sebentar untuk mengambil mandu, camilan favorit di tempat hiburan tersebut. Bibi pemilik tempat karaoke menyajikan mandu yang dimaksud di hadapan Taehyung yang setiap malam datang ke tempat bisnisnya itu. Taehyung minta uang, lalu si Bibi menyerahkan beberapa puluh ribu won, "Bagi dua dengan Jungkook," ucapnya galak.

.

Taehyung kembali ke dalam ruangan, alunan dari lagu yang terpilih ditinggalkan. Karena beberapa dari mereka sudah saling berpangku, berciuman di sana sini. Tangan-tangan menggerayang tanpa malu ke semua tempat terjangkau. Yang paling menarik perhatian, Jungkook ada di ujung sofa, terhimpit tubuh salah satu laki-laki. Berperang lidah, Jungkook sampai berjengit karena kerepotan. Basah di semua sudut bibir, matanya terbuka menatap Taehyung yang sedang menonton dirinya.

Lalu, lagi-lagi Taehyung mengarahkan ponselnya dengan kamera yang aktif untuk merekam. Fokus pada Jungkook, yang kemudian memejamkan matanya menikmati ciuman, dengan jari-jarinya yang menggenggam erat helai hitam di hadapannya.

Taehyung berdiri mendekat, "Jungkook, cukup." ucapnya singkat lalu berusaha menjauhkan kepala si muda, memutus pagutan yang terlalu lama dan terlalu memabukkan. Tapi Jungkook lumayan bersikukuh dan tidak mau ciumannya terganggu, oh ayolah sedikit lagi. "Ayo pergi," ajaknya sambil menyuruh Jungkook berdiri. Namun laki-laki yang bersama dengan Jungkook protes, "Dia partnerku, menjauhlah!".

Taehyung meminta ijin sebentar untuk membawa Jungkook. Dan keduanya berdampingan menuju toilet, dengan jari Taehyung yang menggenggam erat pergelangan tangan Jungkook.

Taehyung menghembuskan asap rokok, berdiri di sisi kiri. Berlawanan dengan Jungkook yang sedang mengucek matanya, entah gatal atau mengantuk.

"Kau bisa buta, berhentilah."

Jungkook taat, lalu mengarahkan dirinya ke Taehyung. "Apa ciumannya begitu hebat? Kau menikmatinya?" Jungkook memicing, kenapa Taehyung harus salty seperti itu.

"Apa sih?" Jungkook terheran, agak tertawa tapi ternyata Taehyung sedang dalam mode sangat serius. Ia menatap tajam Taehyung yang juga melihatnya tanpa berkedip.

"Aku tanya. Apa ciumannya begitu hebat? Tidak mau mengakhirinya?"

Jungkook mulai mendidih, lalu menubruk tubuh Taehyung. Sedikit berjinjit dengan sneaker Vans lusuhnya, mengambil kedua rahang Taehyung untuk mengarahkan tepat kedua bibir mereka. Jungkook langsung menutup kelopak matanya di sekon pertama hidung keduanya bersentuhan. Dengan bertahap, mengecup lalu mulai melumat lembut belah apel Taehyung yang hanya diam. Mengindahkan rasa pahit dan aroma nikotin di ciuman pertama keduanya. Jungkook merasa benar tapi juga merasa begitu salah. Sikap ini menguatkan praduga, tapi juga bisa merusak kalau saja ternyata, Taehyung tidak menyukainya.

Taehyung yang pertama kali bergerak, mendorong tubuh Jungkook hingga terhuyung. Kedua bibir mereka menjauh, "Hentikan, aku tidak menginginkan ini." ucap Taehyung tanpa ragu.

Mungkin benar, Taehyung tidak menyukainya.

.

.

.

.

Sudah cukup mabuk dan kelewat lelah. Jungkook tertidur menyandarkan tubuhnya ke teman kencannya, kalau Jungkook tidak salah namanya Minwoo. Lengannya bertaut seperti tidak mau terpisah. Keduanya menyandarkan kepala seperti romantisme remaja. Taehyung datang, memisahkan lengan keduanya lalu membangunkan Jungkook. Sembari menunggu, ia meraba saku celana Minwoo. Meraih sebuah dompet lipat dari kulit ular lalu menyakukannya pada saku celananya sendiri. Kebetulan sekali, laki-laki ini cukup berduit dan begitu tidak berdayanya saat mabuk bir, pecundang.

Taehyung dengan tidak sabar memaksa Jungkook untuk sadar lalu menariknya pergi dari ruangan tersebut. Jungkook melawan karena tidak suka, lengannya sakit ditarik seperti ini, kepalanya pusing astaga. Tidak bisakah Taehyung lebih lembut sedikit.

"Lepas!"

Jungkook melawan saat mereka menuju tangga yang mengarah pada luar gedung.

"Jungkook, dengar aku dan jangan melawanㅡ

ㅡkau yang dengar dan jangan memotong ucapanku!" Jungkook marah, tidak tahu kenapa.

"Kenapa kau membawaku pergi? Aku sedang bersama orang lain dan dia akan memberikan uang untukku, untukmu juga! Tidakkah kau berpikir sikapmu ini konyol?"

"Kau mabuk, Jungkook,"

"Tidak! Aku sepenuhnya sadar. Kenapa? Apa perlu seseorang yang membutuhkanku hanya karena uang melakukan hal ini? Menghentikanku mendapatkan uang? Oh geez!"

Taehyung tidak mau meladeni Jungkook. Tidak mau dan juga ia sedang tidak ada alasan pintar untuk menjawab.

"Kau peduli padaku untuk apa? Aku dicium, ditiduri apa urusanmu?!"

Taehyung membasahi bibirnya dengan lidahnya sendiri.

"Ayo pergi," tariknya agar keduanya berhenti bertengkar dan Oh Godbisakah mereka cepat pergi karena Taehyung baru saja mengambil dompet seseorang.

Jungkook menarik lengannya, melawan untuk ikut.

"Kau bahkan tidak tahu namaku! Berhenti untuk peduli dan mari bersikap untuk tidak mencampuri urusan masing-masing!"

Taehyung ingin setuju, tapi juga ingin membantah. Benarkah ia sebaiknya tidak peduli lagi? Tapi perasaan ini sangat mengganggu. Ia tidak nyaman saat melihat Jungkook terlihat baik dengan orang lain, selain dirinya

"Kau menyukaiku ya, jangan- jangan?"

Pertanyaan seperti tuduhan dari Jungkook membuat Taehyung tidak berucap apa-apa lagi, tapi cukup menakutkan untuk membuat Jungkook akhirnya ikut keluar dan menjauh dari sana.

Baru beberapa belas meter berjalan, mereka tertangkap. Minwoo datang dan menuduh Taehyung mengambil dompetnya. Dan Taehyung tidak bisa mengelak saat Minwoo menemukan dompetnya di saku kanan Kim.

"Baik. Ambil dompetku dan Jungkook jadi milikku,"

"Tidak! Tidak boleh." Taehyung meracau.

"Aku pacarnya Jungkook."

Minwoo tertawa, Jungkook menganga.

"Baik." Minwoo tertawa sambil cegukan, "Jadi kalian bisa ku seret ke kantor polisi saat ini juga, benar? Kalian bekerja sama untuk menjadi pencuri."

.

Di tengah jalan menuju kantor polisi, di dalam taksi, Taehyung berubah pikiran dan bilang kalau ia bukanlah pacar Jungkook. Jadi ia memutuskan untuk mengambil dompet Minwoo dan menyerahkan Jungkook padanya. Taehyung diturunkan di tengah jalan dini hari, diludahi oleh Minwoo saat turun dari taksi.

Tapi itu bukanlah apa-apa. Taehyung jauh merasa lebih hina saat taksi berwarna perak itu melaju pergi, dengan Jungkook di sana yang terus menjauh, menatapnya melalui kaca belakang mobil. Sorotnya yang kecewa, membuat Taehyung sadar kalau ia sudah sangat sangat kelewatan.

.

.

.

.

Taehyung kembali ke dalam ruang karaoke, mencari Namjoon di sana untuk meminjam skuter maticnya. Ia dengan menggebu bilang mau mencari Jungkook, membuat Namjoon yang kala itu sedang memangku Seokjin mengerenyitkan dahinya. Ia barusan melihat temannya itu keluar dengan Jungkook, kenapa ia jadi mencari Jungkook?

"Sudah jangan banyak tanya!"

Taehyung mengambil kunci skuter tersebut dari saku belakang Namjoon, membuat Seokjin melenguh di pangkuan karena terganggu.

Dengan kecepatan maksimal membelah jalanan Itaewon, mencoba mencari Jungkook yang entah di bawa ke mana. Tertinggal belasan menit cukup sulit untuk melacak dan mengira ke mana taksi tersebut pergi. Dengan kalut Taehyung berbalik arah, menuju suatu tempat yang sangat terang dengan lampu neon dan orang yang berlalu-lalang. Kebanyakan ribut karena mabuk. Kriminal malam hari.

Ia membuka pintu kaca dan langsung menghampiri meja terdekat, "Aku mau membuat laporan orang hilang. Tolonglah,"

Petugas berseragam yang berjaga saat itu meminta Taehyung untuk tenang, "Bisakah kau sebutkan ciri-cirinya dengan detil? Kapan kau sadar ia hilang?"

"U-uum ia laki-laki berusia dua puluh tahun, kulitnya putih, rambutnya kecokelatan dengan poni sampai alis. Matanya bulat, tingginya u-uh sekitar 177 sentimeterㅡ

ㅡnamanya?"

Taehyung terdiam sebentar, kenapa pertanyaan semudah itu membuat dirinya menggelung ketakutan. Lalu ia menjawab ragu "J-Jungkook. Namanya Jungkook. Dia bilang namanya Jungkook."

"Marganya?" Taehyung menggeleng. "Oh ayolah Tuan, kau pikir ada berapa orang bernama Jungkook se-Korea ini? Tolong isi saja dulu formulirnya,"

Taehyung sadar. Seketika saat itu juga. Ia tidak tahu marga Jungkook, tidak tahu apakah nama Jungkook benar-benar Jungkook atau bukan. Alamatnya, latar belakangnya, keluarganya, oh apapun itu Taehyung tidak tahu.

Dan ia juga tidak tahu, apakah setiap rasa kesalnya melihat Jungkook bersama orang lain ini merupakan sebuah luapan cemburu. Ia tidak pernah tahu apa itu cemburu, apa itu suka, apa itu sayang. Ia mempertanyakan keanehan di hatinya sendiri pada Jungkook. Jadi, Taehyung hanya pulang, menggosok giginya lalu berencana pergi tidur.

Menyadari ketiadaan seseorang yang selalu tidur disisinya, ia akhirnya menangis. Tidak, ia tidak butuh Jungkook demi uang. Ia butuh Jungkook, demi dirinya sendiri.

.

.

.

I don't even know your name. But now i know what love is.

.

.

.

FIN