Brother Complex

Disclaimer: Semua karakter dari anime "Naruto" bukan milik saya, saya hanya meminjamnya saja.

Main Cast: Naruto .U.

Pair: Naruto x Naruko x ?

Summary:

Naruto tak pernah mengetahui jika kakaknya itu memiliki sifat 'Brother Complex' terhadapnya, tapi semakin hari batasan antara kakak dan adik itu seolah diterobos oleh kakaknya. Ditambah Ketua OSIS Tsundere yang diam-diam jatuh hati padanya. Dirinya tak pernah tahu apa yang akan terjadi padanya seterusnya?

Warning: Author Newbie, Abal-abal, GaJe, Typo(s), Miss Typo(s), Lime(?), Lemon(saya pikir-pikir dulu), Incest, Alternative Universe, Slice of Life, Read 'n Review, Not Like It? Please press 'Back' button.

Chapter 1

"Uhhh..."

Helaan napas pasrah keluar dari mulut remaja tanggung yang tidur terlentang di atas ranjang kesayangannya, bola matanya sesekali menerawang ke atas langit-langit kamarnya dimana sebagian sinar matahari sudah mulai menyebar ke dalam ruangan kamarnya.

Lalu, bola matanya bergulir kearah kanannya dimana jam weker yang terletak di atas nakasnya itu terus berdering nyaring menunggu 'Pemiliknya' menghentikan suara deringan tersebut. Dengan sedikit usaha, tangan kanan remaja itu berusaha mencapai bagian puncak jam wekernya agar dirinya bisa menghentikan deringan dari jam weker tersebut.

Ting!

Dia tersenyum senang ketika tangan kanannya itu bisa menghentikan deringan nyaring dari jam wekernya, bola mata seindah batu safir itu bergulir kembali menatap seonggok tubuh yang membuatnya tak bisa bebas bergerak kemana-mana. Seonggok tubuh itu menindih tubuhnya seolah tubuhnya itu adalah bantalan empuk yang nyaman ditiduri dan pemilik tubuh itu masih tidur dengan nyenyaknya.

"Kebiasaan Naruko-nee memang tak bisa berubah ya," gumam remaja pirang itu dengan senyum kecil terkulum di bibirnya. Melihat wajah nyaman milik kakaknya membuatnya tak tega membangunkannya, tetapi mereka juga masih seorang pelajar, mereka sudah harus berada di sekolah sebelum jam 8.

*touch*

*touch*

"Naruko-nee, bangunlah. Ini sudah pagi. Tidak biasanya kau yang terlambat bangun," ucapnya sambil menyentuh salah satu pipi kakak perempuannya itu dengan lembut beberapa kali agar perempuan itu membuka matanya.

"Mmmhh..."

Naruto sendiri sudah menghentikan sentuhannya pada pipi kakaknya itu setelah mendapatkan balasan erangan pelan darinya, dia bisa merasakan kepala sang kakak mulai bergerak diatas dada bidangnya. Jika dilihat-lihat dengan seksama, tingkah kakaknya bangun tidur mirip sekali anak kecil.

"Naru... Jam berapa sekarang?" tanya perempuan itu yang masih dalam keadaan setengah sadar lalu mengangkat kepalanya dan menatap wajah adiknya yang sudah tersenyum kecil padanya, dia sama sekali tak memperdulikan posisinya sekarang ini.

Naruto hanya tersenyum maklum mendengar pertanyaan dari kakaknya "Jam 6.30, Naruko-nee. Sepertinya untuk hari ini, aku yang bangun terlebih dahulu darimu," jawab Naruto dengan tenang dan santai.

"Eh?!"

Kedua kelopak mata Naruko terbelalak sempurna ketika mendapatkan jawaban yang diberikan oleh adiknya, dengan spontan, dia menegakan tubuhnya hingga menduduki perut adiknya. Baru kali ini dirinya terlambat bangun tidur dan biasanya dirinyalah yang membangunkan Naruto, tapi sekarang malah sebaliknya.

"M-maafkan aku, Naru. Aku terlalu nyenyak tidur karena kelelahan, masih untung ada Naru yang membangunkanku," ucap Naruko yang langsung menyadari kesalahannya karena biasanya dirinya sendiri yang melakukan apa yang dilakukan oleh Naruto barusan.

"Tak apa-apa, Naruko-nee. Aku memakluminya," timpal Naruto yang masih terlihat tenang, tapi penampilan pakaian yang dipakai kakaknya ketika tidur sangat mengganggu matanya. Bagaimana tidak? Pakaian berkain tipis dari dada bagian atas hingga mencapai bagian bokongnya serta ia yakin jika kakaknya itu memakai bra sebagai lapisan dalamnya dan hanya disusul dengan celana dalam berwarna kuning. Itu sangat menarik perhatian menurutnya.

"...Dan, jarang-jarang pula aku melihat wajah Naruko-nee ketika tidur. Terlihat sangat imut menurutku," ucap Naruto yang sebenarnya berusaha mengalihkan perhatian kakaknya agar dia tak mengetahui jika dirinya memperhatikan tubuh kakaknya beberapa detik yang lalu.

*blush*

Semburat merah tipis tercipta di kedua pipi milik Naruko ketika mendengar pujian dari adiknya sendiri, biasanya dirinya yang akan memperhatikan wajah Naruto terlebih dahulu sebelum membangunkannya dan tak jarang dirinya sering meraba-raba wajah adiknya itu. Tapi sekarang malah sebaliknya, lalu apa yang dilakukan oleh Naruto ketika dirinya tidur tadi?

"B-begitukah menurutmu, Naru?" tanya Naruko dengan nada bicara yang sedikit tergagap, dia terlalu senang mendengar pujian dari adiknya sehingga tak tahu bagaimana mengontrol mulutnya untuk bisa berbicara.

Naruto hanya menganggukan kepalanya sebagai respon dan hanya itu yang bisa ia lakukan, itu memang kenyataan baginya, dia tak bisa menyangkalnya barang sedikitpun. Tapi dirinya tak pernah memikirkan respon yang akan dia dapat setelah mengatakan hal seperti itu.

Grep!

Naruto sedikit kaget saat sang kakak kembali merebahkan tubuh diatasnya kembali, dia bisa merasakan deru napas sang kakak di leher sebelah kirinya memberikan sensasi merinding dan aneh baginya.

"Jadi, Naru senang tidur bersama kakakmu ini, hm?"

Baru saja ia ingin berbicara, kakaknya sudah melayangkan pertanyaan aneh seperti itu kepadanya. Dia hanya bisa tertawa pelan karena tak tahu harus menjawab apa sekarang "Si-siapapun pasti senang bisa tidur bersama kakaknya, tapi k-kita juga harus ingat usia. Kita bukan anak kecil lagi, seharusnya Naruko-nee tidur di kamarmu sendiri," jawab Naruto sedikit tergagap.

"Hmm... Begitukah? Tapi jika aku tidur di kamarku sendiri, aku malah akan kesepian. Setidaknya jika aku tidur disini, aku punya 'Guling Hidup' yang bisa kupeluk sepuasnya," ujar perempuan itu sambil memperhatikan adiknya dengan saling berhadapan wajah, jarak bukanlah sesuatu yang mengganggu baginya.

Naruto ingin sekali menyingkir dari hadapan wajah sang kakak, tapi seperti sudah direncanakan, tubuhnya seolah dikunci oleh tubuh kakaknya agar tidak bisa bergerak kemana-mana. Bisa dibilang jika kakaknya ini bisa membaca pikiran serta rencana yang ada di dalam otak adiknya.

Naruto memalingkan wajahnya kesamping agar kakaknya tidak mengetahui jika wajahnya sudah memerah karena malu karena terus diperhatikan kakaknya "Tapi setidaknya berpikirlah dewasa, Naruko-nee 'kan sudah masuk SMA bahkan akan naik ke kelas 2, ya 'kan?" kakaknya ini memang memiliki kepribadian beragam yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala.

Kedua tangan halus nan lentik itu mulai terulur kearah wajah Naruto lalu menghadapkan mukanya kembali hingga pandangan mereka saling bertemu, ini semua seolah menjadi kebiasaan sehari-harinya "Meskipun kita ini sudah dewasa, tapi bagiku, Naru tetaplah adik kecil bagiku," ucap sang kakak yang mulai mendekatkan wajahnya kearah wajah Naruto.

Chup~

Tubuh remaja laki-laki itu langsung menegang ketika merasakan bibirnya sudah ditempeli bibir milik Naruko. Manis, hangat dan nikmat bisa dia rasakan setiap kali bibir kakaknya itu menempel dengan bibirnya, dia bisa merasakan jika bibir kakaknya mulai menghisap bibirnya seolah ingin mengecap rasa dari rongga mulutnya.

Mau tak mau, lidah Naruto mulai bergerak untuk memberikan perlawanan terhadap apa yang dilakukan oleh Naruko. Tapi na'as baginya, benda lunak milik kakaknya juga menyambut perlawanan dari lidahnya. Kedua lidah tak bertulang itu saling membelit dan saling mendorong satu sama lain, seolah mulai menikmati apa yang terjadi sekarang.

"Muuccppphh... Mmpppphhnn..."

Lidah yang saling bergelut satu sama lain ditambah dengan saliva yang tercampur membuat suasana kamar itu hanya dipenuhi dengan decakan lidah saja, keduanya sama-sama menikmati sampai-sampai mereka berdua menutup mata untuk mendapatkan sensasi yang lebih.

*touch*

"Mhhhnnn..."

Naruko sedikit melenguh dalam ciumannya saat benda tumpul tiba-tiba saja menyentuh celana dalamnya di bawah sana, seringai kecil tercetak jelas di bibirnya yang sedang menikmati bibir milik Naruto. Perlahan tapi pasti, dia mulai menggerakan pinggulnya hingga benda keras itu menggesek celana dalamnya dan terus seperti itu.

Dia sangat menikmati apa yang sedang mereka lakukan sekarang bahkan dia tak memperdulikan batasan mereka sebagai adik dan kakak, ini memang hubungan terlarang tetapi jantungnya terus berdebar-debar jika berada di dekat adiknya. Dengan kata lain, dia memiliki perasaan kepada adiknya. Bukan layaknya saudara, melainkan sebagai lawan jenisnya.

Sret~

Naruto membangkitkan tubuhnya hingga terduduk di atas ranjangnya sendiri dengan bibirnya yang masih menyatu dengan milik Naruko, kedua tangannya memegang pinggang kakaknya agar pinggul itu tak bisa digerakan kembali. Dengan sangat terpaksa, dia harus melepaskan ciuman panas ini sekarang juga.

"Mmppuaah... N-nee-chan...," panggilnya setelah berhasil melepaskan ciuman panas itu dan menatap Naruko dengan lekat, tak memperdulikan jika wajahnya sudah memerah bak tomat yang sudah masak. Dirinya bahkan tertegun ketika melihat wajah kakaknya yang begitu cantik dengan rona merah di masing-masing pipinya ditambah tatapan matanya yang berubah menjadi sayu seolah menghipnotis dirinya.

'Tidak, tidak!' kepalanya menggeleng pelan berusaha menghilangkan pikiran-pikiran aneh yang sempat bersarang di otaknya, dia kembali menatap wajah Naruko yang masih sama seperti sebelumnya.

"S-sebaiknya kita bersiap-siap saja, jika tidak kita bisa terlambat pergi ke sekolah," ucap Naruto yang berhasil mengutarakan perkataannya dengan kedua tangannya memegang masing-masing pundak mulus milik kakaknya menjaga jarak antara tubuh mereka berdua.

"Ara~ Naru sama sekali tak asyik deh, aku 'kan masih mau menikmatinya," ujar Naruko yang mengusap bibirnya yang basah dengan saliva itu menggunakan punggung tangan "...tapi terima kasih atas 'Morning Kiss'nya ya, Naru," sambungnya diiringi senyuman manisnya.

Naruto hanya bisa menganggukan kepalanya ketika melihat reaksi senang sang kakak yang berhasil menciumnya, hembusan napas pelan keluar dari mulutnya, terkadang sifat kekanak-kanakan yang dimiliki kakaknya itu selalu membuatnya menepuk jidatnya sendiri. Meskipun Naruko itu satu tahun lebih tua darinya, sifatnya selalu saja membuat Naruto geleng-geleng kepala.

"Naruko-nee, tubuhmu berat sekali, tahu," ujar Naruto agar kakaknya itu menyingkir dari atas tubuhnya dan sangat tak enak juga jika benda mengeras yang ada di dalam celananya terus tertekan tubuh Naruko, dia sebentar lagi bisa merasakan bagaimana masa depannya hancur.

Naruko tersenyum setelah mendengar perkataan Naruto dan sedikit mengangkat tubuhnya kemudian menopangnya menggunakan lututnya "Lalu Naru ingin sarapan apa pagi ini? Ramen Spesial atau Nee-chan-mu sendiri, ne?" tanya Naruko dengan nada menggoda.

Brak!

Dalam sekejap mata, Naruko baru menyadari jika adiknya itu sudah menghilang dari hadapannya setelah dirinya melancarkan godaannya kemudian mulai terkikik karena prilaku Naruto tadi "Sampai kapan kau akan menolaknya, Naru? ," gumamnya sambil memperhatikan pintu kamar mandi yang Naruto tempati sudah tertutup dengan rapat, kemudian dirinya mulai membereskan tempat tidur yang ditempati oleh dirinya dan Naruto.

"Bahkan aroma tubuhnya membuatku sangat nyaman."

-0-0-0-

Namaku Naruto, lebih lengkapnya lagi Namikaze Naruto.

Dan sekarang... aku berada di kamar mandi seolah tempat itu adalah tempat yang aman dari kakakku yang tingkahnya semakin hari semakin ganas saja terhadapku, aku tahu jika Naruko-nee itu sangat sayang padaku tetapi sifat menggodanya itu terkadang sangat menggangguku, tak peduli itu di tempat yang ramai atau sepi seperti tadi.

Aku hanya bisa tersenyum kecil sambil menyandarkan punggungku pada pintu kamar mandi yang tentunya sudah kukunci rapat-rapat agar Naruko-nee tidak masuk seenaknya ke dalamnya, tapi setidaknya aku sangat beruntung bisa memiliki kakak seperti Naruko-nee.

Aku menegakan tubuhku dari sandaran pintu yang ada di belakangku itu, kedua tanganku perlahan-lahan membuka kaos putih yang kupakai lalu menggantungkannya tepat digantungan pakaian yang menempel di pintu. Disusul dengan bagian pakaianku yang lainnya hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku.

Perlahan-lahan kakiku melangkah tepat di bawah shower yang agak jauh dari tempat berdiriku tadi, mungkin dengan sedikit air hangat tubuhku pasti tidak akan kedinginan lagi. Tangan kananku meraih kran shower tersebut lalu memutarnya searah jarum jam, dengan kata lain putaran itu untuk mengeluarkan air hangat.

Cres!

Aku hanya bisa mengehela napas nikmat setelah merasakan air hangat itu membasuh tubuhku yang kedinginan itu, aku bisa merasakan dengan air tersebut suhu tubuhku bisa kembali pada suhu stabilnya. Tentu saja, ini menjadi kenikmatan bagi diriku sendiri.

Selain membuat tubuhku segar, otot-ototku yang sempat kaku karena tidur semalaman mulai mendapatkan ketenangannya kembali. Aku berusaha menikmati apa yang sedang kurasakan saat ini, aku hanya bisa mendengar suara gemericik air dan...

"Na~ Ru~..."

*Gyut*

Aku langsung terkesiap di tempat, seluruh tubuhku menegang sempurna bahkan bulu kudukku berdiri seperti saat melihat jumpscare dari film horor yang pernah kulihat. Dua bongkahan kenyal dan berisi menggesek punggung lebarku dengan perlahan, aku yakin mulutku sudah seperti ikan yang kekeringan yang membutuhkan air. Aku tak bisa mengeluarkan suara apapun saat ini.

"Kenapa kau langsung lari tadi? Dan kenapa kau tak mengajak kakakmu ini jika ingin mandi?"

Suara itu...

Tangan putih mulus yang memeluk bagian diafragmaku itu...

"B-bagaimana Naruko-nee... b-bisa masuk kesini? A-aku 'kan su-sudah menguncinya."

Aku mendengar cekikikan pelan dari belakangku, dia pasti menertawakan cara bicaraku yang tergagap itu. Jika aku sudah gugup, malu ataupun takut, itu semua bisa saja terjadi. Aku sebenarnya ingin menoleh ke belakang untuk melihatnya, tapi keberanianku ciut begitu saja setelah mengetahui jika perempuan itu pasti tak memakai sehelai benang apapun di tubuhnya.

"Senang rasanya Naru bertanya seperti itu," jawabnya setelah menyelesaikan tawanya, pelukannya terasa makin erat mendorong benda kenyal itu terhimpit di belakang punggungku tapi aku masih penasaran dengan jawabannya "Aku memiliki tiga kunci cadangan, yang pertama kunci rumah ini, yang kedua kunci kamarmu dan yang ketiga... tentu saja kunci kamar mandimu."

APA?! Apa dia serius dengan apa yang dikatakannya barusan? Itu sudah berlebihan sekali, menduplikat kunci kamar pribadiku beserta dengan kamar mandinya. Apa yang Naruko-nee inginkan sebenarnya?

"Ternyata Naru sudah besar ya."

Aku hanya bisa tertegun mendengar perkataannya barusan, nada bicaranya sangat berbeda dari yang sebelumnya "Bahkan tinggi badanmu sudah lebih tinggi daripada tinggi badan kakakmu ini, tubuhmu juga sudah berisi dan penuh otot seperti ini. Sangat berbeda sekali dengan yang dulu."

Aku tersenyum kecil mendengar perkataan dari Naruko-nee yang selanjutnya, dulu aku memiliki kondisi tubuh dari kebalikan dengan pujian yang baru saja Naruko-nee katakan. Tentu saja aku sangat senang mendengarnya, apalagi dari mulut kakakku sendiri.

"Ini juga berkat Naruko-nee yang terus mengurusku dengan begitu baik, memasak masakan yang enak dan juga bergizi untukku. Jadi, aku juga harus melakukan sesuatu untuk Nee-chan. Aku sengaja menambah porsi olahragaku dan berlatih bela diri agar aku bisa melindungi Naruko-nee kapanpun dan dimanapun," jelasku.

Sebagai laki-laki, aku juga harus bisa melindungi anggota keluarga yang lainnya meskipun yang kupunya sekarang hanya Naruko-nee saja. Setidaknya hanya itu saja yang bisa kulakukan untuk Nee-chan.

"Benarkah, Naru?"

Kepalaku mengangguk pelan ketika mendengar pertanyaan dari Naruko-nee "Ya, karena hanya Naruko-nee saja yang kumiliki saat ini," jawabku dengan penuh keyakinan.

"Humm..." aku bisa merasakan jika kepala dan helaian rambut milik Naruko-nee menyentuh punggung atasku seperti sedang menikmati posisinya kali ini "Bisakah Naru berjanji satu hal kepada kakakmu ini?" pintanya dengan nada penuh harap.

"Memangnya janji seperti apa?" aku juga sempat bingung dengan apa yang dikatakan oleh Nee-chan barusan, tapi aku bisa merasakan bagaimana kedua tangannya berpindah ke bahuku lalu memaksaku untuk berbalik badan hingga saling berhadapan dengannya.

"N-nee-chan?!" aku hanya terkesiap merasakan apa yang dilakukannya dan langsung memalingkan wajahku agar tidak langsung melihat tubuhnya yang sempat aku lihat memang tak ditutupi oleh apapun, aku yakin jika wajahku sudah layaknya kepiting rebus yang terlalu matang.

Sret!

Dapat kurasakan kedua tangan putih halus nan lentik itu mendarat di kedua pipiku dimana terdapat tiga goresan tipis disana sambil berusaha mengarahkan wajahku agar menatapnya, tapi entah kenapa aku merasa senang ketika melihat ekspresi serta senyum manis yang terukir di wajahnya saat ini. Itulah yang ingin aku lindungi darinya.

"Bisakah Naru berjanji untuk tidak meninggalkanku apapun yang terjadi?" tanyanya sambil mengusap salah satu pipiku, itu sangat nyaman sekali untukku.

"I-itu sudah pasti, Naruko-nee. Aku tak akan pernah meninggalkan Nee-chan sampai kapanpun atau apapun yang terjadi nantinya, setidaknya sampai Nee-chan memiliki seseorang untuk menjaga Naruko-nee maka tugasku sebagai adikmu sudah selesai," jawabku yang kuakhiri dengan cengiran lebarku.

Ekspresinya berubah seketika, wajahnya masih terlihat sangat manis walaupun sedang cemberut seperti itu ditambah kedua pipinya yang mengembung seperti balon itu. Apa aku mengatakan hal yang salah hingga dia terlihat kesal seperti itu?

"Aku 'kan hanya milik Naru seorang, jadi jangan berkata seperti itu lagi. Naru akan tetap menjadi adikku yang paling kusayang dan terus selamanya akan menjagaku, ya 'kan?" ucapnya dengan ekspresinya yang masih sama seperti sebelumnya.

Aku hanya menggaruk kepala bagian belakangku dengan tawa hambar keluar dari mulutku "Yah, mungkin seperti itu, Nee-chan."

"Nah, sekarang...," tatapanku padanya berubah menjadi tatapan bingung ketika mendengar perkataannya lalu mengambil botol sabun yang terletak tak jauh dari tempat kami berdiri, salah satu tangannya mengadah dan tangannya yang lain menekan kepala botol tersebut kemudian menuangkannya lumayan banyak diatas telapak tangannya tadi.

"Bagaimana kalau kita saling menyabuni? Aku akan menyabuni tubuh Naru dan nanti Naru akan menyabuni tubuhku juga..."

Mulutku hanya bisa ternganga mendengar apa yang baru saja Naruko-nee katakan, kulihat Naruko-nee mulai menyebar-ratakan sabun yang ada di telapak tangannya tepat di seluruh bagian dadanya yang lumayan besar itu. Apa dia serius ingin melakukan semua itu padaku?

"...dan sekarang aku akan menyabuni tubuhmu, tentu saja dengan teknik rahasiaku," ucapnya dengan nada menggoda diiringi salah satu matanya yang berkedip.

Apakah ini akhir dari keperjakaanku? Tak mungkin jika harus hilang karena kakakku sendiri...

[To Be Continued...]

Akhirnya bisa publish juga setelah sekian lama file ini tersimpan di laptop saya...

Maafkan saya kalau dalam chapter permulaan ini sangat sedikit, tapi seperti biasa chapter depan pasti akan saya perpanjang lagi.

Bagaimana dengan ceritanya? Apa menghibur? Apa Incest-nya terasa? Apa Lime-nya masih kurang? Atau apa Naruko-nya kurang agresif? Ya, semoga kalian bisa menikmatinya dan tentu saja memberi saya kritik dan saran untuk ke depannya.

Terima kasih juga telah membaca cerita saya ini, review-nya sangat ditunggu sekali.