Note :
Hai readers! Aku kembali lagi dengan fict dari Detective Conan / Case Closed karya Aoyama Gosho. Silahkan membaca dan berikan review!
Pairing :
Shiho Miyano x Shinichi Kudo x Ran Mouri
Warning :
Di cerita ini, Shinichi dan Ran tidak saling mengenal. Juga tidak ada ingatan tentang tubuh Shinichi dan Shiho yang menyusut menjadi anak SD.
Chapter 1 : The Person
Halaman sekolah pagi itu dipenuhi dengan murid-murid yang berbaris menghadap ke arah satu titik, tiang bendera. Ya, saat itu sedang dilaksanakan upacara di SMA Teitan. Upacara kali itu berjalan cukup khidmad. Semua murid berdiri rapi dengan setelan seragam hari Senin mereka. Murid laki-laki berbaris di bagian depan, sedangkan untuk siswi mengikuti di belakangnya. Di barisan paling ujung, dimana kelas XI berbaris, Ran terlihat gusar dan pucat. Wajah putihnya kini berubah seperti warna mayat, pucat pasi. Keringat dingin terus mengucur dari dahinya. Sesekali diusapnya keringat itu menggunakan tangan kanannya.
"Ran, kamu sakit?" Tanya Sonoko yang berbaris di samping kiri Ran. Gadis itu menengok sekilas.
"Enggak." Jawabnya singkat, lalu memalingkan wajahnya kembali ke depan. Sonoko mengenal Ran cukup lama, jadi Ia tahu kapan gadis itu berkata jujur, dan kapan berbohong. Sonoko mengedarkan pandangannya ke belakang barisan, mencari petugas kesehatan yang bertugas hari itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri ada seorang siswa yang memakai rompi petugas kesehatan. Siswa itu berdiri di bawah pohon dan menatap lurus ke depan. Sonoko mengenalnya, siswa itu bernama Shinichi Kudo, kelasnya tepat berada di sebelah kelas mereka.
"Sstt.. Kudo!" Panggil Sonoko dengan suara berbisik. Namun Shinichi tetap menatap lurus ke arah mimbar upacara. Sonoko terus mengulangi panggilannya tanpa harus menarik perhatian siswa lainnya. Akhirnya dengan sedikit usaha Sonoko dari berbisik sampai melambaikan tangan, Shinichi menoleh ke arahnya.
"Sini!" Sonoko member isyarat agar Shinichi datang mendekat.
"Aku?" Balas pria itu dengan menunjuk dirinya sendiri. Sonoko mengangguk pasti. Pria itu segera berjalan menuju barisan kelas Sonoko dan Ran berada. Begitu berdiri di samping Sonoko, Shinichi berbisik pelan. "Kenapa? Mau pingsan?"
"Bukan aku, tapi temen di sampingku," Sonoko melirik sekilas Ran, gadis itu kini menundukkan kepalanya. Keringat di wajahnya semakin banyak dan bibirnya semakin pucat. "Kau siap-siap di sini aja. Mungkin bentar lagi dia pingsan," Sonoko kembali berbisik. Shinichi hanya mengangguk mengerti, dia memposisikan diri tak jauh di belakang Ran.
Sial.. aku nggak kuat lagi. Lama banget upacaranya..
Ran mengusap keringat yang jatuh di pipinya untuk kesekian kalinya. Pandangannya semakin tidak fokus, kakinya gemetar, tidak sanggup menopang tubuhnya lebih lama. Benar saja, tak lama kemudian tubuhnya limbung ke belakang. Dengan sigap Shinichi menangkap tubuh Ran dan membawanya ke UKS.
"PMR bantuin!" Teriak Shinichi begitu sampai di UKS. Ditidurkannya Ran di salah satu tempat tidur UKS. Dengan sigap Shinichi melepas sepatu gadis itu, mengendurkan dasi, dan ikat pinggang Ran. Seorang petugas UKS datang menghampiri dengan membawa segelas teh hangat di tangan kiri dan botol minyak kayu putih di tangan kanannya.
"Biar aku yang urus," Shiho, petugas PMR tadi berusaha membangunkan Ran.
"Oke, thanks," Pria itu berbalik dan meninggalkan ruangan UKS. Begitu kakinya melangkah kembali ke lapangan, beberapa teman PMR nya datang menghampiri dengan wajah antusias.
"Tadi siapa yang kamu bawa ke UKS, Kudo?"
"Tadi? Nggak tau, nggak kenal," Shinichi cuek dan terus berjalan meninggalkan temannya.
"Eh bentar, jangan kabur begitu aja dong! Masa' nggak kenal dia?" Heiji merangkul Shinichi dari belakang. Pria itu akhirnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Heiji.
"Najis pegang-pegang! Aku nggak homo," Shinichi menyingkirkan tangan Heiji dari pundaknya. Seketika itu juga Heiji tertawa. "Sstt.. lagi upacara bego!" Shinichi menutup mulut Heiji menggunakan daun kering yang didapatnya. Beberapa orang yang berbaris tak jauh dari mereka menatap keduanya ingin tahu.
"Sori.. dia kumat," Shinichi menggaruk kepalanya dan sedikit membungkuk meminta maaf. "Baka!" Shinichi menoyor kepala teman kelasnya itu. Heiji hanya memasang senyum tak berdosa.
"Kau juga, sejak kapan aku doyan pria sepertimu, Kudo!" Heiji balas menoyor kepala Shinichi. "Bener kamu nggak tahu cewek tadi siapa?" Heiji kembali menanyakan hal yang sama. Shinichi menggeleng pasti. Pria itu memang cukup cuek dengan keadaan sekitarnya. Hanya segelintir orang-orang yang dia kenal, namun hampir seluruh sekolah ini mengenal sosok Shinichi. Tak lain karena sikapnya yang cuek, terutama kepada lawan jenis, dan juga karena prestasi di bidang olahraga sepak bola dan pelajaran umum. SMA Teitan berhasil menyabet piala kejuaraan provinsi karena bantuan Shinichi yang saat itu menjadi kapten tim.
"Wah cupu! Masa nggak kenal sama tuh cewek?" Heiji merendahkan nada suaranya agar tidak ada yang mendengar selain Shinichi.
"Kagak, aku udah bilang tiga kali,"
"Oh.. yaudah. Untung kagak kenal. Buruan tugas lagi sono! Malah ngajakin ngobrol," Heiji mendorong bahu Shinichi agar menjauh. Shinichi mengangkat sebelah alisnya, menatap heran ke arah temannya itu.
"Gila beneran," Ucap pria itu. Heiji hanya menyunggingkan senyumnya dan berjalan kembali menuju UKS.
-Ran POV-
Langit-langit plafond warna putih, dinding putih, tirai putih, dan bau obat-obatan. Tidak salah lagi, aku berada di ruang kesehatan. Tapi bagaimana aku bisa pindah ke tempat ini? Hal terakhir yang kuingat adalah upacara pagi tadi. Apa aku pingsan?
"Udah bangun?" Seorang siswa yang memakai rompi petugas kesehatan datang menghampiri. Aku tidak mengenal siswa ini. Tapi sepertinya dia satu angkatan denganku.
"Ini UKS?" Kutegakkan punggungku dan bersandar pada bantal.
"Iya. Kamu tadi pingsan." Siswa itu mengambil kursi dan duduk di samping tempat tidurku.
"Pingsan?"
"Nggak inget ya?" Kugelengkan kepalaku pelan. "Aku Shinichi Kudo, XI-2," Shinichi mengulurkan tangannya.
"Oh.. anak sebelah?" Gumamku menatap tangan Shinichi yang masih terulur.
"Kau mengenaliku?"
"Enggak," Jawabku cepat.
"Yaudah kenalan dulu," Shinichi mengangkat tangannya lebih tinggi.
"Ran Mouri, XI-1," Kusambut uluran tangan itu. "Tadi siapa yang bawa aku ke sini?"
"Aku," Jawab siswa itu. Aku masih diam menunggu kelanjutan jawabanya, namun dia diam.
"Terus?" Tanyaku lagi.
"Yaudah, apanya yang terus?" Shinichi berdiri dari duduknya. "Aku sendirian yang bawa kamu ke sini tadi," Kalimat terakhirnya membuatku diam terpaku. Hanya dia? Tadi aku dibawa seorang diri ke tempat ini? Seingatku jarak UKS dan tempatku berbaris tadi cukup jauh.
"Hei.. kenapa melamun? Kesambet lho," Shinichi berjalan menuju jendela di sisi kanan ruangan ini. Pandangannya tertuju ke arah lapangan bola di luar. Dia tersenyum saat seorang murid berhasil menendang bola ke gawang.
"Hei Kudo!" Panggil sebuah suara wanita dari pintu masuk UKS. "Waktu piketmu sudah habis, sebaiknya kau kembali ke pelajaran. Aku akan mengantikanmu." Ucap gadis itu.
"Oh.." Shinichi mengangkat jam tangan di lengan kirinya. "Cepat sekali waktunya. Oke aku tinggal ya. Tolong titip dia, Ho." Shinichi melirik sekilas ke arah Ran. Pria itu berjalan melewati Shiho yang masih berdiri di ambang pintu.
"Pasti. Tenang saja," Shiho mengikuti arah pergi Shinichi dan tersenyum padanya.
"Permisi.." Panggilku kepada gadis itu. Rasanya aku pernah mengenal dia, tapi dimana dan kapan? Rambut coklat sebahu, sorot mata yang dingin, juga suaranya yang sangat khas.
"Ya? Ada sesuatu yang kamu minta?" Gadis itu menutup pintu UKS dan berjalan mendekati tempat tidurku.
"Emm.. aku Ran Mouri, siapa namamu?" Kuulurkan tangan kananku.
"Oh.. Shiho Miyano," Ucap gadis itu singkat.
Shiho Miyano? Shiho, sepertinya aku pernah mendengar nama ini sebelumnya. Tapi dimana? Pikiranku terus berputar dengan satu nama itu.
"Kau lupa denganku, Mouri-san?" Shiho duduk di tepi tampat tidur menghadapku. Dia tersenyum dan tatapannya tak lepas sedikitpun dariku.
"Panggil saja aku Ran,"
"Oh baiklah, Ran. Apakah kau masih mengenaliku?" Tanya gadis itu lagi.
"Aku lupa. Tapi sepertinya aku memang mengenalmu," Sekali lagi kucoba memutar otakku mencari data tentang Shiho Miyano. Siapa dia?
"Oh tentu saja kau lupa. Kita hanya baru bertemu satu kali." Shiho kembali tersenyum. "Di pertandingan sepak bola sekolah ini. Waktu itu Ayahmu tidak sengaja menabrakku dengan mobilnya, hingga aku tidak bisa menonton pertandingan itu." Shiho menunduk.
"Pertandingan sepak bola?" Kuputar otakku sekali lagi. Benar saja, ternyata memang dia. Shiho Miyano yang musim panas tahun lalu tertabrak mobil Ayah di tempat parkir.
"Ingat?" Shiho kembali mengangkat kepalanya menatapku.
"I-iya.. aku ingat. Maafkan aku waktu itu."
"Maaf? Kau sudah mengatakannya berulang kali setelah kejadian itu di rumah sakit. Tapi itu semua tidak bisa mengembalikan keadaan." Shiho berdiri dari duduknya dan berjalan menuju jendela UKS. "Tahukah kau? Kejadian itu benar-benar membuatku sedih. Memang tidak ada luka yang berarti. Tapi.. hatiku benar-benar hancur karenanya," Pandangan Shiho tertuju jauh keluar jendela. Bayangan kejadian tahun lalu yang telah Ia lupakan, kembali berkelebat di pikirannya
-End Ran POV-
Musim panas, tahun lalu..
"Hei Kudo!" Shiho menghampiri Shinichi yang sedang beristirahat di tepi lapangan sepak bola. Shinichi hanya tersenyum melihat Shiho. Dia merindukan sosok gadis itu. "Apa latihannya sudah selesai?" Shiho ikut duduk di samping Shinichi.
"Oi oi.. sudah berkali kali aku mengatakan ini, jangan panggil aku 'Kudo'. Panggil saja namaku langsung." Shinichi meminum air mineral dari botolnya.
"Tapi aku lebih suka memanggilmu 'Kudo' daripada 'Shinichi'." Shiho mengedarkan pandangannya ke arah lapangan bola.
"Terserah kau deh," Shinichi mengusap puncak kepala gadis itu. Shiho membalasnya dengan tersenyum. Dia sangat suka saat Shinichi mengusap kepalanya dengan lembut. Mereka telah berteman selama lima tahun terakhir. Shiho sangat menyayangi orang yang duduk disampingnnya itu. Begitu juga sebaliknya. Namun keduanya enggan mengungkapkan perasaan mereka karena ego. Mereka takut jika setelah mengungkapkan perasaan mereka, hubungan keduanya menjadi semakin renggang.
"Kau mau menungguku lagi?" Shinichi masih menatap wajah Shiho.
"Iya. Kenapa?"
"Apa tidak terlalu malam? Jika kamu mau pulang, duluan saja. Tidak usah menungguku," Shinichi menunduk. Sebenarnya dia ingin sekali Shiho menunggunya hingga latihan sepak bola selesai dan mereka pulang bersama. Tapi dia juga tidak tega membiarkan seorang gadis menunggunya dua jam seorang diri di tepi lapangan.
"Kudo. Apa aku mengganggumu jika terus menunggu di sini?" Shiho menatapnya dalam.
"Tidak. Tentu saja tidak." Shinichi menjawabnya dengan cepat.
"Kesimpulannya sudah terbaca kan? Kau tidak keberatan aku menunggumu dan aku juga tidak keberatan menunggumu." Gadis itu mengembangkan senyumnya.
"Arigatou, Shiho," Shinichi membalas senyum gadis itu dan sekali lagi mengusap puncak kepalanya. Pria itu benar-benar tidak mau kehilangan Shiho. Meskipun Ia harus berada di sisi gadis itu sebagai teman.
"Hoi Kudo! Cepat kembali latihan!" Heiji berteriak dari lapangan bola.
"Iya!" Balas pria itu tak kalah kencang. "Aku latihan dulu," Shinichi berdiri dan berlari menghampiri Heiji.
"Ya.. aku akan selalu menunggumu. Aku akan terus di sisimu sampai kau melarangku untuk berada di dekatmu lagi, Shinichi." Gumam Shiho.
Langit sore itu telah berganti menjadi gelap. Burung-burung telah kembali ke sarangnya. Jalanan pun padat dengan orang-orang yang kembali ke rumah mereka setelah seharian melakukan aktivitas. Lampu-lampu jalan talah menyala dan mengusir sejengkal kegelapan di sekitarnya. Gelap. Langit malam itu benar-benar gelap. Tidak ada bulan maupun bintang yang menyinarinya. Udara dingin pun mulai terasa menusuk tulang.
"Gomen lama. Ayo pulang!" Shinichi berlari kecil menuju tempat Shiho duduk.
"Iya. Dimana teman-temanmu? Apa mereka latihan tambahan?" Mereka berjalan beriringan menyeberangi lapangan sepak bola menuju jalanan aspal tak jauh dari tempat itu.
"Mereka bilang mau karaoke dulu sebelum pulang," Jawab Shinichi.
"Karaoke? Kau tidak ikut juga?" Shiho sedikit khawatir dengan jawaban Shinichi nanti. Dia akan merasa benar-benar mengganggu Shinichi jika jawaban yang didengarnya nanti adalah, Shinichi sengaja tidak ikut karaoke karena Shiho sudah menunggunya.
"Kau bercanda? Mereka justru melarangku ikut. Mereka bilang suaraku terlalu.. emm awesome." Jawab Shinichi sambil menggaruk kepalanya.
"Ppfftt.. awesome?" Shiho terkekeh.
"O-oi.. apa maksudnya kau tertawa seperti itu? Suaraku tidak seburuk itu!" Shinichi melipat tangannya.
"Iya iya.." Shiho masih berusaha menahan tawanya agar tidak pecah.
"Jangan-jangan kau juga berpikir seperti mereka ya?" Shinichi menyipitkan matanya saat menatap Shiho.
"Berpikir apa?" Shiho sedikit mengangkat alisnya.
"Bahwa suaraku tidak terlalu bagus,"
"Oh.." Shiho mempercepat jalannya, meninggalkan Shinichi di belakang.
"Oi Shiho, pelankan sedikit langkahmu!" Shinichi berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Shiho hingga mereka kembali berjalan beriringan.
"Aku sudah cukup pelan. Cepatlah, ini sudah malam Kudo," Shiho terus berjalan dan berusaha menghindari topik tadi.
"Oh iya, sudah hampir jam delapan. Cepat Shiho! Kita bisa ketinggalan kereta nanti," Shinichi mempercepat langkahnya mendahului Shiho.
"Hei Kudo, tunggu!" Shiho berlari menyusul Shinichi.
"Cepat!" Shinichi berlari meninggalkan Shiho di belakang.
"Kudo tunggu aku!" Mereka pun terus berlari menyeberangi jembatan, menuju stasiun kereta.
"Akhirnya sampai juga," Ucap detektif itu di depan gerbang rumah Shiho.
"Lain kali, aku tidak akan mau berlomba lari denganmu Kudo," Sindir Shiho.
"Hehe.. gomen Shiho. Jika kita tidak berlari pasti sudah tertinggal kereta tadi," Shinichi membuka pintu pagar rumah Shiho dan membiarkan gadis itu masuk.
"Arigatou sudah mengantarku," Gadis itu berbalik dan tersenyum penuh kehangatan kepada bocah detektif itu. Shinichi hanya diam terpaku menatap senyum dari gadis yang sangat disayanginya itu.
"Kudo?" Shiho melambaikan tangannya di depan wajah detektif itu. "Kau tidak apa-apa?" Tanya gadis itu dengan raut khawatir.
"Oh? Eh.. i-iya tidak apa-apa, maaf." Shinichi mengerjapkan matanya beberapa kali sambil mengusap lehernya. Apa yang baru saja kupikirkan? Dia teman baikku, aku tidak mau meminta lebih. Pikir Shinichi.
Benarkan dia tidak mau lebih dari ini? Cukup menjadi teman baiknya?
to be continued...
