Jazz mengalun begitu lembut menghiasi suasana dalam kafe petang itu. Pemilik kafe menyediakan sekitar belasan meja berbentuk bujur sangkar dengan empat kursi yang terbagi pada masing-masing sisinya ㅡterisi bahkan tidak separuhnya oleh pengunjung. Lee Seokmin, sebagai salah satu pengunjung yang telah terduduk di samping kaca jendela selama hampir seratus lima puluh menit bahkan telah hafal keadaan setiap pengujung di sekitarnya.
Di tengah kafe, terduduk seorang pria berkemeja putih ditemani secangkir kopi ㅡyang asapnya masih mengepul karena minuman itu baru sampai pada si pria sekitar lima menit laluㅡ dan croissant. Dua orang pelayan dibalik meja kasir, tampak sekali mereka adalah muda mudi yang menjadikan kafe ini sebagai pekerjaan part-time mereka. Tiga orang perempuan ㅡmungkin bersahabatㅡ yang tengah berbincang di sudut lain kafe. Juga sekitar lima meja dari tempatnya, sepasang kekasih berseragam menengah atas yang tak henti tertawa manis akibat candaan ringan yang mereka bicarakan.
Seokmin jenuh. Ia bosan disini untuk menunggu. Bahkan ia muak melihat dua cangkir Flat White kosong di hadapannya.
Choi Yuju
16.15
Aku sudah sampai.. Mau aku pesankan sesuatu?
16.26
Aku sudah memesan Flat White. Apa kau sedang di perjalanan?
16.32
Hei..
Kau tidak lupa hari ini 'kan?
16.40
Yuju..
16.47
Sayang..
17.34
Apa perjalanan semacet itu?
17.45
Ini cangkir flat white-ku yang kedua. Tolong jawab apa aku harus menunggu atau pulang. Hari sudah hampir malam, sayang.
Seokmin menggulirkan layar ponsel pintarnya yang menampakkan ruang mengobrolnya dengan sang kekasih. Malah tampak seperti monolog, gumamnya.
Hingga beberapa menit kemudian ia memutuskan untuk mengirim pesan singkatnya kembali.
18.50
Yuju.. Apa kau benar-benar lupa kencan kita hari ini?
Terkirim.
Ia kembali mengalihkan atensinya menuju jalanan di luar kafe. Langit benar-benar sudah gelap. Bangunan sejauh matanya memandang telah menyalakan alat penerangan mereka, begitu pula kendaraan yang lalu-lalang di jalan berukuran sedang dan berada tepat di hadapannya.
Hingga kemudian ponsel pintarnya berdering, jangan lupakan layar licinnya yang menampakkan nama serta swafoto dirinya bersama sang kekasih. Tentu saja ia menerima panggilan suara tersebut.
"Halo." Ujarnya setelah menempelkan layar ponselnya pada daun telinganya.
"Astaga, oppa.. Maafkan aku.. Baterai ponselku habis. Shinbi pindah apartemen dan aku membantu kepindahannya.. Astaga.. Maafkan aku.."
Seokmin menghela napasnya berat.
Ini terjadi lagi.
Bukan ia tidak percaya. Jujur ia bahagia ketika mengetahui kekasihnya berbaik hati kepada sang sahabat. Tetapi, sikap Yuju akhir-akhir ini sama sekali tidak memperlakukannya layaknya seorang kekasih seperti beberapa bulan lalu, lima bulan lalu tepatnya mereka mulai menjalani hubungan.
"Oppa.. Kau benar-benar marah? Oppa.. akuㅡ"
"Tiga puluh menit lalu ketika menunggumu, Minghao menelepon dan menyuruhku pulang karena ia hampir membakar dapur, ia lupa sedang membuat toast. Ha ha.. anak ini.."
"Jadiㅡ"
"Aku sedang di apartemen menyelesaikan tugasku, Yuju-ya.. Aku tidak apa-apa.."
Ia tidak ingin mempermasalahkan hal seperti ini lagi. Ia sudah muak karena pada akhirnya akan berakhir sama, ia yang mengalah.
"Sungguh? Ah Oppa.. aku berjanji ini tidak akan terjadi lagi.."
Janji yang sama.
"Ha ha.. Iya baiklah.."
Bahkan ia sudah tidak peduli Yuju menyadari tawa palsunya atau tidak.
"Hm.. Aku juga harus mengerjakan tugasku, Oppa.."
"Kerjakanlah.."
"Sudah ya.. Selamat mengerjakan tugasmu~"
"Hm.. Kau juga."
Telepon terputus.
Lagi-lagi ia menghela napasnya seolah telah bekerja begitu keras. Ia merasa hubungannya dengan gadis cantik berambut coklat itu sudah tidak begitu sehat, benar-benar tidak sehat.
Sangat terasa perbedaan komunikasi mereka saat ini dengan tiga puluh hari lalu. Tidak ada lagi panggilan suara tiap siang, sore, dan malam hanya untuk menanyakan apa masing-masing telah menyantap makanan ataukah belum. Setidaknya dengan pesan singkat. Tetapi akhir-akhir ini jarang sekali ada panggilan suara tiap harinya. Pesan singkat hanya sapaan, bertanya sudahkah makan, dan berakhir tanpa ucapan sampai jumpa ㅡbiasanya berakhir dikarenakan salah satunya tidak lagi mengirim balasan.
Ataukah ini akibat dari hubungan yang terlalu berlebihan sejak awal? Seokmin pikir, tidak. Ia menjalin kasih bersama Yuju seperti pasangan lainnya.
Rasanya ia ingin mengakhiri saja hubungan ini.
Bagaimana dengan rasa cinta ㅡyang muncul dalam hatinya lima bulan laluㅡ kepada gadis bermarga Choi itu? Entahlah, ia tidak yakin masih ada serpihannya yang masih tersisa. Terlebih, ia tidak ingin merasakan sakitnya putus cinta, lagi.
Yah.. Setidaknya ia harus bicarakan ini dengan sahabat baiknya.
Seokmin mendapati seorang laki-laki ㅡyang tidak lagi asing baginyaㅡ sedang berkutat dengan beberapa alat masak di dapur apartemennya. Tatkala Seokmin memberitahu bahwa ia pulang saat melepas sepatunya di depan pintu, laki-laki bersuara berat tersebut menyambut dengan celemek masak bermotif bunga tersemat pada tubuh kurusnya. Nama laki-laki itu Wonwoo, Jeon Wonwoo.
Wonwoo sama sekali bukan teman satu apartemennya. Tetapi laki-laki bermata sipit itu adalah kekasih Mingyu, yang menjadi teman se-apartemennya sejak satu tahun lalu.
Dari rak sepatu yang terletak di balik pintu apartemen, ia tahu bahwa satu lagi teman apartemennya belum kembali dari kampus; mungkin sedang dalam perjalanan pulang. Xu Minghao, mahasiswa dari Negeri Bambu itu pernah berkata bahwa dosennya senang sekali mengadakan kelas malam.
Dengan langkah yang tampak gontai serta tas yang tersampir pada bahu kirinya, Seokmin berjalan menuju dapur. Ia membutuhkan segelas air putih.
Saat tangan kanan Seokmin meraih sebuah gelas bening dan mengisi benda itu dengan air putih, Wonwoo bertanya tanpa mengalihkan perhatian dari wajan dihadapannya.
"Bagaimana kencanmu hari ini, Seok?"
Seokmin masih meneguk air ketika mendengarnya. Maka Wonwoo dengan sabar menunggu jawaban dari temannya itu. Setelah tak ada air tersisa di gelas itu, dan Seokmin perlu beberapa saat untuk berpikir jawaban mengenai kejadian satu jam lalu.
"Tidak ada kencan hari ini, hyung. ㅡKemana si Kim?" Ujarnya setelah mendudukkan diri di atas kursi yang terletak di meja makan.
Tentu saja lelaki emo itu terkejut mendengar penuturan singkat Seokmin.
"Apa maksudmu? Kau sendiri yang bilang tadi saat di kampus bahwa kau ada kencan dengan Yuju hari ini. ㅡaku menyuruhnya membersihkan diri sebelum makan malam."
"Memang seharusnya ada."
Kini Seokmin dapat melihat bahwa Wonwoo sedang memindahkan masakannya ke atas sebuah piring. Wanginya tidak buruk, justru membuat lambung Seokmin bergejolak tidak sabar untuk mencernanya. Si Kim Mingyu itu telah mengajarkan kekasihnya memasak dengan baik.
"Lalu mengapa?"
Seokmin kembali menuangkan air putih pada gelas yang sama, kemudian langsung meminumnya setelah terisi separuhnya
"Dia bilang ia lupa."
Barulah Wonwoo mengalihkan seluruh atensinya pada lelaki pemilik suara merdu yang ada di sekitarnya itu.
"Lagi? Ini sudah yang keberapa kali, Seokmin? Enam! Yang keenam kali! Kau tidak bisa membiarkan ini terus terjadi!"
Tatkala Wonwoo meninggikan suara untuk menunjukkan kekesalannya ㅡdan Seokmin menghela napas karena tahu bahwa respon hyung ini akan seperti yang ia bayangkanㅡ, Mingyu keluar dari ruang tidurnya dengan baju santai serta rambut yang masih basah ㅡjangan lupakan handuk basah yang tersampir di bahunya.
"Kecilkan suaramu, hyung.."
Dan Wonwoo sama sekali tidak memedulikan ujaran kekasihnya yang langsung mendudukkan diri di kursi seberang Seokmin.
"Dengar, Seokmin. Ini sudah keterlaluan. Orang bodoh macam apa yang melakukan kesalahan yang sama selama enam kali? Yuju bukan seorang murid menengah atas yang sibuk mempersiapkan tes perguruan tinggi sehingga melupakan kencannya!" Mengapa hyung emo ini tetiba saja menjadi banyak bicara seperti itu?
"Lalu sekarang aku harus apa, hyung?" Entah pengaruh macam apa yang membuat Seokmin pasrah sehingga menggantungkan pilihannya kepada hyung bermarga Jeon di hadapannya.
"Tiga hari lagi hari libur nasional, ajak dia kencan lagi. Apabila dia datang, pertahankan hubungan kalian. Apabila tidak, ya.. kau tahu apa maksudku."
Itu tadi Mingyu yang memberi usul.
Keadaan hening beberapa saat hingga Seokmin memutuskan untuk mengarahkan kedua matanya menuju Wonwoo yang ikut terdiam setelah menata makan malam buatannya diatas meja makan, ㅡSeokmin bermaksud untuk meminta pendapatnya.
"Kupikir itu tidak buruk." Wonwoo ikut mengistirahatkan tubuh kurusnya di salah satu kursi hingga hanya menyisakan satu kursi kosong di dekat mereka. "Aku ingin tahu apa saja alasan gadis itu disamping menjadikan lupa sebagai alasan utamanya."
"Tadi ia berkata membantu kepindahan temannya, kemarin ia menemani temannya berbelanja, kemudian makan bersama teman-temannya, laluㅡ"
"Teman, teman, teman. Ck.. Dia bersikap seolah seorang lajang yang tidak memiliki kekasih." Mingyu memotong ucapan teman se-apartemennya.
Wonwoo tampak begitu berpikir perihal ini, hingga beberapa saat kemudian ia tersadar,
"Sudahlah, bicarakan itu nanti saja. Ini pasta buatanku untuk pertama kalinya. Semoga tidak meracuni pencernaan kalian, dan.. aku tidak ingin kita memakannya setelah ini dingin."
Ketika jarum pendek pada jam dinding di ruang tidur itu sudah menunjuk angka sepuluh lebih, Seokmin baru saja selesai membersihkan diri. Naluri manusia masa kini-nya muncul sehingga ia kembali segera memeriksa ponselnya. Alat canggih ㅡpemberian sang ayah sebagai bekal merantauㅡ itu tergeletak di atas meja samping tempat tidur dan berada diantara laptop, buku-buku sumber, serta kertas-kertas yang berserakan.
Terdapat banyak pemberitahuan yang sampai pada ponselnya, tetapi terdapat satu pesan yang menarik perhatiannya. Pesan itu dikirim oleh salah satu senior yang dekat dengannya semenjak ia baru saja merasakan bangku kuliah.
Jihoon Hyung
22.14
Seokmin-ah.. sudah tidur?
Dengan membaca tiga kata yang terpampang, ia sudah tahu keperluan apa yang hyung bertubuh mungil itu ingin bicarakan dengannya.
22.20
Belum, hyung. Ada apa?
Yah, hanya formalitas saja.
Dan ternyata Jihoon kembali membalasnya dengan cukup cepat.
22.20
Aku masih ingin bertanya tentang permintaanku beberapa hari lalu.
22.21
Apa kau benar-benar membutuhkanku? Masih terdapat ratusan mahasiswa lain, hyung.
22.22
Baekhyun hyung dan Kyungsoo hyung sudah wisuda dan mereka tidak dapat lagi berpartisipasi, Seok. Kau dan Seungkwan adalah yang terbaik setelah mereka berdua.
Sejujurnya, Seokmin tersentuh atas pujian Jihoon ini.
22.23
Ayolah, aku membuat 'Say Yes' untuk dinyanyikan kalian berdua. Mahasiswa kampus akan kecewa apabila bukan kau yang menyanyikannya.
Rayuan macam apa ini? Sungguh menggelikan apabila mengingat si perayu pengirim pesan ini biasanya begitu cuek dan tegas bagaikan cabai rawit.
22.24
Aku merasa malu karena sudah memutuskan untuk keluar.
22.24
Pintu masih terbuka lebar untukmu. Aku bersungguh-sungguh! Seungkwan bahkan tidak malu mengakui bahwa ia merindukanmu. Kami semua juga.
Lee Jihoon bukanlah pembual. Seokmin yakin itu. Dan ia percaya bahwa para anggota klub vokal juga merindukan keikutsertaannya pada setiap latihan juga penampilan.
Seisi universitas juga mengetahui bahwa Seokmin adalah mahasiswa supel, ceria, juga aktif pada setiap acara kampus sejak ia masih menjabat sebagai mahasiswa baru di Universitas Seoul.
Sebuah kenyataan yang ia jadikan alasan dirinya melepas keanggotaan antara lain; sang adik yang tinggal bersama keluarga di Gyeonggi-do sakit, sehingga keluarga menanggung biaya penyembuhan si bungsu itu, sementara Seokmin yang saat itu untuk sementara tidak dikirim uang bulanan perlu memenuhi kesehariannya dengan bekerja paruh waktu sehingga tak memiliki waktu untuk terus aktif di klub vokal.
Tetapi sesungguhnya bukan itu masalah utamanya, karena kerja paruh waktunya tidak dalam jadwal yang sama dengan jadwal latihan klub vokal.
Masalah terbesarnya adalah Lee Jihoon sendiri, yang saat ini merupakan kekasih Kwon Soonyoung ㅡmantan kekasih Seokminㅡ.
Saat ini ingatannya kembali melesat menuju masa ketika para mahasiswa sibuk mempersiapkan acara tahunan memperingati hari jadi universitas. Perwakilan untuk setiap klub dipertemukan untuk mengadakan diskusi mengenai bagaimana nanti mereka akan berpartisipasi dalam acara.
Takdir menyatakan bahwa nantinya akan ditampilkan kolaborasi spektakuler dari klub vokal dan klub tari, berdampak pada sering berkomunikasinya Jihoon Si Perwakilan Vokal dan Soonyoung Si Perwakilan Tari.
Sungguh terasa sakit di ulu hati ketika saat itu ia baru sampai di lapangan in-door untuk latihan dan mendapati sang kekasih tengah memeluk erat Jihoon setelah mendengar kabar bahwa terjadi kecelakaan pesawat yang tengah menerbangkan kakak laki-laki Jihoon untuk kembali ke Jerman untuk melanjutkan kuliahnya karena waktu libur bagi sang kakak telah usai.
Seokmin akui ia ikut berbela sungkawa.
Sayangnya ia ikut bela sungkawa atas hati-nya setelah melihat sang kekasih memberi kecupan pada puncak kepala laki-laki mungil yang berada dipelukannya. Jangan lupakan usapan lembut tangannya yang mengelus rambut dan punggung Jihoon. Seokmin melihat sendiri bagaimana sang kekasih begitu menampakkan sisi dominannya.
Malamnya, masih di hari yang sama dengan kejadian di lapangan in-door, saat Soonyoung tetiba datang ke apartemen milik Seokmin ㅡbersama kedua sahabatㅡ dan berkata bahwa ia ingin menginap disana, Soonyoung menangis di pelukan sang kekasih sambil tak berhenti mengucapkan kata maaf dan beribu ungkapan menyesal seolah ia telah melakukan tindakan genosida kepada suatu kaum.
"Seokmin, maafkan aku, saat ini aku merasakan sesuatu yang berbeda kepada orang lain, tetapi aku tidak ingin kehilanganmu, aku bersumpah.."
Keduanya yang telah menjalin hubungan hampir setahun memang berkomitmen untuk berkata dan berperilaku jujur antara satu sama lainnya sejak awal mula hubungan mereka terjalin. Sungguh menyedihkan mengingat kata 'berlebihan' dapat mengubah perilaku se-terpuji jujur menjadi hal yang buruk.
Dengan kata lain, Soonyoung yang terlalu jujur mengenai perasaannya kepada sang kekasih justru menusuk diam-diam kedalam jantung Seokmin akibat pengakuan dirinya sendiri.
Tangisan Soonyoung begitu mengiris hatinya, Seokmin tidak menemukan sedikitpun kepalsuan di dalamnya. Lelaki bermarga Kwon itu merasakan cinta pada dua orang yang berbeda.
Saraf pusatnya seketika tidak dapat mengatur mengenai apa yang harus ia lakukan untuk merespon pernyataan sang kekasih beberapa saat lalu, secara refleks tangan besarnya terangkat untuk mengelus surai sang kekasih hingga isakannya terdengar melemah. Soonyoung semakin tenang.
"Hey.. dengarkan aku.."
Ditangkupnya kedua pipi gembul Soonyoung yang berwarna kemerahan.
Ditatapnya kedua mata sipit dan indah yang dimiliki oleh sang kekasih.
"Aku adalah kekasihmu, hyung. Apabila pilihanmu adalah yang membuatmu bahagia, maka akupun ikut bahagia, apapun wujudnya itu, meski aku harus melepasmu, aku tidak apa.."
Dan Soonyoung tidak membalas apapun hingga beberapa menit selanjutnya, berbeda dengan tatapan keduanya yang tidak sama sekali terputus.
Seokmin kira lelaki di hadapannya ini akan berpikir untuk waktu yang lama, sayangnya tidak demikian.
"Kau yang terbaik, Seokmin. Aku pastikan kau bertemu dengan orang lain yang jauh lebih baik dariku."
Tetesan air mata kembali membasahi mata dan pipi Soonyoung. Ia kembali terisak.
Rasanya ada sebuah pukulan semu yang begitu menyakiti jantungnya.
Soonyoung benar-benar melepasnya.
Sesuai dengan perkiraannya.
Hubungan mereka selama dua belas bulan berakhir hingga detik itu.
Pada menit berikutnya Seokmin masih belum menyadari bahwa sang ㅡmantanㅡ kekasih tengah mencium bibirnya, mungkin untuk yang terakhir kali. Dan berakhir dengan keduanya yang terlelap sembari saling memeluk di atas tempat tidur Seokmin.
Seokmin tidak terlalu terlelap saat itu. Tampak ketika Seokmin membuka matanya dan menatap wajah mantan kekasihnya yang tengah menjelajahi alam mimpi. Biasanya bila saat ini terjadi, Seokmin akan dengan jahilnya mengabadikan wajah polos Soonyoung dan memublikasinya pada Insta-story dengan tulisan 'Jangan berisik! Hamsterku sedang bermimpi indah!' lengkap dengan stiker bergambar hamster menghiasi foto tersebut, dan esoknya Soonyoung tidak akan sama sekali bicara dengan Seokmin untuk dua puluh empat jam penuh.
Seokmin dan Soonyoung terkenal sebagai sepasang mahasiswa yang begitu bersinar, maka insta-story yang Seokmin kirim melalui akunnya sendiri akan menumbuhkan rasa gemas bagi para sahabat maupun mahasiswa kampus yang lainnya. Sayangnya ia tidak bisa lagi melakukannya untuk saat itu, dan untuk waktu mendatang.
Karena mulai saat itu, mereka bukan lagi sepasang kekasih.
Seokmin tersadar dari kilas baliknya karena suara notifikasi ponselnya.
Jihoon Hyung
22.54
Seokmin, kau masih disana?
22.55
Ah iya, hyung.
22.56
Kau membaca pesanku, tapi tidak menjawab. Jadi.. bagaimana? Ayolah.. aku hanya ingin menyampaikan berita baik untuk mereka..
Setelah ia berpikir lagi, menjadikan kenyataan tentang putus hubungannya dengan Soonyoung dan terjalinnya hubungan sang mantan kekasih dengan Jihoon sebagai alasan keluarnya dari klub, adalah hal kekanak-kanakkan dan keegoisan dari dirinya yang mungkin merugikan orang banyak.
22.58
Baiklah, aku bergabung kembali.
Setelah baru saja ia menekan tombol 'kirim', ia menghela napas pasrah.
Berinteraksi lebih banyak dengan Jihoon mungkin akan membuatnya terbiasa. Karena setelah malam itu, malam saat hubungannya dengan Soonyoung berakhir, Seokmin benar-benar mengurangi kemungkinan ia berinteraksi dengan Soonyoung ataupun Jihoon, termasuk meski hanya berpapasan dalam perjalanan.
Semoga pilihannya dapat melepas keterpurukannya akibat patah hati karena putus hubungan dengan Soonyoung enam bulan lalu. Lukanya belum kering meski ia telah memiliki Yuju sebagai kekasihnya tepat sejak satu bulan setelah ia menyandang status jomblo.
Jauh dalam hatinya, kedatangan Yuju yang notabene-nya sebagai teman sekelas saat di bangku sekolah memang membuat hatinya sedikit lebih baik pada awal masa mereka menjalin kasih sayang, tetapi itu hanya sedikit.
Bahkan luka itu kembali tertoreh dan membesar setelah Yuju berubah sikap, juga Jihoon yang kembali menghubunginya, serta kilas baliknya beberapa saat lalu.
FANFICTION INI DIPUBLIKASIKAN DI WATTPAD DENGAN JUDUL YANG SAMA
Soora's Note :
Halohaaa..
Ini FF SeokSoo tapi masih minim momentnya.. sorry.. masih chap 1 sans ajaa ;) Ini ff SeokSoo pertama aku, semoga banyak yang suka :" Akhir-akhir ini aku gemes sama kapal DDBT (re: Diem Diem Bau Tai) ini :" silakan tap/klik fav/follow juga masukin ke library kalo readers tertarik sama ff ini :" Soora berharap ada review juga :"
다음에 보자 See you next chapter
