Chapter 4: Honesty


3 hari sebelumnya..

Sehun membawa Suzy yang sudah tidak sadarkan diri ke Severance. Gadis itu segera dilarikan ke ICU untuk menerima penanganan khusus karena pendarahan di hidungnya tidak kunjung berhenti. Sehun membaringkan Suzy dengan perlahan di atas brangkar sebelum perawat membawanya masuk.

Sehun terduduk di bangku panjang, mengatur nafas sambil mendiagnosa sendiri. Mimisan biasa tidak sampai membuat seseorang jatuh tak sadarkan diri kecuali ada major causal dibalik munculnya gejala pendarahan sekaligus hilangnya kesadaran bagi penderita penyakit tertentu.

Sehun sudah memberi pertolongan pertama semampunya, sekarang ia hanya bisa berharap semoga segala sesuatunya belum terlambat dan Suzy masih bisa diselamatkan karena entahlah, Sehun mendapat perasaan yang tidak mengenakkan dan ia jadi berasumsi bahwa ini ada hubungannya kenapa gadis itu sempat tidak muncul beberapa hari sebelumnya.

Tidak lama kemudian dokter Bae muncul dengan raut wajah panik yang begitu kentara.

"Dokter Bae," Sehun bangkit dari duduknya.

"Suzy bagaiamana?"

"Sedang ditangani dokter di dalam"

Dokter Bae menghela nafas lalu menggumam, "Anak itu melewatkan jadwal kemoterapinya hari ini"

"Maaf..?" Sehun menyahut karena mengira dokter Bae barusan berbicara padanya, sekaligus memastikan apakah ia tidak salah dengar. Kemoterapi?

"Sudah sekian kali kalian bertemu, apa Suzy tidak pernah bercerita padamu?"

Sehun bingung harus menjawab apa sementara dokter Bae memberinya tatapan menuntut seolah Sehun harusnya tahu akan sesuatu, "Suzy.. tidak bercerita banyak padaku,"

Dokter Bae terdiam sesaat sebelum berucap, "Luangkan waktu setelah jam praktek, ada yang ingin kubicarakan."


A sequel of Love Unconditionally

LOVE FAITHFULLY

by goodgalriri


Baekhyun tidak bisa menolak.

Ini adalah proyek pertamanya sesaat setelah bergabung dengan Curve&Line. Tentu Baekhyun akan senang dan sangat berterima kasih pada Hyojin karena sudah bersedia mengikutsertakan dirinya dalam tender ini kalau saja perusahaan yang mengadakan tender bukanlah Park Inc.

Baekhyun merasa takdir benar-benar mempermainkannya.

Setelah pertemuan di pesta pernikahan Kyungsoo lalu yang terakhir di bandara, sekarang ia harus berurusan lagi dengan sesuatu yang berhubungan dengan Chanyeol. Seoul benar-benar tidak bisa menawarkan hidup yang tenang bagi Baekhyun. Tidak mungkin mengajukan resign karena ia membutuhkan pekerjaan ini agar tidak lagi sepenuhnya bergantung pada Sehun meski yang bersangkutan tidak merasa keberatan sama sekali.

Hari itu juga Baekhyun langsung diperkenalkan dihadapan tim tender yang telah dibentuk sebelumnya dan diketuai oleh Hyojin sendiri. Anggota lain menyambut hangat dengan bergabungnya Baekhyun ke dalam tim dan agenda dilanjutkan dengan diskusi proposal. Mereka harus bergerak cepat karena deadline yang sudah ditentukan yaitu 2 minggu terhitung mulai hari ini.

Sementara Baekhyun berusaha fokus sebisanya—mengesampingkan segala kekhawatiran akan segala kemungkinan yang dapat terjadi.

Ini tidak akan mudah.


~L.F~


Sehun berjalan menyusuri lorong rumah sakit, membalas sapaan beberapa perawat yang berpapasan dengannya sebelum berhenti di depan sebuah ruang rawat VIP. Meski awalnya ragu namun akhirnya ia menggeser pintu dengan pelan, melihat pasien yang berada didalam sedang duduk menatap keluar jendela.

Mendengar suara langkah mendekat, gadis itu menoleh, mendapati si dokter muda menghampirinya.

"Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Sehun mengawali percakapan. Ini pertama kalinya mereka bertemu sejak kejadian 3 hari yang lalu.

"Ayah sudah menceritakan semuanya padamu, kan?" ucap Suzy yang lebih terdengar seperti pernyataan ketimbang pertanyaan.

Sehun tidak menjawab, hanya membentuk bibirnya menjadi segaris tipis mengetahui upaya ramah tamahnya malah disambut dingin.

"Jangan berikan tatapan simpati seperti itu. Aku membencinya. Kalau tidak ada yang dibicarakan lebih baik kau keluar,"

Sehun mengehela nafas, memaklumi sikap Suzy yang menjadi labil karena Sehun telah mengetahui kondisi yang sebenarnya. Dokter Bae memang sudah menjelaskan semua—mengenai leukimia yang diderita putrinya, Suzy yang dengan kemauannya sendiri menghentikan proses pengobatan yang dijalaninya di Jepang kemudian pergi ke Korea hanya untuk menemui sang ayah, bahkan dokter Bae sedikit menyinggung masalah rumah tangganya—yakni perceraian dengan sang istri yang berdarah Jepang dengan hak asuh Suzy yang saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah jatuh ke tangan ibunya.

Sehun berpikir sejenak untuk memperbaiki suasana hingga tanpa sengaja ekor matanya menangkap sebuah kursi roda yang diletakkan di sudut ruangan. Sehun berinisiatif mengambilnya lalu mendorongnya mendekati ranjang. Tanpa mengeluarkan sepatah kata Sehun menggendong Suzy bridal.

"Apa yang kau lakukan?!" protes Suzy refleks berpegangan dengan mengalungkan lengannya di leher Sehun.

"Kau butuh udara segar," ucap Sehun sembari mendudukkannya diatas kursi roda dengan hati-hati kemudian memakaikan selop rumah sakit pada kedua kaki Suzy yang telah terbungkus kaus kaki.

"Sedikit jalan-jalan di luar tidak masalah, kan" lanjutnya disertai senyuman yang membuat Suzy hampir luluh namun ia tidak ingin memperlihatkan perubahan ekspresinya dengan jelas didepan sang dokter. Sehun meletakan selimut di pangkuan Suzy sebelum mendorong kursi roda keluar ruang rawat inap sedangkan Suzy hanya diam.

Di musim gugur dengan langit biru dan cerah, lingkungan taman rumah sakit mulai dihiasi daun maple maupun ginkgo yang menguning dan berguguran. Pasien dari berbagai usia mulai dari anak-anak hingga manula berkunjung dengan didampingi perawat maupun keluarga. Sehun pikir ini sangat cocok untuk menjernihkan pikiran atau sekedar menghalau rasa jenuh.

"Katakan kalau kau mulai merasa tidak baik, aku akan mengantarmu kembali ke kamar"

"Kau menyebalkan," setelah beberapa saat diam, akhirnya Suzy bersuara.

Sehun berhenti sejenak untuk menepi lalu duduk di kursi taman dan memposisikan kursi roda Suzy agar sedikit berhadapan dengannya, "Memangnya aku berbuat apa?"

"Mendadak jadi perhatian. Aku tahu kau hanya kasihan padaku, atau mungkin kau hanya merasa tidak enak pada ayah setelah mendengar semuanya tentangku dan penyakit sialan ini. Lebih baik hentikan sebelum aku berharap lebih jauh,"

Sehun tidak menyahut, memikirkan bahwa selama ini ia hanya menganggap enteng perasaan Suzy terhadapnya. Tapi ketika situasi menjadi seperti ini, tidak ada lagi yang bisa dianggap remeh. Sehun tahu Suzy tengah putus asa dengan penyakit yang dideritanya.

Sejak masih berada di Jepang ia sudah disarankan untuk menjalani operasi sumsum tulang belakang sebagai bentuk usaha agar memperoleh kesembuhan. Namun Suzy menolak mengetahui segala resikonya termasuk kegagalan dalam proses operasi. Maka disinilah Sehun menjalankan perannya sebagaimana yang diminta secara langsung oleh dokter Bae agar Sehun dapat membujuk Suzy.

"Apa salah kalau aku menunjukkan kepedulianku sebagai seorang teman?"

"Kalau begitu mulai sekarang kau bukan temanku. Anggap saja kita tidak pernah saling kenal,"

"Hey," Sehun meraih tangan Suzy yang berada dipangkuan lalu menggenggamnya, "Aku tahu ini terdengar klise tapi.. jika kau membutuhkan sesuatu kau bisa mengandalkanku,"

Suzy merasakan kesungguhan yang tersirat baik dari tatapan mapun ucapan si dokter muda. Rasanya ia ingin menjadi egois memiliki Sehun untuk dirinya sendiri. Suzy menginginkan perhatian ini. Ia memalingkan wajah sebelum berujar,

"Aku membencimu,"

Sehun dapat mendengar getaran dari suara itu dan dari sana ia tahu Suzy tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Tiba-tiba ponsel di dalam sakunya bergetar, Sehun mengambil benda pipih itu dan langsung berdiri menjawab panggilan tersebut begitu tahu siapa yang menghubunginya,

"Halo,.. Ya sedang bersama denganku,.. Oh baik dokter,"

Setelah sambungan singkat terputus Sehun memasukan kembali ponselnya kemudian berucap, "Kita kembali, ada yang datang menjengukmu"

Suzy tidak memberi respon, membiarkan Sehun mendorong kursi rodanya masuk dan mengantarnya kembali menuju kamar rawat. Begitu mereka tiba di depan kamar, dengan pintu yang sedikit terbuka, terdengar dua orang sedang berargumen dari dalam,

"—menanyakan keadaannya. Kemana saja kau 3 hari baru datang?"

"Ada pekerjaan yang tidak bisa kutinggalkan, Youngbin. Aku sudah berusaha mempercepat jadwal kepulanganku, mengertilah,"

"Anakmu sedang sakit hampir sekarat dan kau lebih mementingkan pekerjaan, ibu macam apa?"

"Lalu atas kelalaian siapa dia bisa melewatkan terapi? Seharusnya kau lebih bisa menjaganya dan sudah menjadi tanggung jawabmu selagi Suzy tidak dalam pengawasanku!"

Sehun mengetuk pintu bermaksud menginterupsi, meskipun tidak disengaja namun ia merasa tidak sopan mendengar pembicaraan orang yang bukan menjadi urusannya sekaligus untuk mencegah perdebatan semakin memanas. Sehun membuka pintu, menampakkan dokter Bae dan seorang wanita yang tidak lain adalah mantan istrinya, ibu kandung Suzy.

"Oh, Suzy-chan!" ibunya langsung menghambur memeluk begitu melihat putrinya datang.

Sehun kemudian izin undur diri dan membiarkan keluarga itu memiliki waktu pribadi mereka.


~L.F~


Chanyeol sedang bersama Chanlie dan Hyechan melakukan perbincangan ringan di kamar selagi menunggu Seohyun mempersiapkan makan malam dibantu pelayan dibawah.

"Anyway, does your head still hurts, dad?" tanya Hyechan yang bertelungkup di ujung ranjang—posisinya berganti dari memeluk leher kini mengelus kepala Chanyeol yang duduk bawah beralaskan karpet.

"Sometimes—a little, not as bad as the previous one"

"And what's that mean?" sahut Chanlie yang sedang berbaring telentang berbantalkan paha ayahnya.

"The doc said my memories slowly recovering,"

Si kembar langsung terlonjak bersamaan, "For real?!"

"Yes. I'm starting to regain even if it pains me but I keep trying anyway,"

Chanlie dan Hyechan saling melempar tatapan tidak percaya, disusul Hyechan turun dari ranjang dan duduk di dekat Chanyeol—mengikuti Chanlie.

Chanyeol terkekeh melihat tingkah kedua anaknya, "Why are you both so surprised about that?"

"Dad, is there any chance that you will remember.. everything?" Chanlie berubah serius.

"Not sure but I hope so.."

Kemudian hening. Chanyeol menatap si kembar—yang mendadak aneh—secara bergantian, "Guys? What's with this sudden-deadly-serious situation here?"

Chanlie dan Hyechan malah sibuk berdebat sambil berbisik, membuat Chanyeol semakin penasaran apa yang hendak mereka tanyakan.

"I guess this is the right time to ask daddy about her"

"Wait! Bukankah halmeoni dan mommy pernah bilang jangan pernah menyinggungnya didepan daddy, nanti daddy bisa sakit kalau dipaksa mengingat"

"Hanya memastikan saja, kurasa tidak masalah."

"Kids, I'm right here," sela Chanyeol bermaksud agar anak-anak menyadari keberadaannya.

Setelah beberapa saat akhirnya Chanlie memulai, "Beberapa waktu lalu ketika daddy masuk rumah sakit saat kunjungan ke Busan, secara kebetulan kami bertemu dengan seseorang,"

Chanlie memberi jeda, Chanyeol mendengar dengan seksama layaknya anak kecil yang tengah diceritakan sebuah dongeng, "And..?"

"Dulunya ia cukup dekat dengan keluarga kita—maksudnya aku, Hyechan dan daddy. Namun sejak kecelakaan yang daddy alami tiba-tiba ia menghilang. Karena sudah lama tidak mendengar kabarnya dan tidak sengaja bertemu lagi maka kami mengajaknya untuk mengunjungi daddy yang waktu itu sedang dirawat, tapi.. mommy Seo melarang kami untuk mempertemukan orang itu dengan daddy,"

Seohyun?

"Siapa orang yang kalian maksud?"

Chanlie dan Hyechan bertukar pandangan untuk yang terakhir kali hingga Hyechan yang melanjutkan,

"Byun agasshi. Byun Baekhyun agasshi,"

Chanyeol termangu. Tidak pernah sekalipun terpikirkan olehnya bahwa titik terang yang selama ini ia cari sudah sedekat ini.


~L.F~


"Kau terlihat semakin kurus,"

Sehun mengucapkannya dengan pelan hampir berbisik. Setelah seminggu keduanya disibukkan dengan pekerjaan, malam itu mereka menyempatkan waktu untuk berbincang sebelum tidur meski sebenarnya sudah sama-sama lelah dengan urusan masing-masing.

"Apa pekerjaanmu begitu melelahkan?" lanjut Sehun tanpa melepas pandangan dari Baekhyun yang juga tengah berbaring menyamping menghadapnya.

Baekhyun menggeleng pelan, "Tidak, hanya nafsu makanku yang sedikit berkurang. Manager mengajakku untuk bergabung dalam tender penting ini, dan tim sedang bekerja keras untuk yang terbaik" jelas Baekhyun.

Baekhyun berperan sebagai fasilitator antara C&L dengan pihak penyelenggara tender yang bertugas menyiapkan progress report jika sewaktu-waktu klien meminta. Pekerjaannya itu tak jarang membuat Baekhyun harus pulang melebihi jam kerja karena harus selalu hadir dalam setiap meeting membahas penyusunan proposal agar dapat mengetahui perkembangan tebaru, dan Baekhyun tidak berencana memberitahu Sehun bahwa perusahaan itu adalah Park Inc.

"Yang penting jaga kesehatanmu,"

"Kau juga. Sepertinya pekerjaanmu juga semakin menyita waktu. Apa ada banyak pasien yang kau tangani?"

Sehun terdiam sesaat. Akhir-akhir ini ia jadi lebih sering mengunjungi Suzy setelah jam prakteknya usai. Nyonya Shizu—ibu Suzy hanya menetap di Seoul selama 3 hari dan sudah kembali ke Jepang untuk mengurus bisnisnya di Tokyo, berjanji akan kembali minggu depan. Terkadang Sehun merasa kasihan, hubungan dr. Bae dan mantan istrinya tidak pernah baik ketika kondisi Suzy harusnya dapat menjadi alasan agar keduanya dapat bekerja sama untuk mencari cara supaya putri mereka bersedia menjalani operasi tapi yang terjadi malah sebaliknya. Namun Sehun belum bercerita apapun tentang hal ini pada Baekhyun, mungkin nanti saja pikirnya.

"Ya, begitulah. Kau sendiri apa masih suka merasakan sakit?"

"Masih, besok aku berencana memeriksakannya ke dokter,"

"Baiklah, kita berangkat bersama"

"Okay.." Baekhyun mulai memejamkan mata.

"Baekhyun,"

"Hng..?"

"Aku mencintaimu,"


~L.F~


Esoknya harinya Baekhyun menemui dokter di Severance untuk mengkonsultasikan keluhan yang dialaminya. Dokter ginekologi menyarankan agar Baekhyun melakukan tes klinis untuk memastikan apakah diagnosanya terbukti benar. Hasilnya akan keluar beberapa hari lagi dan setelah menjalani tes tersebut, Baekhyun berniat untuk pulang dan beristirahat, selain nafsu makan yang berkurang, sekarang ia jadi mudah lelah.

Ketika memasuki lift untuk turun ke lantai 1, sudah ada dua orang perawat di dalamnya yang sedang mengobrol. Saat Baekhyun masuk, mereka melanjutkan pembicaraan,

"Kurasa dokter Oh hanya karena kasihan, bukan karena benar-benar menyukai putrinya dokter Bae,"

"Tapi kulihat hampir setiap hari dokter Oh mengunjungi dan pulang malam hanya untuk menungguinya, bahkan pernah merelakan jam istirahat cuma untuk mengajaknya keluar, padahal dia bukan pasiennya. Apa namanya kalau bukan perhatian?"

"Mungkin dokter Oh melakukannya karena penyakit Suzy sudah mulai mengkhawatirkan, kudengar dia tidak mau dioperasi,"

"Kalau sampai dokter Oh berhasil membujuknya dan akhirnya Suzy bisa sembuh bukankah terdengar romantis? Bisa saja setelahnya mereka akan menjadi pasangan, menurutku mereka terlihat serasi,"

"Kau ini terlalu banyak menonton drama,"

Ding!

Lift berhenti, dua perawat tadi keluar meninggalkan Baekhyun seorang diri di dalam lift.

Apa barusan mereka membicarkan Sehun?

Awalnya Baekhyun mengira yang dibicarakan adalah dokter Oh lain karena mungkin ada dokter bermarga sama yang bekerja di rumah sakit itu. Tapi ketika mereka mulai menyebut Suzy, Baekhyun jadi yakin bahwa dokter Oh yang dimaksud adalah kekasihnya. Dan apa tadi yang mereka bicarakan, Suzy sakit? Kemudian Sehun yang sering mengunjungi gadis itu?

Sehun belum pernah membahas hal ini. Baekhyun tidak mempermasalahkan apa yang Sehun lakukan karena mungkin itu merupakan bentuk tanggung jawab dan rasa simpatinya sebagai seorang dokter terhadap orang yang sakit, hanya saja kenapa ia belum pernah menyinggungnya? Baekhyun tidak ingin berprangsangka apa-apa, biar Sehun sendiri yang memutuskan akan menceritakannya pada Baekhyun atau tidak.

Namun Baekhyun mengurungkan niat untuk langsung pulang karena terpikirkan mengunjungi Minseok, sekedar ingin berbincang sekalian melihat Minki. Maka dari rumah sakit—meski sedikit memaksakan diri—Baekhyun mampir sebentar ke patisserie untuk membeli tiramisu cake favorit Minseok. Setelah meninggalkan patisserie sembari menenteng cake box kemudian menyebrangi jalan, Baekhyun merasa sekelilingnya seperti berputar. Langkahnya mulai tidak seimbang dengan kepala yang mendadak terasa berat, rasanya seperti seluruh energinya terkuras secara tiba-tiba. Baekhyun terhenti di tengah, cake box terlepas dari genggaman, tidak sadar sebuah mobil dari arah samping sedang melaju ke arahnya.

Terakhir yang Baekhyun ingat sebelum kesadarannya hilang adalah bunyi decitan rem serta sayup-sayup suara orang yang mulai mengerumuni tubuh tak berdayanya di tengah jalan.


~L.F~


Chanyeol sedang dalam perjalanan dari kediaman orang tuanya setelah mengantar si kembar untuk menginap disana selama akhir pekan. Anak-anak sudah cukup besar dan mandiri, jadi tidak akan terlalu merepotkan tuan dan nyonya Park untuk mengurus mereka.

Chanyeol mengendarai mobil dengan kecepatan sedang ketika mobil di depan berhenti mendadak, membuatnya otomatis menginjak pedal rem agar tidak terjadi tabrakan. Chanyeol dapat mendengar mobil di belakang membunyikan klakson dengan tidak sabar. Orang-orang mulai berkumpul di depan sana, disusul seorang wanita pengemudi mobil itu yang keluar dengan tergesa.

Ia bisa saja tidak peduli, mengambil jalur di sebelah lalu melanjutkan perjalanan pulang. Entah digerakkan oleh rasa penasaran atau apa, yang ia lakukan adalah turut keluar dari mobil dan menghampiri pusat kerumunan.

"Aku tidak menabraknya. Tiba-tiba saja nona ini jatuh tepat di depan mobilku saat kebetulan aku hendak melintas," si wanita pemilik mobil berusaha membela diri karena merasa dituduh oleh saksi mata yang sebagian besar adalah para pejalan kaki yang berada di sekitar tempat kejadian.

Chanyeol melihat perempuan tergeletak disana, tidak merespon sama sekali ketika beberapa orang mencoba membangunkan dengan menggerakan tubuhnya yang lunglai. Ia perhatikan sosok itu dengan seksama.

Baekhyun?

Chanyeol menerobos kerumunan lalu merendahkan posisi untuk memastikan apakah matanya tidak salah mengenali dan ternyata penglihatannya benar.

"Baek? Baekhyun, kau bisa mendengarku?" Chanyeol menepuk-nepuk pipi Baekhyun dengan pelan.

Sepertinya wanita ini memang tidak menabrak Baekhyun karena tidak ada luka fisik yang serius, hanya sebelah pipinya sedikit lecet karena bersentuhan langsung dengan permukaan jalan. Yang membuat khawatir adalah wajah pucat dan suhu tubuh dibawah batas normal saat Chanyeol memegang salah satu pergelangan tangan Baekhyun, bermaksud memeriksa tanda kehidupan melalui denyut nadi yang terasa lemah dibawah sentuhan jarinya.

Oh my God, is she dying?

Chanyeol yang mulai panik langsung menggendong Baekhyun bridal, membawanya ke dalam mobil seolah tidak merasakan beban yang berarti pada kedua lengannya. Setelah memastikan posisi Baekhyun aman dengan menurunkan sandaran kursi dan memakaikan seatbelt, Chanyeol melajukan Mercedesnya menuju rumah sakit terdekat.


~L.F~


Kaki jenjang berbalut elegant heels itu melangkah anggun menapaki lantai marmer restoran berdesign klasik menuju ruang VIP dengan didampingi seorang pelayan. Tak sedikit mata yang mencuri pandang ke arahnya, menilai penampilan serta merasakan bagaimana aura penuh percaya diri itu menguar begitu kentara.

Ia menikmati atensi yang terarah padanya karena sudah selayaknya mereka tidak memandang dirinya sebagai wanita biasa.

"Annyeong" sapa Seohyun ketika seorang pelayan yang mengantarnya membukakan pintu private room yang telah dibooking dan mempersilahkannya masuk.

"Seohyunnieee!" pekik sekumpulan wanita elitist yang telah tiba lebih dulu disana menyambutnya.

Seohyun menjadi yang paling terakhir datang dan dengan kehadirannya disana acara socialite club itu pun dimulai. Akhir pekan ini sengaja ia sisihkan waktu untuk memiliki quality times bersama teman-teman wanitanya setelah beberapa waktu tidak berjumpa karena kesibukan masing-masing.

Topik yang mereka bicarakan tidak jauh dari seputar kegiatan menikmati hidup, sedikit membahas bisnis, serta marriage life atau kehidupan asmara bagi yang belum terikat komitmen secara hukum. Seohyun mendengarkan sahabatnya bercerita pengalaman menyenangkan bersama pasangan mereka masing-masing,

"—hingga keesokan paginya Kyung Ho menghadiahkan berbagai box berpita yang ternyata berisi seluruh set bra di segmen Winter's Tale! Dia bilang seluruh koleksi itu terlihat pantas denganku, hft padahal yang di pakai Ming Xi dan model berkulit terang lainnya sangat kontras jika dipadukan dengan warna kulitku. Tsk, seleranya dari dulu memang payah," ungkap Sooyoung yang baru saja pulang dari China setelah menghadiri fashion show tahunan Victoria Secret di Mercedes-Benz Arena, Shanghai.

Seohyun tersenyum meringis, cerminan sepercik rasa iri yang muncul karena setidaknya Sooyoung mendapatkan perhatian yang pantas ia dapatkan sebagai seorang istri. Cerita selebihnya Seohyun tidak terlalu mendengarkan, telinganya panas.

"—and we had this kind of challenge, for every place we visited, we did that in different positions based on the references!"

Kali ini Tiffany dengan antusisas bercerita tentang pengalaman travelling dan hubungan yang ia lakukan bersama sang kekasih, membuat kumpulan wanita itu berseru riuh mendengarnya. Lagi-lagi Seohyun tersenyum pahit, membandingkan dirinya dengan Tiffany yang meski masih bertahan dengan status 'pacaran' namun sudah bertindak sejauh itu. Tiba-tiba ia sedikit menyesali keputusannya untuk datang.

"Rencananya hari ini aku akan memberi kejutan untuk Tyler sepulangnya dia dari Hongkong nanti malam," Jessica memulai ketika gilirannya tiba sembari mengeluarkan velvet box dari dalam tas lalu membukanya. Mereka mulai mencondongkan badan mendekati Jessica untuk melihat lebih jelas, terlihat testpack dengan dua garis merah melintang ditengahnya.

"Oh my god Jess are you—"

"Yes! Tyler and I are expecting a baby!"

Lagi-lagi sekumpulan wanita itu riuh, memeluk Jessica dan memberi selamat atas kehamilan pertamanya. Disaat yang lain turut senang Seohyun malah semakin ingin pergi dari sana, tidak ada satu pun hal mengesankan dari kehidupan pernikahannya yang bisa diceritakan. Malah ia sempat bersitegang dengan Chanyeol di kantor beberapa waktu lalu meski setelahnya mereka berinteraksi seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Seohyun benar-benar tidak menikmati acara kumpul bersama seperti ini, satu hal mengganggunya dan ia ingin segera pulang untuk membicarakannya dengan Chanyeol.


~L.F~


Sehun meninggalkan ruangan prakteknya sesaat setelah menangani pasien terakhir. Masih dalam balutan jas putih yang dilengkapi atribut keprofesian, tubuh tinggi tegapnya berjalan melintasi lorong rumah sakit menuju ruangan Dr. Bae yang memanggilnya untuk membicarakan sesuatu. Si dokter muda memasuki ruangan setelah mengetuk pintu kemudian dipersilahkan masuk dari dalam.

"Apa Suzy pernah menyinggung kalau ia akan berubah pikiran?" tanpa berbasa-basi Dokter Bae langsung mengajukan pertanyaan inti.

"Sepertinya dia masih terlalu takut," jawab Sehun secara implisit.

Mendengar jawaban yang tidak diharapkan, Dr. Bae mengehela nafas, melepas kacamata lalu mengusap wajahnya dengan ekspresi kalut, "Aku sungguh tidak mengerti apa yang ada di pikiran anak itu. Bagaimana bisa dia mau bertahan dengan kondisinya yang semakin menurun tanpa diimbangi dengan penanganan yang tepat. Sejak kecil sifat keras kepalanya tidak juga hilang,"

Sehun terdiam. Menurutnya ini hanya masalah waktu, ia yakin suatu saat Suzy mau menjalani tindakan medis yang lebih serius, "Apa memungkinkan jika memberinya waktu untuk berpikir kembali sampai dia siap?"

"Tidak ada banyak waktu. Kondisinya bisa tiba-tiba menurun secara drastis jika tidak dilakukan tindakan yang seharusnya. Keputusan harus segera diambil sebelum terlambat," raut putus asa begitu kentara dari wajah si dokter senior.

Kemudian pembicaraan terselingi jeda, keduanya sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Sehun seperti merasa menanggung beban yang sama dengan dokter Bae untuk mencari pemecahan masalah yang tidak seharusnya menjadi tanggung jawab baginya. Namun tidak bisa dipungkiri tenggang rasa yang muncul ketika setiap hari ia harus menyaksikan bagaimana penyakit itu memperburuk kondisi Suzy sejak gadis itu jatuh tak sadarkan diri.

"Kumohon, Sehun"

Sehun yang tadinya menunduk langsung mengangkat kepala, Dokter Bae menyebut langsung namanya seperti tadi seolah menjadi alarm bahwa apa yang hendak diutarakan olehnya adalah perihal serius.

"Lakukan apa saja agar Suzy bersedia diberangkatkan ke Jepang secepatnya,"


~L.F~


Baekhyun membuka kedua kelopak mata yang terasa berat, hanya mampu setengah dengan penglihatannya yang masih samar. Seingatnya ia tumbang saat hendak menyebrang jalan—seluruh tubuhnya seperti berhenti berfungsi waktu itu—serta bagaimana ia jatuh langsung diatas kerasnya aspal, tapi kenapa sekarang malah sesuatu yang lembut dan empuk terasa dibawah punggungnya. Baekhyun menarik nafas, aroma antiseptik langsung terhirup.

Dengan sisa tenaga, Baekhyun sedikit menoleh ke samping untuk mengenali dimana ia berada lalu suara yang hampir menyerupai bisikan itu terdengar, disusul belaian yang mengusap lembut kepalanya,

"Jangan banyak bergerak. Istirahat dulu,"

Siapa? Baekhyun masih terlalu lemah untuk memproses sekelilingnya, termasuk untuk mengenali suara seorang pria yang menyentuhnya sekarang.

"Tidak apa-apa, kembalilah tidur"

Terdengar sangat rendah. Seperti hipnotis, Baekhyun menurut saja meski awalnya ia merasa jengah karena disentuh lelaki selain Sehun. Perlahan Baekhyun menutup kedua matanya, tidak sanggup menahan untuk tetap terjaga, pasrah begitu saja membiarkan rasa kantuk yang menyergap mengambil alih kesadarannya.


~L.F~


Sudah ke sekian kalinya Sehun melewati lorong lantai 4 sayap barat gedung Severance hingga perawat dan staf medis lain yang kerap berpapasan dengannya sudah hafal betul rutinitas si dokter muda meski bagian itu bukanlah area kerjanya. Mengunjungi Suzy di waktu kosong seperti telah menjadi kewajiban walau dia sendiri bukanlah dokter yang secara langsung menangani putri Dokter Bae tersebut.

Ketika suara pintu bergeser terdengar Suzy menoleh, menghentikan kegiatan yang sedang dilakukannya lalu bergumam, "Kupikir kau tidak datang," ekspresinya berubah cerah begitu sosok yang ia tunggu muncul meski lebih lama dari biasanya. Sedikit demi sedikit gadis itu mulai membuka diri kembali, kini mereka berinteraksi seperti dulu tanpa intonasi sinis atau raut masam yang biasa Suzy tunjukkan pasca rahasia mengenai penyakitnya diketahui Sehun

Sehun menarik kursi lalu duduk disaping brangkar, melihat buku sketsa dan pensil gambar yang gadis itu genggam, ia bertanya, "Membuat design lagi?"

Suzy menggeleng, "Manga,"

"Kau bisa menggambar karakter?" Sehun jadi sedikit penasaraan.

"Seorang teman mengajariku ketika masih di Tokyo,"

"Hmm, boleh aku lihat?"

"Belum selesai. Aku sedang menambahkan beberapa detail," gumamnya sembari menyerahkan buku sketsa pada Sehun.

Si lelaki mengamati tiap panel yang digambar dengan cukup rapi untuk ukuran seseorang yang bukan profesional layaknya mangaka sungguhan. Dilembar itu tampak seorang pria tengah berinteraksi dengan seorang gadis dengan latar taman bunga dan bangunan istana yang berdiri megah di belakangnya. Sehun menduga dua orang itu adalah karakter utama dari cerita yang Suzy buat, namun karena belum ada dialog yang tertulis maka Sehun kembali mengajukan pertanyaan,

"Ini bercerita tentang apa?"

"Klise. Sebaiknya kau tidak perlu tahu, yang ada nanti kau menyesal karena sudah bertanya,"

"Tapi aku penasaran," sahut Sehun masih ingin tahu.

Suzy memandangi Sehun sesaat sebelum ia mengambil alih buku sketsanya dan membalikkan halaman, memperlihatkan detail wajah karakter lelaki disertai gambar utuh satu badan disampingnya. Disini hasil sketsanya tampak lebih realistis, terlihat sekali Suzy menggambarnya dengan penuh kesungguhan.

"Tentang seorang ksatria," Suzy memulai dengan suara pelan, terlampau pelan sampai Sehun harus mendekatkan diri, "—yang ditunjuk oleh sang raja untuk menjadi pengawal putri mahkota,"

Sehun tidak menginterupsi, mengamati sketsa wajah si ksatria dan membiarkan Suzy melanjutkan sambil menyimak, "Dia adalah pemuda yang tangguh, disegani karena kelihaiannya dalam bertarung sampai raja secara langsung memintanya untuk menjadi pelindung untuk sang putri satu-satunya,"

Kemudian Suzy berlanjut ke halaman berikutnya, halaman yang telah Sehun lihat sebelumnya, "Pertemuan pertama mereka terjadi di taman istana, pada awalnya tuan putri yang terbiasa dimanja dan diperlakukan dengan santun sangat membenci si pengawal baru karena sikapnya yang dingin dan terkesan acuh. Namun ia tidak memungkiri kesempurnaan fisik yang dimiliki oleh si pemuda, hanya saja gengsinya terlalu tinggi untuk mengakui,"

Suzy memberi jeda, bermaksud memastikan apakah Sehun hendak menertawakannya atau apa, tapi yang dilihat hanya raut serius itu yang membuatnya yakin untuk melanjutkan.

"Seiring berjalannya hari dengan banyaknya intensitas waktu yang dihabiskan bersama, keduanya mulai membangun kedekatan. Pribadi putri yang polos dan kekanakan mampu meluluhkan sosok ksatria yang tampak kaku dan membosankan. Hingga tanpa disadari, perasaan itu tumbuh. Sang putri telah jatuh hati. Sampai suatu ketika, dengan naifnya tuan putri menyatakan perasaannya,"

Sehun mengira cerita akan berlanjut dengan bersatunya sepasang muda-mudi yang melawan dunia dengan kekuatan cinta—maksudnya karena perbedaan status yang akan menimbulkan pertentangan dan menjadi penghalang untuk mereka bersatu maka mereka kabur dari kerajaan dan menjalani hidup bahagia di tengah pelarian.

"Berharap cintanya terbalas, melainkan kekecewaan yang didapat karena ternyata ksatria telah memiliki kekasih yang tengah menantinya di desa,"

Sehun menoleh, dugaanya meleset. Plot twist?

"Sang putri patah hati. Ia jadi kerap mengurung diri di kamar dan enggan menemui ksatria yang masih setia menunggu untuk diminta mengawal kemanapun putri pergi. Namun putri tidak bisa menghindar dari perasaannya sendiri, sekeras apapun ia berusaha untuk membenci, hatinya tetap tidak bisa berpaling. Ia telah jatuh terlalu dalam.

Tidak kuat menahan rasa rindu, sang putri akhirnya ingin menemui ksatria. Tapi yang dicari malah tidak ditemukan, hingga seorang pelayan mengabarkan bahwa ksatria muda sedang pulang ke desa untuk meminang kekasihnya. Hati yang tak bisa berhenti berharap itu kembali hancur, putri semakin terpuruk. Keadaan diperparah ketika kerajaan oposisi melakukan gempuran tiba-tiba, menyerang istana dan daerah sekitar kerajaan, termasuk desa dimana tempat tinggal si ksatria berada. Ksatria yang berada di tengah-tengah perjalanan kembali menuju istana terkejut, dan ia dihadapkan dengan dua pilihan,"

Suzy menutup buku sketsanya, memandang kosong kedepan sebelum melanjutkan, "Kembali ke desa untuk menyelamatkan pujaan hati—"

Lalu menoleh menghadap Sehun disebelahnya, "—atau melanjutkan perjalanan untuk menyelamatkan putri yang ia telah bersumpah melindunginya sampai mati,"

Tunggu, tidakkah keadaan ini serupa dengan

"Mana yang akan kau pilih?" lanjut Suzy tanpa melepas pandangannya dari Sehun.

Sehun mengerjap, "Apa?"

"Jika kau berada di posisi ksatria itu, siapa yang akan kau dahulukan?" kali ini terkesan menuntut.

Hanya selang beberapa detik hingga Sehun menjawab dengan yakin, "Putri,"

"Semudah itu mengorbankan seseorang yang kau cintai?"

"Kau bilang ia adalah putri mahkota dan putri raja satu-satunya. Jika putri tidak segera diselamatkan maka kerajaan akan kehilangan pewaris tahta yang kelak akan menggantikan raja untuk memimpin rakyatnya. Selain itu seorang ksatria harus berpegang teguh pada sumpahnya untuk melindungi sampai akhir.. meski harus kehilangan seseorang yang paling ia cintai,"

Sehun tidak menduga tindakan impulsif yang Suzy lakukan setelahnya karena baru sedetik ia menyelesaikan kalimat tiba-tiba sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh bibirnya. Entah bagaimana kedua tangan Suzy telah menangkup kedua rahangnya dan berhasil mendaratkan bibirnya dengan mulus. Hanya beberapa detik berselang keduanya kembali terpisah,

"Seperti ksatria," Suzy menggumam, memandangi wajah Sehun yang masih dalam tangkupan kedua tangannya. Menutupi perasaan nelangsa dalam hati atas fakta bahwa ia hanya mampu mengagumi tanpa bisa memiliki.

"Dia sudah lebih banyak menghabiskan waktu denganmu, sekarang bisakah aku mendapatkan bagianku hanya untuk beberapa waktu?"

Sehun tahu Suzy melibatkan Baekhyun sebagai subjek dalam ucapannya barusan, tapi ia masih belum menyerap jelas maksud dari frasa di kalimat terakhir, belum sempat ia memahaminya Suzy melanjutkan,

"Katakanlah aku adalah si tuan putri yang egois. Jika putri meminta sesuatu yang menyangkut hidup dan matinya, apakah si ksatria patut memenuhi permintaan tersebut?"

Sekarang Suzy seperti bermonolog karena Sehun tak kunjung memberinya respon, sikap gadis ini sulit ditebak. Terkadang ia akan berekspresi dan menunjukkan emosinya segamblang buku yang terbuka, namun di momen berikutnya ia akan melontarkan pernyataan sarat akan analogi yang hanya bisa dimengerti oleh dirinya sendiri.

"Aku akan berangkat ke Jepang untuk operasi itu—" tiba-tiba ia bergumam tanpa ingin menunggu lebih lama jawaban dari si lawan bicara, "—jika kau bersedia menemaniku sampai prosesnya selesai,"

Lakukan apa saja agar Suzy bersedia diberangkatkan ke Jepang secepatnya.

"Kau.. ingin aku menemanimu?"

"Hm," Suzy mengangguk lemah sebelum memalingkan wajahnya, "Karena jika kemungkinan terburuk terjadi, setidaknya aku telah menghabiskan waktu denganmu lebih lama sebelum—"

"Kita akan ke Jepang," Sehun menyela.

Tidak mengira mendapat respon secepat itu, Suzy tersenyum miris, "Apakah aku terdengar sebegitu putus asanya bagimu?"

"Apapun agar kau bisa bertahan dan pulih,"

"Lalu apa yang akan kau katakan pada kekasihmu?"

"Biar itu menjadi urusanku. Yang terpenting sekarang jaga kondisimu sampai hari keberangkatan nanti,"

Suzy manatap Sehun dalam dengan pandangan yang mulai mengabur karena air mata, lalu merengkuh Sehun kedalam pelukannya,

"Terima kasih karena sudah peduli," ujarnya dengan suara bergetar, membiarkan kesenangan melingkupi hati meski sadar keegoisannya sangat berpotensi mengganggu hubungan orang lain.

Tidak menjadi masalah jika ini sebatas bentuk kepedulian tanpa melibatkan perasaan lebih jauh dan bersifat sementara, toh ia juga tidak tahu apakah operasinya akan berjalan dengan baik atau malah hidupnya hanya mampu bertahan beberapa waktu lagi, setidaknya ia mendapat apa yang ia inginkan.

Sementara Sehun merasa telah mengambil keputusan yang benar, jika operasi yang dijalani Suzy berhasil maka satu nyawa akan terselamatkan, meski ia sendiri tak dapat mengabaikan rasa bersalah terhadap kekasihnya sendiri.


~L.F~


Sejak kembali dari ruangan dokter, Chanyeol masih setia berada ditempatnya—duduk di samping ranjang tempat Baekhyun berbaring. Setelah sempat diambil sampel darah dan dilakukan tes hasilnya menunjukkan Baekhyun mengalami defisiensi zat besi. Atas saran dokter, Baekhyun perlu dirawat sementara di rumah sakit sembari diberi asupan nutrisi tambahan melalui cairan infus agar kondisinya lebih stabil.

Tadi Baekhyun sempat sadar, namun Chanyeol langsung menyuruhnya kembali beristirahat. Ditengah-tengah lamunannya sambil memandangi Baekhyun yang masih tertidur, nada dering terdengar. Chanyeol mencari sumber suara yang ternyata barasal dari tas Baekhyun. Ponsel Baekhyun berbunyi, karena takut pemiliknya terbangun Chanyeol langsung mengambil benda pipih itu dan menaruh kembali tasnya ke tempat semula lalu sedikit menjauh, melihat layar yang menunjukkan nama si pemanggil terlebih dulu sebelum menjawab panggilan masuk itu.

"Halo,"

"Baek, kenapa belum—eoh?" wanita diseberang sana tidak sempat menyelesaikan karena mendengar suara lelaki yang mengangkat.

"Maaf, Baekhyun sedang tidak bisa mengangkat panggilan, ada yang ingin disampaikan?"

"Kau.. siapa?" tanyanya terdengar ragu.

"Ini Chanyeol,"

"Chanyeol? Chanyeol sia—omo!" suara nafas tertahan, kemudian hening.

"Halo?"

"Bagaimana bisa... ponsel Baekhyun ada padamu? Memangnya Baekhyun kemana?"

"Tadi Baekhyun tiba-tiba sakit dan perlu penanganan dokter, jadi harus dibawa ke rumah sakit,"

"Ya Tuhan, sakit apa?! Pantas aku tunggu dia tidak kunjung datang. Lalu bagaimana keadaannya sekarang? Bisa beritahu aku dia dirawat di rumah sakit mana?"

"Tidak usah khawatir, Baekhyun sudah tidak apa-apa, hanya butuh istirahat. Dia aman bersamaku, Minseok-ssi"

"Ah, syukurlah kalau begitu. Lalu apa kau sudah menghubungi Sehun?"

Chanyeol mengernyit, "Sehun?"

"Iya, mereka tinggal bersama, siapa tahu dia khawatir Baekhyun belum juga pulang,"

Chanyeol terdiam sesaat sebelum merespon, "Kurasa tidak perlu. Biar aku saja yang mengurus Baekhyun disini sampai mengantarnya pulang dan menjelaskan pada Sehun nanti,"

"Benarkah? Ya sudah tolong kabari aku jika sesuatu terjadi. Pokoknya jaga Baekhyun baik-baik dan..." Minseok menggantung kalimatnya, Chanyeol menunggu.

"...jangan coba menyakitinya lagi,"

Aku tahu.

"Baiklah,"

"Sudah dulu, titip Baekhyun disana ya, Chanyeol-ssi"

"Ya, Minseok-ssi"

Sambungan berakhir, Chanyeol menurunkan ponsel Baekhyun dari telinganya. Memikirkan informasi mengenai Baekhyun yang tidak sengaja didapatnya dari Minseok barusan.

So she's been living together with this Sehun guy? Are they engaged or something?

Chanyeol tidak mengenali perasaan asing ini. Memang sudah bukan urusannya jika Baekhyun telah menjalani hidupnya sendiri dan memiliki lelaki lain, tapi kenapa sedikit informasi saja jadi menganggu pikirannya? Untuk sementara Chanyeol mengesampingkan segala prasangka yang mulai bermunculan lalu masuk kembali untuk melihat keadaan Baekhyun yang ternyata sudah sadar, sedang berusaha bangun sebisanya.

Chanyeol meletakkan ponsel Baekhyun lebih dulu sebelum membantunya bangkit, memegangi Baekhyun yang masih lemah namun sudah dalam keadaan duduk selagi merubah letak bantal agar Baekhyun bisa bersandar. Setelah memastikan posisi Baekhyun nyaman, Chanyeol mengambilkan segelas air lalu kembali membantunya minum.

"Masih ada yang sakit? Perlu kupanggilkan dokter? Jika masih belum sanggup sebaiknya kau tetap berbaring,"

"Kenapa harus kau?" pelan ia bersuara, lebih bertanya kepada dirinya sendiri sembari memalingkan muka.

Chanyeol terdiam, mendengar pertanyaan itu terucap dengan intonasi sarat akan arti seolah dirinya tidak diharapkan kehadirannya disana serta bagaimana cara Baekhyun menatapnya.

Baekhyun sudah bisa menyimpulkan sendiri bahwa Chanyeol yang telah menolongnya. Lelaki inilah pemilik suara yang tadi sempat menenangkannya untuk kembali tidur ketika ia sempat sadar untuk pertama kalinya. Baekhyun sudah terbangun sejak mendengar ponselnya berbunyi, melihat Chanyeol dengan tergesa namun hati-hati mengambil ponselnya lalu mengangkat panggilan itu di luar.

Sekali lagi yang Baekhyun sesalkan, dari sekian banyak orang, kenapa harus Chanyeol.

"Aku mau pulang," Baekhyun hendak menyibak selimut tapi Chanyeol keburu menahannya.

"Tunggu sampai cairan infusnya habis dulu,"

Baekhyun melihat tabung infus menggantung di sisi kanan atasnya yang masih tersisa sedikit, kemudian menghela nafas dengan berat. Semakin panjang waktu yang akan ia habiskan bersama Chanyeol disini akan sangat menyiksa, Baekhyun tidak menemukan alasan lain untuk menghindar dan ia tidak setega itu untuk mengusir lelaki yang sudah menolongnya.

"Aku.. mau menemui dokter, kau istirahat disini dan jangan kemana-mana sebelum aku kembali," Chanyeol beranjak dari kursinya, melangkah dengan ragu meninggalkan Baekhyun sendirian didalam.

Ia tahu Baekhyun tidak menginginkannya berada disana namun Chanyeol masih belum bisa pergi begitu saja dengan keadaan Baekhyun yang masih butuh pertolongan, oleh karena itu ia sadar diri dan mencari alasan yang tepat untuk keluar. Chanyeol memang memanggil dokter untuk memeriksakan kembali kondisi Baekhyun, setelah berkonsultasi lalu diberi obat untuk mempercepat pemulihan, ia kembali ke kamar rawat dan mendapati seorang suster sedang memberi plester di tangan Baekhyun dimana jarum infus sebelumnya terpasang

"Maaf sudah merepotkan," Baekhyun berujar pelan setelah perawat tadi sudah pergi.

"Bukan masalah, ayo kuantar pulang,"

"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri,"

Mengira alasan Baekhyun menolaknya karena tidak ingin Sehun berpikiran yang macam-macam jika nanti melihat dirinya diantar pulang oleh lelaki lain, Chanyeol berinisiatif, "Aku akan menjelaskan pada Sehun sesampainya kita disana jika itu yang membuatmu merasa tidak enak atau apa,"

Baekhyun terkesiap mendengar Chanyeol menyebut nama Sehun, ekspresinya menyiratkan pertanyaan 'tahu dari mana?' yang dapat diterka dengan mudah meski tak sempat terucapkan.

"Setidaknya biarkan aku menemani sampai kau benar-benar aman tiba di tempat tinggalmu,"

Baekhyun terlalu lelah untuk berargumen lagi, tidak mungkin meminta Sehun untuk menjemputnya karena selain akan menganggu disela-sela waktunya bekerja ia tidak ingin membuat kekasihnya itu khawatir. Akhirnya ia terpaksa ia menuruti permintaan Chanyeol untuk diantarkan pulang. Di sepanjang perjalanan Baekhyun lebih banyak diam, bersuara hanya saat Chanyeol menanyakan keadaannya karena beberapa kali ia melihat Baekhyun meringis tertahan sambil memegangi perutnya.

"Terima kasih," Baekhyun berujar pelan setelah Chanyeol mengantarnya sampai di depan pintu apartment.

"Sama-sama. Jaga kesehatanmu,"

"Hm. Kau juga hati-hati,"

Chanyeol hanya mengangguk, mengusap lehernya canggung dengan kepala tertunduk, tampak sedang menimbang-nimbang atas sesuatu yang akan ia lakukan, sementara Baekhyun sudah membalikkan badan mengira pertemuan sudah berakhir.

This is your only chance, talk to her, now or never.

"Baekhyun,"

Gerakan tangan Baekhyun yang hendak menekan passcode pintu terhenti.

"Aku tidak yakin setelah ini kau masih ingin menemuiku karena itu selagi disini aku ingin menyampaikan sesuatu,"

Baekhyun menoleh, menerima tatapan penuh harap itu yang memintanya untuk mendengarkan. Sejak interaksi mereka di rumah sakit hingga sampai disini, Baekhyun berusaha menghindari kontak mata dengan Chanyeol secara langsung, namun kali ini ia telah melakukan—yang menurutnya—sebuah kesalahan.

Apa ini?

Kedua maniknya terlanjur terkunci dengan sorotan yang seolah dapat menembus masuk ke dalam mempengaruhi pikirannya untuk memberikan satu kesempatan, tapi tidak hanya itu. Rasanya tidak se-asing ketika berhadapan dengan Chanyeol yang kehilangan ingatannya satu setengah tahun yang lalu.

Baekhyun sampai tidak sadar ketika Chanyeol memegang kedua bahunya, memutar tubuhnya agar mereka berhadapan dengan benar.

"Should've asked you before doing this but screw it I can't hold it anymore. Just let me—"

Chanyeol menarik Baekhyun kedalam dekapannya. Tidak terlalu erat meski begitu ia tidak akan melepaskan jika nanti Baekhyun menarik diri atau mendorongnya menjauh. Tidak sampai Baekhyun mendengarkan apa yang akan ia katakan.

"Aku mengerti..."

Chanyeol dapat merasakan Baekhyun menegang dalam pelukannya saat ia memulai.

"Aku mengerti kalau kau masih marah padaku atas kejadian satu setengah tahun yang lalu. Tapi itu sungguh diluar kuasaku, Baekhyun. Aku tidak menyalahkan takdir, hanya saja seandainya kecelakaan itu tidak terjadi kita tidak akan berakhir seperti ini. Pasti sulit bagimu untuk memaafkanku tapi sekarang yang paling penting dan yang perlu kau tahu—"

Chanyeol menarik nafas, tanpa sadar mengeratkan dekapan sebelum melanjutkan, "—aku sudah mengingatnya"

Baekhyun refleks mendorong Chanyeol dengan sekuat tenaga, memberanikan diri menatap lelaki itu tepat dimata.

"Apa yang kau ingat?" tajam suara Baekhyun bertanya meski sedikit bergetar.

"Semuanya. Antara kau dan aku, segala yang pernah kita lakukan,"

Baekhyun menggeleng tidak percaya. Bukankah dulu dokter itu bilang kemungkinannya sangat kecil?

"Aku tidak mengerti maksudmu mengungkapkannya padaku tapi jika ini caramu untuk—"

"Petrichor" Chanyeol menyela, jika Baekhyun tidak mempercayainya maka ini satu-satunya cara untuk membuktikan, "Your favorite scent,"

Baekhyun berusaha mengingat kapan dan dimana mereka pernah membahas hal ini.

"On our way back from your hometown to the city, that day on the train," seolah dapat membaca pikirannya, Chanyeol menjawab apa yang tengah Baekhyun pertanyakan dalam batinnya.

Bagaimana bisa—

"Sudah kukatakan padamu aku telah mengingat semuanya, Baekhyun," Chanyeol kembali meletakkan tangannya di pundak Baekhyun, "Percayalah,"

Eyes are where all the honesty of what your heart feels come from. Mereka bilang mata akan selalu menyalurkan bentuk murni suatu emosi meski mulut bisa berkata lain. Baekhyun tidak menemukan cela disana, dimana kedua manik almond itu menatap lurus padanya, menyalurkan kesungguhan dengan sorot penuh keyakinan.

Baekhyun akhirnya percaya, bahwa Chanyeol telah kembali, membawa bagian dari dirinya yang pernah hilang. Namun menerimanya kembali tidak semudah itu, jika dianalogikan dalam dinamika sebuah fiksi, banyak hal yang telah berubah seiring dengan munculnya tokoh baru dan twist dalam plot cerita. Baekhyun sudah memulai chapter baru dalam hidupnya sementara Chanyeol malah menariknya kembali pada halaman terakhir yang mereka tinggalkan.

Baekhyun hampir terbawa perasaan, mungkin ia sudah memberikan sebuah pelukan haru 'Selamat datang kembali' kalau saja tidak kuasa memegang kendali atas dirinya, teringat bahwa segalanya tidak lagi sama. Pernah ada tragedi dan sakit hati, dimana yang satu telah belajar melepaskan sementara yang lain terjebak di masa lalu.

Baekhyun menarik nafas, mengumpulkan segenap hati untuk berkata—

"Lupakan,"

"Maaf?"

"Apapun itu, lupakan saja. Anggap itu bagian dari masa lalu yang tidak perlu diungkit kembali. What happened in the past, stayed in the past,"

Chanyeol bergeming, binar di matanya meredup seiring dengan ekspresi penuh harapnya yang luruh. Bagaimana efek seuntai kalimat terasa begitu nyata bagai pisau yang menghujam, menusuk tajam tepat di dada.

"Semudah itu kau mengatakannya sementara aku telah berusaha mengais ingatanku, terbebani dengan perasaanku sendiri dan pada akhirnya kau memintaku untuk melupakannya begitu saja?" nada bicaranya meninggi entah disadari atau tidak, Baekhyun sedikit terpancing untuk memberikan argumen yang sepadan sebagai balasan.

"Kau pikir segalanya mudah bagiku? Apa kau mengira kehilanganmu tidak menyisakan apapun? Aku juga mengalami masa sulitku, Chanyeol—" mengandung anakmu, ditinggal menikah dan kehilangan janin, "Tapi akhirnya aku sadar, sudah saatnya aku harus merelakan sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku. Kau dan aku sudah memiliki jalannya masing-masing. Karena itu apapun yang kau lakukan ini kumohon jangan diteruskan, demi kebaikan kita,"

For our own good, you say. But, I'm far from good if—

"Baekhyun,"

Sebuah suara menginterupsi, keduanya menoleh secara bersamaan untuk melihat orang ketiga yang datang. Chanyeol tidak mengenali siapa pria ini dan ketidaktahuannya langsung terjawab ketika Baekhyun bergumam menyebutkan nama milik seseorang yang Chanyeol cukup ingin tahu bagaimana sosoknya.

"Sehun.."


To be continued..