My first submitted fic. Disclaimer is by Masashi Kishimoto.
Warning: Just hidden scene and hancur kata-katanye. -.-
Mata merahnya terfokus pada satu titik, pandangan yang kosong; hampa namun dalam. Ditemani oleh air matanya sendiri yang bergulir dengan cepat.
..Dan juga bunga-bunga yang ia rawat di dekat jendela sana, terkadang ada kelopak yang berguguran. Seolah menyindir bulir air matanya yang bergerak sama; turun ke bawah.
Sampai ia sadar dan bertanya-tanya sendiri dalam hati; mengapa matanya basah? Memangnya apa yang terjadi padanya?
Mungkin itu firasat, sampai seseorang mengetuk pintu kediamannya.
Wanita bernama Kurenai itu bangkit ke sumber suara, sembari menyeka air mata tanpa sebab yang masih mendiami indra penglihatannya itu.
-
Nara Shikamaru, seorang chunin jenius dari tim 10.
Orang yang ditemuinya di muka pintu, hei..dan wajahnya yang sendu, penuh duka.
Semakin besar pergolakan batin Kurenai, sebenarnya apa yang terjadi?
Indranya membaca gerakan bibir Shikamaru yang tersendat beberapa kali oleh senggukan tangis. Oh Tuhan..
..Benarkah?
..Benarkah kekasih hatinya telah tiada?
-
Lututnya menjadi lemas seketika, ternyata air mata tadi memang bukan tanpa sebab, ternyata guguran bunganya juga merupakan pertanda dengan faktor yang sama.
Kurenai terduduk, pandangannya menggelap. Kini hanya ada dia dan tangisan pilunya.
Lalu bagaimana dengan anak yang ada di kandungannya?
-
Kalau tau seperti ini, ia tidak akan pernah mau berpisah di ujung jalan dengan Asuma; sang kekasih. Kalau memang kenyataan memberi tahunya terlebih dahulu, lebih baik ia tidak menerima hadiah-hadiah yang selama ini diberikan padanya.
Karena itu hanya akan berubah menjadi hadiah perpisahan.
Kini dalam selimut air matanya, tidak tahan lagi dia untuk menahan jeritan.
-
Mau tidak mau, Shikamaru bercerita apa yang telah terjadi pada Asuma. Dan angan-angan Kurenai kembali membumbung tinggi. Terbayang wajah pucat kekasihnya yang menahan rasa perih tiada tara.
Kenapa tidak pernah terpintas di pikirannya bahwa semua akan berakhir sebagaimana hari ini?
Dan ini akan menjadi sebuah luka, goresan dalam yang tidak akan pernah bisa terhapus. Terlalu banyak momen indah yang terekam memori.
Saat kita tetawa bersama.
Saat jemari kita saling erat menggenggam.
Dan banyak hal yang tak sanggup diangkat ke dalam relung ingatan.
Bahkan otak Kurenai tak sanggup menerima kepergian Asuma.
--
Pada pemakaman sang shinobi yang telah pergi itu, langit menggelap, dan turut menangis. Kurenai mengantarkan sebuket bunga sampai ke depan nisan.
Akan sulit memulihkan hatinya yang hancur.
Tapi sudahlah, begini terus justru akan membuatnya makin terpuruk.
--
"Kali ini," Shikamaru menunjuk pada perut Kurenai yang makin membuncit, "aku yang akan menjadi guru dan melindungi anak itu," Shinobi itu menyengir, membuat Kurenai turut serta tersenyum juga.
Benar, kalau memang ia sudah kehilangan Asuma, sekarang ia harus mempertahankan si kecil yang akan lahir nanti. Asuma muda.
Kurenai mengelus perutnya.
Dan kini menengadah ke atas langit bukan dengan tatapan lara lagi, tetapi dengan senyum untuk membuka jalan ke depan.
"Bukankah begitu, Asuma?"
A/N: Yee..ini dia fic-nya Lully, maaf cuma hidden scene doang T___T
Minta sarannya senpai :D Biar nanti Lully bisa submit karya yang lebih berkualitas.
R-E-V-I-E-W!
