Disclaimer
Takabayashi Tomo/Matsumoto Temari
Pair
YuuRam
Genre
Drama, Romance, Humor, Family, AU.
Rate
T
%Arrogant Prince%
Wolfram von Bielefeld seorang tuan muda dari keluarga bangsawan. Putra bungsu dari tiga bersaudara. Pangeran berparas tampan tapi juga lebih cantik dari anak perempuan seumurannya (15 thn). Ibunya seorang pebisnis yang memiliki hobby keliling dunia. Sementara kakak tertuanya Gwendal menggantikan posisi almarhum sang ayah sebagai president di perusahaan besar milik keluarga mereka. Kakak keduanya Conrad menduduki posisi wakil president, walaupun begitu Conrad lebih sering berada di rumah untuk mengurusi adik bungsunya.
Sejak bayi Wolfram memang sering ditinggalkan oleh ibunya dan Conrad yang mengambil alih tugas sang ibu dengan alasan tidak ingin adiknya kekurangan kasih sayang.
"Sudah ku bilang aku ingin Conrad yang membawakannya!"
PRANG!
Wolfram menepis semua menu sarapan yang dibawakan oleh seorang pelayan ke kamarnya.
"Ma-maaf Wolfram-sama…ta..tapi..Conrad-sama sudah berangkat ke kantor." Jawab sang pelayan takut-takut.
"Aku tidak mau tahu! Cepat keluar dari kamarku!" Amuk sang tuan muda.
"Ba-baik…" Sang pelayan segera membenahi makanan dan segala peralatan makan yang berantakan karena ulah sang tuan muda.
"Cepat!" Pelayan wanita itu bergegas keluar kamar.
Prang!
Bak!
Buk!
"Haahh… dia pasti mengacak-ngacak kamarnya lagi." Sang pelayan menghela nafas. "Conrad-sama kenapa anda pergi sebelum adik anda yang manis bangun tidur.." Ratap sang pelayan dengan berderai airmata.
"Apa Wolfram-sama mengamuk lagi?" Tanya seorang pria berambut panjang dan mengenakan setelan jas berwarna silver.
"Gunter-san! Iya Wolfram-sama tidak mau makan dan mengamuk." Jawab sang pelayan.
"Hmm..biar ku coba membujuknya." Gunter maju dan membuka pintu kamar Wolfram.
BRUK!
PRANG!
"JANGAN ADA YANG BERANI MASUK KE KAMARKU!" Teriak sang tuan muda setelah melemparkan sebuah vas bunga antic ke pintu kamarnya.
"Hampir saja…" Gunter berkeringan dingin, untung dia sempat menutup kembali pintu tersebut sebelum vas bunga mengenai kepalanya.
"Apa barusan Wolfram-sama melempar vas bunga?" Tanya sang pelayan dengan tatapan ngeri.
Melihat itu Gunter menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya kenapa dengan vas bunga itu?" Tanya sang kepala pelayan sekaligus orang kepercayaan Cheri-sama.
"I-..it…itu…vas bunga yang dibeli Cheri-sama dari Paris… vas bunga antic yang harganya hampir sama dengan mobil lamborgini." Jawab sang pelayan.
"APPPPAAAAA?!" Gunter berteriak histeris. "Apa yang sebenarnya dipikirkan sang ratu dengan meletakkan benda antic di kamar putra bungsunya?"
"Cheri-sama bilang Wolfram-sama sangat cocok dengan sesuatu yang bernilai tinggi dan elegant." Ucap sang pelayan mengulang kalimat yang diucapkan majikannya.
"Tidak dengan kepribadiannya. Aku harus segera menelpon Conrad sebelum iblis kecil ini menghancurkan istana." Ucap Gunter. Rumah yang didiami oleh keluarga Wolfram memang lebih pantas jika disebut istana. Begitu pun orang-orang di kota tersebut menyebut bangunan mewah itu sebagai istana.
Halaman depannya saja bisa dibilang lebih luas dari lapangan sepak bola. Terdapat taman dengan beberapa air mancur buatan, berbagai bunga mulai dari bunga mawar, tulip sampai bunga anggrek di kolam. Bangunan arsitekturnya menyerupai kerajaan inggris karena sang ibu berasal dari inggris.
Di bagian belakang terdapat taman minum teh diantara kebun anggur dan taman bunga-bunga langka. Sementara bagian samping kanan dan kiri istana terdapat sungai buatan yang mengalir jernih menuju taman depan. Tak heran jika bangunan itu disebut sebagai istana.
.
.
.
.
Ditempat lain…
'Perasaanku tidak enak,' Batin Conrad yang sedang berada disamping Gwendal dan membantu sang kakak mengurusi berkas penting.
"Ada apa?" Tanya Gwendal melihat adiknya berdiam diri seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Perasaanku tidak enak," Jawab Conrad.
"Apa kau melupakan sesuatu?"
"Hmm..sepertinya iya."
Conrad memegangi dagunya, berpikir sesuatu apa yang kira-kira dia lupakan dirumah. Karena tadi dia pergi mendadak bahkan belum sempat mandi apa lagi sarapan. Tapi sepertinya dia melupakan sesuatu yang lebih penting.
Drrrtt…
Drrttt…
Handphone Conrad yang tergeletak di meja tiba-tiba saja bergetar menandakan kalau ada panggilan masuk. Pemuda tampan itu pun segera melihat layar hp dan tiba-tiba saja wajahnya memucat.
"Ada apa? Siapa yang menelpon?" Tanya Gwendal yang sejak tadi memang memperhatikan Conrad.
"Gunter." Jawab Conrad singkat, keringat dingin sudah bercucuran dari wajahnya. "Tadi aku pergi sebelum Wolfram bangun dan tidak memberitahu sebelumnya…" Ucap Conrad pelan.
"Ck! Kenapa aku juga melupakannya.." Gwendal memijit keningnya membayangkan prahara yang sekarang sedang terjadi di rumahnya.
"Halo?" Sapa Conrad setelah menekan tombol hijau di handphonenya.
[Conrad! Demi dunia yang masih bulat aku mohon kau segera kembali! Iblis kecilmu yang manis mengamuk dan menghancurkan isi kamarnya termasuk vas bunga antic yang dibelikan oleh Cheri-sama!] Cerocos Gunter dari sebrang sana, terdengar jelas kalau pelayan paling setia keluarganya itu tengah panic berat.
"Aku akan segera pulang." Jawab Conrad singkat. Conrad menghela nafas dan tertunduk lemas, bagaimana mungkin dia bisa pulang cepat. Pekerjaannya saja masih belum selesai.
"Pulanglah," Ucap Gwendal.
"Tapi Aniue-"
"Kalau salah satu dari kita tidak pulang akan susah menjinakkannya nanti."
"Kau benar," Untuk yang kesekian kalinya Conrad menghela nafas.
"Kirim Yozak bersamanya ke sekolah, aku tidak ingin dia membuat masalah disana." Pesan sang kakak sebelum Conrad pergi.
Conrad tersenyum."Aku mengerti," Dia tahu pasti kalau kakak pertamanya itu sebenarnya sangat menyayangi Wolfram. Hanya saja kesibukannya sebagai presiden diperusahaan membuat waktunya tersita dan jarang mengurusi adiknya.
.
.
.
Ditempat lain, disebuah rumah sederhana yang jauh dari kata mewah.
Seorang anak remaja berusia 15 thn, memiliki rambut hitam dan warna mata hitam. Yuuri Shibuya anak kedua dari dua bersaudara, memiliki kepribadian ramah, ceria, baik, menjunjung tinggi keadilan dan memiliki raut wajah tampan tapi kurang popular di sekolahnya.
"Ohayo kaa-san.." Sapa Yuuri pada ibunya.
"Ohayo Yuu-chan. Kau harus menghabiskan telur dan susunya," Ucap sang bunda sambil menyajikan telur mata sapi dan beberapa sayuran serta segelas susu pada putra bungsunya itu.
"Tou-san dan nii-san sudah pergi ya?" Tanya Yuuri karena tak menemukan kakak dan ayahnya di ruang makan.
"Iya, Ayah dan Sho-chan sudah berangkat duluan. Yuu-chan juga harus segera berangkat,"
Yuuri segera melahap habis sarapannya dan meneguk satu gelas susu segar yang disajikan oleh sang ibu.
"Shibuya!" Terdengar suara teriakan dari sesorang diluar rumah.
"Kaa-san aku berangkat!" Yuuri segera menyabet tas sekolahnya dan berlari keluar rumah untuk berangkat ke sekolah bersama sahabat baiknya.
"Sampaikan salam kaa-san pada Ken-chan~" Teriak sang bunda.
"Yaaa…" Hanya suara sahutan Yuuri saja yang terdengar karena remaja dengan double hitam itu sudah berlari keluar rumah.
"Ohayo Murata!" Sapa Yuuri pada sabahatnya.
"Ohayo Shibuya, " Murata tersenyum. "Hari ini kau kesiangan lagi?"
"Ugh..hanya sedikit.."
Lalu keduanya pun megayuh sepeda masing-masing menuju sekolah. Yuuri dan Murata bersekolah di sekolah yang sama, setiap pagi Murata akan menghampiri Yuuri di rumahnya dan berangkat ke sekolah bersama dengan mengendarai sepeda.
Mereka murid kelas satu di sebuah SMA ternama di Jepang walaupun sekolah tersebut bukan merupakan sekolah bangsawan atau semacamnya. Hidup mereka sederhana, tidak bisa dibilang kekurangan juga karena mereka bukan orang miskin. Yah kalau kata orang sih golongan ekonomi menengah.
.
.
.
Kembali ke istana mewah kita…
Conrad akhirnya datang dan bisa membujuk Wolfram untuk sarapan walaupun keningnya harus benjol karena dilempar piring oleh adik bungsunya. Dengan susah payah Conrad pun berhasil membujuk Wolfram untuk pergi ke sekolah.
"Kau tidak ikut Conrad?" Tanya Wolfram saat melihat kakak keduanya itu masih berdiri di samping mobil sementara dia sudah duduk manis di dalam. Sebuah mobil mewah layaknya kereta kencana yang biasa digunakan seorang pangeran di negeri dongeng.
"Pulang nanti nii-san yang menjemputmu, sekarang nii-san harus segera kembali ke kantor. Aniue sedang banyak urusan penting," Ucap Conrad dengan hati-hati mencoba membujuk sang adik.
"Hmpp!" Wolfram memalingkan wajah cemberutnya dan menyilangkan kedua tangannya di dada.
Ujung bibir Gunter berkedut, 'Bocah ini…wajahnya memang sangat manis tapi sikapnya benar-benar mengerikan.' Batinnya melihat tingkah Wolfram.
Conrad tersenyum, "Yozak akan ikut bersamamu, kalau kau butuh sesuatu suruh saja Yozak."
'Aku dikorbankan lagi,' batin Yozak Speechless.
Yozak merupakan teman masa kecil Conrad dan sekarang bekerja sebagai bodyguard pribadi Wolfram karena Conrad yang memintanya. Yozak memang bukan berasal dari keluarga bangsawan tapi Conrad memangangggapnya sebagai sahabat. Yozak bisa menyelesaikan S2 nya di belanda pun berkat bantuan dari Conrad yang menanggang seluruh biaya pendidikannya. Karena itulah Yozak memutuskan untuk mengabdi pada keluarga besar Conrad sebagai tanda balas budi.
"Kalau begitu kami berangkat dulu, yang mulia." Pamit Yozak pada sahabatnya.
"Haha, jangan mengejekku. Hati-hati di jalan." Sahut Conrad.
Gunter menghela nafas, "Kau terlalu memanjakannya makanya dia jadi angkuh seperti itu," Ucap Gunter pada Conrad.
"Dia hanya belum dewasa, ini salah kami karena kurang memperhatikannya." Jawab Conrad sambil melihat kearah dimana mobil yang membawa adiknya menghilang.
"Dia selalu diperlakukan istimewa sejak kecil, tidak ada seorang pun yang tidak memperhatikannya." Sahut Gunter yang kurang setuju. "Kau terlalu lunak padanya, dia bahkan memangggil namamu."
"Itu hanya kalau aku membuatnya kesal, biasanya dia memanggilku onii-chan. Adikku memang sangat manis." Conrad berlalu meninggalkan Gunter dengan senyum manis diwajahnya.
'Dia benar-benar menganggap iblis kecil itu manis, bahkan untuk sisi negativenya.' Gunter speechless dengan satu alis yang berkedut tak tenang.
.
.
.
Kembali kejalanan.
"Kenapa kita lewat sini?" Tanya Yuuri pada Murata. Pagi ini Murata mengajak Yuuri melewati jalan lain yang belum pernah mereka lewati sebelumnya.
"Kau ingin melihat sekolah para bangsawan kan Shibuya?" Tanya Murata masih sambil mengayuh sepedanya.
"Hee!? Apa tidak apa-apa? Ku dengar sekolah itu dijaga dengan sangat ketat."
"Tidak apa-apa, kita hanya akan lewat di depan gerbangnya saja."
Tin!
Tin!
Tiba-tiba saja terdengar suara bel mobil dari arah belakang membuat Yuuri dan Murata terkejut. Keduanya segera mengarahkan sepedanya ke sisi jalan. Sebuah mobil mewah dengan warna hitam mengkilat melewati keduanya membuat dua remaja itu terpukau.
"Ya Tuhan, mobilnya mewah sekali." Gumam Yuuri kagum.
"Aku berani bertaruh pasti mobil itu membawa anak bangsawan kaya. Mungkin seorang gadis manis yang sangat anggun dan baik hati seperti di cerita dongeng." Sahut Murata.
"Eh!? Aku jadi ingin lihat."
"Bagaimana kalau kita menyusup Yuuri." Kedua mata Murata berkilat.
Yuuri langsung speechless. "Bisa merubah dirimu menjadi lalat pun kau tidak akan bisa menyusup kesana."
"Hahaa.. aku hanya bercanda." Dan keduanya pun melanjutkan perjalanan menuju sekolah tanpa tahu bahwa yang berada di dalam mobil bukanlah seorang gadis manis.
.
.
.
Gerbang besar sekolah langsung terbuka lebar begitu mobil yang ditunggangi Wolfram terlihat. Kedua penjaga gerbang yang mengenakan jas serba hitam membungkuk sopan. Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk sekolah.
Para gadis yang berada di halaman sekolah dan sekitaran pintu masuk segera berkerumun dan berbisik-bisik. Memiliki latar belakang sebagai keluarga bangsawan terkaya di jepang. Berambut pirang dan bermata hijau sejuk serta wajah bak pahatan Tuhan membuat Wolfram digandrungi para gadis dan juga beberapa murid laki-laki.
Gaya Wolfram yang selalu elegant dan arrogant serta memiliki harga diri tinggi justru menjadi daya pikat tambahan. Disekolahnya dia dikenal dengan sebutan 'Prince' yang berarti pangeran. Dan beberapa siswa diam-diam menyebutnya 'Princess'.
Yozak turun dan membukakan pintu untuk Wolfram.
"Kyaaaa! Prince kami mencintaimu." Teriak beberapa orang siswi saat sosok Wolfram keluar dari mobil. Para pengawal segera berjejer untuk mengamankan sang pangeran.
"Price-sama~ tolong lihat kemari." Teriak yang lainnya.
"Ck! Berisik." Wolfram berdecak kesal dan menutup matanya.
"Ohayo prince.."
"Ohayo Wolfram-sama.."
"Senang bertemu dengan anda Prince.." Dan bla bla bla lainnya.
Sosok Wolfram berjalan tanpa menghiraukan teriakan disekitarnya. Bahkan tatapannya lurus kedepan seolah tak ada siapapun disana.
'Dingin seperti biasanya,' Batin Yozak sambil mengikuti sang tuan muda tepat dibelakang.
"Yozak, perintahkan anak buahmu untuk pergi. Aku tidak ingin terlalu banyak yang mengganggu." Perintah Wolfram.
"Baik Wolfram-sama," Yozak segera mengisyaratkan agar para pengawal yang lain kembali ke mobil dan hanya dia yang mengikuti Wolfram.
Sepanjang perjalanan menuju kelas pun banyak siswa dan siswi yang menyapa Wolfram namun seperti biasanya Wolfram tak menghiraukan mereka sama sekali dan terus berjalan dengan gaya elegannya. Hanya Yozak yang terus memasang senyuman dan sesekali membungkuk untuk membalas.
Yozak pun ikut masuk ke dalam kelas dan berdiri dibelakang untuk menjaga dan memperhatikan tuannya.
Sebagai seorang pangeran yang angkuh Wolfram memiliki nilai akademik yang membanggakan dan bahkan menjurai beberapa lomba di dalam maupun luar negeri mewakili sekolahnya. Hal itu pula yang membuat para guru menyanginya. Walaupun seluruh temannya berasal dari keluarga bangsawan tapi tak seorang pun dapat menyamai levelnya. Terlalu banyak hal pendukung yang membuat Wolfram semakin angkuh.
.
.
Skip Time
Di ruang kerja Gwendal yang bertempat di istana. Terlihat Gwendal yang duduk di kursinya, disampingnya berdiri Conrad yang sedang menatap keluar jendela. Lalu Gunter dan Yozak yang juga duduk di kursi masing-masing.
"Bagaimana perkembangan hari ini?" Tanya Gwendal pada Yozak.
"Masih sama seperti biasanya. Wolfram-sama tak menghiraukan semua yang menyapanya, tidak mau berbicara dengan siapapun dan tidak tersenyum sekalipun. Ku rasa mood Wolfram-sama sedang buruk," Jawab Yozak pada tuannya. Gwendal hanya mampu menghela nafas berat.
"Kalau terus dibirkan seperti ini tidak baik untuk masa depannya nanti." Ucap Gunter prihatin dengan sikap tuan mudanya.
"Menurutku bukan salahnya jadi seperti sekarang, lingkungan berpengaruh besar." Komentar Conrad tanpa mengalihkan pandangannya dari taman.
"Sudah ku bilang kalian terlalu memanjakannya." Sahut Gunter kembali mengutarakan pendapatnya.
"Apa boleh buat," Conrad tersenyum.
"Maaf kalau lancang, tapi saya setuju dengan Conrad-sama. Baik teman-teman maupun guru di sekolahnya tak ada seorangpun yang tidak memperlakukan Wolfram secara istimewa." Ucap Yozak yang selalu mengamati Wolfram disekolah.
"Ku rasa sudah saatnya kita menyetujui saran dari Hahaue." Gwendal angkat bicara, semuanya terdiam memperhatikan sosok Gwendal. "Mulai besok Wolfram akan masuk ke sekolah biasa, tidak ada pengawal, tidak ada pelayan dan tidak ada satu muridpun yang boleh tahu kalau Wolfram berasal dari keluarga Bielefeld. Gunakan nama depannya saja di sekolah yang baru," Jelas Gwendal.
"Tapi Aniue apa itu tidak terlalu berlebihan? Terlalu banyak porsi yang kita kurangi," Conrad menatap cemas pada kakaknya, sepertinya dia tidak rela kalau adik kesayangannya harus mengalami hal seperti itu.
"Conrad benar Gwendal, selama ini Wolfram selalu dikelilingi oleh pengawal dan pelayan. Masuk sekolah biasa saja sudah pasti menjadi pukulan berat bagi Wolfram. Jika kita harus menarik semua pengawalnya apa yang akan terjadi pada Wolfram? Sebaiknya kita lakukan secara bertahap dan pelan-pelan saja." Nasihat Gunter, dia memang kurang setuju dengan semua orang yang terlalu memanjakan Wolfram tapi tentu dia juga tidak tega kalau Wolfram harus ditinggalkan sendiri.
"Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, ini pesan langsung dari ratu." Sebenarnya Gwendal juga tidak ingin melakukan semua ini tapi tak ada seorang pun yang bisa menentang perintah dari ibu mereka. Semua yang ada di ruangan hanya mampu terdiam tanpa bisa mengatakan apapun lagi.
"Yozak, aku ingin kau menyamar sebagai guru disana dan awasi Wolfram diam-diam." Pinta Conrad yang memberanikan diri untuk berbicara. "Boleh kan Aniue?" Conrad menatap Gwendal dengan tatapan memohon.
"Ku rasa itu perlu, tapi jangan sampai ikut campur." Jawab Gwendal.
"Arigato.." Conrad tersenyum.
Dan pada akhirnya kesepakatan pun terjadi, Wolfram akan dikirim ke sekolah biasa dimana tak ada seorang pun yang akan memperlakukannya dengan istimewa termasuk para Guru yang sudah dimandati langsung oleh sang ratu a.k.a Lady Cheri.
.
.
.
"Seragam macam apa ini!? Menjijikan aku tidak mau memakai pakaian jelek seperti ini!" Tolak Wolfram saat Conrad membawakan seragam barunya. Celana panjang berwarna hitam, kemeja putih dan gakuran hitam serta sepasang sepatu sekolah.
"Ini akan sangat bagus kalau Wolfram yang memakainya," Bujuk Conrad.
"Aku tidak mau! Lagi pula untuk apa aku harus berbaur dengan orang-orang rendahan seperti mereka!" Sang tuan muda memasang wajah angkuhnya dan memunggungi Conrad.
Mendengar kalimat yang diucapkan oleh adiknya Conrad hanya tersenyum, "Hahaue ingin kau bisa berbaur dengan semua golongan, karena itulah kau harus belajar dari bawah." Conrad berbicara dengan lembut.
Wolfram berbalik dan menatap Conrad. "Untuk apa aku harus belajar dari bawah jika aku sudah berada di puncak!?" Teriaknya.
Pluk!
Conrad menepuk pelan puncak kepala adiknya kemudian berkata, "Kau akan mengerti nanti, ini semua demi kebaikanmu Wolfram." Sang kakak tersenyum.
"Aku tidak mau!"
"Lima menit lagi turunlah, kami menunggumu diruang makan. Setelah itu Dacarcos akan mengantarkanmu ke sekolah." Ucap Conrad sambil berjalan menuju pintu, lalu sebelum keluar kamar Conrad menambahkan lagi. "Kali ini kau harus patuh jika tidak ingin hahaue menjual semua kuda kesayanganmu."
"Apa?" Wolfram terdiam sampai Conrad keluar dari kamarnya dan menutup kembali pintunya.
"AKU BENCI PADAMU CONRAD! AKU BENCI HAHAUE! AKU BENCI ANIUE!" Teriak Wolfram sambil melemparkan beberapa benda ke pintu kamarnya.
"Kenapa dia juga membenciku?" Ratap Gwendal yang sudah duduk di ruang makan.
"Haah.. dia pasti tidak mau bicara denganku sampai beberapa hari." Ucap Conrad saat sudah sampai di ruang makan.
"Jangan khawatir nanti juga baik lagi, kalian kan kakaknya." Hibur Gunter. 'Fufufu~ beruntung Wolfram tidak membenciku' Batin Gunter.
"AKU BENCI PADAMU GUNTER!"
Jeder!
Tubuh Gunter langsung kaku mendengar teriakan Wolfram dari atas.
"DASAR PAMAN TUA TIDAK BERGUNA!"
Jleb!
"PELAYAN PAYAH!"
Jleb!
"Hiks..dia membenciku..hiks..kami-sama tolonglah hambamu ini..hiks…hiks…" Gunter langsung menangis sesegukan di kolong meja.
"Jangan khawatir nanti juga baik lagi." Balas Conrad membuat Gunter semakin terpuruk.
Setelah menunggu cukup lama Wolfram turun dengan memakai seragam yang diberikan Conrad. Memasang tampang cemberut dan tak ingin melihat kedua kakaknya sama sekali termasuk Gunter yang juga diabaikan. Bahkan Wolfram menolak untuk sarapan. Pergi begitu saja menuju halaman rumah dimana mobil mewahnya sudah terparkir disana.
"Jangan ikuti aku!" Bentak Wolfram saat kedua kakaknya dan juga beberapa pelayan berniat mengantarnya ke halaman.
"Hiks…Wolfram-sama~ kenapa kau membenciku? Kenapaaaaaa?" Gunter menangis histeris dan berlari menuju kamarnya. Dengan berat hati Conrad dan Gwendal berdiam diri ditempat.
.
.
.
Di sekolah baru Wolfram.
"Hey Shibuya aku dengar dari wali kelas katanya akan ada murid baru di kelas kita hari ini," Ucap Murata pada teman sebangkunya.
"Benarkah? Laki-laki atau perempuan?" Tanya Yuuri.
"Entahlah," Murata menggedikkan bahunya.
Yuuri menjabat sebagai ketua kelas sementara Murata sebagai wakilnya. Sejak dulu mereka memang tidak terpisahkan.
Greeek!
Pintu kelas dibuka dan masuklah wali kelas mereka.
"Anak-anak mohon perhatiannya, sensei akan mengenalkan teman baru kalian." Ucap sang guru.
"Ha'i Hube-sensei.." Jawab para murid pada guru yang memiliki rambut panjang itu.
"Masuklah," Ucap sang guru. Dan sosok Wolfram pun melangkah memasuki ruang kelas.
Suasana langsung hening.
"Kawaii…." Ucap mereka bersamaan.
"Cantik sekali.." Gumam Yuuri tanpa sadar.
"Eh!?" Murata langsung menoleh kesamping mendengar komentar sahabatnya.
"Rambutnya pirang, matanya juga hijau. Apa dia blasteran atau orang asing?"
"Wajahnya cantik sekali seperti model saja."
"Kulitnya sangat putih dan bersih,"
"Seperti pangeran dari negeri dongeng ya,"
"Kereeen~"
"Tampannya~"
Dalam sekejap saja suasana kelas langsung berubah jadi riuh, baik laki-laki maupun perempuan semuanya sibuk mengutarakan kekagumannya.
'Dasar orang-orang rendahan.' Ucap Wolfram dalam hati.
"Ehm!" Hube-sensei berdehem dan suasana kelas pun kembali hening.
"Nah silahkan perkenalkan dirimu," Ucap Hube-sensei.
"Namaku Wolfram. Jangan pernah mendekatiku karena aku tidak suka diganggu." Ucap Wolfram dengan nada angkuh dan wajah dingin.
"Eeh? Apa-apaan itu? Wajahnya saja yang manis, ternyata lidahnya tajam." Komentar Yuuri pelan.
"Hahaa, berlawanan dengan sikapmu Shibuya. Sepertinya dia akan jadi lawan beratmu," Goda Murata.
"Nah Wolfram kau duduklah di bangku kosong yang ada disana," Hube-sensei menunjuk kursi disebrang kursi Yuuri. "Yang ada di samping kiri namanya Yuuri Shibuya dia ketua kelasmu kalau ada yang kau perlukan tanyakan saja padanya." Jelas Hube. Dan sebelum Hube selesai berbicara Wolfram sudah berjalan ke bangkunya.
"Halo salam kenal.." Sapa Yuuri dengan senyum ramah.
"Cih.." Wolfram hanya membalas sapaan Yuuri dengan senyum mengejek.
'Ugh..orang ini. Benar-benar wajahnya saja yang cantik.' Gerutu Yuuri dalam hati.
"Apa tidak ada kursi yang lebih bersih dari ini?" Sindir Wolfram sambil memandang jijik pada tempat duduknya.
"Kalau begitu silahkan membawa kursi sendiri dari rumah," Jawab Hube enteng dan gelak tawa pun langsung meledak di ruang kelas tersebut. Wolfram bersumpah dia akan menghancurkan sekolah ini.
.
.
.
Saat jam istirahat.
"Hey kau, tunjukkan aku dimana kantinnya." Ucap Wolfram pada Yuuri yang malah pura-pura tidak mendengar dan asik mengobrol dengan Murata.
"Hey! Kau dengar tidak henna choko!" Bentak sang pemuda cantik tepat dihadapan Yuuri.
"Oh? Kau bicara padaku?" Yuuri menunjuk wajahnya sendiri.
"Memangnya siapa lagi!? Kau kan ketua kelasnya,"
"Halo salam kenal, aku wakil ketua kelas. Namaku Murata," Murata tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Wolfram.
"Jauhkan tangan kotormu itu dariku!" Tolak Wolfram.
Grrtt!
Yuuri menggeretakkan giginya dan langsung bangkit,"Jangan pernah menghina temanku! Kalau kau mau meminta tolong bersikaplah yang sopan." Ucap Yuuri. Murata masih duduk dan malah asik melihat perdebatan didepannya.
"Memangnya siapa yang mau minta tolong padamu!? Aku menyuruhmu henna choko!"
"Namaku Yuuri bukan henna choko!"
"Beraninya kau membantahku!"
Grab!
Yuuri meraih dan menarik tangan Wolfram.
"Apa yang kau lakukan bodoh!? Lepaskan tanganku! Beraninya kau melakukan ini padaku!" Amuk Wolfram sambil meronta mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Yuuri. "Lepas ku bilang!"
Yuuri terus berjalan membuat Wolfram terpaksa mengikutinya, cengkraman Yuuri pun semakin kuat. Tanpa sadar perbuatannya membuat mereka jadi pusat perhatian para murid lain disepanjang koridor menuju kantin.
"Ya ampun Shibuya, aneh sekali kau mudah terpancing," Murata tertawa canggung melihat apa yang dilakukan sahabatnya dan tak berniat membuntutinya sama sekali.
"Lepaskan bodoh!" Maki Wolfram.
"Disini kantinnya. Kau bisa makan sendiri bukan? Apa mau ku suapi?" Ejek Yuuri setelah sampai di depan kantin dan melepaskan tangan Wolfram. Wolfram menatap kesal pada Yuuri sambil memegangi pergelangan tangan kirinya yang terasa sakit.
"Aku kembali ke kelas duluan, jangan sampai kau nyasar. Aku tidak berminat mencarimu." Ucap Yuuri dan berlalu meninggalkan sosok Wolfram.
'Yuuri Shibuya kau orang pertama yang ku benci didunia ini.' Geram Wolfram dalam hati.
'Orang yang benar-benar menjengkelkan. Beruntung wajahnya manis sekali, bikin gemas saja.' Batin Yuuri.
Setengah jam kemudian Wolfram kembali ke kelas dan saat Yuuri tak sengaja melihat pergelangan tangan kiri Wolfram hatinya langsung merasa bersalah. Terlihat jelas bekas cengkraman tangan Yuuri yang memerah diatas kulit putih Wolfram.
'Aku harus minta maaf,' Ucap Yuuri dalam hati.
.
.
.
"Mau apa kau!?" Ketus Wolfram pada Yuuri yang berdiri dihadapannya setelah bel pulang berbunyi.
"Pergelangan tanganmu, apa sakit?" Tanya Yuuri merasa bersalah. "Aku minta maaf," Sambungnya.
"Cih! Dasar orang rendahan. Henna choko!" Dan Wolfram pun meninggalkan Yuuri yang membeku.
"Gggrrr.. anak itu.." Geram Yuuri.
Puk!
"Bersabarlah Shibuya.." Murata menepuk pundak Yuuri.
"Gah! Kau dengar kan apa yang dia katakana tadi?! Benar-benar tidak sopan, sombong! Untung parasnya manis sekali coba kalau tidak, sudah ku makan dia bulat-bulat." Cerocos Yuuri.
"Ckckck Shibuya sepertinya kau benar-benar sudah jatuh hati ya?" Murata tersenyum penuh arti.
"Apa maksudmu!?"
"Sejak tadi pagi ku dengar kau sering sekali mengatakan kalau wajah Wolfram-kun itu sangat manis."
"Wajahnya memang sangat manis! Tapi bukan berarti aku menyukainya." Sangkal Yuuri membuat senyuman Murata semakin lebar.
"Berhenti tersenyum seperti itu Murata! Wajahmu mengerikan!"
.
.
.
Sore hari dikediaman keluarga Wolfram tepatnya di ruang keluarga.
"Bagaimana hari pertama Wolfram di sekolah?" Tanya Gwendal pada Yozak.
"Dia melarang siapapun mendekatinya bahkan tidak mau disentuh oleh orang lain. Wolfram-sama juga bertengkar dengan seseorang," jantung Yozak langsung dag dig dug kalau-kalau Gwendal mengamuk.
"Apa dia berkelahi?"
"Tidak sampai sejauh itu, mereka hanya berselisih faham." Jawab Yozak.
Lalu tak lama kemudian Gunter masuk ke ruangan dengan wajah lesu.
"Bagaimana?" Tanya Gwendal.
"Masih belum berhasil, Wolfram tidak mau membuka pintu kamarnya sama sekali. Bahkan Conrad juga belum bisa membujuknya, padahal sejak tadi pagi iblis kecil itu belum makan sama sekali." Ucap Gunter sedih.
Sejak pulang dari sekolah Wolfram langsung mengurung diri dan mengunci pintu kamarnya. Para pelayan sudah kebingungan karena sang tuan muda belum makan sejak pagi. Bahkan Conrad yang sudah hampir satu jam membujuk Wolfram masih belum berhasil juga.
"Wolfram buka pintunya, onii-chan membawakan makanan kesukaanmu." Bujuk Conrad untuk yang kesekian kalinya dan masih belum ada jawaban apapun.
"Doria tolong ambilkan kunci duplikatnya," Pinta Conrad pada salah seorang pelayan disana. Sepertinya kali ini Conrad harus membujuk Wolfram dengan cara yang lebih tegas.
"Baik Conrad-sama," Doria segera berlari untuk mengambil kunci yang diminta. Tak lama kemuadia Conrad membuka pintu kamar Wolfram menggunakan kunci duplikat dan menyuruh para pelayan pergi dari sana.
"Wolfram?" Panggil Conrad berhati-hati. Sosok Wolfram masih mengenakan seragam dan bahkan sepatunya, tuan muda itu meringkuk memunggungi pintu.
"Wolf, onii-chan minta maaf. Onii-chan janji nanti kau akan kembali ke sekolah lamamu. Sekarang makan dulu sedikit," Bujuk sang kakak dan menghampiri Wolfram. Wolfram masih tak bergeming.
"Tertidur ya.." Gumam Conrad saat menyadari ternyata adik kecilnya tertidur pulas. Sang kakak tersenyum tipis lalu meletakkan makanan di tangannya ke atas meja.
"Ini pasti sangat berat untukmu," Conrad mengangkat Wolfram perlahan untuk membenahi posisi tidurnya. Melepaskan sepatu dan kaos kaki Wolfram. Dan saat Conrad melepaskan gakuran yang dipakai oleh Wolfram…
"Apa ini!?" Conrad terkejut saat melihat bekas cengkraman yang memerah pada pergelangan tangan Wolfram. Kakak kedua dari Wolfram itu bergegas menuju ruang keluarga.
"Yozak! Yozak!" Panggilnya.
"Conrad-sama? Ada apa?" Menjdengar Conrad memanggilnya seperti itu Yozak segera berdiri dari kursinya.
Conrad masuk ke ruangan dimana ada Gwendal, Gunter dan Yozak di dalamnya.
"Eh? Ada apa?" Tanya Gunter melihat tatapan marah dari Conrad.
"Apa yang terjadi pada Wolfram? Kenapa pergelangan tangannya memerah? Bukankah aku memintamu untuk menjaga Wolfram?" Tanya Conrad bertubi-tubi.
"Me- merah? Apa Wolfram terluka?" Tanya Gunter panic.
"Kalian berdua tenanglah," Ucap Gwendal. "Apa yang ingin kau jelaskan Yozak?"
"Um..itu..maaf.. seperti yang saya bilang tadi Wolfram-sama bertengkar dengan seseorang dan orang tersebut menarik Wolfram-sama ke kantin." Jawab Yozak ragu-ragu.
"Tapi kenapa kau membiarkannya? Tidak biasanya kau seperti itu.." Selidik Conrad.
"Haha.. maaf..maaf.. itu karena yang melakukannya Yuuri Shibuya."
"APPAAAA?!" Teriak ketiganya bersamaan bahkan Gwendal sampai berdiri dari kursinya. Yozak tertawa canggung.
.
.
.
Di kediaman keluarga Shibuya saat makan malam berlangsung.
"Huaaachim!"
"Yuu-chan! Kau sakit sayang?" Tanya sang ibu.
"Haa..tidak kaa-san. Sepertinya ada yang sedang membicarakanku." Yuuri menggosok hidungnya menggunakan telunjuk.
.
.
.
TBC
Sebenernya mau dijadiin OneShoot tapi kok panjang banget ya? Terpaksa Kirin bagi jadi TwoShoot. Selamat menikmati aja deh, jangan lupa reviewnya. Kalau gak ada yang review gak Kirin post yang chap 2 nya.. wahahahaaaa XP
