Hotaru In :
Konnichiwa… ini adalah fict perdana saya di FFN. Ho agak gk pede dengan fict ini. Tapi Ho usahakan sebaik mungkin untuk layak bertengger di sini. Semoga suka dan dapat dinikmati.
NARUTO FANFICTION
First Meet
Diclaimer : Naruto ©Masashi Kishimoto
First Meet©Hotaru
Genre : Romance
Rate : T+
Pairing : Naruto x Hinata
Warning : OOC, MISSTYPO(S), GAJE
Bagi yang anti NaruHina disarankan segera tekan tombol back!
Tidak menerima flame yang tidak bertanggungjawab dan tidak rasional
Sangat terbuka untuk kritik dan saran
Don't Like Don't Read!
Deal!
はじめ
.
.
.
Miaw…
Deg.
Jantungku berdetak kencang mendengar suara pilu seekor kucing tak jauh dari tempatku berada. Otomatis langkahku menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku terhenti.
Miaw…
Aku menyapu pandangan sekitar.
Miaw…
'Ah! Itu dia…' seruku dalam hati begitu melihat seekor kucing berbulu orange dengan mata biru yang berada pada dahan pohon tak jauh di luar jendela.
Sepertinya kucing itu tidak bisa turun.
Aku meletakan buku yang kubawa di dekat jendela, kemudian menatap kembali ke arah kucing malang itu.
Jarak kucing itu tidak terlalu jauh, sepertinya mudah digapai hanya kalau menjulurkan tangan dengan setengah badan keluar jendela. Tapi yang jadi masalah—
Ini lantai dua.
Aku menelan saliva setengah bergidik ketika melihat ke bawah.
Tapi…
Kasihan kalau kucing itu dibiarkan begitu saja.
'Baiklah Hinata… kau pasti bisa!' batinku menyemangati diri sendiri sebelum menjulurkan tangan keluar jendela.
Aku berusaha sejauh mungkin menjulurkan tangan hingga badanku keluar jendela, berupaya sedekat mungkin pada kucing malang itu. Tetapi tidak sampai…
Jaraknya masih terlalu jauh dari jangkauanku agar kucing itu berani melompat ke arahku.
Aku tidak kehabisan akal. Kulangkahkan kaki keluar jendela dan berpijak pada pinggiran tembok sekolah yang sedikit mencuat. Tangan kiriku berpegangan pada sisi jendela sementara tangan kananku terjulur pada kucing malang itu.
Miaw…
Kucing itu kembali bersuara, memandangi bingung telapak tanganku yang mengarah padanya.
"Ayo kemari… tidak usah takut." Bujukku agar kucing itu mau melompat. Susah payah menahan peganganku pada pinggir jendela dan menjaga keseimbangan agar aku tidak terperosok ke bawah.
Dan…
Hop!
Kucing kecil itu melompat ke arahku dan segera bertengger dipundak membuatku geli saat kepala kucing kecil itu menyurukan ke bagian dalam leher mencari perlindungan di balik rambut indigoku.
"Hihihi… geli." Tawaku sambil menghembuskan nafas lega. "Tenang saja kau sudah aman sekarang." Kataku lagi seraya menggerakan tubuhku berbalik pada jendela.
Begitu tangan kananku akan memegangi pinggiran jendela, kaki tempat aku berpijak goyah, akibatnya tanpa sengaja aku terpeleset. Untungnya kedua tanganku sempat meraih pinggir jendela, berpegangan erat dan membuat tubuhku tergantung.
Ungh… gawat, tanganku tidak kuat menahan tubuhku...
"AWAAAS!" terdengar sebuah suara baritone berteriak sesaat sebelum penganganku berlepas.
"Kyaaaaaa!" teriakku dengan mata terpejam begitu tubuhku akan terjatuh ke bawah.
BRUK!
"UGH!"
"Ugh…"
.
Addduuuh…. Apa aku selamat?
Aku merasakan tubuhku membentur sesuatu, rasanya sakit, tapi tidak terlalu menyakitkan seperti yang aku bayangkan kalau jatuh dari lantai dua. Rasa sakitnya mirip pada saat aku jatuh terjerembab oleh kaki sendiri. Tapi ada yang aneh…
Bibirku menyentuh sesuatu yang basah dan lembab.
Perlahan aku membuka mataku…
DEG!
Jantungku yang sudah berpacu cepat terasa bertambah cepat ketika mendapati sepasang mata sapphire indah menatap lekat dalam jarak dekat.
Tidak, bukan dekat. Tapi sangat dekat.
Kening dan bibir kami bersentuhan. Bahkan tubuhku menempel sempurna diatas tubuhnya...
"Kyaaaaaaaaa….." Jeritku spontan dan segera beranjak untuk memisahkan diri. Tapi terhenti begitu kurasakan sepasang lengan besar melingkar erat pada pinggang.
Bisa kurasakan darahku berdesir cepat menjalar mewarnai pipiku
"UGH! Astaga! kupikir aku akan mati." Keluh orang itu.
"Go…gomennasai… gomennasai…" Aku berkata lirih berkali-kali dengan wajah tertunduk untuk menyembunyikan rona merah pekat di pipi dengan rambut. Disamping juga agar aku tidak menatap wajahnya.
Gawat! Benar-benar gawat! Aku panic karena tidak tahu kalau aku akan jatuh menimpa orang.
Terlebih lagi kenapa dari sekian banyak murid di Konoha Gakuen ini harus dia yang kutiban.
Cowok populer yang tidak hanya terkenal karena tampan, kaya dan pintar. Tapi juga terkenal karena kenakalannya sikapnya yang suka mencari keributan dan berbuat onar.
Uzumaki Naruto.
.
.
.
Hinata berjalan keluar kelas menuju gerbang sekolah untuk pulang sambil meruntuki nasib sialnya hari ini. Entah kenapa sejak pagi kesialan seakan enggan menjauh dari Hinata. Mulai dari jam weekernya yang tidak berbunyi sehingga ia hampir datang terlambat ke sekolah—mengingat Hinata menjadi orang pertama yang selalu hadir di kelas, kemudian tanpa sengaja terantuk kaki meja saat bergegas menuju mejanya, dan tanpa sengaja jatuh setelah sebelumnya menyenggol parfum kaca milik Ino—untungnya tidak jatuh ke lantai karena refleks cepat Ino menangkap botol parfum itu. Siangnya ia disuruh mengembalikan tumpukan buku ensiklopedia yang berat oleh Kakashi sensei ke perpustakaan seorang diri. Belum lagi hampir mengalami patah tulang karena terjatuh dari lantai dua setelah menolong kucing kecil malang yang terjebak di dahan pohon kalau saja tidak jatuh menimpa—sekaligus mencium senpainya dengan posisi yang membuat wajah Hinata kembali memerah saat mengingatnya kembali.
—entah yang terakhir itu keberuntungan atau malah musibah.
Hinata menutup mulutnya dengan tangan yang tidak memegang tas, wajahnya kembali memerah ketika melihat orang yang baru saja dipikirkannya terlihat bersandar dengan santai di depan gerbang. Sebelah tangan orang itu dimasukan ke saku mengabaikan para gadis yang berkumpul mengelilingi dan berusaha menarik perhatiannya.
Hinata tidak menyangka kalau orang itu akan menunggunya seperti sekarang. Hinata mengalihkan pandangannya tepat pada saat orang yang sebelumnya ia pandangi menoleh padanya tanpa ia sadari.
Ya orang itu…. Uzumaki Naruto.
.
.
Flashback
Naruto tidak habis pikir saat melihat seorang gadis membahayakan diri sendiri hanya untuk menolong seekor kucing yang terjebak di atas pohon.
.
Naruto tidak sengaja melintas belakang sekolah saat istirahat, ia mendengar sebuah suara kucing dari atas dan betapa terkejutnya ia saat mendapati seorang gadis berani melangkahkan kakinya keluar jendela untuk menolong kucing kecil itu.
Tadinya Naruto tidak peduli, ia hanya diam mengamati dan iseng memandangi pemandangan indah kulit mulus kaki putih itu dari bawah. Tetapi saat melihat sebuah tawa kecil sesaat setelah kucing itu berhasil bertengger dipundaknya yang kecil Naruto merasakan sesuatu berdesir cepat di dadanya. Dan saat melihat pijakan gadis itu goyah jantung Naruto terasa akan berhenti sehingga tanpa sadar ia sudah berlari menuju gadis yang akan terjatuh itu sambil berharap dirinya sempat menangkap tubuhnya yang jatuh sebelum terhempas ke atas tanah.
.
.
"A… ano senpai…" suara Hinata yang kecil membuat Naruto kembali dari lamunan dan baru menyadari ada seseorang masih terduduk di pangkuannya setelah ia beranjak dari posisi tidurnya saat jatuh. "To-tolong bi-biarkan aku berdiri." pinta Hinata dengan suara terbata.
Ah. Hampir saja Naruto melupakan kedua lengannya yang masih memeluk erat tubuh Hinata yang semakin dalam menundukan wajah merahnya karena malu.
Naruto terdiam menatap lekat gadis di pelukannya.
Ternyata kalau diperhatikan dari dekat gadis ini cantik sekali, tubuhnya yang mungil dan berisi, kulitnya bagai seputih salju, rambut panjangnya yang lurus berwarna indigo terjatuh lembut didepan menutupi wajah tanpa make-upnya, terlebih lagi dengan warna merah pekat di pipinya yang putih dan tembam dan bibir mungil pinknya yang terlihat basah menggiurkan membuatnya semakin bertambah cantik.
Aah sayang sekali kalau posisi ini hancur, iya kan Naruto?
"Se-senpai." Panggil Hinata lagi yang masih terus tertunduk ketika tidak ada jawaban. Ia menggigit bibir bawahnya menahan getaran yang melanda tubuh. Ia gugup, ini pertama kalinya Hinata berada diposisi yang begitu intim dengan lawan jenis.
Naruto menyeringai kecil tanpa sepengetahuan Hinata.
"Kau bodoh ya!" Naruto dapat merasakan tubuh gadis dipangkuannya menegang ketika ia pura-pura membentakan. "Kau mau membuatku mati tertimpa?"
"Go-gomen… Go-gomennasai…" lirih Hinata dengan suara tercekat menahan tangis karena takut dimarahi oleh Naruto.
"Siapa namamu?" tanya Naruto.
"Hyu.. Hyuuga Hinata." Jawab Hinata takut-takut.
Naruto diam merasa tidak asing dengan seseorang bermarga Hyuuga.
"Hyuuga eh? Kau ada hubungan apa dengan Neji?" tanya Naruto lagi penasaran.
"Di-dia kakakku."
Alis kiri Naruto terangkat, tak menyangka sama sekali kalau ketua OSIS menyebalkan itu mempunyai adik secantik ini. Ah gawat… Neji itu kan galak sekali. Bisa-bisa Naruto habis dihajar kalau ketahuan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan seperti ini dengan adiknya yang cantik.
Tapi… bukan Naruto namanya kalau ia menyerah dan takut. Entah mengapa rasanya Naruto sudah keburu jatuh hati pada Hinata. Urusan dengan Neji bisa diatur setelah itu.
Dan seringai itu kembali menghiasi wajah tampan pemuda berambut blonde tersebut.
"Akan kumaafkan. Tapi ada saratnya…" Naruto berucap, sengaja menggantung kalimatnya.
"A-apa senpai?" tanya Hinata yang kini merasa takut akan hukuman yang ia terima.
"Jadi kekasihku." Dengan mantap Naruto berkata hingga membuat Hinata terkejut dan tanpa sadar menatap balik permata sapphire Naruto tengah menatap lekat amethystnya.
"Eeh?"
"Aku tidak menerima penolakan." Tatapan serius Naruto membuat mata Hinata semakin terbelalak.
"A-aku…"
"Aku akan menciummu sampai kehabisan nafas kalau kau menolakku." Naruto menyambung kalimat Hinata cepat dengan sedikit ancaman yang menyenangkan. Setidaknya untuk Naruto.
Naruto berusaha menahan tawanya ketika melihat rona merah kembali menjalar di pipi Hinata.
"Bagaimana?" desak Naruto.
"…"
"Ah… jadi kau lebih memilih kucium?" Naruto mengeratkan pelukannya dipunggung Hinata dan mendekatkan wajah.
Hinata tersentak begitu tubuhnya kembali menempel erat pada Naruto.
Naruto terdiam sambil terus mendekatkan wajahnya perlahan.
"…."
"…."
3 cm…
2 cm…
1 cm…
Mata Naruto perlahan menutup…
"I-iya!" Kata Hinata buru-buru untuk menghentikan bibir Naruto yang semakin dekat.
Naruto membuka kedua matanya dan menatap wajah Hinata yang kini sempurna merah hingga telinga tanpa mengurangi jarak wajahnya dengan Hinata. Naruto sangat menikmati hembusan nafas Hinata yang wangi dan lembut.
"Baguslah." Naruto menyeringai lebar. "Sekarang kau adalah kekasihku." Dan Naruto dengan cepat kini kembali menghilangkan jarak bibir mereka.
.
Ternyata menjawab atau tidak Naruto akan tetap menciummu Hinata…
End Flashback
.
.
"Aku akan tetap mengenalimu walau kau menutup sebagian wajahmu seperti itu Hinata-chan."
Sebuah suara baritone yang selalu terngiang sepanjang hari ini membuat Hinata tersentak dari lamunan. Ternyata Naruto telah keluar dari kerumunan para penggemarnya dan menghampiri Hinata.
"SENPAI!"
Hinata berjengit, terkejut mendengar jeritan frustasi penuh nada kekecewaan para gadis yang menjadi penggemar Naruto.
"Well, abaikan saja mereka yang berisik." Komentar Naruto santai.
Naruto menyingkirkan helaian rambut Hinata yang berada pipi putih yang kini bernoda kemerahan—membuat Hinata kembali harus menahan nafas dan debaran jantung— dan mengusap lembut kepala Hinata sebelum akhirnya mengandeng tangannya dan berkata,
"Ayo, kita pulang."
Dan Naruto menarik lembut tangan Hinata mengajaknya berjalan bersama. Mengabaikan para penggemarnya dan Hinata yang bersusah payah ikut mengabaikan tatapan membunuh yang dilemparkan penggemar Naruto.
.
Hari ini tidak terlalu buruk juga kan? Buktinya kau mendapatkan seorang kekasih yang tampan, kaya dan pintar. Walau sepertinya dia bertindak seenak yang dia mau. Iya kan? Nee Hinata…
.
.
.
終わり
.
.
.
.
.
.
.
OMAKE
Hinata terheran-heran menatap Naruto yang mengantarnya hingga depan pintu gerbang keluarga Hyuuga. Kenapa Naruto bisa tahu rumahnya tanpa diberi tahu. Seingat Hinata ia baru pertama kali ini diantar Naruto.
"U-uzumaki senpai." Panggil Hinata. "Ke-kenapa bisa tahu rumahku?" tanyanya penasaran tanpa menatap mata sapphire Naruto yang terasa menghipnotis.
"Ah… Hinata-chan… jangan memanggil kekasihmu seperti itu." protes Naruto. "Panggil aku dengan namaku. Kau tahu namaku kan Hinata-chan?"
Hinata melirik sekilas Naruto dan mengangguk pelan, kemudian mengalihkan pandangannya lagi dengan semburat merah di pipinya yang tanpa disadari membuat Naruto gemas dan ingin mencium pipi ranum itu.
"Jadi siapa namaku?" tanya Naruto.
"Na-Naruto sen…"
"Naruto saja. Tidak usah pake senpai." Potong Naruto cepat.
Hinata kembali mengangguk pelan tanpa memandangnya dengan pipi semakin merah membuat Naruto semakin gemas.
"Dan lagi…" Naruto tiba-tiba menangkup wajah Hinata dengan kedua tangan sehingga mau tak mau membuat Hinata menatap lurus pada sapphire menghanyutkan itu. "Tidak sopan kalau berbicara dengan seseorang tanpa menatap kearahnya Hinata-chan." Lanjutnya dengan nada dan senyuman yang menggoda.
"Eeh…" Hinata merona hebat.
"Masuklah Hinata. Aku pulang dulu ya." Kata Naruto sambil menepuk-nepuk puncak kepala Hinata lembut.
Hinata mengangguk pelan.
"Te-terima kasih Na…" ugh… lidah Hinata terasa kaku saat ingin mengucapkan nama kekasihnya.
Naruto tahu Hinata gadis pemalu dan canggung, karena itu ia menunggu dengan sabar.
"…Na-Naruto-kun." Lanjut Hinata lirih setelah terdiam beberasa saat. Cengiran lebar Naruto keluar begitu mendengarnya.
Naruto sangat senang Hinata menambahkan suffix-kun pada namanya.
"Sudah ya, Ja mata ashita." Pamit Naruto kemudian berjalan menjauhi gerbang rumah keluarga Hyuuga menuju rumahnya sambil melambaikan tangan.
"Un, Ki o tsukete." Hinata balas melambaikan tangan.
"Oh iya Hinata-chan." Naruto tiba-tiba berhenti berjalan seakan mengingat sesuatu dan menghadap Hinata yang menatapnya bingung. "Aku tahu rumahmu karena kau bilang adik Neji."
Hinata hanya ber-oh ria. Pantas Naruto tahu. Ternyata Naruto kenal dengan kakaknya.
"Dan lagi… warna pink tidak cocok untukmu Hinata. Kau lebih cocok kalau pakai warna lavender. Sampai jumpa."
Hinata memandang Naruto yang kembali berjalan sambil tertawa sampai berbelok ke tikungan di depan dengan raut wajah bingung.
Tidak cocok warna pink? Lebih cocok pakai warna lavender? Hinata berpikir sejenak. Sepertinya hari ini ia tidak mengenakan accesoris berwarna pink…
Ah! Kecuali…
Pakaian dalamnya…
'Jadi… tadi Naruto-kun sempat….'
Hinata mematung di depan gerbang rumahnya dengan wajah yang sangat merah.
.…
….
….
.
.
.
本当に終わり
A/N : Fiuuhh.. kelar juga… hehehe… mohon kesediaan reader untuk review fict yang Ho buat. Sebelum dan sesudahnya Ho ucapkan terima kasih bagi yang sudah membaca fict abal bin gaje ini. Akhir kata :
どうもありがとうございます。
Hotaru Out.
