Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

*Not own anything of Naruto.

*This story is originally made by me.

Future Depends On You

Written by Shady (DeShadyLady)

Pagi yang melelahkan.

Apa? 'Pagi' yang melelahkan?

Ya, pagi yang melelahkan. Begitulah yang dirasakan seorang lelaki berambut gelap, berbadan tegap, dan bermata onyx. Ia masih memakai setelan jas berwarna hitam lengkap dengan kemeja putih dan dasi hitam. Ia juga mengangkat koper berwarna hitam, berjalan masuk ke rumahnya yang megah. Rumah itu sederhana, gelap, sepi, dan terasa dingin. Mungkin tidak dapat dikategorikan 'rumah', mengingat hanya seorang pria yang tinggal ditempat tersebut. Sebut saja itu tempat tinggal, tempat tinggal untuk seseorang yang amat sangat kesepian dan kelelahan setiap hari.

Dirumah itu terdapat sebuah lambang kipas besar berwarna merah putih. Ya, itu adalah lambang keluarga Uchiha, dan yang tinggal dirumah itu adalah seorang Uchiha, hanya seorang. Ia adalah Uchiha Sasuke, pria berumur 27 tahun yang bekerja dari pagi hingga sore, kemudian bekerja lagi pada malam hari hingga subuh. Hal tersebut selalu berulang setiap harinya, begitulah kegiatannya selama 5 tahun terakhir ini.

Setelah memasuki tempat tinggalnya itu, Sasuke melihat jam yang tergantung di dinding ruang tamu, pukul 7.30 pagi. Kemudian ia segera berjalan ke kamarnya, dan langsung mandi dengan cepat. Ia mengganti bajunya dengan baju kemeja, celana panjang, dan jas putih dokter. Di jas tersebut digantungkan sebuah name tag yang bertuliskan 'dr. Uchiha'. Kemudian ia bergegas berjalan menuju mobil sport-nya, yang bisa terbilang mewah. Tidak lama kemudian, ia sampai di rumah sakit tempat ia bekerja, Konohagakure General Hospital. Ia berjalan masuk sambil sesekali tersenyum dengan orang-orang yang menyapanya. Setelah sampai diruangannya, ia langsung merebahkan badannya di sebuah kursi besar yang memang miliknya di ruang tersebut. Ia menutup mata dan merenungkan sampai kapan ia akan menjalani hidup seperti ini, sendirian, kesepian, dan sangat melelahkan. Dan karena kelelahan, ia lupa untuk mengunci pintu ruangnya bekerja seperti yang biasanya ia lakukan. Tiba-tiba, masuk seorang wanita berambut merah.

"Selamat pagi, dokter Uchiha! Pagi ini Anda akan menemui beberapa pasien dari pukul 9 pagi sampai pukul 11, kemudian pukul 12 siang Anda akan bertemu dengan seorang dokter yang akan magang di rumah sakit ini." ucap Karin, asisten Sasuke di rumah sakit itu.

"Tidak bisakah kau mengetuk pintu dulu?" jawab Sasuke dengan ketus.

"Ma.. Maaf, Sasuke.. Aku melihat pintumu terbuka, jadi.. aku pikir kamu tidak akan keberatan jika aku masuk dan memberi tahu jadwalmu hari ini." balas Karin dengan wajah bersalah.

"Apa kau tidak diajarkan sopan santun? Sudahlah, enyah dari hadapanku dan jangan panggil aku 'Sasuke' di dalam rumah sakit. Terima kasih jadwalnya" ucap Sasuke dengan nada keras.

Karin menundukkan kepalanya dan segera keluar dari ruangan dokter Uchiha yang sangat menjengkelkan itu. Meski sedikit kesal, Karin sudah terbiasa dengan perlakuan Sasuke. Sasuke memang seperti itu dan tidak pernah senyum sekali pun padanya. Tapi, ia rela diperlakukan seperti itu oleh Sasuke karena ia memang menyukai Sasuke dari pertama kali mereka bertemu dan ia berpikir mungkin suatu hari mereka dapat bersama.

POV: Sasuke

"Hari ini benar-benar hari yang paling melelahkan dalam hidupku" gumam Sasuke.

Aku sangat lelah menjalani kehidupan seperti ini, rasanya ingin kuakhiri saja hidupku. Aku tidak dapat menahannya lagi. Ingin rasanya lari dari kenyataan ini, ingin rasanya hidup sebagai orang biasa. Aku selalu iri dengan beberapa pasienku yang selalu ditemani anak atau keluarganya saat berkunjung untuk memeriksa kesehatannya. Rasanya aku ingin mencari seorang wanita, menikahinya, dan mempunyai anak cucu serta keturunan yang banyak. Tapi aku tahu, hal itu mustahil, mengingat aku masih punya profesi lain selain menjadi dokter umum.

Jam menunjukkan pukul 11 siang, semua pasien yang menemuiku untuk check-up sudah pulang. Aku mendapat waktu untuk santai sebentar dalam ruangan praktekku ini. Aku menutup mataku, mengistirahatkan kepalaku di sandaran kursiku. Pikiranku melayang pada masa lalu, masa dimana ayah, ibu, dan kakakku, masih hidup di dunia ini. Kami selalu makan bersama, tertawa bersama, menghabiskan waktu bersama. Namun, aku tidak bisa melupakan apa yang menjadi penyebab kematian mereka. Tiba-tiba ada suara ketukan pintu yang menghilangkan lamunanku.

'Tok tok tok'

"Masuklah." ucapku singkat.

Kemudian seorang wanita, mungkin lebih tepatnya gadis, berambut merah muda, bertubuh ramping, dan bermata emerald berjalan memasuki ruanganku.

"Se..Selamat siang, dokter Uchiha. Aku Sakura Haruno. Mahasiswi yang akan magang disini. Dan aku diminta untuk menemuimu." ucap gadis itu.

Aku melihat jam sejenak, oh, sudah jam 12 rupanya. Tidak terasa, cepat sekali 1 jam berlalu.

"Selamat datang, Sakura. Aku harap kau dapat menjadi dokter yang baik kedepannya." ucapku asal sambil memberi sedikit senyum padanya. Sakura juga membalas senyumku.

Ya, rumah sakit ini memang menerima mahasiswa yang ingin magang. Dan, dokterlah yang harus membimbing para mahasiswa itu. Aku sendiri sudah membimbing 3 mahasiswa laki-laki sebelumnya, ini pertama kali aku membimbing seorang mahasiswa perempuan, eh, lebih tepatnya, seorang mahasiswi. Sakura sederhana, namun penampilannya cantik dan menawan. Mungkin ini pertama kalinya aku merasa agak senang menerima seorang mahasiswi magang dari universitas. Mengingat 3 orang yang dulu kubimbing agak menyebalkan.

Aku pun membuat jadwal dengan Sakura, apa saja yang akan kami lakukan pada hari apa saja dan jam berapa. Ia terlihat sangat antusias. 1 jam berlalu, pembahasan kami selesai.

"Terima kasih, dokter Uchiha. Aku akan datang lagi sesuai dengan jadwal yang telah kita bahas." ucap Sakura dan tersenyum padaku.

Tiba-tiba aku merasa damai ketika melihat senyumnya, aku belum pernah merasakan hal seperti ini lagi. Terakhir aku merasakan ini, saat aku melihat ibuku tersenyum.

"Hm, sama-sama. Ingat jangan terlambat." ucapku cepat dengan wajah datar.

"Baiklah. Aku pamit dulu." ucap Sakura lagi, sambil beranjak dari kursi yang biasa diduduki pasien saat berkonsultasi denganku.

Jam menunjukkan pukul 1.10 siang, aku rasa sudah saatnya aku makan siang. Tapi.., dengan siapa? Aku bahkan hampir tidak punya teman, selain si Naruto yang menyebalkan itu. Tunggu, gadis ini.. Sakura.. Mungkin saja aku bisa berteman dengannya? Ah, mana mungkin dia mau berteman dengan orang sepertiku, lebih baik ak buang pikiran ini jauh-jauh. Aku memandangnya saat ia berjalan menuju arah pintu.

Aku membiarkannya keluar dari ruanganku. Dan aku memutuskan untuk makan sendirian. Terlalu lelah untuk mendengarkan ocehan Naruto saat ia makan. Aku sedang tidak ingin mendengarkannya. Aku berjalan menuju kantin rumah sakit, melihat apa yang bisa kumakan, semua lauknya hanya membuat hariku semakin buruk, tidak ada yang kusukai.

Aku memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan makan di restoran terdekat. Dan sesampaiku di tempat parkir, aku mendengar suara seseorang yang sedang berteriak.

"Lepas, lepaskan aku! Sudah cukup kau mengganggu hidupku" teriak seorang wanita.

Aku rasa aku mengenal suara itu, aku melihat sekelilingku. Aku menemukan Sakura, ya, Sakura yang baru saja kukenal, sedang meneriaki seorang lelaki. Lelaki itu memegang erat tangan Sakura, seperti sedang memaksanya.

"Ayolah, ikut aku! Aku tidak akan menyakitimu kali ini!" ucap lelaki yang tak kukenal itu.

"TIDAK! Sudah cukup aku menderita!" ucap Sakura. "Aku ingin menjadi seorang dokter, jangan hancurkan cita-citaku! Aku tidak sudi bersamamu lagi!" lanjutnya.

Mendengar ucapan Sakura yang sepertinya sangat membenci pria itu, aku memutuskan untuk mendekat ke mereka.

"Hei.., jangan berisik di depan rumah sakit." ucapku dengan mentapa tajam pria itu.

"Siapa kau? Ini bukan urusanmu! Kau bahkan tidak mengenalku!" balas pria itu.

"Aku mengenalnya." ucapku sambil memegang tangan Sakura yang sebelahnya lagi. Lalu, aku menatap Sakura. Ia menunduk dan… menangis. "Lepaskan genggamanmu!" teriakku kepada pria itu.

"Tidak! Kau kira kau siapa, hah? Apa pekerjaan seorang dokter untuk mengurusi urusan orang lain?" ucapnya sambil menunjuk jas putih dokterku.

"Kalau kau tak mau…" ucapku dengan ketus. Aku menatapnya tajam, kemudian aku menendang salah satu kakinya dengan sangat keras. Ia terjatuh dan tangan Sakura yang digenggamnya lepas. Aku segera menarik Sakura dengan satu-satunya tangan yang kumiliki saat ini, mengingat salah satu lenganku hilang setengah karena kecelakaan yang terjadi tidak lama setelah aku sah menjadi dokter, itulah sebabnya aku tidak dapat menjadi dokter spesialis. Aku segera membawa Sakura berlari ke mobilku yang tak jauh dari tempat itu. Sakura tidak mengatakan apa-apa, pandangannya kosong, dan ia hanya berjalan kemana pun aku menuntunnya. Sesampai di mobil, aku segera menyalakan mobil dan pergi dari rumah sakit.

Sakura hanya diam, tidak bersuara. Pandangannya masih kosong. Aku mulai khawatir.

"Sakura, kau tidak apa-apa?" tanyaku memecah keheningan.

"Eh..! Dok..Dokter!" Sakura berteriak kaget. Ia melihat sekeliling. "Bagaimana bisa aku disini? Ini mobil dokter?"

"Ya, apa kau tak ingat kejadian tadi?" balasku bertanya lagi. Aku melihat sakura terdiam sesaat.

"Oh! Aduh, maafkan aku dokter! Seharusnya aku tidak bertengkar disana dan merepotkanmu seperti ini." jawab Sakura.

"Ah, tidak apa-apa. Aku yang memutuskan untuk ikut campur." jawabku ringkas. "Siapa pria itu?" aku lanjut bertanya.

Mata Sakura melihatku dengan kaget. Kemudian ia menunduk, diam sejenak. Mungkin berpikir apakah ia harus memberitahuku yang sebenarnya atau tidak.

"Dia….masa laluku" ucap Sakura dengan kepala tertunduk.

To Be Continue