Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto.
Pairing : SasuFemNaru
Warning : AU, FemNaruto, OOC, OC, typo(s).
Note : Fanfiction ini terinspirasi dari beberapa film, jadi di mungkinkan ada beberapa adegan yang sama.
Selfish merupakan bentuk kata dalam bahasa inggris yang digunakan untuk menggambarkan watak atau sifat dari seseorang, selfish memiliki arti egois atau seseorang yang mementingkan dirinya sendiri.
Song recommendation : Skylar Grey - Everything I Need.
Selfish
Copyright to pienanas
Chapter 1
Everybody wants happiness
Nobody wants pain
But you can't have a rainbow
Without little rain
- Post Malone
••
Naruto menatap takut kearah wanita tua yang menatapnya dengan kebencian.
"Kau! dasar anak pembawa sial!"
Seruan itu terlampau kasar bagi Naruto yang masih berumur tujuh tahun. Mata sewarna biru laut itu memancarkan ketakutan, Naruto menggigit bibir bawahnya mencoba untuk tidak menangis.
"Dasar Namikaze sialan!" Wanita itu meraung marah, ia melangkah mendekati Naruto dengan tangan yang siap memukulnya.
Plak
Semua orang yang berada disekitarnya terkejut dengan tamparan keras yang diberikan Mito kepada Naruto. Mereka hanya bisa terdiam dan memberi tatapan prihatin pada Naruto.
"Nenek, hentikan!"
"Diam Kyuu! anak ini pantas menerimanya. Dia dan ayahnya, Namikaze Minato sialan itu telah menghancurkan hidup putri dan cucu kesayanganku.
Lagi, Mito meraung marah sambil menatap bengis kearah Naruto.
"Maaf," Si kecil Naruto meminta maaf pada neneknya.
Kenyataannya ia tidak begitu paham kenapa neneknya itu marah. Berdasarkan kesimpulannya, ia adalah penyebab kecelakaan ini terjadi. Ia juga yang telah membuat ibunya dalam kondisi kritis. Di tambah lagi Kurama, kakak lelakinya yang belum sadarkan diri semenjak operasi selesai sejam yang lalu.
"Maafmu tidak akan mengubah semua kesialan ini." ujar Mito dengan ketus, wanita itu mengalihkan atensinya sejenak untuk melirik sekilas ruangan ICU, tempat di mana putrinya terbaring.
"Mohon maaf, Mito-sama. Saya ingin menyampaikan berita duka--"
"Katakan saja di sini, Kakashi." titah Mito.
Lantas, Kakashi mengangguk patuh. Pria itu melirik Naruto yang menatapnya dengan tatapan polos.
"Minato-sama dikabarkan meninggal dua menit yang lalu."
Lagi, Naruto harus menerima kenyataan pahit bahwa kesialan masih menempel padanya.
"Bagus, sekarang kau tinggal menyingkirkan Namikaze kecil pembawa sial ini."
Dan sekali lagi, Kakashi mengangguk patuh. Ia membawa Naruto menjauhi lorong ruangan ICU.
"Kita mau pergi kemana, Paman?" ujar Naruto, ia menatap Kakashi yang menjulang tinggi. Tangan kirinya di genggam oleh telapak tangan besar itu.
Naruto dan Kakashi pergi menjauh dari Mito, si kecil menatap dari jauh ruangan di mana ibunya berada.
"Tenang, aku tidak akan membuangmu begitu saja."
Kakashi menghentikan langkahnya, membuat Naruto jadi ingin bertanya.
"Yo, Shikaku-san." sapa Kakashi.
Dimana seorang pria yang di panggil Shikaku tersenyum tipis dan menyambut Kakashi dan Naruto dengan ramah.
"Paman Shikaku?" Naruto mengerjap bingung, "kenapa Paman bisa di sini?"
Sebuah helaan nafas, sebelum Shikaku menyahut. "Kakashi menghubungiku, katanya kau membutuhkan teman."
Naruto mengangguk. Sebenarnya ia cukup rindu pada Shikaku yang sebelumnya adalah dokter pribadi keluarga Namikaze. Tapi dua tahun yang lalu, Shikaku memutuskan berhenti dan tidak pernah muncul lagi di kediaman Namikaze.
"Jadi ini keputusan Mito?"
Dan Kakashi reflek memicingkan matanya begitu mendengar pertanyaan Shikaku yang terlampau keras. Jujur saja, ia masih belum mau jadi pengangguran; di pecat maksudnya.
Shikaku yang menyadari kepanikan Kakashi, lantas tertawa kecil. "Maaf-maaf bicaraku terlalu keras."
Sebuah helaan nafas meluncur dari mulut Kakashi, "Aku titip Naruto."
Yang kemudian Naruto berakhir mengerjap bingung. "Paman mau kemana?" ia menarik lengan kemeja Kakashi.
"Dengar Naruto, untuk saat ini kau akan pergi bersama Paman Shikaku. Nenekmu sedang marah, jadi kau harus pergi dulu." bisik Kakashi.
Naruto terhenyak, "Apa aku nakal Paman? apa Naru anak jahat sampai nenek marah pada Naru?"
Kakashi tersenyum canggung, seperti dugaannya. Ia terlampau kaku pada Naruto hingga salah memilih kata-kata.
"Bukan begitu, Naruto." Shikaku mengambil alih, "karena nenek sedang pusing, jadinya Paman mau mengajak Naruto ke rumah Paman. Kita akan bermain bersama Shikamaru di sana."
"Benarkah kita akan bermain di sana, Paman?" Naruto berseru senang.
Shikaku hanya menyungging senyum. Lantas mengulurkan tangan kanannya, "Ayo!"
Membuat Naruto tertawa kecil dan menyambut tangan Shikaku. Ia menatap Kakashi, yang kemudian memberikan senyuman sedih.
"Bye-bye Paman!"
Si kecil menatap Kakashi dari balik kaca mobil, ia menatap sendu. Cukup sedih untuk berpisah dengan Kakashi. Sejak dulu Kakashi-lah yang menemaninya.
"Naruto, kau siap?"
Naruto mengangguk. Kemudian lanjut memberi salam perpisahan pada Kakashi.
"Jaga dirimu ya!"
Seruan Kakashi menjadi akhir dari salam perpisahan. Pria itu menatap mobil yang menjauhi rumah sakit, walaupun ia harus berjauhan dengan Naruto. Setidaknya si kecil berada di tempat aman dan jauh dari jangkauan Mito yang terobsesi ingin membunuhnya.
Setelah menjalani tugasnya, Kakashi lantas kembali menuju ruang ICU. Dan kehadirannya di sambut oleh Kyuubi, gadis itu menatap Kakashi yang kembali seorang diri tanpa Naruto.
"Di mana Naruto?" Gadis itu berbisik, suaranya bergetar.
Yang kemudian di balas dengan bisikan dari Kakashi, "Tenang saja adik sepupumu sudah aman saat ini."
"Ha?" Kyuubi mendengung, sebelum akhirnya mengangguk. "syukurlah kalau begitu."
Setelah mengangguk pada Kyuubi, Kakashi pergi mendekati Mito yang sedang duduk. Wanita tua itu tampak kacau.
"Saya sudah melaksanakan tugas yang anda berikan, Mito-sama."
"Bagus, tugasmu selanjutnya adalah menghapus semua jejak Namikaze Naruto." titah Mito, ia tidak peduli Kakashi membawa Naruto kemana, atau mungkin Naruto di bunuh begitu saja. Yang paling penting adalah Naruto tidak akan masuk lagi ke hidupnya dan Kushina.
"Ha'i" Kakashi mengangguk takzim. Kemudian pamit undur diri untuk melaksanakan tugas selanjutnya.
••
Naruto tersentak bangun dari mimpi buruknya, ia menghela nafas kasar. Kejadian lima belas tahun yang lalu masih saja menghantuinya. Di luar masih gelap, lantas Naruto melirik jam digital yang menujukkan pukul lima pagi.
Tanpa minat Naruto menyibak selimutnya, berjalan menuju saklar lampu dan menghidupkannya. Ia menatap pantulan cermin, kantung matanya cukup besar di tambah lingkaran hitam yang mampu membuatnya tampak seperti Panda.
Naruto mendengus jengah begitu mendengar pintu kamarnya di ketuk, "Masuk saja."
"Ohayou, hoaaam." Itu Shikamaru yang menyapa sekaligus menguap ngantuk. Sepertinya lelaki itu juga terbangun.
"Wah, tumben sekali seorang Nara Shikamaru bangun pagi." Naruto menyahut remeh.
Membuat Shikamaru memutar mata, "Bersiaplah, tou-san ingin berbicara selepas sarapan."
Naruto berdecak malas, "Baiklah."
Shikamaru pamit undur diri, lantas Naruto berjalan menuju kamar mandi.
"Astaga, malas sekali!" keluhnya.
Selepas melakukan ritual pagi; mandi. Naruto turun ke lantai satu rumahnya dengan langkah santai.
Sekadar mengenakan crop jumper, rok denim berwarna hijau pendek, bersinggungan serasi dengan sneaker berwarna putih milik brand ternama, dan juga rambut pirang sepunggung yang terurai lepas. Tangan kiri mengenggam tas jinjing yang memiliki nama small harlow.
Lantas, begitu melihat seorang wanita paruh baya sedang menata makanan. Ia tersenyum tipis, "Kaa-san ohayou." Naruto meletakkan tas jinjingnya di atas meja makan, kemudian bergerak membantu Yoshino.
"Ohayou sayang." Yoshino menyahut dengan lembut. Ia tersenyum manis begitu melihat Naruto yang berpenampilan cantik seperti biasanya.
"Apa kau akan pergi ke suatu tempat hari ini?" Yoshino bertanya di sela kesibukannya.
"Ha?" Naruto mendengung, sebelum mengerucut sebal. "Iya, sepertinya hari ini tou-san akan memberiku tugas."
"Dan dugaanmu itu benar." Suara berat menyahut malas, mampu membuat Naruto mendengus jengah.
"Di mana Shikamaru? sepertinya tou-san akan mengatakannya sekarang saja." Shikaku bertanya pada Naruto.
"Aku di sini, kenapa terburu-buru?"
Shikamaru menyahut, kemeja putih yang kedua lengannya di lipat sebatas sikut. Celana skinny-jeans berwarna hitam menjadi pelapis kaki, di tambah sepatu pentofel milik brand ternama. Style-nya memang terlampau santai.
"Kalian akan berbicara selepas sarapan." Yoshino menengahi rapat dadakan di waktu sarapan itu.
Dan hanya membutuhkan waktu lima belas menit bagi keluarga Nara untuk menyelesaikan sesi sarapan. Beberapa pelayan dengan sigap membersihkan meja makan yang akan di pakai untuk rapat lanjutan.
Shikaku berdeham. "Kita langsung pada intinya. Pemerintah meminta setiap kota di Jepang memberikan beberapa sukarelawan. Dan kita atau lebih tepatnya aku dan Shikamaru yang bekerja di Senju Hospital menjadi kandidat utama. Tapi, aku tidak bisa ikut."
Naruto merasakan firasat buruk.
"Jadi aku meminta Pimpinan, agar Shikamaru yang menggantikan ku sebagai Ketua. Dan Naruto akan menjadi asistenmu, Shikamaru."
"Ck, menyusahkan," Naruto mendesis; sebelah lengan menyisir halus helaian pirangnya. "kenapa harus aku, sih? aku-kan bukan lulusan kedokteran." ujar Naruto melayangkan argumennya.
"Kau memang bukan lulusan kedokteran, tapi menghafal semua buku milik Shikamaru, sering ikut praktek yang ku lakukan bersama Shikamaru menjadikanmu dokter tanpa gelar, Naruto."
Kalah telak. Lagi, Naruto mendengus jengah. Ia bungkam, perintah Shikaku kali ini adalah mutlak. Yang mana artinya tidak dapat negosiasi apa lagi di bantah.
"Diam-mu ku anggap setuju, Naruto."
Shikaku mengambil dua lembar formulir yang terdapat kalimat -formulir sukarelawan untuk Amegakure- berukuran besar yang menarik perhatian mata.
"Chotto matte! memangnya apa yang terjadi di Ame? kalian mengirimku ke sana tanpa memberitahuku apa yang sedang terjadi?" Di sini Naruto mendengus untuk yang kesekian kalinya. (arti; tunggu sebentar)
Maka Shikaku menghela nafas pelan. Ia lupa jika anak asuhnya itu terlampau cuek pada sekitarnya. "Amegakure sedang dilanda wabah flu yang mematikan."
Naruto tersentak, mata biru lautnya membulat. "Apa?! kalian mengirimku ke sana agar aku cepat mati?!" Naruto meraung marah, cukup neneknya saja yang menginginkannya mati. Jangan sampai keluarga Nara menginginkan itu juga.
"Bukan begitu, aku hanya ingin kau dan Shikamaru mendapat pengalaman dan membantu mereka yang kesulitan di sana." ucap Shikaku halus sekali, "jadi jangan berpikir buruk."
"Pengalaman menjemput maut, begitu?" Naruto berseru sinis.
Shikamaru menguap malas. Lima belas tahun berada di atap yang sama membuatnya paham betul sifat Naruto. Egois, keras kepala, pelupa, suka menyimpulkan sesuatu dengan tergesa-gesa.
Dan sebuah jitakan halus menjadi penutup rapat, Shikamaru mengajak Naruto untuk menuju Senju Hospital dan menyerahkan formulir.
"Kami pergi dulu." Shikamaru pamit sambil melambai malas.
Sebelum mengikuti Shikamaru, Naruto menghentakkan kaki kanannya yang berbalut sneaker lalu menyambar tas jinjingnya. "Bye!"
Dan sebuah senyum tersungging kala melihat putri asuhnya yang sedang dalam mode ngambek. "Sepertinya Naruto akan terus menjadi putri kecilku." ujar Yoshino sambil menatap punggung Naruto yang semakin menjauh.
"Ya, ku rasa begitu."
Shikaku menyahut, menjadi penutup acara berbincang singkat tadi; karena keduanya kembali pada kesibukan masing-masing.
-tbc-
Halo! Perkenalkan saya Pi. Seorang pembaca yang berbekal sedikit pengetahuan dan mencoba jadi penulis amatiran hehe.
Saya mau bilang kalau saya menunggu review para pembaca :) dan saya mau bilang fanfic ini random update jadi tidak ada jadwal updatenya! Terimakasih sudah membaca ya!
OH YA! (ngegas) saya mau bilang, style-nya Naruto itu terinspirasi dari salah satu member idol girlgrup Korea yang menjadi panutanku untuk karakter dan style Naruto. Tapi ffn tidak ada fitur untuk memasukkan gambar :( jadi saya tidak bisa memberikan gambar stylenya Naruto. Sorry to say! tapi bayangin sesuai imajinasi kalian aja deh EHEHE.
Salam Hormat,
Pi
