Kuroko Tetsuya, laki-laki bertubuh mungil dengan wajah manis itu terus memandangi etalase toko yang ada di depannya. Sesekali ia melirik ke kanan dan ke kiri, bermaksud untuk mengecek bahwa tak ada orang lain yang mengenalnya tengah berada di sekitar laki-laki tersebut. Begitu ia merasa aman, barulah kakinya melangkah memasuki toko yang menjual khusus jam tangan.

"Permisi," salam Kuroko sambil membuka pintu.

"Ah! Irrashaimase!" Pegawai toko tersebut tersenyum pada Kuroko.

Laki-laki itu membungkukkan badannya sedikit. "Doumo."

"Silahkan dilihat-lihat dulu," ujar si pegawai toko dengan nada ramah.

"Hai."

Ia melangkah sedikit sambil melihat-lihat jam tangan yang ada di lemari kaca. Ada banyak jenis jam di sana, dan Kuroko sempat bingung harus memilih yang mana. Semua jam terlihat bagus serta memiliki keunikannya masing-masing. "Anoo..." Kuroko mengintrupsi sebentar pada salah satu pegawai yang sedang merapihkan jam tangan yang ada di lemari kaca lainnya.

Terlihat pegawai tersebut agak kaget. "I-iya? Mau pilih yang mana?"

Sudah biasa bagi Kuroko melihat ekspresi kaget dari orang-orang yang ada di sekitarnya, mengingat hawa keberadaannya yang sulit dideteksi. "Bisa ambilkan jam digital warna hitam itu?" Jari telunjuknya menunjuk pada sebuah jam dengan bentuk lingkaran dan berukuran cukup besar yang berada di barisan terdepan.

"Ini?"

"Iya."

Jam digital itu pun kini sudah berada di tangan Kuroko.

"Limited Edition! Jam itu baru datang lho, pagi ini," kata si pegawai.

"Sou... desu ka." Ia memperhatikan penampilan serta ukuran jam tersebut. Dari penampilannya, jam berlabel 'Siess' itu terlihat biasa. Tapi jika dipakai akan membuat siapa saja yang memakainya tampak elegan. Begitulah pemikiran Kuroko. Yaaah, walau ia tidak terlalu yakin dengan ukurannya. Mata beriris aquamarine itu kembali memperhatikan jam tangan lain. Mungkin ada lagi yang membuatnya tertarik.

Setelah dua menitan mencari, akhirnya ada jam tangan lainnya yang membuat Kuroko tertarik. Jam tangan berlabel sama seperti sebelumnya, hanya saja ada gambar singa dengan mahkota berwarna merah di atas kepalanya. Talinya berwarna hitam dan pada bagian jamnya berwarna merah.

Senyum tipis mengembang di wajah datar Kuroko.

"Maaf, bisa ambilkan jam yang itu?" pintanya.

"Oh, tentu."


Kuroko no Basuke Disclaimer by Fujimaki Tadatoshi

CRUSH by Oto Ichiiyan

Rate : T

Genre : General, Romance, Friendship, School Life

Pairing : KurokoxAkashi [with all pairing]

Warning : OOC, Typos, dsb. Just for fun, minna-san! ._. Hope you enjoy it.


Sorenya, setelah kegiatan klub basket SMA Teikou selesai, Kuroko pergi dengan sang Kapten untuk membeli beberapa peralatan, khususnya bola basket. Cukup aneh memang karena seharusnya itu pekerjaan Momoi Satsuki selaku manajer tim basket putera. Saat ditanya semalam, si Kapten yang terkenal dengan kekejamannya itu hanya menjawab: 'Satsuki pasti takkan kuat membawanya sehingga aku yang harus membawa semuanya.'

Kuroko sempat curiga tapi tak apa.

Toh, sebenarnya ia ingin menghabiskan waktu dengan kaptennya yang bernama lengkap Akashi Seijuurou itu. Hanya berdua saja di luar kegiatan klub basket, sekaligus ingin memberikan sesuatu pada Akashi sebagai rasa terima kasih karena sudah mengajarinya pelajaran yang sulit ia mengerti selama ujian semester berlangsung minggu lalu.

Ia pandangi sosok itu dalam diam sambil berjalan mengekorinya.

"Kuroko?" Akashi memanggil Kuroko tanpa menoleh.

"Ya, Akashi-kun?" sahutnya dengan nada datar seperti biasa.

"Bisakah kau berjalan di sampingku? Rasanya aneh kalau kau terus di belakangku."

Yaaa, gimana nggak risih? Kuroko selalu memandanginya dengan wajah datar.

"Maaf," cicitnya seraya berjalan beriringan dengan Akashi. Ia menunduk sedikit begitu melihat kapten yang dikaguminya tersenyum tipis.

"Apa bawaanmu terlalu berat?" tanya Akashi.

"Tidak, Akashi-kun."

Laki-laki itu mengangguk sedikit dan membenarkan kantong plastik yang ada di kedua tangannya..

Kuroko melirik sebentar lalu menatap lurus ke depan. "Anoo, Akashi-kun. Sebenarnya... ada satu tempat yang ingin kukunjungi juga," ucapnya. Rasa malu merambat ke seluruh tubuh dan membuatnya agak salah tingkah. Tanpa sadar, tingkah Kuroko mengundang senyum kecil untuk Akashi.

"Baiklah, kau mau ke mana dulu memangnya?"

"Mmm, restoran?"

"Kau lapar?"

"Hanya rindu dengan vanilla shake?"

Ah, Akashi hampir saja lupa kalau si bayangan dari klub basket Teikou itu takkan pernah absen untuk meminum vanilla shake dari restoran favoritnya. "Baiklah," dan ia hanya pasrah saat Kuroko mulai memimpin perjalanan. Sesampainya di restoran Maji Burger, sang Kapten disuruh menunggu saja di kursi kosong dan membiarkan Kuroko yang memesankan makanan serta minumannya.

"Ini, Akashi-kun." Laki-laki itu menaruh satu nampan berisi dua burger, satu soft drink, dan satu vanilla shake ke tengah-tengah meja.

"Terima kasih, Kuroko." Akashi tersenyum simpul seraya meminum soft drink-nya.

"Hai. Douitashimashite."

Perlahan tangan Akashi terulur untuk mengambil burger lalu membukanya. Dari sudut mata krimsonnya, ia bisa melihat sosok Kuroko juga tengah sibuk membuka bungkus burger. Akashi sadar sejak awal, kalau ada yang disembunyikan dari laki-laki itu. Tapi ia lebih memilih untuk diam dan menunggu dengan sabar. "Setelah ini, kau mau ke mana lagi, Kuroko?" tanyanya setelah menggigit sedikit burger yang baru saja ia buka.

"Kurasa... aku langsung pulang ke rumah. Memang ada apa, Akashi-kun?"

"Tidak, mungkin saja kau mau pergi lagi ke tempat lain."

Mata beriris biru dengan bentuk bulat besar itu menatap lurus ke arah Akashi. Cukup lama mereka saling memandang sampai akhirnya Kuroko yang menghentikan kegiatan tersebut. Ia menunduk lalu kembali menggigit burger-nya. Tak ada lagi yang berbicara setelah itu, tentu membuat Kuroko canggung. Kedua matanya menatap ke arah tasnya yang tergeletak di kursi kosong yang ada di sampingnya.

Apa... aku harus memberikannya sekarang?

Terdengar helaan napas dari arah Akashi duduk. "Kuroko," panggilnya.

Yang dipanggil tak menyahut, tapi pandangannya tertuju pada Akashi.

"Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?" tanya laki-laki berambut merah itu. Ia terus memperhatikan gerak-gerik Kuroko yang sedang panik. "Katakan saja, aku akan dengarkan," tambahnya seraya meminum soft drink-nya lagi. Alis sebelah kanan Akashi terangkat sedikit begitu melihat laki-laki berwajah cukup manis itu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Mm, m-mungkin ini tidak mahal dan terlihat sederhana, tapi a-aku mohon terima kado ini, Akashi-kun," kata Kuroko pelan sambil menaruh benda berbentuk kubus yang dibungkus rapi dengan kertas kado polos berwarna merah di depan soft drink milik Akashi.

"Eh?"

"T-tapi ini bukan kado ulang tahun."

"Lalu?"

Kuroko memalingkan wajahnya ke samping kemudian menunduk, berusaha menghindari tatapan laki-laki yang duduk berhadapan dengannya. Akashi menarik kotak tersebut untuk mendekat. "A-ah, jangan dibuka seka—"

—terlambat.

Tangan itu sudah membuka tutup kotak kadonya.

Seharusnya kuberikan saat pulang saja, rutuknya dalam hati.

"Mm... k-kalau Akashi-kun tidak suka... Akashi-kun bisa membuangnya," kata Kuroko dengan nada mencicit. Tubuhnya benar-benar lemas sekarang. Tapi saat kedua matanya menatap ke depan, yang terlihat justru sosok Akashi sedang tersenyum kecil. Tanpa memandang balik ke arah Kuroko, laki-laki itu mengambil isi dari kadonya yang berupa jam tangan lalu memakainya di pergelangan tangan kiri. "A-Akashi...-kun..."

"Jamnya bagus, Kuroko," puji Akashi sambil tersenyum lembut.

"..." Wajah Kuroko merona hebat melihatnya.

Samar-samar, ia melihat wajah sosok itu juga ikut memerah.

"Etto... Akashi-kun, k-kado itu kuberikan sebagai rasa terima kasih karena sudah membantuku di ujian kemarin," jelas Kuroko dan lagi-lagi ia hanya bisa menundukkan kepalanya saat mengatakan hal itu.

"Terima kasih, Kuroko. Aku suka jamnya."

Jantung Kuroko terasa berhenti mendengar ucapan Akashi.

"S-sama-sama..."

Senyum si Kapten Teikou kini makin melebar saat kedua matanya menemukan empat buah origami berbentuk burung berwarna senada dengan rambutnya, yaitu merah di dalam kotak tersebut. Terlihat secara samar bahwa ada tulisan tangan Kuroko di dalamnya. "Kau membuat origami ini juga?" tanya Akashi seraya mengambil origami itu dan berniat untuk membuka lipatannya.

"Hua! Jangan dibuka sekarang, Akashi-kun!"

Dengan cepat tangan Kuroko mengambil origami tersebut beserta kotak kadonya.

"Eh? Memang kenapa?"

"H-hazukashii... desu." [Itu... memalukan.]

Melihat sosok Kuroko yang jarang sekali mengeluarkan ekspresi itu tengah salah tingkah, tentu membuatnya jadi hiburan tersendiri untuk Akashi. Ia masih tidak percaya karena bisa melihat wajah laki-laki itu yang merona hebat seperti sekarang. "Baiklah, aku akan membukanya di rumah," kata Akashi pada akhirnya.

Kuroko menghela napas lega dan menyerahkannya lagi pada sang Kapten.

"Setelah ini, biar kuantar kau pulang, Kuroko."

"Eh? Tidak perlu, aku bisa pulang—"

"—ini perintah."

"H-hai..."


.

.

.


Suara helaan napas berat kembali keluar dari mulut mungil Kuroko. Ia menatap jam yang baru dibelinya lusa kemarin di pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum rapat mengenai acara Teikousai [Teikou Bunkasai atau Festival SMA Teikou] dimulai. Diam-diam Kuroko sangat berterimakasih pada rapat kali ini karena tidak bertatap muka atau bicara secara langsung dengan Akashi Seijuurou. Yaaah, walaupun ada, itu hanya seperkian persen. Jujur saja, sudah hampir tiga minggu ini ia berusaha untuk menghindari Akashi, baik saat istirahat ataupun di klub basket.

Awalnya laki-laki tersebut berpikir demikian, tapi ternyata...

"Kuroko, kukira kau sudah ke ruang rapatnya."

Lagi-lagi, ia tak bisa menghindar dari sosok itu.

Tubuh Kuroko mematung di tempat duduknya. "Eh? Akashi...-kun?"

Sebelah alis Akashi terangkat sedikit, pertanda heran. Ia berjalan memasuki kelas 2-3 yang sudah sepi, hanya ada dirinya dan Kuroko di sana. Begitu sampai di hadapan laki-laki berambut biru muda itu, tangan kanannya yang bebas mengambil buku catatan dengan mata pelajaran matematika milik Kuroko. Senyum tipis mengembang di wajah tampannya dan Kuroko terpanah untuk kesekian kalinya. "Catatanmu rapi, Kuroko. Kapan-kapan aku boleh pinjam?" tanya Akashi, meminta izin.

"T-tapi bukannya catatan Akashi-kun selalu lebih rapi daripada punyaku?"

Senyum tipis itu berubah jadi senyum menggoda. "Tahu dari mana?"

Ditanya begitu, Kuroko langsung panik karena sebelumnya ia pernah melihat catatan milik sang Kapten yang dipinjam oleh Midorima. Hanya melihat dan itu pun diijinkan oleh si peminjam. "Etto... aku sempat melihat buku milik Akashi-kun yang dipinjam Midorima-kun waktu itu," jelasnya.

"Eh... Midorima, ya..." Akashi mengangguk kecil.

"Mm, ada apa Akashi-kun ke sini?" tanya Kuroko.

"Ingin ke ruang rapat bareng denganmu. Boleh, kan?"

Gerakan tangan laki-laki berbadan lebih—ehem—pendek dari Akashi itu yang tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas terhenti seketika. Terima kasih banyak Akashi, perasaan Kuroko semakin tidak karuan mendengar ajakanmu tadi.

"O-oh, begitu. Boleh-boleh saja, yang lain sudah ke ruang rapat, ya?" tanya Kuroko lagi, berusaha mengubah suasana yang membuatnya semakin canggung. Kedua tangan itu mempercepat gerakannya sampai-sampai buku catatan matematika miliknya langsung diambil begitu saja dari tangan Akashi. Sedikit tidak sopan memang, tapi Kuroko terlanjur gugup dan salah tingkah sendiri.

"Mungkin, iya," jawab Akashi singkat dengan tidak yakin.

"Kalau begitu, ayo ke sana."

Belum sempat laki-laki bersurai merah spike itu menyahut, Kuroko sudah melangkah keluar kelas lebih dulu. Ia pun berjalan dengan langkah lebar untuk mengejarnya. Mereka berjalan menuju ruang khusus milik OSIS yang berada di gedung B sambil sesekali bercanda. Mungkin lebih ke arah Akashi yang selalu menggoda Kuroko dengan berbagai macam pertanyaannya. Untuk kesekian kalinya ia tersenyum geli melihat respon Kuroko yang salah tingkah disertai rona merah di wajah.

"Aku sama sekali tak menyangka, wajahmu ternyata manis juga kalau seperti itu," gumam Akashi yang sukses mendapat tatapan bingung dari laki-laki berzodiak aquarius tersebut. "Ayo lari sampai ke ruang rapat!" ajaknya tiba-tiba seraya mulai berlari.

"Eh? Tunggu! Akashi-kun curang!" Kuroko pun ikut lari dengan wajah merengut.

"Yang kalah harus traktir vanilla shake di Maji Burger!"

Kedua mata beriris biru muda itu melebar. "Akashi-kun nggak adil!"

Tawa kecil terdengar kemudian di sepanjang koridor lantai tiga.

.

.

.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore saat rapat ditutup. Itu berarti sudah empat jam Kuroko hanya duduk di kursi barisan pojok dekat jendela sambil menulis apa saja yang dianggap penting ke dalam buku catatan berukuran kecil miliknya. Ia meregangkan kedua tangan ke atas lalu menguap karena rasa kantuk kembali menerjang. Tiba-tiba sebuah kartu ditaruh oleh seseorang ke atas buku Kuroko. Saat mendongak, terlihat sosok Akashi tengah tersenyum tipis padanya.

"Akashi-kun, kartu apa ini?" tanya Kuroko sambil menatap kartu tersebut.

"Kupon gratis vanilla shake dan satu burger dari Maji Burger."

"Eh? Tapi 'kan tadi aku yang kalah, Akashi-kun."

Laki-laki itu agaknya kebingungan untuk menjawabnya. "Mm, aku hanya bercanda tadi," sahut Akashi asal. "Mau menukar kuponnya kapan?"

Kuroko berpikir sebentar. "Mungkin besok, aku harus ke rumah sakit setelah ini."

Ia hanya mengangguk memaklumi.

"Akashi-kun mau ke sana besok denganku?"

"Tentu saja mau," sahut Akashi cepat.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak-gerik Kuroko dan Akashi secara intens. Mungkin bukan hanya hari ini, tapi sudah seminggu ia memperhatikan mereka berdua dari jauh. Rasa penasaran yang sudah terlanjur bersemayam di hatinya membuat laki-laki berambut hijau dan berstatus sebagai Ketua Pelaksana Teikousai kelima itu berjalan mendekat. Ia berpikir sebentar sebelum mengajukan pertanyaan pada salah satu dari mereka.

"Kuroko, apa kau punya salinan konsep dari Seksi Dekorasi?" tanyanya.

"Tentu punya. Midorima-kun, mau pinjam?" tawar Kuroko.

"Iya, besok akan kukembalikan bukunya—no da yo," jawab Midorima Shintarou.

"Eeeh? Kau 'kan bisa memintanya dari Sekretaris, Ketuplak," sahut Akashi. Nada tidak suka dan menyindir terdengar jelas di sana.

Midorima membenarkan kacamatanya yang agak turun dari posisi semula. "Lebih lengkap kalau dari anggota Seksi Dekorasinya langsung, Akashi. Lagipula, Kuroko juga tak ada masalah kalau aku meminjam bukunya sampai besok. Iya, kan?" Ia meminta persetujuan dari si pemilik.

Kuroko hanya mengangguk. "Tak masalah, asal bukunya tidak hilang."

"Mau pulang bareng sampai stasiun, Kuroko?" ajak Akashi.

"Boleh. Tunggu sebentar."

Saat laki-laki itu merapihkan alat tulis dan memasukkannya ke dalam tas, Midorima memperhatikannya dari atas ke bawah lalu menengok ke arah Akashi yang sudah memasang headset di telinga kiri. "Akhir-akhir ini kalian terlihat semakin dekat dari biasanya," gumamnya seraya menatap Akashi, bermaksud untuk bertanya padanya. "Kau menyukai Kuroko, Akashi?"

Pertanyaan itu pun akhirnya keluar dari mulut three pointer Teikou.

Rona merah perlahan mencuat ke kedua pipi Kuroko.

Akashi sendiri terlihat pura-pura tidak mendengar dan asyik mengganti track musik.

Dengan nada gugup, Kuroko pun menyahuti pertanyaan Midorima begitu ditatap oleh laki-laki dengan tinggi 195 cm tersebut. "K-kenapa harus aku? Aku ini laki-laki, mana mungkin Akashi-kun menyukaiku, Midorima-kun. Akashi-kun 'kan masih straight. Iya, kan?" tanyanya sambil menengok ke arah Akashi.

Yang ditanya menengok dengan wajah bingung. "Huh? Apa?"

"Bukan apa-apa," sahut Kuroko cepat.

Midorima menatap si Ketua Seksi Acara sekaligus Kapten tim basketnya itu. "Hmph, kau pura-pura tidak dengar—no da yo," gumamnya pada laki-laki itu seraya kembali ke kursinya yang berada di depan dekat papan tulis.

Helaan napas lega terdengar dari arah Kuroko.

"Ayo pulang sekarang," ajak Akashi sambil memasukkan i-Phode ke saku celana.

"Hai."

To Be Continued

Terima kasih sudah baca fanfic saya... #Bow Komentar, saran, kritik, atau flame saya terima dengan senang hati... :)

See You Next Chap!

CHAU!

NOTE : saya author yang egois dan akan lama update fanfic ini #Bow [Tergantung mood saya, makanya saya jadi author egois ._.]