...

"Jadi kita sepakat?"

Atmosfir ketegangan seolah mendukung akan terjadinya gencatan senjata yang untungnya segera diselesaikan di antara kedua pemimpin.

"Kita sepakat."

Raja berambut gelap mengangguk setuju. "Dalam waktu satu minggu, putraku akan segera menikahi putrimu."

"Dan kau akan menarik pasukanmu dari tanah kekuasaanku."

"Benar."

Raja berambut terang mengulurkan tangannya cemas. Raja berambut gelap menjabatnya dengan penuh semangat dan tersenyum.

Ini bisnis yang bagus.

...


.

.

Boboiboy (c) Animonsta Studios

Warning: OOC, AU, bahasa sedikit kasar, dan lain-lain

[Eel Nivek]

[Naura Brieby]

Tidak mengambil keuntungan apapun dari cerita ini, hanya berbagi kesenangan saja.

.

.

MATRIMONY

Chapter 1

.

-::-::-


Fang kini sedang mabuk berat.

Orang-orang di klub mulai berfluktuasi di depan matanya dan lampu neon klub terlihat seolah-olah lebih terang dan terang dari menit ke menit. Fang bersandar di sofa dan menuangkan segelas anggur, merasakan realitas berubah menjadi fantasi.

Tak ada hiburan dalam hidupnya. Ini hanyalah kebiasaannya, minum sampai malam dan bangun dalam keadaan mabuk sama sekali tidak menyenangkan, namun ia tak pernah bisa berhenti. Orang lain memandang obsesinya pada alkohol adalah masalah serius, tetapi ia memandang hal itu sebagai dilema kecil bahwa seseorang harus mengalami itu untuk mengembangkan karakter.

Dengan kata lain, omong kosong.

Ia mengusap pelipisnya dan menggumamkan mantra penyembuhan sederhana, ia merasa lebih baik. Ia menghitung jumlah gelas di atas meja. Sampai hitungan gelas ke empat puluh, kepalanya mulai terasa sakit. Ia melambai pada pelayan meminta lebih. Bagaimana dengan gelas ke empat puluh lima?

Fang memegang gelasnya di udara dan menutup matanya. Ia tersenyum sinis.

Sebentar lagi masalah akan datang.

Saat ia memperkirakan itu, pintu klub ditendang terbuka dan sekelompok orang mengenakan jas rapi berjalan dengan seringai di wajah mereka. Fang menghitung ada tiga puluh dua dari mereka secara total, masing-masing dipersenjatai dengan dua pistol 9mm. Sebuah mafia lesser-demons rendahan—goblin dan incubi—begitu menurut asumsinya. Meskipun mereka memiliki bentuk humanoid, ia bisa melihat dari jenis apa mereka.

Fang mengangkat bahu. Selama mereka tak mengganggu dirinya, ia akan membiarkan mereka melakukan apapun sesuka hati.

Salah satu pria pengunjung klub tersinggung ketika salah satu dari mafia rendahan itu mencuri pasangan wanitanya. Pria itu mulai menyemburkan ancaman dan hinaan sebelum ia dibungkam dengan peluru bersarang di kepalanya. Klub menjadi sunyi dan para pengunjung berbalik menjauh dari sana, sebagian besar dari mereka meninggalkan gedung.

Gadis-gadis yang duduk di kedua sisi Fang pun lari ketakutan.

Saat pelayan berjalan membawakan minum pesanan Fang, ada yang mencegat pelayan itu.

Seorang anggota mafia berkulit terang, yang Fang anggap sebagai pemimpinnya, mengambil gelas anggur dari pelayan itu dan meneguknya.

"Hei," panggil Fang. "Itu minumanku."

Pemimpin mafia itu berjalan ke arah Fang dan mengeluarkan pistolnya. "Apa kau bilang? Minumanmu? Klub ini milikku, semuanya adalah milikku!"

"Aku hanya bilang, kau mengambil minumanku," Fang duduk dengan ekspresi bingung, kedua lengannya terentang di punggung sofa. "Kau akan membayar untuk itu, kan?"

"Dengar," Pemimpin mafia itu mengacungkan kembali pistolnya, dan anggota mafia yang lain turut mengelilinginya. "Apa kau tahu siapa kami? Tidak? Kami half-demons, kami makan makhluk kecil sepertimu untuk sarapan. Kami membunuh cukup dengan sedikit menusuk pantat bocah laki-laki tampan sepertimu dengan mata tertutup!"

Fang melambaikan tangan mendengar ancaman kosong itu, dan tertawa, "Hanya half-demons? Tak heran kau hanya menggunakan pistol tembakan kacang polong seperti itu. Kau terlalu lemah untuk menjaga diri."

"Kenapa kau..." Salah satu anggota meludah dan siap menekan jarinya melawan pemicu pistolnya.

"Jika aku jadi kau, aku tak akan melakukan itu," Fang memperingatkan dan menjentikkan jarinya. Dalam sekejap, setiap anggota mafia dikelilingi oleh pedang-pedang, masing-masing siap menusuk leher, perut, dan kaki mereka. "Aku sedang dalam mood yang buruk, sialan."

Salah satu lesser-demons pikir akan lebih bijaksana jika pria sombong di hadapannya menarik kembali senjatanya. Ia melirik teman sesama anggota, ketakutan menghantui pikiran mereka, karena pria sombong di depannya bisa memenggal dan mengeluarkan isi perut mereka kapanpun.

"Ups," Fang tersenyum dan mengangkat tangannya. Senyumnya berubah saat melihat darah di sepatunya. "Lihat apa yang kalian lakukan. Ada darah di sepatuku."

Ia menatap orang-orang dewasa itu yang mengerut seperti bayi. Ia bisa mencium rasa takut mereka dan ia sangat menyukai itu.

Sekarang untuk mengatasi masalah ini. Fang menunjuk pemimpin mafia tadi, "Kau."

"A-Aku?"

"Ya, kau," Fang geram, jengkel dan mengangkat sepatunya ke depan. "Jilat."

"A-Apa?"

"Apa kau tuli? Aku bilang jilat darah itu. Sepatuku tak akan bisa bersih sendiri."

"Persetan kau!" Pemimpin mafia itu menjerit dan membuat langkah tiba-tiba, berusaha untuk mempertahankan beberapa martabatnya. Fang menatapnya kecewa. Kata-kata terakhir pemimpin mafia itu sungguh membosankan. Tubuh pemimpin mafia itu tercabik sebelum ia tahu apa yang menyerangnya.

"Next," Fang berteriak. Tak satu pun dari orang-orang itu bergerak. "Satu pun tak ada? Kalian semua harus mati."

"Kau pikir kau bisa menakut-nakuti kami?" Salah satu anggota mafia yang lebih berani menggeram tanpa malu-malu. "Bunuh kami sekarang, dan saudara-saudara kami tak akan tinggal diam untuk itu. Mereka akan menemukan keluargamu dan membunuh mereka. Mereka akan menemukan kekasihmu dan memperkosanya di depan matamu! Kami half-demons!"

"Bravo." Fang bertepuk tangan. "Sekarang sebelum kau mati, aku ingin kau tahu dengan siapa sebenarnya kau bermain-main."

Fang menggulung lengan jasnya, dan memperlihatkan lambang di lengan kanannya. Seluruh ruangan berubah hening. Rasa takut merasuki atmosfer di ruangan itu, para half-demons menyadari dengan siapa mereka telah berurusan.

"Sang Pangeran..." Seorang half-demons tersedak skeptis. "Salah satu dari beberapa pure-blooded demons yang ada, keturunan langsung dari Lucifer."

"Hormat kami," jawab Fang nakal. "Jadi kau lihat, ancamanmu tak akan berpengaruh padaku. Kirimkan padaku jutaan saudaramu seperti yang kau inginkan. Aku tak peduli. Mungkin kau dan semua saudaramu akan berpesta di neraka. Tentu saja, aku yang akan memasok banyak alkohol."

Fang menyelesaikan ucapannya dan perlahan-lahan mulai membunuh orang yang berani mengancamnya itu, melesatkan pedangnya di tubuh orang itu, tapi menghindari organ vitalnya, menyebabkan salah satu half-demons itu merasakan sakit luar biasa sebelum benar-benar mati.

Fang menatap ke yang lain. Ia bisa merasakan ketakutan mereka menyebar di udara. Ia berjalan ke salah satu anggota yang bertubuh lebih kecil, yang merintih dan berkeringat deras.

"Kau takut?" Fang berbisik dan memamerkan taringnya. Mencoba untuk menutupi rasa takutnya, pria kecil itu menggeleng cepat.

"Jangan takut," kata Fang. "Ini akan segera berakhir. Kau bahkan tak akan merasakan apapun." Fang menggerakkan pergelangan tangannya dan pedangnya langsung melayang menusuk orang kecil itu beberapa kali, meninggalkan lubang menganga. Pria kecil itu sudah mati sebelum dia jatuh ke lantai.

Fang menatap tubuh pria kecil itu dan tersenyum. "Benar yang kukatakan, bukan?"

"Apa yang kau inginkan dari kami? Kami akan melakukan apapun yang kau inginkan. Biarkan kami pergi, aku mohon!" Ucap salah satu pria, jatuh berlutut. Dan secepat kilat pria itu tertusuk tepat di dadanya.

"Jangan mengemis," Fang memperingatkan yang lain. "Aku benci pengemis."

Para anggota mafia berdiri diam, pura-pura tenang meskipun mereka takut setengah mati.

"Kalian membuatku bosan," Fang berbalik dan berjalan ke salah satu meja untuk berbicara dengan pemilik klub. Di belakangnya, tubuh-tubuh anggota mafia itu berjatuhan ke lantai akibat serangan senjata Fang yang melayang dengan sendirinya.

"Kau membuat kekacauan," ucap pria berkepala botak, seorang manajer klub yang kini tengah mendecakkan lidahnya, menghitung jumlah mayat di lantai dansa. Tiga puluh dua.

"Ya, aku minta maaf soal itu," Fang melemparkan dua tumpuk uang pada pria botak itu. "Bayar seseorang untuk membersihkannya dan dapatkan sesuatu yang bagus untuk istri dan anak-anakmu. Uang itu sudah lebih dari cukup."

Sang manajer klub mendesah. "Ayahmu khawatir tentang dirimu. Dia bahkan memintaku untuk melarang pantatmu itu duduk di klubku."

"Lalu?"

"Apa maksudmu dengan 'lalu'?"

"Jangan dengarkan dia."

"Aku akan menendangmu keluar dari klubku."

Fang mengangkat bahu, dan membentangkan tangannya, mengabaikan komentar si manajer klub. Ia meluruskan lengan jasnya dan mengeluarkan ponsel, melihat jam digital yang tertera di sana. Sudah terlambat.

Fang melambaikan tangan pada si manajer klub dan berjalan keluar lewat pintu depan.

Di tempat parkir, sopir pribadi yang merangkap sebagai sahabatnya, Boboiboy, tampak sangat marah. Fang mengerang. Ia tak ingin mendapatkan ceramah dari sahabatnya itu hari ini.

"Sial," Fang bergumam. Mungkin ia bisa berpura-pura tak melihat Boboiboy, dan berjalan pulang sendirian sebagai gantinya. Jujur, itu bukan ide yang buruk. Fang berbalik 90 derajat dan berjalan menjauh dari mobil mewah itu. Ia mulai berlari ketika ia mendengar mesin mobil di hidupkan.

Fang berlari sekitar satu menit sebelum ia berhenti. Efek alkohol yang ia minum tadi menderanya. Ia memegangi perutnya lalu menghempaskan tubuhnya ke rerumputan taman yang tak begitu terawat. Boboiboy mematikan mesin mobil dan berjalan ke arah sahabatnya itu.

"Dasar bodoh! Kau tadi minum, kan?!"

"Jangan sekarang," Fang mengusap perutnya dan berpaling dari sosok sahabatnya. "Simpan perkataanmu. Aku sedikit si-urgh-sibuk."

Setelah perutnya membaik, Fang menunjuk sahabatnya itu. "Dulu Yaya bertemu denganmu di sini."

"Diamlah," jawab Boboiboy, menyesuaikan letak topinya. "Masuk ke dalam mobil."

Fang menurut dan duduk di belakang. Ia membuka setengah kaca jendela mobilnya. Ini adalah satu-satunya cara agar ia bisa mengabaikan ceramah Boboiboy yang mungkin—pasti—akan ia terima.

"Ayahmu stres berat," Boboiboy menginjak pedal gas.

"Beritahu aku hal lain yang belum kuketahui," Fang mendesah. Sangat ingin mengabaikan ceramah sahabatnya itu.

"Aku serius. Ayahmu benar-benar frustrasi karenamu, kau tahu? Pagi ini di adakan pertemuan, dan seharusnya kau menghadirinya, ayahmu mengumumkan bahwa dia akan menikahkanmu. Tanggalnya sudah ditetapkan, seminggu dari sekarang."

"A-APA?" sembur Fang, mencoba untuk menemukan alasan agar ia batal menikah. "Aku akan membunuh orang tuaku. Siapa yang dia harapkan untuk menikah denganku?"

"Fang, tenang. Tarik napas," perintah Boboiboy, memperkirakan apa yang akan terjadi. "Ayahmu ingin kau menikahi seorang gadis Diao, namanya Ying."

"Persetan! Aku tak akan menikahi jalang itu. ARGH! Aku lebih suka tersiksa daripada menikahi jalang itu!" Fang berteriak, hampir menghancurkan kaca jendela mobil.

Fang memang belum pernah bertemu dengan gadis Diao itu, tetapi ia telah mendengar semua tentang gadis itu, dan menurut asumsinya, gadis itu sangat membosankan, dan bodoh. Gadis itu mempunyai segalanya yang Fang tak bisa; polos, murni, dan yang terpenting adalah seorang angel. Secara harfiah, memang dia seorang angel.

Padahal ia adalah seorang pure-blooded demon—salah satu dari beberapa yang ada, sedangkan gadis Diao bernama Ying itu adalah seorang pure-blooded angel, bertolak belakang dengan dirinya. Persetan dengan setiap filsuf dalam sejarah, perbedaan ini TIDAK menarik.

"Biarkan aku keluar dari mobil."

"Untuk apa?"

"Aku ingin muntah."

Boboiboy bersandar di kursi kemudi dan mendesah saat sang pangeran muda melangkah keluar. Menurutnya, Fang cukup bisa menerima berita ini dengan sangat baik. Biasanya, ketika ia membawa berita yang menurut Fang buruk, seseorang akan tewas, siapa lagi kalau bukan pangeran muda itu pelakunya. Boboiboy meringis ketika mendengar umpatan kata-kata kasar dari luar. Oke, mungkin ia harus menarik kembali ucapannya yang mengatakan bahwa Fang cukup bisa menerima berita ini dengan baik.

"Ugh," Fang mengusap kepalanya. "Hari ini hanya akan menjadi lebih buruk dan lebih buruk lagi."

"Apa yang akan kau lakukan dengan pernikahan ini?"

"Aku punya dua pilihan," Fang mengangkat dua jari dan menyelinap ke kursi belakang.

"Apa itu?"

"Membunuh jalang itu—aku serius untuk mempertimbangkan yang satu ini, atau membunuh orang tuaku."

"Sangat bijaksana, terutama yang terakhir," sindir Boboiboy berusaha sabar. Ia menyalakan mesin mobil hingga bergemuruh dan melesat ke jalan.

"Aku tak peduli. Mood-ku sedang buruk. Di mana gadis itu tinggal?"

"Kau serius tentang pertanyaanmu itu?" Boboiboy mempertanyakan.

"Yeah," Fang mengejek. "Bukankah aku sudah bilang bahwa aku serius untuk mempertimbangkan membunuh gadis itu?"

"Keluarganya tidak akan tinggal diam untuk itu. Mereka adalah raja dan ratu dari para angels. Gadis itu seorang putri."

"Aku bisa membunuh mereka semua tanpa susah-susah menggerakkan jariku."

Boboiboy menggeleng. "Oh Fang... Kau harus banyak belajar. Tutup mulutmu, kita sudah hampir sampai."

"Aku membencimu. Kau membawaku ke orang tuaku, eh?"

"Diamlah," Boboiboy merengut. "Aku harus melakukannya, jika tidak aku takkan dibayar."

"Kau pria kotor," bisik Fang, suaranya diwarnai dengan sedikit nada menggoda. "Kau menjual ragamu untuk uang."

Boboiboy memutar matanya. "Jangan mulai. Aku bisa menulis sebuah buku berisi semua hal yang telah kau lakukan. Apa aku harus menulis semuanya atau hanya beberapa? Hm. Bagaimana dengan semua wanita yang telah kau pacari di kencan pertama, memberi harapan besar pada mereka setelah itu meninggalkan mereka begitu saja?"

"Mereka wanita brengsek yang baik, tapi sangat membosankan," balas Fang datar, sikunya bertumpu di jendela mobil.

"Lebih baik kau perbaiki sikapmu, kau akan segera menikah."

"Jangan ingatkan aku tentang itu," Fang mendesis malas.

"Nah kita sudah sampai. Jadi, jika kau ingin melanjutkan omelanmu itu, lakukan di depan raja karena aku tak ingin mendengarnya lagi. Sekarang keluar dari mobil," Boboiboy membuka pintu.

Begitu keluar dari mobil, Fang memberi tatapan bingung pada Boboiboy. "Kau tak ikut?"

"Aku harus menemui istriku."

"Lihat, kau tak menyenangkan. Aku harus menyalahkan istrimu itu."

"Terserah," balas Boboiboy sebelum mengendarai mobil dan menjauh dari sana.

Begitu Boboiboy hilang dari pandangan, satu peleton penjaga bergegas keluar untuk mengamankan Fang. Fang membiarkan mereka memegangi tangannya. Meskipun sebenarnya ia bisa dengan mudah menyentak mereka dan mengalahkan setiap penjaga itu, tapi ia tak akan melakukannya. Menurut perhitungannya, ia telah cukup menyebabkan ayahnya stres seumur hidup.

Fang dikawal melewati kamarnya dan melewati lorong panjang, lorong yang dihiasi berbagai ornamen sampai mereka mencapai ruang tahta.

Sang ayah duduk di tahta agung, tampak lebih tua daripada biasanya dengan jenggot yang belum di pangkas. Ayahnya tampak tak senang melihatnya.

"Aku menolak untuk menikah, dengan siapapun itu," kata Fang.

"Jadi, kau telah mendengarnya. Tapi kau tak punya pilihan dalam hal ini. Keputusan telah dibuat," jawab ayahnya dingin. "Para angels telah sepakat tentang persatuan antara dirimu dan putri mereka, ini satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian antar ras."

"Apa kau serius? Kau memaksaku untuk menikahi salah satu jalang dari mereka hanya untuk kewajiban? Sedikit perdamaian, eh? Apa kau benar-benar percaya bahwa pernikahan ini dapat menulis ulang sejarah antara angels dan demons?"

"Apa lagi yang bisa kulakukan?" Ayahnya membentak. "Ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian. Jika perang terjadi, kedua ras akan rata dengan tanah. Berapa banyak aku akan kehilangan orang-orangku hanya karena keegoisanmu?"

"Demons punya lebih banyak pasukan daripada angels yang hanya memiliki bulu pada sayap mereka." balas Fang, berdiri tegap. "Seharusnya mereka yang mengemis di kaki kita. Kau sangat tahu bahwa mereka akan menggunakan kesempatan ini untuk melawan kita. Kenapa kau menerima omong kosong ini? Katakan pada mereka untuk segera mati dan pergi ke neraka."

Sang ayah hanya diam.

"Atau kau sekarang menjadi lembek?" Fang menghina.

Raja berdiri dari singgasananya, berjalan ke arah anaknya dan mengangkat kerah anaknya. "Kau tak perlu memberitahuku apa yang harus dilakukan. Kau tak perlu memberitahuku siapa aku, mengerti?"

Fang menatap mata ayahnya. Ia melihat ke dalam mata pria yang sangat dihormati itu. Sesuatu telah berubah. Tampaknya ayahnya menjadi lebih bijaksana daripada yang ia ketahui.

"Kau akan menikah dengan gadis itu minggu depan. Jangan mengeluh, atau aku akan memutuskan semua hubunganku denganmu dan mengklaim pewaris tahta untuk orang lain. Itu menjadi keputusanmu."

Fang berdiri diam, ia sadar bahwa ayahnya tak main-main dengan ancaman itu. Meskipun ia sama sekali tak bergantung pada ayahnya dan punya uang sendiri, tapi ia tak rela menyerahkan tahta untuk orang lain. Karena ambisi terbesarnya adalah untuk mengklaim tahta.

"Aku akan memperlakukan gadis itu seperti sampah, dan menikmati setiap detik yang kulakukan."

"Lakukan sesukamu, tapi kau dilarang untuk memutuskan pertunangan dan kau harus memastikan dia memberikanmu pewaris," Raja menyatakan dengan tegas.

"Kau memintaku untuk menidurinya, juga?"

"Tidak, aku hanya berpesan saja," kata Raja, menepuk pundak Fang. "Untuk membuktikan persatuanmu, orang-orang ingin melihat hasil produk dari cintamu. Tak pernah ada dalam sejarah memiliki keturunan dari seorang pure-blooded demon dan pure-blooded angel. Seorang anak yang dibuat dari parsatuan tersebut akan menjadi sesuatu yang langka."

"Jadi aku harus terjebak dengan seorang gadis dan harus memastikan dia memberiku pewaris?" Kemarahan menggenang dalam diri Fang. Hanya memikirkan dirinya secara fisik akan melekat pada fisik seorang wanita membuatnya ingin memecahkan sesuatu.

"Semakin cepat kau menerima ini, semakin baik."

"Ya benar," Fang mendesis. Ia berpaling dari ayahnya dengan sangat tidak hormat, bersiap-siap untuk pergi.

"Oh tunggu." Ayahnya menghentikannya di tengah jalan.

"Apa?" Fang berdiri memunggungi ayahnya. Kejengkelannya tampak sangat jelas.

"Jangan berani-berani kau membunuhnya."

"Apa?" Fang tersenyum masam, dan mengepalkan jari-jarinya. "Kau tak percaya padaku?"

"Aku serius."

"Terserah," Fang meludah, lalu meninggalkan ruang tahta.

Di luar, tepatnya di aula, Fang menatap tajam potret leluhurnya dan menghancurkan salah satu dari mereka dengan tinjunya. Pecahan kaca berjatuhan dan menghantam lantai dengan suara nyaring. Fang mengutuk keras. Orang tuanya telah memainkan semua kartu dengan tepat. Ayahnya menjebaknya ke sudut yang hanya memiliki dua pilihan, sangat menyebalkan. Ia hanya bisa memilih gagal menjadi pewaris atau menikah dan kehilangan semua kebebasan pribadinya.

Fang mengacak rambutnya, dan mengertakkan gigi.

Baiklah, pikirnya. Jika ia akan menderita, ia tak akan menderita sendirian.

Ia akan menyeret malaikat jalang itu ke neraka bersamanya.


-::-::-

To be Continued

.

.

Nah, gimana? Review kalian menentukan untuk kelanjutan cerita ini.

Kasih tanggapan kalian ya, teman!

o_o