Panggil saja namanya Lee Juyeon. Seorang mahasiswa semester 3 disalah satu universitas terkenal di Seoul. Ia merupakan salah satu dari segelintir mahasiswa genius yang menerima beasiswa di Universitas tempatnya menimba ilmu.
Juyeon adalah pribadi yang ramah dan murah senyum. Wajahnya tampan sekaligus manis. Ia juga tentunya cerdas. Tak ayal lagi jika banyak wanita-pria yang menyukainya. Tapi Ia juga bukanlah seorang yang mudah didapatkan. Sudah puluhan orang menyatakan perasaan padanya, namun selalu saja di tolak dengan halus.
Juyeon juga pribadi yang tertutup. Tak banyak orang tau tentang Lee Juyeon. Ia pun sangat selektif dalam hal berteman akrab. Bukan sombong, ia hanya susah untuk terbuka dengan banyak orang. Karena itulah tak banyak yang tau tentang dirinya, kecuali Kevin, sahabatnya sedari kecil.
"Habis menolak orang lagi?" Kevin menatap Juyeon yang baru saja kembali melangkah masuk ke dalam perpustakaan. Ya, beberapa saat lalu seorang kakak tingkat mendatangi mereka berdua dan mengajak Juyeon bicara 4 mata.
"Begitulah." Sahut si pemuda Lee seadanya. Ia menempatkan dirinya di sebelah Kevin, sebelum kembali berfokus pada ensiklopedia tebal di hadapannya.
"Sampai kapan kau mau begini?"
"Huh?" Atensi si pemuda Lee kini teralih pada teman karibnya.
"Menolak orang-orang dengan alasan 'ingin fokus belajar' padahal kau hanya tidak bisa berpindah hati dari si pangeran es, Lee Hyunjae." Jelas Kevin dengan nada sarkatis. Come on, ia sudah lelah dengan orang-orang yang mendatanginya setiap hari demi mendapat info tentang Lee Juyeon.
"Kevin..."
"Juyeon, dengarkan aku. Kau mencintainya, tapi kau sama sekali tak mau mendengar penjelasan darinya. Bahkan terus bermain kucing-kucingan seperti ini. Menolak orang-orang yang ingin menyembuhkan hatimu. Kau kira ini hal baik? Tidak, Lee." Kevin meluap. Ia sudah terlalu kesal dengan teman bebalnya yang satu ini.
"Kevin, ia berselingkuh." Kini Juyeon menatap karibnya dengan wajah sendu.
"Lee Juyeon, pernahkah kau mendengarkan penjelasan Hyunjae tentang kejadian sebenarnya?" Kevin menatap Juyeon meminta penjelasan, namun si pemuda Lee malah mengalihkan pandangannya.
"Ia selalu berusaha berbicara denganmu, tapi kau? Selalu menghindar. Sampai kapan kau akan begini?" Juyeon menunduk mendengar ucapan Kevin. Sahabatnya benar. Ia tidak pernah mau berbicara dengan Hyunjae semenjak mereka putus. Tapi ayolah, apa perasaanmu jika melihat kekasihmu mencium sahabatnya sendiri?
"Hah. Terserahmu. Aku pergi duluan." Kevin dengan segera membenahi buku dan alat tulis dihadapannya.
"Kevin, kau mau kemana?" Juyeon menatap sang pemuda Moon dengan setengah takut. Ia takut Kevin marah kepadanya.
"Menemui kekasihku. Aku bisa gila kalau terlalu lama memikirkan hubungan kalian berdua. Aku pergi." Sahut Kevin sambil berlalu, meninggalkan Juyeon yang menatap punggungnya hingga menghilang di balik pintu perpustakaan.
.
.
Petang sudah datang, dan Lee Juyeon baru saja keluar dari perpustakaan. Juyeon menghela nafasnya dalam. Kevin sudah pulang, itu artinya ia harus pulang sendirian. Dan yang lebih menyebalkan, halte terdekat berada sekitar 500meter dari kampusnya.
Juyeon menyeret kedua tungkainya malas. Ia paling benci berjalan sendirian. Terlebih angin malam kini mulai terasa menusuk tubuh kurusnya yang hanya terbalut kemeja polos berwarna biru laut. Ah, andai saja ia masih bersama Hyunjae. Kakak tingkatnya itu pasti akan menggenggam tangannya atau merangkulnya supaya ia tidak merasa kedinginan seperti sekarang.
"Ck, kau berfikir apa sih Lee Juyeon." Juyeon memaki dirinya sendiri. Ia kesal. Ia kesal pada dirinya yang masih saja tidak bisa lepas dari bayangan seorang Lee Hyunjae.
"Tapi aku merindukannya. Aku rindu Hyunjae hyung." Ujar Juyeon lirih. Terlampau lirih sampai hanya terdengar seperti sebuah bisikan tak berarti. Namun rasa sendunya menghilang berganti rasa kaget ketika merasakan seseorang berbisik tak kalah lirih tepat di telinganya.
"Aku juga merindukanmu, Juyeon." Juyeon menoleh cepat, dan mendapati Hyunjae yang tengah tersenyum tampan ke arahnya disana.
"Sejak kapan kau ada disana? Kau mengikutiku?" Ucap Juyeon dengan wajah setengah ketakukan, membuat Hyunjae terkekeh pelan. Sial, wajah Hyunjae selalu bertambah tampan jika terkekeh begitu.
"Aku mengikutimu sedari tadi. Kenapa?" Mendengar respon Hyunjae, Juyeon lantas berbalik.
"Pulanglah hyung." Tuturnya cepat sebelum melanjutkan langkahnya. Ia tidak mau menambah luka dengan berurusan kembali dengan mantan kekasihny ini. Namun bukan Hyunjae namanya jika harus cepat menyerah. Ia menyamakan langkahnya dengan Juyeon. Ia tahu, mantan kekasihnya yang manis itu takkan berani menggertaknya terlalu jauh. Mereka tidak di kampus, dan tidak ada Kevin. Ini adalah kesempatan bagus untuk keduanya berbicara pikir Hyunjae.
"Kau masih marah padaku?" Hyunjae kembali membuka suara, sembari melirik ke arah pria manis disampingnya.
"Ah, kau pasti masih marah ya?" Hyunjae kembali berucap ketika merasa Juyeon tidak meresponnya.
"Juyeon." Hening.
"Lee Juyeon." Masih hening.
"Yeonie."
"Apa sih hyung?" Juyeon mendelik galak. Wajahnya merona akibat panggilan terakhir dari Hyunjae.
"Haruskah aku memanggilmu Yeonie lagi supaya kau mau menyahutiku?" Hyunjae tersenyum tipis, membuat wajah Juyeon terasa lebih panas dari sebelumnya.
"Ck, pulanglah hyung."
"Aku tidak mau. Kita harus bicara." Juyeon mengerling malas.
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan, hyung."
"Tentu saja ada, Lee Juyeon. Aku masih mencintaimu. Tak bisakah kita kembali seperti dulu?" Juyeon berdecih mendengar penuturan Hyunjae.
"Cinta? Kalau kau mencintaiku, kau takkan mungkin selingkuh hyung!" Sahut Juyeon dengan nada tinggi. Ia kesal sekarang. Kenapa Hyunjae mengusiknya terus? Kalau begini caranya ia takkan pernah bisa berpaling terus darinya.
"Aku tidak pernah berpaling darimu sekalipun! Kenapa kau tak percaya ucapanku?" Hyunjae menatap manik pemuda di hadapannya dalam. Ia masih mencintai Juyeon —sangat. Dan ia tau bahwa Juyeon masih mencintainya juga.
"Bagaimana aku bisa percaya kalau aku melihat sendiri kau berciuman dengan Younghoon hyung?! Kau pikir aku buta hyung?!" Juyeon kini tak hanya berteriak, tapi air matanya ikut mengalir seiring dengan bentakannya pada Hyunjae. Perih. Hatinya perih mengingat dimana ia melihat Hyunjae mencium Younghoon di cafe dekat kampus keduanya.
"Demi apapun, aku tak pernah mencium Younghoon. Aku tidak segila itu. Ia juga sudah punya kekasih bernama Changmin. Aku tak mungkin selingkuh dengannya." Hyunjae berusaha merengkuh Juyeon, namun si manis menepis tangannya terlebih dahulu.
"Tapi aku melihat dengan mata dan kepalaku sendiri hyung! Hiks.." Tangisan Juyeon makin menjadi. Dadanya sudah terlalu sesak menahan semua perasaannya selama ini. Hyunjae merengkuh Juyeon sekali lagi, dan kali ini berhasil. Tak peduli sekeras apa Juyeon berusaha lepas dari dekapannya, Hyunjae malah makin mempererat dekapannya.
"Aku mencintaimu Lee Juyeon. Hanya kau. Semua ini salah paham. Saat itu aku hanya sedang membantu Younghoon memasang lensa dan meniup matanya. Itu tak seperti yang kau kira." Jelas Hyunjae.
Hujan turun seiring dengan derasnya air mata seorang Lee Juyeon. Rintiknya mulai membasahi tubuh kedua insan yang masih terlarut dengan perasaannya masing-masing.
Melihat hujan yang semakin deras, Hyunjae melepas dekapannya, berganti menggenggam tangan Juyeon dan menariknya untuk bergerak. Sedangkan Juyeon? Ia hanya menurut mengikuti tarikan dari Hyunjae.
Hyunjae menarik Juyeon ke salah satu box telepon umum terdekat dan Juyeon hanya menurut. Hyunjae bisa melihat mantan kekasihnya itu kini menggigil sembari memeluk dirinya sendiri.
"Yeonie—"
"Jangan terlalu dekat hyung." Juyeon terlebih dahulu menahan pemuda yang lebih tua darinya tersebut sebelum Hyunjae makin mempersempit jarak keduanya.
Wajah Juyeon kembali memerah. Mengingat kini ia dan Hyunjae terjebak dalam ruang sempit berdua. Ugh— jantungnya tiba-tiba saja berdebar sangat cepat. Aih, semoga saja Hyunjae tidak menyadarinya.
"Jadi bagaimana, Yeonie?" Juyeon mendongak ketika suara si tampan menginterupsi kegiatan melamunnya.
"Apanya?"
"Kau mau kembali padaku? Aku tak pernah berpaling darimu. Sungguh." Hyunjae meraih kedua tangan milik Juyeon, mengusapnya perlahan sebelum mengecup punggung tangan si pemuda yang setahun lebih muda darinya tersebut. Juyeon mematung akibat perlakuan manis Hyunjae. Haruskah ia menerima Hyunjae kembali? Ia berperang dengan dirinya sendiri. Alasan Hyunjae memanglah masuk akal. Bisakah ia percaya?
"Aku tidak tau, hyung. Aku tak yakin dengan perasaanku." Hyunjae tersenyum lembut. Jemarinya kini bergerak ke arah wajah si manis, menangkup pipi milik Juyeon dan mengusapnya lembut.
"Biarkan aku membantumu memperjelas perasaanmu." Sebelah alis milik yang lebih muda terangkat bingung.
"Maksudmu ap— hmphhh." Belum sempat kalimatnya selesai, Hyunjae sudah membungkam Juyeon dengan sebuah ciuman. Juyeon blank seketika. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia tak melawan ketika Hyunjae memeluk pinggang rampingnya dan mulai melumat bibirnya.
Juyeon linglung. Ciuman Hyunjae masih sama. Manis dan memabukkan, membuatnya pening dan berdebar keras.
Perlahan, Juyeon mulai membalas lumatan dari Hyunjae, membuat si tampan tersenyum senang dalam ciumannya. Tangannya bertumpu pada dada Hyunjae. Jemarinya sesekali tampak meremas kaos yang dipakai sang dominan ketika merasakan Hyunjae bermain dengan lebih liar.
"Hmphh.. hh.." Juyeon mengerang tertahan. Di pukulnya dada Hyunjae pelan, ia butuh ruang untuk bernafas. Hyunjae yang mengerti pun melepas tautan keduanya. Maniknya kini terfokus pada wajah Juyeon yang memerah dan tengah berusaha mengambil oksigen sebanyak mungkin. Sial, manis sekali. Hyunjae bisa diabetes.
"Bagaimana rasanya?" Hyunjae kembali melontar pertanyaan. Diraihnya jemari milik Juyeon lalu di letakkan pada dadanya.
"Apakah kau sama berdebarnya seperti ini?" Juyeon lagi-lagi merona ketika merasakan detak jantung Hyunjae yang begitu kencang, sama seperti miliknya.
"Lee Juyeon, aku bersumpah. Aku tidak pernah berpaling darimu. Aku hanya menginginkanmu. Bisakah kita bersama lagi seperti dulu?" Hyunjae kembali meminta. Ia sudah cukup frustasi bermain kucing-kucingan bersama Juyeon selama ini. Juyeon terdiam, tampak berpikir.
"Hyung, apakah... Aku bisa mempercayaimu?" Sahut si manis lirih, namun cukup untuk didengar oleh Hyunjae.
"Tentu saja, kau bisa percaya padaku. Aku takkan mengecewakanmu. Aku hanya ingin kau, bukan yang lain. Yeonie, mau kah kau menjadi milikku kembali?" Juyeon mendongan, menatap manik teduh penuh harap milik Hyunjae. Hangat. Ia merasa hangat. Hatinya terasa hangat. Dengan sangat pelan, ia mengangguk malu. Tidak bisa dipungkiri, ia masih mencintai Hyunjae, perasaannya tak pernah berubah.
"Jadi, sekarang kau milikku lagi?" Hyunjae memastikan, kali ini Juyeon mengangguk mantap.
"Aku milikmu hyung." Juyeon menunduk malu. Sangat manis.
"Terima kasih." Hyunjae merengkuh tubuh si manis untuk kembali dalam dekapannya, menghujani puncak kepala Juyeon dengan kecupan, membuat si manis terkekeh pelan.
"Aku mencintaimu, Lee Juyeon." Juyeon tersenyum, ia mendongakan kepalanya lalu mengecup bibir milik Hyunjae sekilas.
"Aku juga mencintaimu, Hyunjae hyung."
FIN.
WUOY APAAN NEH. WKEKEKEK.
Gatau. Lagi sayang para Lelakiz. Terus kepikiran bikin ini gara-gara tadi nonton film horror terus ada box telepon di filmnya :"D
Semoga kalian suka ia
Btw, book ini kan mau dijadiin kumpulan oneshootnya anak Lelakiz, saran dong pairingnya selain Hyunjae x Juyeon, Younghoon x Q sama Kevin x Hwall hehe.
Votementnya jangan lupa ia. See you readerdeul
