"Maaf aku terlambat~", dua orang yang sedang duduk berhadapan menoleh kearah suara yang begitu mereka kenali. Mereka tersenyum, ketika sumber suara tadi mendekati mereka dengan senyum lebar—tidak berubah sama sekali. Lalu duduk disamping mereka ditengah meja bundar berdesain mewah yang ditengahnya ditempati pot kecil berisi setangkai mawar dan lilin aroma terapi.
"Jadwalmu pasti sangat padat, ya?" wanita itu meringis mendengar pertanyaan sahabat lamanya yang duduk disisi kanan dirinya.
"Mau bagaimana lagi, 'kan? Itu sudah tuntutan pekerjaan." ujar wanita berambut pirang itu dengan kekehan diakhir kalimatnya. Penampilannya begitu elegan dengan aksesoris mahal terpasang ditubuh indahnya. Tidak jauh berbeda dengan dua orang yang duduk bersisian dengannya saat ini. Penampilan mereka pastilah membuat banyak mata menoleh tertarik, menilai penampilan mereka.
Restoran berbintang lima yang saat ini menjadi tempat ketiga orang bergender wanita itu—yang masing-masing memiliki rambut pirang, berkumpul sebagai reunian kecil-kecilan mereka. Mereka yang dulunya hanya remaja SMA biasa, telah berubah menjadi wanita cantik dan karir cemerlang setelah 8tahun terpisah karna tujuan hidup masing-masing. Bersahabat, membagi segalanya selama saling mengenal dimasa remaja, membuat ketiga orang lama tak bertemu ini rindu masa-masa kala itu.
Tapi, ada yang kurang.
"Dimana Karin?" pertanyaan dari Naruko yang baru tiba itu membuat Shion dan Ino tersenyum kaku.
"Dia... Di Afrika," Shion memegang tengkuknya dengan gerak kaku.
"Hah?", Naruko membuka mulutnya. Tidak habis pikir dengan penuturan Shion. Sejak kapan Karin, bisa terdampar di Afrika? Tempat yang dari namanya saja sudah seram dalam pikiran Naruko. Wanita yang sekarang wajahnya selalu dipajang dimana-mana karna profesinya sebagai entertainer itu menyernyitkan alis terlukis sempurnanya. Tidak sedikit orang didalam restoran bernuansa eropa itu menoleh kearahnya dengan tatapan tertarik. Ia cantik sudah pasti, pintar, dan dari golongan ningrat jika mengingat Namikaze sebagai marganya. Bahkan gaun berwarna pastel sebatas dada tanpa motif tidak membuat Naruko kalah dengan wanita yang duduk diseberang mejanya, menggunakan gaun bercorak berlebihan dan aksesoris mahal berlebihan dipasang sana sini olehnya. Justru yang seperti itu terlihat norak. Author membandingkan penampilan Naruko dengan figuran diseberang meja.
Sama halnya dengan Shion dan Ino, kedua wanita yang rambutnya serupa pirang itupun elegan dengan gaun Shion yang berwarna hitam, dan Ino bewarna tosca. Benar-benar ketiganya tumbuh menjadi wanita menawan.
"Bagaimana bisa?", akhirnya Naruko menanyakan isi pikirannya. Sudah begitu lama ia tidak berhubungan dengan Karin.
Keduanya angkat bahu. Karin memang wanita yang nyentrik dan susah ditebak. Ingat apa yang telah ia berikan pada Naruko 8tahun lalu? Sehingga Naruko yang ketika itu remaja kelebihan rasa penasaran mau saja memasukan obat perangsang pada sang kakak kembar. Tidak perlu ditanya apa yang terjadi setelahnya. Karin berkata mendapat obat itu dari internet yang dijual secara ilegal—tentu saja. Efeknya sangat hebat bagi mereka semua. Itu kenangan paling—tidak tergambarkan dengan kata-kata.
Ino Melirik tasnya. Sebuah dering dari notifikasi akun pribadi miliknya berbunyi. Jari-jari lentik berhiaskan cat kuku berwarna peach bercorak bunga itu mengambil tablet keluaran terbaru miliknya.
"Ah!", Ino memekik, membuat Shion dan Naruko menoleh cepat dari kegiatan mengobrol mereka.
"Ada apa?", Naruko bertanya lebih dulu dan Shion menatap Ino menebak-nebak. Kira-kira hal apa yang membuat Ino memekik sampai seperti itu? Orang-orang memperhatikan mereka dengan heran. Seorang pelayan dengan pakaian rapi berjas lengkap dengan dasi kupu-kupu dan rambut tersisir rapi, membawakan pesanan mereka dan menaruhnya dengan sangat elegan ala butler—dia menggunakan bahasa francis.
Perhatian mereka teralih sesaat dari Ino. Tapi, wanita yang sekarang telah menjadi Desaigner terkenal itu tetap fokus pasa tabletnya.
"Hei~ Apa kabar, kawan lama~?" Ino melambai kearah layar tablet dengan senyum merekah. Rambut pirangnya sekarang panjang sepunggung dan dibuat ikal. Seseorang diseberang yang sedang melakukan video call dengannya balas tersenyum lebar dengan pekikan senang berlebihan.
[INO! AH, KAU BENAR-BENAR JADI SEMAKIN CANTIK!] suara tawa khas yang terasa familiar itu kembali membuat Shion dan Naruko menoleh.
"Tidak usah sehisteris itu, Karin. Aku memang sudah ditakdirkan cantik~"
Butir-butir keringat sebesar biji jagung menempel didahi dua orang yang berdekatan dengannya, sedang Karin menahan diri untuk tidak mengumpat.
Naruko meraih tablet digenggaman Ino cepat. Membuat sang pemilik tablet kaget—tidak sadar jika sedari tadi mereka terus membuat keributan ditempat yang salah.
"Karin, yang benar saja kau! Pulang dan jadilah dokter seperti keinginanmu sejak dulu!" Naruko bercerocos hingga membuat Karin tertawa.
[Aku sudah jadi apa telah aku inginkan, Naruko... Disini menyenangkan bisa menyembuhkan banyak orang. Dan tentunya aku dibawah perlindungan permerintah. Sayangnya agak susah menemukan sinyal.] wanita berambut merah itu terkekeh disela ceritanya. [Aku sampai harus naik kebukit ini untuk menemukan sinyal tau...]
Mereka tertawa kecil mendengarnya. Karin dan pemikirannya yang luar biasa. Tidak ada yang menyangka jika wanita itu memiliki kepedulian yang sangat besar pada sesamanya.
[Hei, bagaimana kabar Tuan tampan dan kitten kitty—maksudku Naruto?] Karin bertanya antusias. Ia juga penasaran dengan dua orang yang selalu diharapkan bisa jadi pasangan sepanjang masa itu.
"Jangan berpikir ketinggian." Naruko tersenyum miris. "Mereka bahkan tidak saling sapa lagi setelah kejadian 'itu'. Aneh mereka masih bisa bersikap normal setelahnya. Yang jelas aku sangat tau jika kakakku tidak berhubungan lagi dengan si pangeran es itu setelah kelulusan."
"Hah~ sayang sekali, ya?" Ino mengambil menghembuskan nafas dengan ekpresi kecewa.
"Hmm... Mau bagaimana lagi, 'kan. Kita tidak bisa berharap banyak." Shion yang tak disangka-sangka dapat menjadi CEO diperusahaan milik keluarganya sendiri itu, memang orang yang paling realistis.
Mereka berempat tidak berharap terlalu tinggi. Sebab mereka hanya menikmati setiap interaksi yang dilakukan kedua pemuda itu ketika disekolah. Mereka adalah fujoshi, tapi bukan berarti mereka mendukung hubungan sesama jenis secara berlebihan. Hubungan seperti itu selalu menuai kontroversi, dan fujoshi yang realistis tidak mau repot-repot untuk berharap OTP atau one true pairing mereka menjalin ikatan nyata. Kecewa sudah pasti, tapi itulah resiko seorang fujoshi yang dimata banyak orang awam tidaklah normal.
Ayolah~ cukup dengan interaksi saja. Seperti dua pria yang sedang berpegangan tangan di meja pojok sana. Mereka menikmati interaksi seperti itu. Tapi untuk mendukung, itu tergantung perlu atau tidaknya saja.
"Aku masih punya rencana, sih~" Namikaze Naruko, tersenyum pada dua teman didepannya lalu kearah layar tablet. Wanita berusia 25 tahun itu makin tersenyum lebar ketika ketiganya menatap dirinya curiga.
Setelahnya mereka tertawa—sangat nyaring. Membuat seisi restoran menatap mereka ngeri. Penampilan boleh oke, kelakuan tetep saja aneh.
xxxxxxxxxxxxxxxx
Naruto belong's to Masashi Kishimoto
Love, Job, and Enemy in Paris
Amma Cherry present.
~\(•°∆°•)/~
Riuh tepuk tangan memantul diaula luas sebuah gedung setelah ucapan penutup seseorang didepan panggung sana berakhir.
Naruto Namikaze, tersenyum diatas panggung menggunakan jubah dan topi kebanggaan setelah berhasil lulus dengan caum laude untuk S2nya.
Tidak disangka-sangka, pemuda yang dulunya bahkan lebih suka membolos jam pelajaran sekolah itu, kini berubah menjadi pria yang sangat cerdas. Pada dasarnya ia memang memiliki otak yang jenius tapi jarang dipakai.
Setelah luar biasa stress berbulan-bulan menyelesaikan tesisnya, lelaki itu akhirnya dapat bernafas dengan tenang. Tidak lagi bernafas dengan terus berpikir tentang tesis hingga membuatnya sesak hanya untuk menghirup udara.
"Selamat, Kakak~" pelukan berhambur kearahnya dari sang Adik. Naruto balas memeluk tubuh ramping itu dengan senyum tipis. Kedua orang tuanya mengucap selamat yang serupa hanya saja tepukan di kepala sebagai gantinya. Adiknya masih tidak mau melepas pelukan ketika orang tua mereka juga ingin memeluk sang putera sulung.
Namikaze Naruko tersenyum lebar. Lihat ia punya Kakak rupawan yang juga sangat cerdas. Sudah selayaknya ia bangga sehingga bibir berpoles lipstik merah itu terus mengumbar senyum kearah kamera yang memotret atau merekamnya.
.
.
"Wow, kau benar-benar mengosongkan jadwalmu hari ini?"
Suara bariton sedikit serak itu mengalihkan fokus Naruko kearah suara. Ia menutup majalah fashion mingguannya lalu menaruh benda itu keatas meja didepan sofa tempat duduknya. Ia mengerling, lalu tersenyum ceria setelahnya.
"Kakak, ayo kita jalan-jalan?"
"Kau pikir berapa usiamu? Ajak pacarmu saja," Naruto mendengus geli, ia ikut menghempaskan diri di sofa sebelah sang Adik lalu memindah-mindah channel tv.
"Aku... Kapan terakhir aku punya pacar, ya?" Naruko bertanya pada dirinya sendiri. Lupa kapan terakhir kali ia mempunyai seorang kekasih. "Hah~ ya ampun... Miris sekali aku ini." Naruko mendesah karenanya, Naruto sukses membuatnya gundah seketika. Kepala bersurai pirangnya dihempaskan disandaran sofa.
Naruto terkekeh, tau jika sang Adik kembar sensitif jika membahas masalah kekasih. "Aku dengar kau terlibat dalam film baru tahun ini? Film seperti apa?" lihat sang Kakak yang satu ini, ia sangat pintar mengalihkan pembicaraan. Itu lebih pada dirinya sendiri, tidak ingin membahas soal kekasih berlanjutan.
"Aku menerima peran sebagai tokoh utama di film yang akan dirilis tahun depan. Judulnya The best Love Storie, aku sangat menyukai jalan ceritanya." Naruko tersenyum tanpa arti.
"Oh.. Lalu, siapa lawan mainmu?" untuk kali ini, Naruto tidak biasanya banyak bertanya pada Naruko, apa lagi tentang film yang diperankan oleh sang Adik.
"Akasuna Sasori." Naruko memasang ekpresi berpikirnya mengingat lawan mainnya yang berambut merah.
Naruto sedikit menyernyitkan dahi. "Dia Senpaiku di sekolah bisnis dulu, kalau tidak salah, 'sih..."
"Really? Kami akan syuting di Paris."
"Pasti menyenangkan."
"Mau ikut?" Naruko menawari sungguh-sungguh. Ekpresinya tidak dapat dibaca jika didalam hati bersorak ingin menyeret sang Kakak ikut bersamanya. "Kau 'kan menganggur juga saat ini. Lebih baik ikut denganku hitung-hitung liburan, ne?" yang namanya aktris, tetaplah pintar berakting. Sama sekali tidak nampak jika rencana busuk ada di otaknya.
Naruto nampak berpikir sejenak, lalu mengangguk setelahnya. Tidak ada salahnya berlibur sebentar sambik menemani Adiknya yang manja. Lagi pula setelah itu ia mulai akan bekerja di perusahaan sang Ayah.
.
.
.
"Semua sudah kalian bawa dan tidak ada yang tertinggal bukan?" Kushina merapikan mantel yang dipakai putera sulungnya. Naruto tidak pernah pergi jauh darinya, untuk itu ia tidak sadar jika telah bersikap berlebihan.
"Sudah semua, Bu. Lagi pula kami tidak sedang ingin pergi berperang." Naruko memutar mata malas, sedang Kushina memberi tatapan tajam kearahnya. Ia mendengus. "Aku duluan, para kru sudah menunggu disana." Bungsu Namikaze itu berlaku. Ia sama sekali tidak iri melihat perlakuan Ibunya kepada sang Kakak. Sebab Kakaknya memang jarang pergi jauh dari sang berarti Naruto itu juga anak mami.
Setelah Naruko menghilang, Naruto tersenyum lalu menggenggam tangan Ibunya. "Aku akan baik-baik saja" ujarnya menenangkan sang Ibu. "Aku berjanji akan menjaga Naruko dengan baik, jadi jaga kesehatan Ibu dan khawatir berlebihan pada kami."
Airmata Kushina seperti akan menetes menikmati adegan opera sabun yang dilakoninya. Ia memeluk puteranya sekali lagi sebelum melepas Naruto pergi.
Naruto melambai sebelum menghilang dibalik pintu ruang tunggu khusus penumpang. Beberapa orang berlalu-lalang menatap adegan tersebut separuh haru, separuhnya lagi menganggap incest Ibu-Anak.
.
.
"Aku pikir Ibu tidak akan melepaskanmu," Naruko mendengus geli ketika dirinya melihat sang Kakak menghampirinya.
"Hampir 'sih," Naruto menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal menyembunyikan rasa malu.
Naruko tersenyum, tangan berkulit tan menggandeng tangan tan lain lalu menyeretnya tanpa mendengar protesan sang Kakak. Kakaknya begitu manis disaat seperti ini.
Mereka berangkat bersama para kru film menuju Francis dan mungkin juga akan berkeliling eropa mengambil beberapa adegan film disana, khususnya untuk Naruto yang menganggap itu liburan.
Selama perjalanan, bagaimana jika kita bahas tentang Namikaze Naruko yang terlalu lama jomblo?
Tidak, tidak mungkin wanita seksi dan cantik seperti dia tidak laku, ia Namikaze yang cerdas dan tidak cacat sedikitpun. Yang salah hanya pemikirannya, gadis itu tidak bisa mendahului sang Kakak kembar. Meski mereka kembar dan memiliki ciri fisik yang hampir sama persis, Kakaknya tetaplah seorang pria, dan Naruto sangat introvert. Berbeda dari jaman mereka SMA dulu, Naruto sangat populer dan banyak teman. Sedikitnya Naruko tau penyebab Kakaknya lebih banyak mengurung diri dikamar ketimbang hang out bersama teman sebayanya seperti yang sering dilakukan oleh dirinya.
Untuk itu Naruko lebih mengutamakan kebahagiaan sang Kakak barulah dirinya. Baginya tidaklah sulit mencari kekasih, yang sulit itu mencari kekasih untuk sang Kakak.
.
.
.
Mereka tiba di tujuan setelah pegal terlalu lama di pesawat. Bersama rombongan kru, kedua Namikaze pun menuju hotel yang sudah dipersiapkan untuk semua team. Sekalipun Naruto ada sebagai manager dadakan Naruko, ia lebih suka memakai biaya pribadinya.
Hari pertama di Paris, tidak ada niatan sedikitpun untuk Naruto menikmati kota indah itu. Ia lelah dan butuh kasur untuk tidur. Menyeret kopernya dengan lesu, pemuda 25 tahun itu berjalan dikoridor hotel mewah mencari letak kamarnya. 601.
Sialnya ia yang mendapat kamar jauh dari kamar Naruko. Bukannya hanya ingin bergantung pada sang Adik, tapi Naruto bingung jika berada diluar negeri sendirian ia harus apa. Sebab ia tidak pernah berlibur tanpa orang tua. Miris. Sekarang ia hanya bisa berharap pada sang Adik yang sudah terlebih dulu terkapar dikamarnya.
Sibuk dengan lamunannya, Naruto tidak sengaja menyenggol bahu seseorang hingga ia sendiri yang oleng.
"Ah!"
Grabb!
Naruto ikhlas jika dirinya terjerembab keatas lantai berkarpet marun dibawahnya. Hanya saja tangan kekar seseorang menahannya mencium karpet. Pelan-pelan manik sapphire itu terbuka, mata bulatnya mengerjap beberapa kali.
Surai merahlah yang pertama kali dilihat oleh Naruto. Wajahnya putih bersih tanpa cacat terbingkai kacamata hitam besar. Tanpa sadar Naruto merona sehingga pria itu tersenyum.
Naruto bergegas memperbaiki posisinya kembali berdiri. Jantungnya bisa copot jika terus ada dalam dekapan pria itu.
"I'm so sorry–"
"Namikaze Naruto, apa itu kau?"
"Hah?"
Naruto yang awalnya membungkuk mengucap maaf, kini menatap si rambut merah dengan mulut terbuka.
"Ternyata benar itu kau?" si merah tersenyum lagi, tangannya melepas bingkai kacamata hitam dengan gerak maskulin. "Lama tidak jumpa, Naruto."
Naruto tidak tau harus apa. Ia bahkan sulit bernafas ketika tau si merah didepannya ini adalah Akasuna Sasori. Orang yang beberapa tahun lalu mampu membuatnya berdebar aneh, bahkan itu terulang lagi sekarang.
Lebih dari itu, Naruto mencoba bersikap senormal mungkin untuk menutupi tingkah anehnya saat ini. Kepalanya menunduk.
"Hum.. Ya, Sasori-san." tangannya menyambut tangan putih Sasori pelan. Haruskah Naruto menjabarkan isi kepalanya? Tangannya bahkan sekuat tenaga menahan getaran. Sial.
"Jadi—"
"Maaf, Sasori-san. Aku..."
Sasori memandang si pirang exited, sampai manik hazelnya melirik kartu ditangan kiri Naruto yang bertuliskan nomor 601. "601?" kepala pirang itu mendongkak menatapnya, "Kamarmu tepat disebelah kamarku." Sasori menjawab kebingungan si pirang.
.
.
.
"Jadi, itu kamarku, dan ini kamarmu. Kita benar-benar bersebelahan." Sasori menunjuk kamarnya lalu pintu didepannya dengan senyum charming, ia mengangkat bahu ketika pandangan Naruto masih nampak bingung.
"Eum.. Baiklah, terimakasih sudah mengantarku, Sasori-san." Naruto lelah. Matanya sudah sangat ingin terpejam saat ini.
Mengerti akan keadaan si pirang, Sasori segera sadar jika ia telah mengganggu mantan juniornya tersebut. "Ah, maaf! Kau beristirahatlah, Naru."
Naruto menguap sambil mengangguk kecil. Tanpa pikir panjang ia segera masuk kedalam kamar hotel lalu menutup pintu tepat didepan wajah tampan Sasori. Sebiji keringat besar menggantung dikepala Sasori.
Hah~ memang seharusnya ia tidak mengganggu orang yang sedah kelelahan, maka akan berakhir diacuhkan.
.
.
.
Naruto terbangun ketika Naruko mengetuk kamarnya pagi sekali. Adik kembarnya itu meminta ia ikut sarapan pagi di lantai teratas hotel. Ketika manik birunya meneliti sekitar, ia baru sadar betapa mewah kamar khas eropa yang didominasi merah marun, fasilitas lengkap dan begitu luas untuk satu orang. Maklum semalam ia tidak sanggup memperhatikan hal lain selain kasur.
Ia bergegas menuju tempat yang dikatakan Naruko, disana ia dibuat berkali-kali terkejut. Dilantai teratas hotel itu, bukan hanya tempatnya yang mewah dan elegan, tapi seluruh ruangan dipenuhi kaca, sehingga sinar pagi menerangi seisi retaurant, dan yang lebih memukau, menara eiffel seolah ada dijangkauan tangannya karena terlihat begitu jelas diatas tempat ia berdiri terpaku disana.
Naruko menepuk bahunya lalu mempersilahkan ia duduk dan menikmati sarapan dengan hikmat.
Namun tubuhnya membeku ketika matanya melihat penampakan sosok yang selama ini tidak pernah ingin ditemuinya. Bukan Sasori, ia masih ingat jika tadi malam dirinya bertemu si rambut merah. Manik hitam orang itu memandangnya tanpa kedip dan begitu mengintimidasi.
Naruto menatap Naruko yang tengah tertawa-tawa berbincang bersama beberapa kru wanita. Saat sepasang biru kembar itu bertemu, Naruto berdiri dari kursinya lalu keluar dari tempat itu dengan tergesa.
Tidak didengarnya teriakan Naruko. Ia ingin sendiri.
Seharusnya ia tahu, Naruko mengajaknya bukan tanpa sebab. Dari dulu saudarinya tetaplah suka bermain-main. Sial tetaplah sial bagi Naruto.
Didalam kamar itu Naruto segera menyeret kopernya yang belum sempat dikeluarkan isinya untuk keluar dari hotel. Ia ingin pulang dan melupakan jika dirinya pernah menginjak Paris hari ini.
Tidak ada waktu baginya meladeni permainan Naruko seperti yang dulu-dulu. Tidak ada bagian dirinya yang menginginkan masa lalu kembali terpapar didepan wajahnya.
Tiba diluar hotel berbintang, Naruto bersiap memanggil taxi sebelum seseorang menariknya kembali kedalam hotel.
Sasori bilang jika Naruko terjatuh dari tangga ketika mengejar dirinya. Lift yang membawanya turun tidak dapat terkejar jika hanya menunggu lift selanjutnya. Naruko mengejarnya dengan tangga darurat diujung koridor, dan ia terjatuh menginjak gaunnya sendiri.
Naruto terdiam menatap sang Adik yang terduduk di sofa depan meja resepsionis. Kakinya patah dan ia harus segera ke rumah sakit. Tidak ada cedera parah lain selain kakinya, dan ia segera dipindahkan dengan kursi roda menuju mobil. Naruto masih terpaku ditempat.
"Naruto, kau masih mau berdiri disana sampai kapan?" Sasori meliriknya dengan gerak kaki terus melangkah kedepan.
Tersadar dengan pikirannya, ia segera mengejar Sasori.
.
.
.
Dirumah sakit itu, Naruko dinyatakan tidak dapat melakukan kegiatan apapun, termasuk syuting film. Tidak ada waktu untuk mencari peran pengganti sementara kontrak sudah ditandatangi dan ia akan dituntut ganti rugi jika tidak memenuhi isi kontrak.
Sialnya, tiba-tiba semua mata menatap Naruto. Naruto bukannya takut diberi tatapan seperti ingin mengunyahnya hidup-hidup, hanya saja yang lebih menakutkan datang setelahnya.
Sial tetaplah sial, okey.
Naruko cedera karena kelalaiannya sendiri, dan ia tidak dapat melakukan proses syuting sesuai jadwal. Untuk itu, sebagai saudara kembar dari Namikaze Naruko, Naruto ditumpukan tanggung jawab penuh mengantikan adiknya sebagai pemeran utama wanita di film tersebut.
Ulangi.
Naruto Namikaze diminta menjadi pemeran utama W-A-N-I-T-A dalam film yang seharusnya dibintangi sang Adik. Naas.
Dan berita yang lebih membuat Naruto berduka adalah; kenyataan jika sutradara berbakat dari London yang diceritakan Naruko itu adalah Uchiha Sasuke.
Uchiha Sasuke Teme yang sekarang begitu Awesome adalah seorang sutradara muda terseksi versi majalah bualan.
Intinya liburan Naruto tidaklah akan seindah kota Paris yang terkenal dengan kota paling romantis.
Baginya Paris kota paling tragis.
TBC.
Hallo~
Saya datang bawa fic baru. XD
Ada yang mau baca? silahkan. ini masih prolog~
Fic ini sebagai ganti fic Sasuke brithday yg gagal diselesein sesuai deadline. D:
dari pada nganggur mending saya hadir bawa fic lama yg ada di laptop. #door
RnR?
TOMAT-JERUK
