Bleach is Tite Kubo's

.

The Choice

.

Pair: Ichigo Kurosaki & Rukia Kuchiki

.

WARNING!: Permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas typos, bahasa yang abal, dan lain-lain. Ini ceritanya fic angst, tapi saya kasih sedikit humor garing agar tidak tegang. Dimohon untuk jangan muntaber setelah baca ini, saya pemula, dan ini fic pertama saya X)) lalu, selamat membaca :)

.

.

Wanita cantik berambut raven itu sedang sibuk di depan meja kerjanya. Dia sedang meniti satu persatu berkas yang ada di hadapannya. Yah, dia juga tak menyangka, bekerja tanpa sekretaris dalam seminggu itu adalah sesuatu yang cukup merepotkan. Sejak… Shiba Kaien mengundurkan diri karena alasan 'ingin lebih lama bersama istri'nya, Rukia sudah cukup terlihat seperti zombie kurang makan. Dia `mengerjakan sendiri seluruh tugasnya dan mengatur sendiri semua jadwalnya. Tentu saja, hal itu begitu merepotkan bagi seseorang yang lumayan bergantung pada ingatan sekretarisnya soal jadwal rapat dan lainnya. Dan benar sekali, sekarang ia tengah memilihi calon sekretarisnya yang baru saking lelahnya mengerjakan sendiri tugas yang tiada akhirnya. Dia memang berpesan, dia sendirilah yang akan memilih calon sekretarisnya.

"Hmm, yang mana ya.. Yang ini.. wajak terlalu jelek. Yang ini.. deskripsi kurang meyakinkan.." Mata Rukia terhenti pada beberapa berkas yang dipegangnya. Yap, Rukia sudah menentukan beberapa calon yang akan diwawancarai langsung olehnya itu.

"Ulquiorra, aku ingin wawancara diadakan besok pagi." Ucap sang pemilik mata amethyst itu kepada emerald pucatnya.

"Baik, Kuchiki-sama." Ulquiorra Schiffer, sang GM, pamit undur diri dari hadapan sang atasan dan membawa formulir yang diserahkan oleh Rukia untuk mendatanya.

"Oh, Kami-sama.. Aku lelah sekali." Geram Kuchiki Rukia sambil meregangkan tubuhnya di atas kursi kerjanya. Lalu dia memutuskan untuk beristirahat malam ini.

~lalala~

Udara dingin tak menyurutkan pemuda bermarga Kurosaki untuk pergi melepas penatnya. Setelah berjalan beberapa menit, pria jangkung berparas bak dewa yunani itu memasuki kedai kecil yang cukup ramai di pinggir jalanan Kota Karakura.

"Hoi, Ichigo! Malam ini kau datang juga rupanya! Mau pesan apa?" Tanya seorang dengan rambut merah yang dikuncir kebelakang begitu gemerincing lonceng di pintu depan berbunyi.

"Sake saja, Renji." Ucap Ichigo kemudian duduk di meja bar yang memanjang itu. Meskipun hanya kedai sake, kedai yang dikelola oleh sobatnya ini, Abarai Renji, bisa dibilang cukup besar dan selalu ramai. Ichigo kemudian melepas jaketnya dan diam sambil merenungi kehidupannya. Betul-betul kehidupan seperti di opera sabun—mungkin, atau bahkan seperti hanya fiktif belaka. Ichigo menghela napas panjang.

"Helaan napasmu seperti orang putus asa saja, anak muda.. Hik!" Ichigo menoleh menanggapi ucapan seseorang disebelahnya. Seorang wanita berambut hitam sebahu yang kelihatannya sudah.. mabuk parah. Wajahnya merona dan matanya sudah tidak fokus. Ichigo hanya geleng-geleng dan menahan tawa. Zaman sekarang yang mabuk bukan hanya om-om saja rupanya. Lagipula dilihat-lihat, wanita ini masih terlihat sangat muda. Mungkin seumuran dengannya. Dasar wanita..

"Apa yang ingin kau tertawakan, bocah! Kehidupan? Haha! Kau benar.. hidup ini harus ditertawakan." Ucap wanita itu lagi mendramatisir sembariu kemudian menenggak sakenya.

'Memangnya itu urusanku ya? Nenek cerewet.' Ucap Ichigo dalam hati. Ichigo sejenak mengamati wanita itu. Matanya yang terbuka mengamati gelas sakenya yang diputar-putar. Wanita itu memiliki kilau amethyst di dalam matanya—indah sekali. Pikir Ichigo. Tapi sayang, berbeda dengan keindahan warna matanya, tingkah lakunya amat sangat tidak indah sama sekali. Masa wanita mabuk jam segini? Sendirian lagi! Benar-benar.. wanita jaman sekarang..

"Hei, Ichi. Ini pesananmu!" ucap Renji yang sudah kembali dari mengambilkan Ichigo sake. Renji kemudian menoleh ke arah wanita di sebelah Ichigo. Dia mengerutkan alis dan mulai mengguncangkan tubuh wanita mungil itu.

"Hei, bodoh! Bangun! Kau ini bodoh sekali sih! Sudah jelas kakakmu melarangmu mabuk! Kau masih saja datang kesini! Kau mau kakakmu menghancurkan kedaiku ya? Hei!" ucap Renji sambil menggoncang tubuh wanita itu pelan. Rupanya dia sudah tertidur. Sepertinya wanita raven itu adalah kenalan Renji. Akan tetapi, bukannya bangun, wanita ini malah menepis tangan tangan Renji yang menggoncangnya.

"Biar saja! Aku tidak mau pulang! Aku benci Nii-sama!" lalu wanita itupun kembali melesakkan wajahnya diantara lengannya.

"Hei, terserah saja kau mau membenci kakakmu atau tidak! Tapi aku tidak mau kedaiku kenapa-napa dihancurkan kakakmu kalau dia tau kau disini! Hei, baka! Cepat bangun!"

"Urusaaaaii!" ucap wanita itu kemudian menyiramkan sakenya ke arah Renji. Seharusnya sih begitu. Tapi, rupanya yang basah bukannya Renji, melainkan Ichigo. Urat kekesalan di kepala Ichigo mulai terlihat. Sudah cerewet, sekarang menyiramnya dengan sake. Benar-benar hari sial bagi Ichigo.

"Hoi, bocah! Kenapa bajumu ikut basah? Aku kan menyiram Renji..Hik!" ucap wanita yang kemudian meminum sisa sake di dalam gelasnya itu. Kekesalan Ichigo makin menjadi-jadi.

"Hei, siapa yang kau panggil bocah, mbak!" ucap Ichigo menahan amarahnya.

"Tentu saja, kau!" wanita itu menoleh untuk sejenak menatap sang orange. Namun mata amethystnya malah terdiam memperhatikan wajah indah di depannya cukup lama, "Shi.. shiro?" ucapnya kemudian lalu tangannya beranjak untuk mengelus wajah Ichigo. Ichigo yang kaget karena wanita mabuk yang tidak dikenalnya tiba-tiba mau menyentuhnya sembarangan, menepis tangan wanita itu lumayan keras. Wanita itu tersentak, wajahnya menampakkan kekecewaan, kesedihan, dan kesenduan secara bersamaan. Bahkan membuat Ichigo ikut terhanyut kedalam kilau berwarna ungu cerah itu.

"Ru.. Rukia..? Dia bukan Shiro.. Sadarlah!" ucap Renji yang kemudian di death glare oleh sang wanita.

"Dia itu Shiro, Renji!" ucap wanita itu kemudian menyentuh helai-helai rambut Ichigo, "tapi rambutnya oranye." Sang wanita tersenyum manis di depan Ichigo yang mulai emosi. Dia ini wanita yang sangat aneh! Dan gila! Lihat tingkahnya! Rutuk Ichigo dalam hati.

"Hei mbak, apa kau sudah merasa dirimu benar, malam-malam mabuk sendirian! Apa 'Nii-sama' mu itu tidak akan marah-marah melihat adik yang disayanginya mabuk seperti ini? Hah?" kerut di dahi Ichigo menjadi semakin terlihat. Dapat dilihat si wanita kini menanggapi kata-kata Ichigo dengan menjambak rambut Ichigo yang awalnya disentuh lembut.

"Auch! Lepaskan tanganmu dari rambutku!" ichigo mengerang kesakitan lalu menepis tangan itu lagi. Namun reaksi sang wanita juga berbeda dari sebelumnya.

"Hei, Shiro jeruk! Berani sekali kau membawa-bawa Nii-sama! Kalau Nii-sama tau kau masih hidup, kau akan segera dinikahkan denganku tahu!" wanita itu sepertinya sudah mulai sadar, karena manik ungu cerahnya kini memandang Ichigo tajam.

"Hei kalian! Sudah cukup! Ichigo, lebih baik kau berhenti. Tidak ada gunanya kau marah padanya! Dia mabuk!" ucap Renji menengahi.

"Siapa yang kau bilang mabuk, baka! Lagipula, siapa itu Ichigo! Dia itu Shiro! Tapi rambutnya warna oranye!" ucap wanita itu dan death glare nya berpindah ke arah Renji. Renji hanya bisa sweat drop dan mundur teratur melihat kemampuan bisa-kembali-sadar-setelah-mabuk-berat wanita itu kumat. Renji yang sepertinya mengetahui seluk beluk wanita ini akhirnya memilih untuk tetap dalam garis aman.

"Kau yang mabuk, bodoh! Siapa juga yang kau panggil Shiro! Lebih baik adik kecil pulang saja sebelum dimarahi oleh Nii-sama." ucap Ichigo memperkeruh keadaan. Renji makin sweat drop melihat kejadian tidak seno-eh- tidak diinginkan ini. Wajah wanita itu mulai memerah karena menahan amarah. Sepertinya dia memang sudah sadar. Dia kemudian menuangkan sake ke rambut Ichigo lagi, langsung dari botolnya.

"Ups, tanganku licin. Maafkan aku, yah, kepala jeruk! Hei lihat, rambutmu yang kau cat menjadi basah! Aduuh, aku minta maaf ya? Biar adil, aku siram saja semua kali ya?" lalu wanita tadi mengambil botol yang lain dan menuangkannya di baju Ichigo. Ichigo terbelalak melihat keberanian wanita ini. Untung saja dia wanita, kalau bukan, pasti sudah dihajarnya habis-habisan.

"Renji, terimakasih untuk sakemu hari ini!" ucap wanita itu tersenyum nista, meninggalkan sejumlah uang di meja Renji dan pergi begitu saja. Beberapa pelanggan di kedai itu terkesiap kagum melihat pertunjukan gratis yang baru saja dipertontonkan. Sebagian lagi berbisik-bisik, dan yang lain tidak peduli.

"Sabar, Ichigo. Sabaaaarrrr.. Dia memang seperti itu. Biarkan saja.." ucap Renji menenangkan Ichigo dari marahnya.

"Dia memang begitu, hah? Mengenalnya saja tidak! Sudah cari masalah! Kurang ajar sekali dia! Mana aku dipanggil Shiro, lagi! Siapa itu Shiro? Pacarnya ya? Hebat sekali pacar orang itu bisa tahan bersamanya. Cih!" geram Ichigo. Renji hanya mengelus dada melihat Ichigo yang masih dikuasai emosi.

"Aku mau pulang saja. Terimakasih Renji, aku sama sekali belum menyentuh sakenya, jadi aku tak akan membayarnya." Ucap Ichigo sambil membuka jaketnya yang basah oleh sake yang kemudian diikuti helaan napas dari sobat merahnya.

~lalala~

Ichigo terduduk di ruang tunggu bersama beberapa orang lainnya. Ada beberapa orang wanita dan beberapa pria. Semuanya berpakaian rapi dan terlihat sangat percaya diri. Ichigo sendiri? Hampir sama dengan mereka, namun memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi. Terimakasih kepada wajahnya yang memang sudah diciptakan lebih oleh Kami-sama, dan memang otaknya yang bisa dibilang jenius itu. Bagaimana bisa ia tidak percaya diri ketika karyawan-karyawan disana memandangnya penuh perhatian dan rival-rivalnya memandang cemburu dan wanita-wanita saingannya malah terlihat tersipu-sipu ketika Ichigo tersenyum—padahal hanya ingin menyapa. Eits! Hahaha.. jangan sombong dulu Ichigo. Kau belum tahu apa yang akan kau hadapi di depan sana. Kau harus professional. Setelah semalam disiram sake oleh wanita tidak dikenal, hari ini tubuhnya tidak terlalu fit karena kedinginan saat perjalanan pulang. Kalau mengingat-ingat kejadian malam itu, ingin rasanya dia menonjok orang-orang yang lewat di depannya—yang tentunya tidak bisa dilakukannya sekarang.

Ya, hari ini Ichigo lolos seleksi untuk diwawancarai menjadi sekretaris diketur di perusahaan Kuchiki Enterprise. Semua ini seperti sudah direncanakan saja. Mujur sekali dia bisa langsung mendapatkan lowongan di perusahaan incaran dengan posisi yang memang juga ia incar. Sungguh, berapa ratus tahun sekali kau bisa mendapatkan keberuntungan seperti itu? Sepertinya, ia akan bisa dengan mudah menyelesaikan misinya.

"Ichigo Kurosaki!" panggil seorang lelaki jangkung berwajah pucat. Ichigo mendapatkan giliran terkahir. Dia menghampirinya dan dipersilakan masuk ke dalam ruangan wawancara. Pria yang mirip mayat itu sedikit terkejut melihat Ichigo ketika ia sudah berada dalam jarak pandang sang pria. Ah, apakah mungkin dia juga berpikir kalau Ichigo ini tampan? Astaga, mereka sepertinya belum pernah bertemu lelaki tampan sepertiku saja. Ichigopun mengangguk dengan bangganya menyetujui kata batinnya.

Ichigo akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkannya dan melangkahkan kaki memasuki ruangan yang ternyata bisa dibilang cukup elegan. Disana, sang mayat hidup sedang berbicara dengan kursi. Eh. Apa? Kursi….? Oh, bukan rupanya. Disana ada seorang yang duduk. Ichigo menatap mejanya dan menemukan sebuah nama.

Rukia Kuchiki

Director

Oh, jadi dia ini calon direkturku. Pikir Ichigo dalam hati. Rukia Kuchiki, ya? Rukia? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Dimana ya? Lalu kursi itu memutar dan menunjukkan siapalah pemiliknya. Seorang laki-laki berwajah tirus, rambut hitam yang panjang, dan mata yang tajam. Eh? Kuchiki Rukia adalah seorang lelaki? Hah?

APAAAAA!? Jadi Kuchiki Rukia adalah seorang lelaki? Tapi Rukia adalah nama wanitaa! Kami-sama.. kalau ini memang menjadi takdirku, tolong ubahlah pria euwh—cantik—ini menjadi wanita. Do'a Ichigo dalam hati.

Ichigo memajang wajah shock di depan calon bosnya itu. Tapi rupanya yang shock bukan hanya Ichigo, calon bosnya itu juga sedikit tersentak saat melihat wajahnya. Apa nama Ichigo adalah nama wanita, sehingga bosnya itu mengira Ichigo adalah seorang wanita? Tidak! Tidak mungkin nama macho(?) seperti itu dikira nama wanita—meskipun di luar sana ada ribuan wanita bernama Ichigo. Mungkinkah dia juga terpesona pada pandangan pertamanya pada Ichigo? Atau ia mengira Ichigo adalah reinkarnasi kekasihnya di kehidupan sebelumnya? Atau dia menganggap Ichigo adalah kekasihnya yang telah lama hilang karena bencana yang melanda? Atau—

"Ada apa, Ichigo Kurosaki-san?" Tanya lelaki itu kembali menyadarkan Ichigo dari dunia nama—dan kisah cinta yang tak terpisahkan walau di akhir jaman*slap*. Ichigo meneguk ludah. Dia tersenyum kaku. Lelaki itu tetap menatap Ichigo tajam, "silahkan duduk."

Ichigo kemudian duduk di hadapan pria tirus itu, "Saya Byakuya Kuchiki, Presiden Direktur di perusahaan ini. Yang akan mewawancarai Anda adalah saya dan direktur saya, Rukia Kuchiki. Namun saat ini, direktur saya sedang ke kamar kecil sebentar." Ujarnya menjelaskan kesalahpahaman di benak Ichigo. Itu tandanya, orang yang menjadi targetnya masih seorang wanita. Dan dia tak perlu harus membuat lelaki jangkung dihadapannya jatuh cinta padanya. Ichigo menghembuskan napas lega. Meskipun ia masih tak mengerti maksud dari tatapan kaget yang dilemparkan oleh calon presdirnya itu sebelumnya.

"Baik, Kurosaki-san, kulihat di dalam formulir mu, Anda adalah lulusan terbaik.. Eh? Universitas Karakura.. tahun ini, dan umur Anda juga masih terlampau muda. Apakah Anda yakin pantas menjadi sekretaris Rukia Kuchiki yang terkenal tegas di Kuchiki Enterprise yang sudah sukses di dunia perekonomian Jepang ini?" Si Kuchiki itu bertanya dengan tatapan lurus ke mata Ichigo dan bertingkah professional, meskipun ditengah bicaranya ia sempat tersendat ketika mengucapkan Universitas Karakura.

Ichigo membalas tatapan mata itu dengan tegas dan menjawab, "tentu, Kuchiki-sama." Ya, aku dapat dengan mudah melakukannya. Tapi gajinya sebagai sekretaris di Kuchiki Enterprise setahunpun tak akan cukup untuk membiayai operasi Yuzu dalam tenggat waktu tiga bulan.

Sorot warna sang amber mulai memudar, meskipun tak ada satupun dari kedua orang dihadapannya menyadari itu dan masih menganggap Ichigo masih dalam performa maksimalnya.

"Anda memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk pria seumur Anda, Kurosaki-san." Byakuya menyunggingkan senyumnya. Ichigo membalas senyum itu dengan professional.

Lalu Byakuya melanjutkan dengan mengobrol dengannya sampai Ichigo melihat seorang wanita mungil berambut hitam kelam sebahu keluar dari kamar mandi yang ada di pojok ruangan. Eh, apa? Wanita berambut pendek sebahu? Mungil? Tunggu dulu.. Ichigo memutar otaknya mengingat sesuatu dengan rambut pendek sebahu..

"Nii-sama, sudah berapa orang yang kau wawan—eh.."

" Kau!" wanita itu berteriak memanggil Wawan.

AH! Astaghfirullah! Ichigo sudah ingat sekarang *facepalm*

~lalalala~

"Ahh.. Ngg.. Mmhh—ahh!" Desahan kecil Rukia menyebabkan beberapa peluh turun dari dahinya. Dia berusaha mengimbangi tekanan dari dalam perutnya.

"Ayoo, terus.. Kau pasti ummngg.. bisa.. hhah.. hha.." erangnya lagi.

"Aaaaahhh!" Rukia mendesah lega ketika hasrat yang ia tahan itu sudah keluar seutuhnya. Lalu ia mengelus perutnya, memakai kembali roknya, dan—splash—menuruti panggilan alam memang selalu membuat keadaannya lebih baik. Ya, dia baru saja selesai p**oop.

Rukia—yang sudah tidak menahan mules lagi itu—beranjak dari toilet di ruangannya. Padahal saat ini tengah dilakukan wawancara. Tapi, soto pak min yang super pedas memang sudah membuat Rukia harus memenuhi hasratnya untuk meneruskan kehidupan, Rukia yang Direkturpun juga tak akan kuat menahannya lama-lama.

Rukia mendengar percakapan dari balik sekat toilet. Pasti Nii-sama sudah memanggil orang lain selama aku di kamar mandi. Pikir Rukia dalam hati, kemudian ia mendengus pelan lalu memasuki ruang kerjanya.

"Nii-sama, sudah berapa orang yang kau wawan—eh.." Rukia mengentikan ucapannya dan menatap seseorang yang sedang berbicara dengan Nii-sama nya. Orang yang ditatap pun menatap balik dengan tatapan lebih horror dari miliknya.

"Kau!" teriak Rukia yang disambut decihan dari orang yang ditunjuk. Pria orange di depan Byakuya hanya memijati keningnya yang entah kenapa menjadi lebih sakit dibandingkan memikirkan kalau orang bernama Rukia Kuchiki adalah seorang pria. Byakuya yang memperhatikan tingkah kedua anak muda didepannya cukup terkejut.

"Kau mengenalnya Rukia?" Tanya Byakuya penasaran.

"Siapa yang akan lupa dengan orang yang membuatku malu di kedai sake Renji!" ucap Rukia dengan nada sakrkastik dan memincingkan mata.

"Kedai sake Renji? Jadi tadi malam kau berbohong padaku bilang mau pergi bersama Inoue-san?"

Ups! Rukia lupa kalau semalam dia salah izin—berbohong—pada kakaknya. Dan sekarang, sang kakak sudah menatap Rukia dengan mega-ultra-super-double-combo-death glare. Rukia hanya menelan ludahnya sambil ber-sweat-drop ria, tak mampu mengatakan apapun.

"M.. Maafkan aku Nii-sama!" Rukia menunduk dalam berharap agar ia dimaafkan.

"Kau dimaafkan Rukia, tapi sebagai gantinya, aku yang akan memilih siapa sekretaris barumu." Ucap Byakuya dingin. Rukia bernapas lega. Setidaknya untuk sekarang.

"Baik, Kurosaki-san, sampai dimana kita tadi?" Tanya Byakuya memutar kursinya kembali ke arah sang Kurosaki.

"E.. Eh? Etto.. Yamato-sensei? Tadi kau bercerita soal caranya mengajar yang membuatmu ngantuk." Ucap Kurosaki itu sambil mengusap pucuk matanya. Diketahui oleh Rukia bahwa pria orange itu baru saja selesai menertawainya. Terlihat dari wajahnya yang berkedut sana-sini menahan tawa. Tampaknya sang Kurosaki sedang senam wajah yang membuat Rukia ingin sekali menghantamkan hyourinmaru—eh, itu punyanya Hitsugaya ding—maksudnya tinjunya ke wajah Kurosaki di hadapannya. Sekali lagi, ia telah dipermalukan, dan kali ini di depan kakaknya. Dasar jeruk sunkist cepak belum mateng yang habis di eekin luwak terus eeknya digiling jadi kopi luwak yang harganya secangkir sampe 200 ribu! Pfft!

"Ya! Dia itu sangat membosankan sampai-sampai aku selalu ingin merebahkan kepalaku di atas meja setiap mata kuliahnya." Ucap Byakuya curhat, eh? Lalu Ichigo menampakkan wajah tertawanya yang khas masih dengan kerutan di dahinya. Wajah yang sungguh menawan~~ uuhhh~~

"Hahaha.. Anda benar, Kuchiki-sama. Yamato-sensei juga sangat pelit nilai. Pernah suatu hari—"

"Tunggu dulu!" sergah Rukia memotong pembicaraan sang calon sekretaris dengan kakaknya, "ada apa ini? Ini seharusnya sesi wawancara kan, Nii-sama? Bukannya sesi.. mamaaah curhat doong?!"

"Dia adalah lulusan dari almamaterku. Tak salah kan kalau aku ingin bernostalgia sedikit?" ucap Byakuya. Rukia mendengus kesal menerima jawaban kakaknya itu. Sedangkan mata amber yang memperhatikan hanya terkikik pelan.

"Kau sangat tenang, Kurosaki-san. Aku memilihmu untuk menjadi sekretaris Rukia yang baru." Ucap Byakuya memutuskan, "Ulquiorra, tolong urus berkas milik Kurosaki-san."

Ah, kalian melupakan seorang lagi. Sang pucat yang sedari tadi mojok dan mendengarkan pertengkaran itu hanya mampu bergeleng-geleng memaklumi tingkah para bosnya. Ulquiorra Schiffer sudah terbiasa tidak dianggap *dikeroyok fans Ulqui*. Pria itu hanya mengangguk dan pergi dari ruangan—mengurus berkas yang diminta.

Rukia hanya menganga tidak percaya, dan Ichigo Kurosaki menyunggingkan senyum kemenangan di wajah tampannya.

Tbc~
Review Pleaaaassssssseeeee *sujud*