Memangnya ada "teman" yang saling mengucap kata "rindu" dan "cinta"?


Friend

Shingeki no Kyojin belongs to Hajime Isayama

Warning(s) : too many as always

Harap siapkan obat mata jangan lupa

Enjoy!


"Sebenarnya kau ada hubungan apa sih dengan kapten basket SMA kita?"

"Ya, ya, semenjak kita masih kelas 10, kalian sering terlihat bersama. Jangan-jangan, diam-diam, kalian pacaran ya?"

Mikasa hanya menatap datar Sasha dan Krista yang tiba-tiba menginterogasinya. Reaksi Ymir yang ikut berkumpul bersama 3 gadis itupun sama, hanya diam dan menikmati kentang gorengnya.

Mikasa menghela napas, "Sudah kubilang berkali-kali kan, kita-"


"-cuma teman."

Jean mendelikkan pandangannya pada laki-laki beriris zamrud di hadapannya. "Yang benar saja! Kalian hanya berteman?! Haha! Ya, memang teman. Tapi saling menyimpan rasa."

"Hentikan omong kosongmu itu, muka kuda. Aku berani bersumpah kalau kita murni hanya berteman." Eren berjalan keluar lapangan basket dan mendudukkan dirinya di bawah pohon dekat sana, "Lagipula, aku anti dengan yang namanya pacaran. Membahagiakan orang tua saja belum bisa, sudah sok-sok an mau membahagiakan anak orang. Cuih."

"Terserah kau lah. Kalau begitu, jalanku untuk menyatakan perasaan pada Mikasa terbuka lebar."

Eren memicingkan zamrudnya, kemudian mengendikkan bahu, tak peduli. Toh, Mikasa juga tak akan mungkin membalas perasaan si muka kuda itu.

Ah ya, sedang apa ya kira-kira gadis bersurai raven itu sekarang?


Eren berhenti di depan kelas 12-MIPA-3. Kelas Mikasa.

Zamrudnya meneliti satu persatu murid yang keluar dari kelas bernuansa ungu itu. Ah, itu dia Mikasa-nya.

"Mikasa!"

Gadis bersurai sebahu itu tersentak, kemudian melambai ke arah teman-teman perempuannya. Dia berjalan mendekat ke arah Eren. "Kenapa kelasmu pulang duluan?"

"Ada ulangan fisika mendadak. Yang selesai, bisa pulang terlebih dulu."

"Coba kutebak, kau menjawab asal semua soal kan?"

Eren meringis kecil mendengar tebakan Mikasa yang benar telak. "Sudahlah, lupakan. Kau tahu sendiri kan aku lebih suka matematika daripada fisika."

Mikasa mendengus kecil, dan mencubit pelan lengan laki-laki itu. "Tapi Eren-ku sayang, kalau nilai fisikamu jeblok, kau bisa tak naik kelas."

"Tapi kan nilai matematiku tinggi! Bahkan nilai matematika di rapor semester 1 ku, jadi yang tertinggi se-angkatan," protes Eren tak terima sambil mengerucutkan bibirnya.

"Pokoknya, nanti malam, kita belajar bertiga dengan Armin. Aku tidak menerima protes apapun."

"Kenapa harus bertiga? Kau kan juga pintar fisika!"

Tawa kecil lolos dari Mikasa, dan itu sangat langka. Untuk itu Eren terhipnotis sejenak pada teman masa kecilnya ini. Mikasa menatapnya tepat di mata, dan itu membuatnya gugup. Masih saja, dari dulu, hingga sekarang.

"Aku takut buku fisikamu akan cemburu kalau kita belajar hanya berdua, karena pasti kau akan lebih memperhatikanku daripada bukumu. Ya kan?"

Sudah menguasai dirinya, Eren terkekeh pelan, "Yah, kau selalu tahu jawabanku."


Mikasa membaringkan tubuhnya di kasur. Onyx-nya menerawang langit-langit kamar. Kalau kelas Eren tadi ada ulangan fisika, berarti besok giliran kelasnya?

Ah, nevermind.

Toh, tadi dia sudah belajar bersama Armin. Laki-laki pirang itu memang jenius. Semua soal yang bagi Mikasa sangat sulit, dia hanya memerlukan waktu kurang dari 5 menit untuk mengerjakannya.

Berbanding terbalik dengan Eren, yang hanya menatap buku fisikanya tanpa minat. Laki-laki itu bahkan sempat-sempatnya menggambar hello kitty di sana.

Pfftt.. Memang menggelikan jika mengingat bahwa kapten tim basket SMA Shinganshina itu meruppakan penggemar berat hello kitty. Untuk itulah, Eren tak pernah mengizinkan teman-temannya memasuki kamarnya yang penuh boneka kucing itu. Bahkan ada yang ukurannya lebih besar dari tubuh Eren sendiri. Itupun tak hanya satu.

Oh, kecuali, Mikasa dan Armin. Karena mereka bertiga sudah bersahabat sejak kecil.

Omong-omong, sekarang Eren sedang apa ya? Apa dia juga sedang menatap langit-langit kamarnya? Atau-

Drrtt... drrt..

Mikasa tersenyum kecil saat melihat nama Eren terpampang di layar ponselnya. Panjang umur, batinnya.

"Halo, Eren."

"Hei. Kau sibuk?"

Mikasa mendengus, "Sibuk pun, aku jamin kau tak akan mematikan sambungan teleponnya."

"Hehe.. Itu kau tahu. Eh, kau tak mau keluar?"

"Ada apa?"

"Langitnya indah, tapi lebih indah matamu sih, hehe."

Mau tak mau, rona merah menjalar ke pipinya. Mikasa segera membuka pintu kaca, pembatas kamarnya dan balkon. Dia terduduk di lantai yang terasa sedikit dingin itu, kemudian menengadahkan kepala ke atas.

Ya, langitnya memang indah.

"Oi! Oi, Mikasa!"

"Hmm?"

"Kenapa diam? Kau mengantuk?"

"Tidak. Aku hanya sedikit terpesona dengan langit malam ini."

Di seberang telepon, terdengar suara tawa Eren. "Bagaimana? Indah kan? Untuk itu, sering-seringlah bercermin, karena irismu lebih indah lho!"

"Dasar tukang gombal."

"Hei, aku bicara benar. Memangnya selama ini kau bercermin lewat apa?"

Mikasa mengernyitkan alisnya. "Tentu saja cermin. Memangnya lewat apalagi?"

"Pantas saja terlihat biasa. Kau salah sih."

"Terus?"

"Harusnya lewat mataku."

Mikasa terdiam.

"Yeee, baper ya."

"Oi."

"Mi-ka-saaaa!"

"Oi Oi Oi! MIKASA!"

Mikasa tersenyum kecil, dan menghela napas, "Dasar bodoh. Diam, sudah malam."

"Kau sih lama sekali diamnya. Kenapa? Baper?"

"Menurutmu?"

"Menurutku-"

Tuutt.

Mikasa mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Sudah cukup, kalau begini dia tak akan bisa tidur.

Bagaimana bisa tidur kalau jantungnya berdetak dua kali lipat lebih kencang dari biasanya?


Eren tertawa kecil mendengar nada 'tuutt' barusan. Dia kembali merebahkan tubuhnya. Pasti Mikasa-nya saat ini sedang salah tingkah, pikirnya.

Eren membuka aplikasi chatting miliknya. Pandangannya tertuju pada nama Mikasa. Dengan gesit, jemarinya membuka roomchat itu.

Dan men-scroll-nya ke atas.

Eren memang suka membaca satu persatu history chatnya dengan Mikasa saat dia kurang kerjaan. Dan akhirnya, dia tertawa-tawa sendiri seperti orang gila.

Tapi biarlah, kalau itu gila karena Mikasa, Eren tak keberatan.

Me : Kalau aku bilang cinta padamu suatu saat bagaimana?

Bola Basketku : Kau meminta reaksiku yang seperti apa?

Me : Entahlah? Kaget mungkin? Lalu berlari memelukku?

Bola basketku : Hh, jangan berharap terlalu tinggi. Jatuh, sakit.

Me : Tapi aku serius. Apa reaksimu kalau aku bilang cinta padamu?

Bola basketku : Kau tak pernah bilang, jadi aku juga tak tahu reaksiku nanti seperti apa.

Me : Oke.

Me : I love you.

Bola basketku : :))

Me : APA-APAAN ITU?

Bola basketku : Haha.

Bola basketku : I love you too.

Tahukah kalian kalau Eren langsung guling-guling di kasurnya saat itu? Bahkan saat ini, dia juga berguling-guling kesetanan. Padahal dia hanya membaca ulang history chatnya dengan Mikasa.

Sepertinya Eren benar-benar sudah gila.


Jadi, apa benar mereka hanya "teman"?


Hogyaaaa!

Ada korban dari fic ini? Udah diingetin kan siaga obat mata. Btw ini multichap ya, tapi pendek kok mungkin nggak panjang-panjang:v

Salam kenal, pendatang baru di ranah shingeki no kyojin owowo:v

Oh ya, gaes, doa in surabaya-sidoarjo segera aman ya.. semoga nggak ada bom-bom an lagi:") aamiin.

Last but not least, mind to review?