porridge.
Hetalia by Hidekazu Himaruya.
K. Canon, OOC, miss-typo(s), dan lain-lain. tidak ada keuntungan yang didapatkan dari karya ini dan dibuat untuk kesenangan semata.
.
.
.
.
Bubur ... b–u–b–u–r. Alfred benci bubur. Membayangkannya saja membuat Alfred ingin muntah. Rasa bubur yang Arthur buatkan ratusan tahun lalu masih membekas di lidahnya. Encer, pahit, asam, asin, semuanya membaur dalam mulutnya yang sensitif itu.
Alfred lebih memilih buta daripada harus melihat bubur selama satu menit. Berlebihan? Memang, tapi bukankah Alfred suka melebih-lebihkan sesuatu.
Tapi ...
Special bagi hari ini. Sudah sepuluh menit berlalu, tapi, kata bubur itu menjadi headline utama di tab bergerak ke atas dan ke bawah, sesekali menekan sesuatu. Berusaha untuk mencari 'cara membuat bubur' yang paling mudah.
Tenang, mata dan otak kalian masih berfungsi dengan sangat baik.
Sesekali ia menggaruk kepalanya. Bingung. Semua artikel yang ia temukan di situs pencarian memilki isi yang hampir serupa.
"Sudahlah Al, aku bisa makan roti." Natalia berkata. Wajahnya merah, matanya berair, hidungnya terasa gatal.
"Tidak bisa Natie, orang sakit hanya boleh makan bubur," balas Alfred. Ia kembali pada pencariannya.
Perempuan itu terdiam, kedua tangannya mengangkat mug bergambar bendera Amerika mendekati hidungnya. Menghirup aroma teh hijau sambil melempar tatapan pada Alfred.
"Aku bisa makan roti." Suara Natalia mengisi kekosongan yang berdurasi delapan detik.
Alfred meletakkan tab-nya di atas meja, "kau meragukanku?"
"Kemampuan memasakmu setara dengan Arthur," jawab Natalia sebelum menyesap teh hijau buatannya sendiri.
"Aku jamin, hasilnya akan seenak buatan Feliciano atau Francis. Karena aku membuatnya dengan cinta," Alfred membentuk hati dengan jari-jarinya.
Natalia mendengus, "bagaimana kau membuatnya jika kau saja lupa membeli beras."
.
.
end.
.
.
amebela pertama X) yang wordsnya bener-beneeeeer dikit pakek banget. semoga menghibur :) akhir kata, terima kasih buat yang sudah mampir dan membaca karya abstrak ini.
