Oke sip, bukannya nyelesaiin fic SYGO malah bikin fic baru -_-v #dor
maaf kalau jelek (banget) ide ini kepikiran pas temenku lagi ngomongin ttng mafia sama temenku.
Happy Reading~
Namaku, Bella. Bersama broerku, kami merupakan mafia tingkat atas. Walau keseharianku hanya seperti gadis sekolahan biasa, tapi di
malam hari. Permainan baru saja dimulai.
Love or Revenge?
Hetalia (c) Hidekaz Himaruya
Rate : T
Action / Romance
WARNING!
Don't like, don't read.
Karakter kemungkinan OOC.
Bahasa Indonesianya tidak BAKU.
Mungkin ada TYPO.
Human name used.
Mafia!characters
Belgium's POV
CHAPTER 1
12 December 20xx
6 : 00 a.m.
Langkahku malas ke arah kamar mandi. Sekilas, aku melirik pantulan diriku di cermin kamar mandi. Kantung mata hitam tampak terlihat sekali. Memang sialan mereka, kabur begitu saja tanpa membayar. Aku mendesah malas dan menarik ujung pita yang terikat di kepalaku, membiarkan pita itu terlepas, jatuh begitu saja ke lantai. Diam, aku hanya diam menatap nanar pantulan diriku di cermin, sibuk dengan pikiranku sendiri.
Aku sekarang, hanya tinggal bersama broerku, kedua orang tua kami sudah lama meninggal dunia. Mereka dibunuh oleh atasan mafianya (yang sekarang merupakan atasanku dan broer sendiri) di depan mataku sendiri karena gagal melaksanakan tugas pengeboman di museum 3 tahun lalu. Semenjak kematian mereka, aku dan broer dipaksa bergabung untuk menggantikan kedua orangtuaku sekaligus untuk menutup mulut kami. Ketika di paksa bergabung, broer sempat menolak dan juga berontak. Tatkala ia berontak, seseorang pirang yang disisir ke belakang, langsung mengarahkan senjatanya ke arah leher broer. Tapi ia tetap berontak. Masih mempertahankan kemauannya sendiri. Pelatuk ditarik, tembaga panas meluncur. Nyaris saja peluru itu menembus melewati lehernya, untungnya ia hanya terserempet sedikit saja peluru itu di bagian lehernya. Semenjak itulah sampai sekarang ia terus menggunakan scarfnya untuk menutupi bekas luka permanen tersebut. Kami, sekarang harus tinggal berpindah-pindah agar jauh dari orang-orang yang mencari, mengincar kami.
G-gawat! aku telat!
7 : 13 a.m.
"Siaaaaalll!", batinku kesal sambil mempercepat langkahku menuju sekolah.
Aku berdecak kesal saat kulihat gerbang sekolah sudah ditutup. Tapi, karena malas berhadapan dengan guru BP, lebih baik aku pulang saja. Untuk alasan kenapa aku tidak masuk sekolah, itu gampang, aku bisa minta broer untuk membuatkanku surat izin sakit kan? Jenius? Ya.
Aku menemukan sebuah kafe kecil di pinggir jalan, perutku lapar, aku sama sekali belum sarapan. Terlintas di pikiranku untuk masuk ke dalam dan memesan sesuatu. Dengan sengaja, aku memakai jaketku untuk menutup seragam sekolahku. Apa jadinya nanti kalau aku ketahuan bolos sekolah?
Aku masuk ke dalam kafe kecil itu dan memesan secangkir teh. Ada yang aneh dari pelayan itu, ia menatapku dengan tatapan curiga, entah kenapa. Tak kuhiraukan.
3 meja di seberangku, aku melihat ada dua orang berpakaian serba hitam tengah duduk berbincang-bincang dengan suara pelan, sambil sesekali menyeruput kopinya. Aku menatap mereka dengan tatapan curiga, rasanya mereka seperti orang-orang yang waktu itu datang bersama seorang berambut pirang saat mereka memaksaku dan broer untuk menggantikan posisi kedua orangtuaku. Mereka sama-sama memiliki rambut coklat tua dengan warna mata hijau cerah. Salah satu dari mereka tiba-tiba sadar bahwa aku sedang memperhatikan mereka. Aku langsung berpura-pura tidak melihat mereka dan menyibukan diri dengan memainkan handphoneku.
Sepertinya salah satu dari mereka terlihat sudah mengabaikanku dan mulai berbincang-bincang lagi dengan orang satunya, aku kembali tenang.
Teh pesananku sudah datang, aku berterima kasih kepada pelayan itu dan langsung menyeruput tehku dengan cepat. Hal itu, membuat lidahku terbakar.
"P-panas!", seruku. Dasar slebor kau Bella!
Dua orang berbaju serba hitam tadi spontan melihat kearahku, beberapa pelayan juga mulai melihat ke arahku.
Aku merasakan kedua pipiku mulai menghangat.
"A-ah! Maaf..",kataku pelan sambil menunduk.
Lagi, mereka kelihatannya mengabaikanku, lagi. Aku mulai pura-pura sibuk dengan handphoneku sambil sekali-sekali melirik ke arah dua orang itu.
Tiba-tiba, mereka bangkit dari kursi mereka, dan mulai berjalan kearahku, mendekatiku. Aku sadar, tapi aku hanya diam dan kembali menyibukan diri dengan handphoneku.
Tanpa kusadari salah satu dari mereka mendekatiku dan menodongkan sebuah handgun ke pelipisku. Dan memaksaku untuk berdiri. Sedangkan yang satunya lagi, yang memiliki sebuah ahoge mengangkat tangan kanannya, dan menodongkan handgun miliknya kearah para pelayan. Terdengar jeritan memekikkan dari para pelayan, setelah sebuah bunyi tembakan keluar.
"Bella, lama tidak bertemu yah.."
Aku menelan ludah.
"..Kenapa kau tau namaku?!", seruku sambil berpura-pura berani. Mengabaikan keringat dingin yang sudah mengucur. Mengabaikan detak jantungku yang kian lama kian berdetak makin cepat.
Aku mendapati orang yang tadi menanyaiku sedang tersenyum, menyeringai kearahku layaknya seekor singa yang berhasil menerkam mangsanya, dan menatapku dengan tatapan merendahkan. Kemarahanku akhirnya tersulut juga, aku mengeluarkan handgun dari saku bajuku dan mengarahkan ke kepalanya, tidak ada salahnya juga berjaga-jaga membawa handgun kemana-mana.
Posisi kami sekarang sedang berdiri dan berhadap-hadapan. Sama-sama menodongkan senjata kami.
"Dengan mudahnya kau melupakan bos mu sendiri ha?! Kau sama saja seperti kakakmu! Dasar tidak berguna!", serunya dan menarik pelatuk handgunnya dengan kasar.
Dengan sigap, aku langsung menundukan kepalaku, menyebabkan peluru itu meleset tidak mengenaiku dan memecahkan jendela di belakangku. Terdengar jeritan lagi dari para pelayan, sebuah jeritan melengking. Seperti jeritan Ibu saat Ayah ditembak, jeritan menyakitkan, sepertinya salah satu dari mereka ada yang tertembak.
Dalam hitungan dua-tiga detik, polisi masuk ke dalam kafe ini sambil ngearahkan senjatanya ke arah kami, aku langsung kabur, melompat keluar melewati jendela yang pecah tadi. Segera menaikkan hood jaketku untuk menutup rambut juga wajahku. Aku berhenti, bersembunyi di sebuah gang kecil. Aku dapat mendengar dengan jelas suara mereka yang sedang mencariku. Langsung ku ganti pakaianku menjadi seragam olahragaku, melepas pita rambut, dan memasukkan semua rambutku kedalam topi. Berpura-pura menjadi seorang warga biasa yang sedang berlari pagi. Aku menunggu beberapa saat hingga aku mulai merasa aman, lalu aku menggendong tasku dan mulai berlari kecil menuju apertemenku.
Aku langsung masuk ke dalam kamarku, mengunci pintu. Sepertinya para polisi itu sudah tidak mencariku lagi.
Drrt.. Drrt..
Handphoneku bergetar
Ada sms dari broer ternyata
... Apa maksud dari ini?!
TBC
so... MAAF KALAU PENDEEEEKKK QAQ
Special thanks to Pikii yang ngebantu aku (lagi) buat ngedit fic-ku~
fic ku yang pembahasaanya ancur jadinya keren karena diaa~ *ngehug pikii*
so.. Review please? *mata bling bling(?)*
