Ia tidak mengingatku,
Namun aku mengingatnya.
Ia tidak mencintaiku,
Namun aku sangat mencintainya.
Ia tidak merindukanku,
Namun aku sangat merindukannya.
Apa semua ini akan berakhir begitu
saja?
.
.
Jin x Taehyung | Boy's Love | two
shoot | OC and other members
appear
Do not plagiarize
.
Enjoy!
.
.
.
Seokjin menurunkan kameranya, dan menatap model pakaian pria yang ada di depannya itu dengan senyum yang terpatri di wajah tampannya. "Bagus, Taehyung-ah."
Pemuda yang masih berumur 19 tahun itu tertawa senang, dan berlari ke arah Seokjin yang kini sedang duduk di depan komputer, untuk melihat hasil keseluruhan dari foto-foto Taehyung yang ia potret beberapa waktu yang lalu.
"Apa hasilnya memuaskan, Hyung?" tanya Taehyung pada Seokjin yang kini juga menatapnya.
Seokjin tersenyum, dan mengusak rambut keunguan Taehyung dengan sayang. "Kau selalu menampilkan yang terbaik, Taehyung-ah." Lelaki yang lebih muda itu tertawa senang, membuat Seokjin yang melihatnya ikut tersenyum semakin dalam walau hatinya juga tergores begitu perih.
"Ganti baju, dan bersiaplah. Aku akan mentraktirmu." Ujar Seokjin dengan lembut.
"Benarkah?!" pekik Taehyung kegirangan. Seokjin hanya mengangguk dengan kekehan kecilnya.
"Tunggu sebentar, Hyung! Aku tidak akan lama!" ucapnya sedikit berteriak sambil berlari menuju ruang ganti yang sedikit jauh dari lokasi pemotretan dirinya.
Seokjin menghela nafas pendek. Ia menatap sendu semua foto-foto Taehyung yang baru saja ia potret dalam berbagai pose tersebut.
"Ya Tuhan, aku benar-benar merindukannya…" lirih Seokjin pelan. Ia menundukkan kepalanya, dan meremas kasar rambutnya coklat lembutnya itu.
"Oppa," sebuah tepukan lembut ia dapatkan di pundaknya. Seokjin tidak merubah posisinya, ia mengenal sosok yang menepuk pundaknya itu.
"Bersabarlah, aku yakin jika Taehyung akan mengingatmu kembali." Itu Kim Yeri, adik kandungnya yang seumuran dengan Taehyung.
"Aku tidak begitu yakin, Yeri-ya. Ini….Ini sudah tiga bulan berlalu," ucap Seokjin. Ia kini mengangkat wajahnya, dan mengalihkan pandangannya pada sosok Taehyung yang berada di dekat meja rias dan sedang berbicara dengan manajernya. Mungkin, untuk meminta izin karena mereka akan pergi untuk makan malam.
"Kau bilang kau mencintainya," Perkataan Yeri begitu menohok hatinya.
"Ya, aku memang mencintainya. Sangat."
"Lalu, kenapa kau tidak yakin jika ia akan mengingatmu kembali?" Seokjin terdiam. Terkadang, ia memang ingin menyerah begitu saja jika mendapati semua usahanya untuk mengembalikan ingatan Taehyung gagal.
Namun, di sisi lain, ia ingin Taehyung kembali ke dalam rengkuhannya.
Memeluk lelaki itu dengan erat, dan menghirup aroma vanila yang begitu lembut dan dapat membuatnya begitu terlelap ketika mereka berdua tidur di atas ranjang yang sama.
"Jangan menyerah. Tuhan pasti akan selalu mendengar semua doamu."
"Jika memang Tuhan mendengar—"
"Karena mungkin, belum saatnya ia memberikan kembali Taehyung padamu. Mungkin saja, Tuhan juga ingin melihat seberapa besar cintamu pada Taehyung."
Seokjin terdiam. Terkadang, Yeri memang bisa menjadi sosok yang begitu dewasa.
"Psst, Oppa. Dia datang." Bisik Yeri.
Seokjin yang mendengar itu, segera tersadar dari lamunannya, dan berdiri dengan senyum lebar yang lagi-lagi, ia lakukan untuk menutupi perasaan luka di hatinya. Jika semua tidak ia pertahankan, mungkin saja ia akan menangis setiap harinya. "Hyung~ ayo pergi!"
Taehyung yang tidak menyadari kedatangan Yeri, bergelayut manja di lengan Seokjin.
Yeri yang melihat itu hanya tersenyum kecil.
"Ayo, kita makan di restoran kesukaanmu." Ucap Seokjin.
"Restoran kesukaanku? Apa aku memiliki restoran yang selalu aku datangi setiap aku ingin makan, Hyung?" tanya Taehyung dengan polosnya.
Seokjin ingin menangis, setiap Taehyung bertanya tentang hal-hal yang dulu ia lakukan, namun sekarang ia tidak mengingatnya sedikitpun. "Hyung tahu dimana restoran kesukaanku itu?"
Ya Tuhan, Seokjin benar-benar ingin menangis dan memeluk Taehyung saat ini.
Bagaimana bisa, restoran dimana mereka sering makan bersama disana, dan disana juga Seokjin melamar Taehyung dengan sangat romantic itu termasuk hal yang ikut dilupakan Taehyung.
Seokjin tersenyum miris. "Tentu saja aku tahu. Ayo pergi." Ia menatap adiknya yang menatapnya dengan kasihan. "Yeri-ya, kami—"
"Astaga! Yeri ada disini?!" pekik Taehyung terkejut, yang memang sedari tadi ia tidak menyadari sosok Yeri yang sudah berdiri di sana.
Gadis cantik itu tertawa kecil.
"Maaf! Aku benar-benar tidak tahu kau ada disini." Taehyung membungkukkan badannya, untuk meminta maaf.
"Hei, hei, sudahlah. Tidak apa-apa." Yeri memegang pundak Taehyung, untuk menghentikan lelaki itu.
Taehyung hanya merasa tidak enak dengan gadis itu. Bagaimanapun juga, Yeri tetaplah bos Taehyung karena gadis itu adalah pemilik brand fashion sekaligus majalah fashion yang cukup terkenal di dunia, dimana tempat ia bekerja sebagai modelnya.
"Maafkan aku sekali lagi."
"Sudahlah." Ucap Yeri lembut.
"Pergilah, kau pasti sudah sangat lapar." Yeri menatap Seokjin. "Oppa, jaga modelku ini baik-baik oke? Aku tidak ingin ada noda atau lecet sedikitpun di tubuhnya." ancam Yeri berpura-pura.
Taehyung tersipu malu. Seokjin menarik tubuh Taehyung ke dalam rengkuhannya.
Taehyung membulatkan matanya, ketika Seokjin menariknya begitu cepat. "Lalatpun tidak akan mendekatinya, Bos."
Yeri tertawa kecil. "Baiklah, baiklah, hati-hati di jalan."
"Ne." keduanya berpamitan pada Yeri, dan melambaikan tangan pada gadis itu.
.
.
Seokjin tersenyum kecil, ketika lelaki kesayangannya itu tertidur begitu pulas. Memang, perjalanan dari tempat kerja mereka ke restoran kesukaan Taehyung cukup jauh, harus ditempuh lima puluh menit perjalanan menggunakan kendaraan. Dan, mereka harus menempuh sekitar tiga puluh lima menit lagi untuk mencapai restoran tersebut.
.
"Sepertinya kau begitu kelelahan." Ucap Seokjin pada Taehyung yang tertidur pulas. Ia memanfaatkan lampu merah yang harus membuatnya menghentikan laju mobilnya. Tangannya merapikan poni Taehyung, dan menyibakkannya ke samping. Wajah damai bak bayi itu semakin jelas di mata Seokjin.
"Aku merindukanmu, Kim Taehyung." Ucapnya lembut. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Taehyung, dan mengecup pipi Taehyung dengan begitu lembut selama beberapa detik.
Setidaknya, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menyampaikan rasa rindunya yang meledak-ledak pada sosok Kim Taehyung, yang sudah menerima lamarannya tiga bulan yang lalu. Sosok pria yang telah merebut hatinya, dan menjadikan mereka sepasang kekasih selama tiga tahun. Dan semua itu terjadi begitu saja. Dunianya seakan-akan runtuh.
.
.
Saat itu, malam hari dan hujan turun begitu deras membasahiSeoul....
Seokjin menatap ke arah jendela kantornya. Ia sedang mengedit foto-foto dua model yang beberapa jam lalu baru saja ia potret.
Saat ia melihat hujan, entah mengapa ia begitu merindukan kekasihnya yang sudah cukup lama menjadi kekasihnya itu, dan kemarin pada akhirnya ketika mereka selesai makan malam dengan begitu sempurna, karena hanya mereka saja yang ada di dalam restoran itu.
Seokjin memang sengaja memesan seluruh restoran hanya untuk dirinya, dan Kim Taehyung. Ia berniat melamar kekasihnya untuk segera menikah dengannya. Dan, senyumannya masih begitu mengembang ketika mengingat kejadian kemarin malam saat Taehyung menangis dengan begitu bahagia dan menerima lamarannya.
Ah, Seokjin tiba-tiba saja begitu merindukan kekasihnya itu yang seharian tidak menghubunginya sama sekali. Ia tahu, jika Taehyung yang juga seorang mahasiswa pasti disibukkan dengan kegiatan kampusnya atau tugas-tugas yang menumpuk. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak begitu saja di dekat mouse komputernya.
Panggilan pertama, tidak dijawab oleh Taehyung dan begitu juga dengan panggilan-panggilan selanjutnya.
Hingga panggilan yang kelima belas. Ia menghela nafas panjang. "Mungkin Taehyung masih sibuk dengan tugasnya, dan meninggalkan ponselnya di dalam tas."
Monolognya untuk menghibur perasaannya sendiri, walaupun ada rasa cemas yang menghampirinya.
Baru saja ia ingin meletakkan ponselnya kembali, ponselnya itu berdering tanda panggilan masuk.
Namun senyumnya luntur, ketika ia mengharapkan Taehyung yang menelponnya, justru panggilan dari adiknya.
"Yeoboseyo?"
"Oppa! Oppa! Cepatlah datang ke Seoul Hospital!"
Seokjin mengernyitkan keningnya tidak mengerti, mengapa adiknya berteriak dengan begitu panik dari seberang sana.
"Tenanglah, Yeri. Ada apa? Tarik nafas dalam-dalam. Berbicaralah dengan perlahan."
"Taehyung kecelakaan! Ia jatuh terpeleset dari tangga rumahnya hingga
ke lantai bawah!"
Ucapan Yeri yang begitu panik dan gemetar, membuat Seokjin terdiam.
Ia bahkan tidak mempedulikan ponsel mahalnya terjatuh ke atas lantai dengan begitu kerasnya. Dunianya seakan runtuh. Jantungnya seakan-akan jatuh ke perut. Apakah ini pertanda dari kecemasannya tadi?
Tanpa pikir panjang, ia berlari dari tempatnya mengedit setelah mengambil kunci mobilnya. Dengan panik, dan berurai air mata, ia berlari menuju halaman parkir. Ia harus cepat sampai ke rumah sakit, dan menemui Taehyungnya. Hanya itulah pikiran utama dari Seokjin.
.
.
Lamunannya terpecah, saat mobil-mobil yang ada di belakangnya membunyikan klakson dengan tidak sabaran. Ia segera saja menginjak pedal gas, dan kembali mengemudikan mobilnya.
Kejadian tiga bulan yang lalu memang seakan menjadi momok yang sangat menyakitkan dan sebuah mimpi buruk bagi Seokjin. Ia tidak pernah lupa, bagaimana dokter yang merawat Taehyung mengatakan padanya jika calon istrinya itu mengalami amnesia karena benturan yang berulang dan keras di bagian kepalanya. Terapi sudah sangat sering dijalankan, namun Taehyung hanya berhasil mengingat namanya sendiri dan orangtuanya saja. Selebihnya, Taehyung tidak mengingat apapun, bahkan sahabat-sahabatnya, kariernya.
Apapun itu tidak ia ingat sama sekali. Termasuk dirinya, lamarannya, dan hubungan mereka berdua. Secuilpun, Taehyung tidak mengingat itu sama sekali.
Seokjin selalu berusaha untuk melakukan hal-hal kecil, yang dulu sering kali mereka lakukan. Berharap, jika kekasihnya itu akan kembali mengingatnya walaupun harus dalam potongan-potongan yang sangat kecil.
Seokjin akan terus berjuang. Ia pastikan hal itu.
.
.
Seokjin memarkirkan mobil audi hitamnya di sebuah parkir halaman di depan gedung mungil bernuansa bergaya Eropa modern. Sebuah restoran mungil namun berkelas. Sebuah tempat dimana Seokjin mengutarakan tempat favorit makannya bersama kekasih lugunya itu.
Sebuah tempat penuh memori keceriaan dan kebersamaan.
Sebuah tempat dimana Seokjin pernah mengutarakan keinginan sucinya untuk memiliki kekasihnya.
Sebuah tempat yang kini hanya berupa bagian dari memori-memori kebersamaan cinta manis mereka.
Memori yang terkurung bersama ingatan Taehyung.
.
Seokjin mematikan mesin mobilnya. Ia melepas sabuk pengamannya kemudian menoleh ke samping kanannya. Tersenyum tulus kepada sosok pemuda yang masih tertidur nyaman dengan kedua kelopak matanya yang terpejam sempurna.
Seokjin melepaskan pengait dari sabuk pengaman yang menahan Taehyung di kursi penumpangnya. Seokjin menatap wajah kekasihnya—dahulu itu. Menatap kedua kelopak mata yang terpejam bagaikan sayap kupu-kupu itu mengundang Seokin untuk mengusapnya.
Mengusapnya dengan sayang seperti ia sering melakukannya di waktu itu.
Seokjin tersenyum kecil namun sedih. Lagi-lagi kenangannya bersama Taehyung selalu muncul. Seandainya Seokjin juga bisa menghapus memorinya bersama Taehyung seperti kekasihnya yang hilang ingatan seperti saat ini.
Seokjin membawa sebelah tangannya untuk mengusap pipi tirus Taehyung itu dengan punggung jemarinya. Merasakan halus kulit wajah itu di tangannya. Taehyung mulai terusik dalam tidurnya, ia mulai bergumam namun tak kunjung membuka kedua matanya.
Melihat hal itu membuat Seokjin semakin tersenyum. Ia tak ingin membangunkan pemuda manis itu sebenarnya. Tetapi ia harus membangunkannya.
Selain itu, Seokjin juga mengusap lembut poni Taehyung untuk ia rapikan. Dan hal itu membuatnya tanpa sadar berada dekat dengan wajah Taehyung.
Sampai ketika akhirnya Seokjin menghentikan belaiannya di wajah Taehyung, lelaki polos itu tiba-tiba membuka kedua matanya. Mengerjap sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya.
Taehyung kemudian terkejut mendapati sosok Seokjin berada tepat di depan hidungnya. Ia berdebar begitu Seokjin tidak langsung menyingkir tetapi malah menatapnya begitu lekat. Taehyung semakin berdebar menatap bola mata penuh perasaan tersirat itu. Sampai tiba-tiba hidungnya terasa gatal dan ia mengerutkan kedua alisnya untuk menyatu, lalu—
"HATCHIUU!"
Taehyung bersin di hadapan wajah lelaki tampan yang membawanya pergi itu.
.
"Seokjin-hyung, maafkan aku!" Taehyung masih merengek dengan wajah sedih dengan bibirnya yang mengerut lucu itu. Walaupun mereka sudah duduk bersama dengan banyak hidangan di hadapan mereka. Seokjin hanya tersenyum lalu mengacak pelan surai lelaki itu dengan gemas karena wajahnya yang lucu.
"Aku sudah memaafkanmu. Sekarang lupakan saja hal itu. Memangnya kau tidak lapar, hm?" Ucapnya lembut. Lalu tak lama kemudian menjauhkan tangannya dari kepala Taehyung.
"Aku... Aku lapar sekali." Taehyung dengan cepat merubah raut wajahnya dan menunjukkan senyum lebarnya ke arah Seokjin. "Ayo kita makan?"
Seokjin terkekeh melihat tingkah itu.
"Makanlah."
.
.
Seokjin kembali larut pada pemikirannya ketika melihat Taehyung yang dengan lahap memakan makanannya, dan menatapnya sendu. Bagaimana tidak, ketika memesan menu untuk mereka saat itu, Seokjin benar-benar senang karena Taehyung menyebutkan menu yang biasanya ia pesan ketika mereka masih sering berkencan dahulu.
Dahulu, Taehyung itu memang aneh. Dia bilang masakan Itali favoritnya adalah lasagna. Tetapi setiap mereka mengunjungi restoran ini, Taehyung lebih senang memakan menu favorit milik Seokjin, yaitu tortellini dan spaghetti sekaligus. Kemudian membiarkan Seokjin sendiri memakan makanan favorit Taehyung, lasagna.
Dan hal itu diingat oleh Taehyung dengan jelas. Bagaimana ia memakan spaghetti bersamaan dengan tortellini dalam satu garpunya, benar-benar persis seperti Taehyung saat menjadi kekasihnya dahulu.
Sebenarnya, ini bukanlah sesuatu yang sangat hebat. Tetapi Taehyung bisa mengingat makanan favoritnya adalah hal yang bisa membuat Seokjin cukup hampir—terharu saat itu.
Dengan perasaan yang senang, Seokjin bertanya pada pemuda yang memakan lahap makanannya itu.
"Taehyung..."
Taehyung mendongak untuk menatap Seokjin yang menatapnya. Ia menatap polos lelaki tampan di hadapannya dengan mulut yang masih mengunyah makanan dan berusaha untuk menelannya sebelum menjawab.
"...ya?"
"Kau mengingat makanan favoritmu?" Tanya Seokjin, dengan nada suara berharap.
Taehyung terdiam saat itu. Ia hanya menatap piring di hadapannya yang berisi tortellini dan spaghetti dengan banyak saus disana.
"Benarkah? Apa kau mengingatnya?"
Tanya Seokjin lagi. Taehyung mendongak mendengarnya. Lalu dengan cepat, ia tersenyum lebar ke arah Seokjin.
"Whoa! Jadi ini makanan favoritku? Sebenarnya, aku memesan makanan ini karena ingin menu yang sama dengan meja sebelah sana, Hyung."
Taehyung menunjuk ke arah seorang wanita tua yang duduk sendirian, dengan menu yang memang sama dengan Taehyung. "Sepertinya itu terlihat enak, jadi aku memesan yang sama." Jelasnya dengan agak mendekati Seokjin agar tak berbicara terlalu keras.
Seokjin hanya tersenyum miris kala mendengarnya. Tidak salah memang jika ia berharap.
Namun, ia harus benar-benar menerima, jika kondisi Taehyung sepertinya tidak akan pernah bisa mengingatnya. Lagi.
.
.
Taehyung memakan panna cotta sebagai hidangan penutupnya itu. Ia terus-menerus menatap lurus ke arah balkon yang hanya terdapat dua meja disana. Menatap dua pasangan yang saling menikmati keceriaan mereka disana. Menatapnya dengan pandangan sulit diartikan.
Seokjin menyadari tingkah laku Taehyung. Ia lalu mengikuti arah pandang Taehyung. Setelah menyadari kemana arah pandangnya, Seokjin menghela nafas berat. Seolah berusaha menghempaskan sesak di dadanya.
"Taehyung..." Panggilnya pelan.
Taehyung menoleh kearah Seokjin lalu menyendokkan puding krim manis panna cotta di hadapannya. "Ya?"
"Apa yang kau lihat?"
Taehyung terdiam sejenak, lalu terdengar helaan nafas kecil dari bibirnya. "Di balkon itu, Hyung. Aku hanya memikirkan sesuatu. Apa mereka tidak kedinginan makan malam di luar sana?" Tanyanya dengan pandangan mata polos.
Seokjin lagi-lagi menghela nafas. Ia sudah berdebar sedari tadi, jika Taehyung akan mengatakan ia mengingat sesuatu, karena di balkon itulah tempat dimana Seokjin pernah melamarnya hampir empat bulan yang lalu.
Tempat dimana Taehyung terakhir kali mengingat Seokjin sebagai kekasihnya. Tetapi tak juga diingat oleh Taehyung.
Sepertinya Seokjin memang harus benar-benar menerima bahwa Taehyung tak akan mengingat apapun yang berhubungan tentangnya. Tentang hubungan mereka berdua. Sedikitpun.
"...Hyung?" Panggilan Taehyung menghentikan pemikiran Seokjin.
Dengan perlahan, Seokjin meraih lengan Taehyung di atas meja dan menggenggamnya dengan hangat. Menyelimuti punggung tangannya.
Taehyung menatap Seokjin dengan perlakuannya tanpa mengerjap sedikitpun.
"Mereka tak akan kedinginan. Mereka memiliki kehangatan bersama jika berdua bersama seseorang yang mereka cintai." Jelasnya, lalu mengangkat lengannya yang menggenggam lengan Taehyung.
"Seperti kita saat ini."
Taehyung mulai berkedip. Lalu tak lama ia tersenyum tulus dan begitu manis. Senyum yang begitu teduh di mata Seokjin. Tetapi, sempat juga terlintas di pikiran Taehyung.
Mereka cintai? Seperti kita? Apakah Seokjin...
Taehyung hanya tersenyum tipis memikirkannya sembari menatap genggaman Seokjin yang mengerat di tangannya.
.
.
Malam itu Seokjin mengantar Taehyung pulang ke rumahnya. Selama perjalanan, mereka hanya terdiam satu sama lain. Seokjin yang fokus menyetir mobilnya dan Taehyung yang menghadap jendela mobil menatapi jalanan kota Seoul dan menghembuskan uap nafasnya di kaca. Lalu dengan dia menuliskan sesuatu disana. Sesuatu yang ditulis dalam huruf hanja.
.
Seokjin mengantar Taehyung hingga ke rumahnya. Ia kini berdiri di depan gerbang hitam bersama Taehyung yang tersenyum padanya.
"Terima kasih—"
"Tidak, tidak." Taehyung buru-buru menggelengkan kepala dan meletakkan telunjuknya di bibir Seokjin.
"Harusnya aku yang berterima kasih. Seokjin-Hyung sudah mentraktirku di restoran favoritku sendiri." Ucapnya.
Seokjin tertawa mendengarnya. "Tetapi apa kau menyangka tempat makan favoritmu terlalu kebarat-baratan?"
"Aku tak menyangka!" Taehyung juga tertawa dan memukul bahu Seokjin gemas karena mengejeknya.
"Tetapi... Terima kasih, Hyung."
Taehyung berhenti tertawa dan menatap Seokjin lekat. Ia lalu melangkahkan kaki semakin mendekati Seokjin hingga kedua ujung sepatu mereka bersentuhan.
Seokjin mulai berdebar kembali. Apakah Taehyung akan kembali pada kebiasaannya?
Karena Seokjin tahu, setiap mereka habis berkencan dan mengantar Taehyung pulang, Seokjin akan selalu mendapat ciuman di pipi dan pelukan hangat dari Taehyung.
Dan kini Taehyung mendekatinya. Lalu tersenyum begitu manis, menunjukkan eyesmilenya di kedua mata yang masih terlapisi eyeliner itu. "Terima kasih, Seokjin-Hyung." Ucapnya tulus.
Seokjin kembali menghela nafas sebelum membalas senyuman Taehyung.
Seokjin memang bodoh. Taehyung itu hilang ingatan. Mana mungkin ia mengingat kebiasaannya untuk mencium dan memeluk Seokjin.
Seokjin benar-benar bodoh. Seharusnya ia ingat akan hal itu.
"Terima kasih kembali, Taehyung."
Seokjin menatap Taehyung begitu lembut, perasaannya menghangat melihat senyuman tulus dari Taehyung.
Kedua matanya bahkan berkaca-kaca. Tak tahan dengan semuanya.
Seokjin segera merengkuh tubuh Taehyung yang berada tepat di hadapannya itu. Membawanya masuk ke dalam dekapannya yang erat itu.
"Aku menyayangimu... Tetaplah tersenyum, Taehyung."
.
Sepertinya Seokjin memang harus menyerah. Ia tak boleh mengharapkan ingatan Taehyung kembali. Untuk selamanya.
.
.
TBC.
.
.
Hai, hai~ voodoo balik lagi setelah sekian lama tidak mempublish fanfic satupun dan justru hanya setia menjadi readers yang baik dan selalu memberikan komentar-komentar positip /halah/
Kalian mesti tau, fanfic ini project bersama author yang mungkin kalian sudah tahu, author As Sweet As Sugar dan As Sweet As Caramel, yang bikin para readersnya jadi diabetes melitus saking manisnya! Siapa lagi kalo bukan Phylindan aka Mamanya Kookie ._. (yang disebut kegirangan bareng anaknya)
Semoga kalian suka sama gabungan dari pemikiran absurd kami berdua ya'-')/~ semoga gak muntah-muntah karena gagal syedih nih ff hehehe. Udah deh ya, daripada saya banyak bacot.
Mind to review please?
.
.
This story © cute voodoo and Phylindan.
