Title: Tulip
(Tinkxx)
– Jinyoung x Daehwi –
an: seperti biasa ini fanfic keju, ini termasuk fanfic terpanjang yang pernah saya buat ehe.
– Tulip –
–
Hari ini hari jadinya dengan Daehwi yang pertama. Dari sejak ia bangun, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya, ketika menoleh dan menemukan wajah Daehwi yang masih tidur di atas lengannya. Ketika ia sadar betapa besar rasa cintanya pada pemuda itu. Sampai rasanya menggerakkan lengannya yang keram saja ia takut karena bisa membuat Daehwi terbangun. Tapi, sepertinya Daehwi memang tidak ingat hari ini hari apa. Setelah bangun tidur, pemuda kecil itu langsung beranjak ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya.
Sedangkan Jinyoung masih di kasur dengan berpura-pura masih tertidur. Ia mengintip di balik selimutnya ketika mendengar suara pintu kamar mandi dibuka. Ia tersenyum melihat Daehwi di meja rias yang sedang melapisi bibirnya sedikit dengan liptint. Ia tidak masalah dengan hal itu, serius, menurutnya itu normal. Lagipula ia suka melihat bibir Daehwi yang lebih berwarna, tidak sepertinya yang kebanyakan pikiran membuat bibirnya menjadi kering.
Kemudian ia melihat Daehwi yang sudah selesai dengan meja riasnya, pemuda itu beranjak ke kasur untuk sekadar mengecup dan mengelus pipinya berulang kali sambil bergumam beberapa kalimat yang mengatakan bahwa ia akan berangkat dulu dan minta dijemput nanti siang. Daehwi berkata seperti itu karena ia tahu kalau Jinyoung pasti langsung terbangun walaupun hanya dengan sentuhan kecil.
Jinyoung masih berpura-pura menutup matanya, ia tidak mau membuka matanya untuk melihat Daehwi yang berjarak dekat dengannya–ya karena ia tahu kalau ia melakukannya, Daehwi akan telat karena ia pasti sibuk menciumi seluruh wajah Daehwi sambil berkata kalau Daehwi adalah orang paling cantik yang pernah ia temui.
Ketika ia merasa Daehwi sudah keluar dari apartemen, ia melompat keluar dari selimutnya. Tangannya bergerak cepat mengetikkan sesuatu pada kotak pencarian di salah satu aplikasi. Seperti biasa ia ingin memberikan bunga pada Daehwi. Tapi ia sendiri masih tidak tahu bunga apa yang harus diberikan, dan selama ini ia hanya membeli karena teringat sedikit ucapan Daehwi tentang bunga.
Jinyoung menghela napasnya sebentar sebelum akhirnya meletakkan ponselnya begitu saja diatas nakas. Sudah beberapa web ia kunjungi dan tidak ada yang benar-benar menyentuh hatinya untuk membeli bunga yang sudah dijelaskan oleh penulisnya. Ia kembali berbaring dan mulai membayangkan apa yang harus ia berikan pada Daehwi di hari jadi mereka. Bunga saja tidak cukup menurutnya. Ia harus memberikan sesuatu yang lain, yang berbeda.
Sejujurnya ia mau jalan-jalan, tapi apa Daehwi bisa mengosongkan jadwalnya untuk itu? Kalau saja bisa ia akan mengajaknya jalan-jalan, walaupun sekadar ke pantai ia pikir tidak masalah. Daehwi bukan tipe orang yang selalu minta ke tempat mewah, ia diberi bunga saja sudah senang, apalagi kalau diajak ke pantai. Lagipula ia pikir Daehwi akhir-akhir ini terlihat banyak pikiran, siapa tahu pantai bisa meringankan bebannya.
Jinyoung mengendikkan pundaknya. Itu urusan nanti, yang penting menurutnya sekarang adalah beli bunga yang spesial untuk Daehwi. Masalah jalan-jalan bisa mereka rundingkan berdua.
Jinyoung pun akhirnya berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Seminggu ini ia libur karena ada sesuatu di kampusnya, jadi ia bisa santai dan bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Daehwi. Aduh, membayangkan satu minggu penuh bersama Daehwi saja Jinyoung sudah memerah apalagi kalau sudah kejadian. Walaupun sudah satu tahun berpacaran dan dua tahun saling kenal, tetap saja jantungnya berdegup kencang tiap melihat Daehwi. Mungkin dirinya memang secinta itu pada Daehwi. Ya, secinta dan sesayang itu.
Jinyoung berkendara selama sepuluh menit dari apartemennya ke toko bunga langganannya. Untungnya perjalanan hari ini tidak terhambat macet, ia jadi bisa lebih cepat menjemput Daehwi. Setelah memarkirkan mobilnya di salah satu tempat parkir toko, ia keluar dari sana dan berjalan ke toko bunga.
Dengan wajah tanpa ekspresinya–padahal sebenarnya ia senang, Jinyoung masuk ke dalam toko bunga. Membungkuk sebentar pada Bibi pemilik toko–yang biasanya ia panggil Bibi Kim–yang langsung mendatanginya. Beliau sudah cukup kenal dengan Jinyoung yang selalu mendatangi tokonya kalau sedang ingin memberi sesuatu pada pacarnya. Dan menurutnya Jinyoung adalah orang paling romantis yang pernah beliau temui di era modern ini. "Kali ini bunga apa yang kau cari, Nak?"
Jinyoung mengatupkan bibirnya, berpikir keras, ia bingung menentukan pilihan bunga yang akan ia beli. Alhasil ia menoleh pada Bibi pemilik toko dan menjelaskan, "Bi, hari ini hari jadi hubunganku dengan pacarku. Apa yang harus kuberikan padanya?"
Bibi itu tersenyum menenangkan, gemas melihat wajah bingung Jinyoung. Perlahan beliau berjalan menjauhi Jinyoung, berjalan ke sisi kiri toko bunga yang cukup luas itu. Tangan beliau terangkat untuk mengambil beberapa tangkai bunga berwarna merah yang menurut Jinyoung sangatlah cantik. Dengan terampil Bibi Kim memotong tangkai bunga itu sebelum kembali mendatangi Jinyoung yang setia menunggu.
"Kau tahu ini bunga apa?" Tanya Bibi Kim dengan tangan yang masih sibuk membersihkan bunga yang ada di tangannya.
Jinyoung terlihat berpikir, alisnya mengkerut lucu. Tiba-tiba saja halaman demi halaman buku tentang bunga milik Daehwi berputar di kepalanya. Ia menjadi berpikir keras hanya untuk bunga.
"Masih tidak tahu?" Bibi Kim tertawa pelan setelah melihat wajah Jinyoung yang menatapnya penasaran. "Ini Tulip, Nak. Warnanya ada banyak, tapi aku memberimu yang warna merah karena tulip merah artinya keyakinan cinta atau cinta yang sempurna." Jelas Bibi Kim.
"Aku tau, Nak, kau berbeda dengan orang lain yang selalu memberi pacarnya mawar. Kau tidak sekadar memberi tapi juga menyampaikan pesan, iya, kan? Percayalah pada Bibi, ini bunga yang sempurna untuk pacar mungilmu."
Jinyoung tersenyum lebar, ia sampai harus menutup mulutnya karena terharu sekaligus terkejut karena kata-kata mungil yang keluar dari bibir Bibi Kim. "Dari mana Bibi tau kalau pacarku kecil?"
"Dia sering kemari juga untuk beli bunga dengan temannya, bedanya dia membeli untuk kepentingan kuliahnya. Aku tau itu pacarmu karena kemarin dia pakai mobilmu, kan? Dia lucu sekali, aku suka senyumnya." Ucap Bibi Kim dengan kekehan kecilnya.
Jinyoung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tiba-tiba saja ia merasa canggung. "Tapi... Kami, kan..."
"Tenang saja, aku terbuka dengan apapun yang terjadi sekarang." Bibi Kim menoleh pada Jinyoung sembari memberikan buket tulip merah yang sudah beliau tata–yang hasilnya benar-benar cantik. "Jangan canggung begitu. Kapan-kapan kalian bisa datang kemari berdua, aku akan dengan senang hati mengajak kalian minum teh di tamanku."
Jinyoung tersenyum, ia menerima buketnya dengan perasaan senang. Perlahan ia mendekatkan tubuhnya pada Bibi Kim, ia memeluknya pelan sembari mengucapkan terima kasih berulang kali. Bibi Kim mengusap punggung Jinyoung pelan dan berkata, "Sampaikan salamku pada pacarmu. Semoga harimu menyenangkan, Nak."
Jinyoung menganggukkan kepalanya, lalu melepaskan pelukannya dan menjauhkan tubuhnya. Ia tersenyum sebelum akhirnya menunduk pamit dan keluar dari toko bunga.
Didalam mobilnya, ia sibuk mengirimi pesan ke Daehwi, agar menunggunya di depan kampus. Ia ingat sebelumnya ia sudah melihat jadwal Daehwi untuk hari ini, cuma satu mata kuliah yang artinya Daehwi pulang siang. Sebelum menemui Daehwi ia pergi ke beberapa toko untuk membeli–entah–apa, hanya Jinyoung yang tahu. Bukan sesuatu yang spesial, cuma kebutuhan Daehwi sehari-hari yang kebetulan ingin ia beli untuk hadiah.
Disisi lain Daehwi sedang tersenyum sepanjang pelajaran seusai membaca pesan singkat Jinyoung. Ia bahkan tak bisa berhenti untuk tidak menarik bibirnya ke atas. Ia baru ingat tentang hari jadinya tadi sewaktu di bus. Dan ia merutuk dirinya sendiri yang sampai melupakan hari pentingnya dengan Jinyoung. Ketika ingat ia jadi tidak bisa berhenti tersenyum dan tidak ada yang bisa menghentikan Daehwi saat ini, bahkan teman sebelahnya tidak mau repot-repot menyadarkan Daehwi dari dunianya.
Tapi, jika lama-lama dilihat, Somi–teman sebelahnya–jadi takut kalau Daehwi benar-benar tidak bisa berhenti tersenyum. Akhirnya gadis itu menyentuh pundak Daehwi dan menggoyangnya pelan. "Daehwi, aku tahu kau sedang senang karena sekarang anniversarymu, tapi tolong kali ini saja berhentilah tersenyum–setidaknya sampai kelas berakhir. Kau membuatku malu karena ditatap yang lain seperti orang aneh."
Daehwi menoleh menatap temannya, ia mengatupkan bibirnya rapat. "Apa aku memang tersenyum dari tadi?" Bisiknya, masih bisa ingat kalau saat ini masih di tengah-tengah pelajaran.
Somi memutar bola matanya lelah. "Kau tersenyum seperti orang gila, untung saja dosen itu tidak melihatmu."
"Kalaupun aku disuruh keluar dari kelasnya aku juga mau."
"Kau gila?"
Daehwi mengendikkan bahunya. "Jinyoung hyung sudah menunggu di depan kampus." Ucap Daehwi sembari mengembangkan senyumnya lagi ketika mendengar salam perpisahan dari dosennya. "Lagipula kelas sudah selesai, Somi. Kau yang tidak mendengarkan pelajaran tadi, bukan aku." Lanjutnya sambil tertawa ketika dosen yang ada di depannya berjalan keluar kelas. Ia menunggu sampai semua orang di kelasnya keluar.
Somi mencibir perkataan Daehwi yang mengatakan kalau dirinya tidak mendengarkan. Tapi sebenarnya perkataan Daehwi ada benarnya juga. Ia dari tadi sibuk membayangkan dirinya jika saja ada di posisi Daehwi. Tentu saja pasangannya bukan Jinyoung, walaupun cuma bayangan ia tidak akan setega itu menikung sahabatnya sendiri. Ia menghela napas, masih berharap jalau suatu saat ia bisa mendapatkan pacar sebaik Jinyoung Hyungnya Daehwi.
Ketika Daehwi sibuk mengepak buku-bukunya, Somi mendekatkan dirinya, ia menopang dagunya di atas telapak tangannya dengan mata yang tertuju pada sosok mungil di sebelahnya. "Sudah berapa tahun, Hwi?"
"Hari ini satu tahun."
Somi mengerucutkan bibirnya. "Aku iri. Kapan aku bisa bertemu pria seperti Jinyoung Hyungmu itu?"
Daehwi mencibir gadis itu sambil menjulurkan lidahnya. "Kalau kau berhenti memakai make-up tebal, kau pasti akan bertemu seseorang itu."
"Make-up ku tidak tebal, Hwi!" Teriak Somi yang sudah siap untuk memukul Daehwi, tapi sayang pemuda itu sudah berlari duluan keluar kelas sambil membawa tas di lengannya. Ia berbalik sebentar untuk melihat Somi yang sedang menahan kesalnya dengan menghentak-hentakkan kakinya. Sambil tertawa, ia melambaikan tangan ke arah Somi.
Karena merasa bersalah, ia mengetikkan pesan singkat berisi permintaan maaf dan voice note yang isinya ucapan maaf berulang kali. Ia cukup takut kalau saja Somi marah dan tidak mau berteman dengannya, sekalipun Somi mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Lagipula dengan siapa lagi ia berteman kalau bukan dengan Somi, hh.
Setelah berjalan beberapa menit, ia sampai di depan gerbang dan matanya langsung mengenali pemuda yang sedang membelakanginya–yang sedang berbicara sesuatu di ponselnya. Ia tersenyum melihat tampilan pemuda itu. Jinyoung hyungnya memakai pakaian santai tapi tetap terlihat mewah jika dilihat.
Perlahan ia berjalan mendekatinya. Ketika sudah sampai disamping Jinyoung, Daehwi menepuk pelan pundaknya. Secara otomatis Jinyoung menoleh dan tersenyum saat tahu siapa yang menepuk pundaknya. Ia memberi gestur pada Daehwi untuk menunggu sementara ia berbicara di ponsel. Daehwi mengangguk paham dan memilih duduk di kursi taman.
Setelah memberi salam pada orang yang tadi meneleponnya, Jinyoung dengan santai mendekati Daehwi. Ia menarik tangan pemuda itu, membawanya ke dalam pelukan. Tangannya terangkat untuk mengusap surai Daehwi. "Bagaimana harimu?"
Daehwi terkikik saking senangnya. "Baik, hyung, lebih baik lagi kalau kau punya sesuatu untuk diberikan padaku." Ucap Daehwi seusai melepas pelukannya. Lawan bicaranya tertawa pelan sembari mencubit gemas pipi pemuda di hadapannya. "Apa yang kau inginkan?"
"Aku tahu kau pasti memberiku bunga."
"Kalau kau bisa menebak bunga apa yang kubawa, aku akan senang sekali."
Daehwi mendekati Jinyoung, tangannya mengelus dagu pemuda itu pelan. Ia tersenyum dan mencium sekilas bibir Jinyoung. "Aku tidak pandai menebak, hyung. Apalagi kalau itu yang berhubungan dengan dirimu."
Jinyoung menggenggam tangan Daehwi, menuntunnya untuk masuk ke dalam mobil. Sengaja ia biarkan Daehwi agar melihat sendiri bunga apa yang ia berikan, yang masih ada di dalam mobilnya. Daehwi membuka pintu mobil Jinyoung dan meringis senang. Ia menggeram gemas sembari mengangkat buket tulip merah yang sedari tadi ada di kursi mobil. Dengan tangan yang masih memegang buket, Daehwi masuk dan duduk tenang di kursinya.
Kali ini ia tidak akan merusak bunganya. Bunga dan tatanan buketnya terlalu cantik sampai-sampai Daehwi tidak tega membukanya. "Hyung, ini buket paling indah yang pernah kau berikah padaku."
Jinyoung yang sedari tadi memperhatikan cuma tersenyum. Hari ini ia tidak bisa berhenti tersenyum padahal biasanya ia terkenal dengan wajah tanpa ekspresinya. Tapi entah kenapa kalau sudah bersama Daehwi ia tidak bisa berhenti tersenyum, walaupun cuma tipis tapi ia tetap saja tersenyum.
Tangannya terulur untuk menepuk puncak kepala Daehwi pelan. "Bibi Kim–pemilik toko bunga yang sering kuceritakan ternyata mengenalmu juga. Bibi Kim tahu kalau kau pacarku karena kemarin kau kesana dengan mobilku."
Daehwi merengut lucu, ia menatap Jinyoung minta penjelasan. Sedangkan Jinyoung yang sedang fokus menyetir cuma menganggukkan kepalanya. "Bibi bilang kalau luang kita bisa kesana, kita diajak minum teh di taman bunganya."
"Tapi, hyung, apa Bibi Kim tidak aneh dengan kita? Maksudku, kita kan..."
"Bibi tidak akan mengajak kita minum teh kalau merasa kita ini pasangan minor yang aneh." Ucap Jinyoung seraya memutar mobilnya masuk ke parkiran apartemen.
Daehwi menganggukkan kepalanya berulang kali sambil bergumam. "Kalau begitu kita bisa kesana kapan saja?"
"Kalau kau mau."
"Tentu saja aku mau."
Jinyoung menanggapi dengan tawa lucunya. Setelah sampai di area parkir lantai mereka dan selesai memarkirkan mobilnya, Jinyoung memberi gestur pada Daehwi untuk keluar lebih dulu. Sedangkan ia masih di dalam mobil untuk membersihkan kotoran dari bunga tadi.
Ketika menurutnya mobilnya sudah bersih, ia keluar dari mobil dan menggamit lengan Daehwi untuk masuk ke dalam apartemen. Daehwi terdiam di belakang Jinyoung saat Jinyoung sedang membuka kunci apartemem mereka. Ia mengernyitkan dahinya. "Kupikir kau mau mengajakku jalan-jalan."
Jinyoung meninggalkannya begitu saja ketika pintu sudah terbuka, membuat Daehwi mengerucutkan bibirnya kesal. "Hyung, kau tidak romantis sekali." Keluhnya sambil meletakkan buket tulipnya hati-hati diatas nakas kamar mereka. Ia melempar tasnya ke lantai begitu saja yang langsung diambil oleh Jinyoung dan diletakkan ke tempat yang seharusnya. Dengan raut wajah kesal campur lelah, ia mendudukkan dirinya sambil bersandar. Mulutnya tidak berhenti menggumamkan sesuatu tentang Jinyoung yang tidak romantis atau apapun itu. Sambil menghela napas ia membuka ponselnya dan memainkan satu-satunya game disana.
Jinyoung sendiri cuma tersenyum melihat Daehwinya menggerutu kesal padanya. Ia juga berpikir kalau dirinya memang bukan orang yang romantis–cuma Bibi Kim yang menganggapnya begitu. Itu kekurangannya dan ia tidak marah soal itu. Toh Daehwi memang harusnya diperlakukan istimewa hari ini, hanya saja dirinya sedang bingung harus melakukan apa.
Dengan membawa dua botol soda, ia berjalan menghampiri Daehwi yang sedang terduduk di kasur sambil memainkan game di ponselnya. Tepat setelah Jinyoung mendudukkan tubuhnya, kepala Daehwi jatuh ke pundaknya–dengan fokus yang masih ke gamenya. Jinyoung mengintip sedikit apa yang sedang dimainkan Daehwi, lalu mengendikkan bahunya tidak mau ikut-ikutan. "Kalau mau jalan-jalan, kosongkan dulu jadwalmu dua hari. Aku tidak mau kalau cuma ke mal atau jalan-jalan di pusat kota, lebih baik aku disini nonton TV."
Daehwi mencibirnya pelan. Ucapan Jinyoung tadi berhasil membuatnya berhenti bermain dengan ponselnya. Ia malah semakin menyembunyikan wajahnya di dada Jinyoung dengan tangan yang merangkul Jinyoung dari samping. "Aku tidak punya waktu luang," Katanya sembari memilih naik ke atas paha Jinyoung. Daehwi tersenyum ketika melihat Jinyoung mendongak menatap wajahnya.
"Bagaimana kalau aku titip absen ke Somi, hyung?"
Jinyoung mengerutkan keningnya. "Kalau Sominya mau, kenapa tidak?"
"Oke, aku akan titip absen. Jadi, hyung mau mengajakku kemana?" Tanya Daehwi sambil melompat dari atas paha Jinyoung, membuat si pemilik paha mengaduh kesakitan. Sedangkan Daehwi tidak mau tahu dan memilih duduk kembali di samping Jinyoung. Ia menggamit lengannya. Matanya menatap seluruh kamar dengan pandangan senang.
"Pasti hyung mengajakku menginap di hotel, kan?"
"Kenapa harus ke hotel kalau di rumah lebih nyaman, Hwi?"
"Terus kemana?" Rengek Daehwi sambil mengerucutkan bibirnya lucu. Jinyoung yang melihatnya cuma mengusak pelan surai Daehwi dan mengecup bibirnya singkat. "Kemana saja, yang pasti cuma ada kita."
Daehwi mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia diam ketika Jinyoung juga diam membaca bukunya. Dengan usil ia memiringkan badannya, satu kakinya memeluk kedua kaki Jinyoung dari samping. Wajahnya mendekati wajah Jinyoung, bukan untuk mencium, Daehwi cuma mau meniup poni Jinyoung yang mencuat lucu dari tempatnya. Ia terkikik geli ketika melakukannya. Ia bahkan memeluk gemas tubuh Jinyoung karena merasa semakin hari Jinyoung semakin menggemaskan di matanya.
Sedangkan Jinyoung cuma diam mengatupkan bibirnya rapat. Berusaha keras supaya tidak tergoda sosok mungil di sampingnya yang sedang memainkan kancing bajunya. Ia juga bisa mendengar Daehwi yang mengeluarkan suara-suara efek lucu ketika tangannya bergerak turun dari dada ke perutnya. Dan hanya dengan begitu saja Daehwi tertawa sampai terpingkal-pingkal.
Tiba-tiba saja Daehwi terdiam dengan tangan yang masih menepuk dadanya, ia teringat sesuatu . Ia mendongak menatap Jinyoung sedang tangannya mencoba menjauhkan novel Jinyoung yang sedang dibaca. "Aku tidak pernah melihatmu memberiku mawar, hyung."
Belum sempat Jinyoung menghentikan tangan Daehwi yang mengambil novelnya, Daehwi sudah mencium bibirnya lebih dulu. Setelah menjauhkan bibirnya, Daehwi tersenyum manis sekali di hadapan Jinyoung, membuat yang diberi senyum berdeham gugup. "Su-sudah banyak yang memberi mawar padamu."
"Hyung gugup?" Tanya Daehwi sambil tersenyum jenaka. Ia kembali melompat-lompat di kasur. "Tapi kan bukan darimu, hyung, tentu saja beda,"
"Sudah terlalu banyak mawar disini dan aku tidak mau ikut-ikutan seperti mereka, Daehwi." Jinyoung menjelaskan sembari mengangkat tubuh Daehwi agar terduduk di pangkuannya. Ia mengelus pinggang Daehwi dengan matanya yang menatap lurus mata Daehwi. Wajahnya mendekat untuk mengecup bibir, dagu, pipi, hidung, mata dan berakhir di keningnya.
Daehwi bergidik geli ketika merasakan bibir Jinyoung menempel di permukaan kulitnya. "Kau cemburu, hyung?"
"Untuk apa?"
"Karena mereka masih tetap memberiku mawar?"
Jinyoung mengeratkan tangannya yang berada di pinggang Daehwi. Ia tersenyum seraya berkata, "Kalau aku cemburu, aku sudah mendatangi mereka dan menyuruhnya berhenti memberikan mawar padamu."
"Kenapa kau tidak mendatanginya saja, hyung?" Tanya Daehwi lagi yang sekarang sedang sibuk mengalungkan kedua tangannya di leher Jinyoung. Ia memanyunkan bibirnya, membuat Jinyoung harus menahan diri agar tidak menciumnya.
"Aku malas adu mulut dengan seseorang." Lirih Jinyoung yang kemudian mendekatkan tubuh Daehwi dengannya. Ia menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Daehwi, menghirup aroma lembut yang menguar dan masuk ke indera penciumannya.
"Jadi, aku harus membiarkan mereka?"
"Kalaupun aku yang memberi tahu, mereka akan tetap memberimu mawar, kan?" Masalahnya ada begitu banyak pria yang memberi mawar pada Daehwi. Entah itu adik atau kakak tingkatnya pasti ada saja, bahkan yang lebih parah, kemarin ia diberi tahu Somi kalau dosen Tumbuhan Daehwi juga ikut-ikutan meninggalkan mawar di dalam tas Daehwi. Ia tahu pesona Daehwi memang tidak bisa dianggap biasa, tapi tidakkah orang-orang itu sadar kalau Daehwi sudah milik orang lain? Ia terlalu malas kalau harus melabrak orang-orang itu satu persatu, lebih baik ia biarkan saja selama Daehwinya baik-baik saja.
Jinyoung menghela napas. Ia melepas rengkuhannya dan menangkup pipi Daehwi yang menurutnya semakin gembil. Daehwi menatapnya bingung, tapi tidak bertanya apapun, ia cuma diam sambil tangannya menepuk-nepuk paha Jinyoung.
Kembali Jinyoung menunjukkan senyumannya, ia berkata serius, "Selama kau baik-baik saja dan mereka cuma mengagumimu dari jauh–masih dalam tahap wajar, aku tidak masalah, Hwi. Kalau mereka bahagia hanya dengan melihatmu, aku tidak akan memarahinya.
"Lagipula itu hak mereka, selama kita belum menikah dan punya ikatan yang jelas bagiku kau masih milik orangtuamu dan tugasku disini sebagai pacar cuma untuk menjagamu bukan melarangmu ini itu–asalkan menurutku itu baik kau boleh mendekatinya atau melakukannya. Baru nanti kalau kita sudah menikah aku tidak akan membiarkan orang lain melihatmu dengan pikiran aneh-aneh."
Bohong kalau Daehwi tidak terharu setelah mendengarkannya. Tapi melihat wajah serius Jinyoung membuatnya tidak bisa menahan tawanya. Ia tertawa keras sembari memeluk erat Jinyoung, bahkan kakinya ikut menjepit bagian samping tubuh Jinyoung. "Kau bilang kau tidak bisa mengekspresikan perasaanmu? Tapi kenapa bicara sebanyak itu?"
"Aku bicara begini karena aku mencintaimu." Balas Jinyoung dengan tangan yang mengelus punggung Daehwi sayang.
"Kau tidak perlu bunga lagi, hyung."
"Aku masih membutuhkannya, Sayang."
"Tapi kau sudah bisa mengatakan semuanya."
"Kalau tidak ada bunga lagi, tidak ada pemanis di hubungan kita. Hubungan kita jadi hambar seperti mereka di luar sana."
Daehwi tersenyum. Ia melirik buket tulip merah yang tadi ia letakkan di nakas. Siapa lagi orang selain Bae Jinyoung yang punya pikiran memberi pacarnya berbagai macam bunga untuk mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya? Sekalipun ada, ia yakin pasti tidak ada yang seromantis pacarnya. Oh–ia tadi bicara keras kalau Jinyoung tidak romantis dan sekarang ia bilang kalau Jinyoung romantis?
Daehwi terkekeh pelan. Ia melepas pelukannya dan turun dari pangkuan Jinyoung untuk berbaring di kasurnya. Tangannya bergerak untuk menarik Jinyoung agar ikut berbaring di sebelahnya. Tentu saja dengan senang hati Jinyoung menurutinya.
Daehwi meringis senang seraya menunjukkan gigi putihnya. Dengan perasaan bahagia ia memeluk Jinyoung, menyembunyikan wajahnya di dada Jinyoung. "Kalau Somi mau mengisikan absenku, kita jalan-jalan ya, hyung?"
"Kemana saja akan aku kabulkan."
"Ke Maldives sekalipun?"
"Kita merampok bank dulu kalau mau ke Maldives."
Daehwi tertawa keras, yang membuatnya semakin mengeratkan pelukannya. Ia bisa merasakan dagu Jinyoung yang bergerak-gerak di puncak kepalanya, yang juga ikut tertawa bersamanya. Kebahagiaan apa lagi yang ia inginkan kalau bersama Jinyoung saja ia sudah merasa seperti orang paling bahagia di dunia ini. Tidak akan ada habisnya ia bersyukur karena sudah dipertemukan dengan pemuda ini, begitu juga Jinyoung yang bersyukur karena diberi sosok mungil seperti Daehwi, yang selalu menjadi penyemangatnya.
"Happy Anniversary, Sayang." Lirih Jinyoung sembari mengecup kening Daehwi lembut dan tersenyum senang melihat mata Daehwi yang sudah terpejam.
Lagi, ia berjanji dalam hati untuk selalu menjaga seorang Lee Daehwi apapun keadaannya dan berjanji untuk selalu ada di dekatnya.
END
Saya keliatan bohong banget pas bilang mau hiatus:'( masalahnya tiap ada lagu baru yang artinya lucu saya selalu kepikiran jinhwi:'(
Saya kepikiran sekuel tulip ini, tapi saya mager, otoke... Gak usah ya:( kalo sempat aja ya saya bikinin:(
Love,
Tinkxx
