Fanfic ini dibuat karena sang author tidak sabaran menanti chapter terbaru keluar, jadi ya muncul lah fanfic ini-_- Bagi yang sedang musim ulangan atau latihan praktikum seperti author ya anggap saja sebagai ending hiburan wkwk:p
.
.
"Our Dreams"
Kuroko no Basket (c) Tadatoshi Fujimaki
Warning: gaje tingkat siaga
.
.
.
.
.
CHAPTER 1/3
"Hanya Iseng"
"Pemain ke enam bayangan yang baru?!"
Kuroko yang sampai berdiri dari bench terhenyak, sakit sekali rasanya karena ia tau Akashi yang mengajari orang tersebut bakat itu. Akashi tersenyum manis pada Kuroko yang tidak bisa mengatakan apapun. Memang benar, Akashi lah yang mengajarkan bakat itu kepada pemain tim mereka bernomor punggung 5.
"Cih!" decak Kagami emosional, tidak terima berat 'bayangan' nya dihina tidak langsung seperti itu. "Awas saja Akashi!" dia mendekat ke arah Akashi.
Hyuga ingin mencegahnya, tetapi posisinya terlalu jauh untuk menghambat gerakan Kagami. Begitu ia ingin meminta pertolongan kepada Kiyoshi untuk mencegah Kagami yang meledak-ledak, tanpa disangka-sangka Izuki bertindak.
Ia mengambil alih, menghalangi Kagami. "Minggir Kagami. Kau tau sendiri kan, dari soal posisi, yang menghadapi dia adalah aku."
"Tidak penting soal posisi! Aku akan mengajarinya bagaimana cara bersikap yang benar!" Kagami membantah dengan keras. Dalam hati ia heran tumben-tumbennya Izuki mencegah dengan mengatakan soal posisi.
"Kamu tetap tidak punya hak," tukas Izuki. "Ini mungkin konyol dan bodoh, tapi aku pasti bisa mengatasinya. Aku sudah sadar diri dan aku datang ke sini, di lapangan ini sekarang, dengan tanggung jawab untuk itu. Tidak ada yang bisa menghalangi."
Untuk pertama kalinya Kagami dibuat tidak berkutik dengan orang setimnya selain Kuroko. Ia tau Izuki memang mempunyai sifat sekeras batu, tetapi terus terang ia masih meragukan senpai nya. Hyuga dan Kiyoshi yang membatalkan pencegahan mereka memandangi Izuki dan Kagami dengan bingung. Aneh juga Izuki mengatakan hal seperti itu.
Riko yang menonton tau apa yang terjadi meskipun ia memang tidak bisa mendengarkan percakapan mereka, tetapi ia kemudian lekas bertindak. Dipandanginya Kuroko yang juga sedang melihat situasi itu. "Kuroko, mungkin aku juga tertular kebodohan Izuki, tapi.. tapi aku akan memainkanmu."
Kuroko yang sedang dilanda kegelisahan rasa bersalah pun hanya bisa menoleh cengo. "Eh..?"
.
.
.
Tidak ada sepuluh detik terdengar suara yang menggemparkan semuanya.
"Pergantian pemain, Seirin."
"APAA!?"
Bukan hanya Akashi, tim Rakuzan, Kiseki no Sedai yang tersebar di bangku, atau penonton lain yang terkejut. Tim Seirin pun bahkan ikutan melotot. Apa yang dipikirkan Riko?!
Hyuga menoleh ke arah Kiyoshi yang mengangkat bahu, kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Izuki dan Riko, sang menara pengontrol pertandingan dan pelatih mereka, sekarang sedang melakukan tindakan gila. Apakah mereka merencakan sesuatu? Tetapi harusnya ia juga peka terhadap rencana tersembunyi mereka, termasuk Kiyoshi.
Sementara itu, Kuroko dengan kebingungan memasuki lapangan. Tentu saja ia tau bahwa ia bisa dilihat dengan jelas oleh semuanya dan ia juga tau tidak ada keajaiban untuk merubah semua itu. Kagami menyambutnya, dilanjut rekan-rekannya yang lain. Kuroko memandangi mereka dan tersenyum tipis.
"Oi," Kagami angkat suara. "Apakah Riko mengatakan sesuatu padamu?"
Kuroko tau bahwa mereka ingin ia menjawab 'ya', tetapi ia menggeleng. "Jika itu tentang alasan mengapa dia memainkanku, tidak. Dia hanya memerintahkan supaya aku main dan kemudian sudah."
Semua menggigit bibir panik, kecuali satu orang. Izuki. "Bagus deh," tiba-tiba Izuki menyeletuk. "Dia membuat pertandingan ini menarik. Itu artinya kamu harus menemukan alasannya sendiri selama kamu dimainkan."
"He?"
Semua melongo. Hyuga dan Kiyoshi berpandangan. Hyuga mengutuki diri sendiri, diam-diam sebal mengapa dua rekan tim yang paling akrab dengannya malah menyusun rencana sendiri. Riko memandangi Izuki yang menatapnya balik sambil tersenyum iseng. Mereka memang tidak bisa membaca pikiran masing-masing, tetapi yang ada dalam pikiran mereka hanya satu tujuan yang sejalan: menjadi nomor satu di Jepang sambil menikmati semua pertandingan yang ada.
.
.
.
Kedatangan Kuroko tentu saja menjadi mangsa alami semua pemain Rakuzan. Semua operan Kuroko di blok, keberadaan Kuroko malah membuat selisih angka bertambah. Tim Seirin tetap melanjutkan permainan seperti biasa dan itu membuat tim Rakuzan diam-diam heran mengapa tim Seirin menjadi selemah ini.
"Hei, hei, mereka benar-benar lembek, tidak seperti yang kuduga," kata Hayama kepada Akashi. "Apa mereka merencakan sesuatu?"
Akashi menoleh. "Tidak," senyum Akashi dengan yakin. "Mereka memang benar-benar menyerah sekarang. Betapa menyedihkannya. Mereka mengharapkan Tetsu, dan tidak perlu dilihat lagi, ia pun sudah berputus asa. Tak ada gunanya bermain dengan serius sekarang."
Tim Rakuzan menyeringai penuh kemenangan. Memang benar yang dikatakan Akashi. Keberadaan Kuroko membuat selisih angka semakin membengkak. Hyuga menatap Riko. Mau sampai kapan dia dan Izuki menyembunyikan rencananya?! Batinnya gemas, sama sekali tidak sadar bahwa sebenarnya dua sahabatnya itu sendiri tidak bisa membaca satu sama lain, mereka hanya menunjukkan sifat asli mereka, yaitu iseng.
Namun Riko tidak melakukan apa-apa, bahkan ia tidak menanggapi isyarat Hyuga. Ia tahu bahwa Izuki juga mengharapkan keajaiban yang sama sepertinya. Mereka berdua sama sekali tidak gentar, tidak ada niat untuk kalah, namun juga tidak ada ide untuk melawan.
Sampai akhirnya.
"Seirin tertinggal sepuluh angka dari Rakuzan!" sorak sorai penonton terdengar bergemuruh.
Kuroko memandangi papan skor dengan tatapan nanar, kemudian menatap satu per satu anggota timnya pasrah. Ia tidak berhasil mengubah alur pertandingan. Ia menyerah. Ia bahkan tidak bisa menandingi si pemain nomor lima, a.k.a Mayumi Chihiro, a.k.a pemain bayangan baru itu, a.k.a reinkarnasi dari dirinya sendiri itu.
Ia melihat Kiyoshi menghampirinya. "Jika kau benar-benar tidak bisa mengamati apapun.." dia menatap bangku cadangan, menatap Riko, berusaha membaca pikiran pelatihnya itu, namun gagal. Ia menarik napas. Anggota tim Seirin yang lain juga ikut mendekat ke arah mereka berdua.
"...kita harus memainkan teknik permainan yang kita benci."
.
.
.
.
Hyuga yang memang sejalan dengan teman karibnya itu tentu saja langsung mengerti. Ia mengangguk-anggukan kepalanya, sepaham. "Jelas saja. Perjudian kan?"
Perjudian. Teknik permainan yang sebenarnya bukan teknik, tetapi itu hampir sering dipakai oleh Seirin setiap kali mereka mendapatkan lawan yang tangguh, dan saat mereka dalam keadaan terdesak. Waktu mereka melawan Kaijou juga mereka melakukannya.
"Kita bisa memainkan itu kalau Kuroko berhasil mengamati mereka kan?" Kiyoshi membuat mereka semua ingat saat melawan Kaijou di semifinal. "Siapa tau ada pola," Kiyoshi kemudian menatap Kuroko. Kuroko tidak mengatakan apa-apa, tetapi di lubuk hatinya, ia merasa bersalah.
Kagami menyadari hal itu. "Aku tau lho kalau kamu tidak bisa mengamati mereka," Kagami angkat bicara, menepuk pundak Kuroko. "Setidaknya kamu mungkin bisa menyelidiki bagaimana cara melawan nomor lima itu. Dia penghalangmu."
Kuroko hanya mengangguk suram. Riko yang mengamati mereka dari jauh itu diam-diam sangsi bahwa Kuroko berhasil melakukan misi yang diberikan Kiyoshi padanya itu. Furihata membaca gerakan Riko yang tidak mengenakkan.
"Bagaimana pelatih?" Furihata angkat bicara, pikirannya yang kali ini benar-benar terfokus, benar-benar tertuju dan benar-benar cemas tentang Kuroko. Ia selalu mengagumi Kuroko, sejak ia melihat awal permainan rekan seangkatannya itu yang dianggapnya si jenius meskipun bukan termasuk Kiseki no Sedai. Tetapi begitu melihat sang pelatih menunduk sambil menggelengkan kepalanya, Furihata menyerah. Ia semakin lesu.
Sementara itu di bangku penonton, para anggota Kiseki no Sedai selain Akashi yang duduknya berpencar-pencar juga tampak muram.
"Kurokocchi benar-benar sudah terpuruk ya?" tanya Kise kepada senpainya, Kasamatsu.
"Yah, jujur saja," Kasamatsu melipat lengan. "Dia tidak akan bisa pulih dengan cepat, itu pendapat yang aku tangkap. Tetapi keihatannya tim Seirin juga sudah menyadari itu semua."
Kise menatap Kuroko dengan tatapan kasihan. Seandainya saja ada yang bisa ia perbuat dengan tokoh yang paling ia kagumi itu.
"Aihh," Murasakibara berujar cuek. "Kurochin bener-bener ngenes yaw.." katanya dengan tanpa ekspresi sambil tetap memakan snack andalannya. Ia sudah bisa membayangkan ending tidak mengenakkan akan terjadi, dan sekuat apapun dirinya dengan ekspresi mengantuknya, ia tetap sadar bahwa akhir itu akan menjadi menyedihkan dari semua peristiwa kekalahan basket yang ditontonnya.
Momoi yang duduk di bangku jauh lainnya menatap Kuroko dengan tatapan yang senada dengan Kise. "Tetsu-kun.." gumam Momoi.
"Percuma saja," Aomine berkilah, ia seperti sudah bisa membaca pikiran Momoi. "Tetsu sudah bukan bayangan yang bisa bangkit dengan pengaruh cahayanya, secara tidak sadar ia sudah berdiri sendiri. Apa yang akan dilakukan timnya percuma saja."
Momoi terkejut, kemudian menoleh ke arah Aomine dengan cepat. "Eh. Jadi.." Momoi tidak mampu berkata-kata, sudah bisa menduga alur pertandingannya.
.
.
.
"Benar. Setinggi apapun semangat Kagami, sekuat apapun dunia mendukungnya, dia tidak akan bisa bangkit jika memang tidak sanggup. Dia harus membangkitkan dirinya sendiri. Itu lah resiko sang cahaya yang sejak awal membawa misi untuk bersinar baginya sendiri."
Gomen ini gaje Minna ;_; baru chapter satu sih. Hanya hiburan author semata juga nih. Nggak sanggup menunggu penantian sementara Kuroko dibiarin ngenes tersiksa gitu :'(
Review please? :D
