Saturday: First Chapter [Aomine Daiki x Reader]
Aku mengerjapkan mataku. Mencoba membuat visiku semakin jelas.
"Nggg~" aku mengerang sambil melirik ke arah jam waker yang hari ini memang tidak aku aktifkan.
Pukul 7 pagi.
Aku menatap langit-langit kamarku. Masih memikirkan ajakan sahabat dekatku, Aomine Daiki untuk pergi jalan-jalan membeli sepatu basket yang baru untuknya.
"Gimana ya?" aku menghela nafas panjang.
"Kenapa Aomine-kun tidak mengajak Momoi-san saja?" aku bergumam sambil memiringkan tubuhku menghadap ke kanan sambil memandangi bingkai foto yang terletak di atas meja belajarku.
Foto itu diambil saat acara kelulusan SMP Teiko. Fotoku bersama Aomine-kun yang diambil dengan senang hati oleh Momoi-san.
Setelah kekalahannya di babak awal Winter Cup oleh saingannya, Kagami Taiga, Aomine Daiki mulai membuka perasaannya untukku. Sebenarnya aku biasa saja dengan Aomine-kun. Tapi entah kenapa, hatiku selalu bersenandung riang saat bersamanya. Jujur saja, aku sedikit lega karena laki-laki itu sudah mendapatkan musuh sejatinya. Yang membuatnya berubah total semenjak SMP. Sikapnya dalam permainan basket yang semaunya sendiri dan malas itu berubah seketika ketika dia dikalahkan di babak Winter Cup.
"Oi, [Name], mau menemaniku membeli sepatu baru? Aku akan memulai latihan besok." Setidaknya seperti itulah perkataan yang membuat kedua bola mataku terbelalak antara senang dan kaget.
"Aomine-kun, mau latihan? Baiklah, aku akan menemanimu mencari sepatu baru." Aku masih berdiri di belakang Aomine yang sedang duduk dengan kepalanya yang tertunduk dan di tutupi oleh handuk.
"Kemarilah." Aku mendengar suaranya yang berisi nada perintah yang halus.
Aku berjalan kearahnya dengan langkah ragu lalu berhenti dan duduk di sampingnya.
Tiba-tiba saja, laki-laki berkulit coklat eksotis itu memelukku erat. Meleburkan seluruh emosinya di pelukan itu. Jantungku berdetak cepat.
"Aomine-kun, kenapa?" dengan ragu aku membalas pelukannya, mengusap-usap punggung pemilik jersey basket no. 5 Touou Gakuen yang sudah basah karena keringatnya.
"Tetaplah seperti ini untuk beberapa menit, [Name]." Aomine membenamkan wajahnya di tengkukku, membuatnya mencium aroma parfumku yang beraroma bunga lily.
"Ba—baiklah..." aku masih mengusap-usap punggungnya, tak terasa leherku terasa geli terkena tetesan air.
Aomine Daiki menangis di pelukanku.
"Aomine-kun..." aku memeluknya erat yang mungkin saja membuatnya tenang sedikit.
"Menyakitkan. Kalah. Tapi.. aku akan mengalahkannya di pertandingan yang akan datang." Ucapnya di leherku, membuatku bergidik geli karena nafasnya yang hangat menggelitik kulit leherku.
"Nma, Aomine-kun tidak boleh menyerah, ok? Yang penting Aomine-kun sudah berusaha." Kali ini tanganku mengusap-usap rambutnya yang basah karena keringat dari kulit kepalanya.
Aku tidak mendengar jawaban darinya, dia membalasnya dengan mengeratkan pelukannya, membuat dadaku sesak.
"Aku tidak bisa bernapas..." kataku lirih yang langsung dibalas olehnya dengan merenggangkan pelukannya.
"Maaf ya. Aku akan menjemputmu besok pukul 10 pagi." Aomine berkata sambil menudahi pelukannya.
"Hm. Tidak apa-apa. Baiklah, aku akan menunggumu. Sudah ya, aku mau memberi tahu Momoi-san kalau Aomine-kun baik-baik saja." Aku berdiri sambil merapikan rok sekolah yang masih aku kenakan untuk menonton pertandingan Aomine tadi.
"Hn. Sebentar lagi aku akan kembali ke ruang ganti." Aku hanya membalasnya dengan anggukan kecil lalu berjalan menjauh darinya.
Setelah cukup jauh dari Aomine, aku mengusap-usap leher tempat dimana dia membenamkan kepalanya tadi.
Dia tidak pernah semanja itu sebelumnya.
Dia tidak pernah menunjukkan emosinya di hadapan perempuan sebelumnya.
Apa aku yang pertama? Apa Aomine-kun pernah melakukan hal yang sama terhadap Momoi-san?
Hm..
Entah kenapa walaupun berkeringat, tetap saja harum.
Pipiku terasa panas jika mengingat kejadian yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu.
"Aomine-kun..."
Aku membawa tubuhku turun dari tempat tidur dan melangkah gontai menuju kamar mandi.
"Aku harus bergegas." Batinku dalam hati
Setelah mandi dan berganti pakaian celana jins panjang berwarna putih, dengan sweater berwarna biru muda. Tak lupa membawa jaket yang senada dengan warna sweaterku. Mengenakan sedikit bedak dan lipgloss tipis.
Aku segera menuruni tangga saat melirik jam ponselku yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
"Nee-san mau pergi kemana?" tanya adikku saat melihatku turun dengan mengenakan tas satchel.
"Mau pergi keluar." Jawabku singkat sambil mencari Okasanku.
"Nmaa~ Nee-san aku titip ice cream yaaa?" katanya yang kali ini memandang kembali manga yang tadi ia baca.
"Heeh. Nanti mencair, nanti saja kita beli sama-sama." Kataku sambil berjalan menuju ruang tamu dan menemukan Okasan dan Otousanku yang sedang sibuk membaca koran dan meminum teh.
"Okasan, Otousan, aku mau pergi." Aku meminta izin kepada orang tuaku yang kali ini memandangku dengan heran.
"Kamu berdandan? Riasannya tidak rapi tuh." selidik Okasanku saat mendapati ada bagian yang tidak rata dengan bedak.
"Tumben berdandan. Biasanya saja ogah kalau disuruh." Sahut Otousanku.
Aku menggelembungkan kedua pipiku sambil merapikan riasanku.
"Haaah! Sudahlah, aku pergi dulu. Jaa~" aku berlari kecil menuju pintu rumah dan membukanya, mendapati Aomine sudah berdiri di depan pagar, hendak menekan bel.
"Aomine-kun!" aku menyapanya.
Laki-laki berusrai navy blue itu tengah mengenakan kaos putih polos dan mengenakan jaket yang senada dengan surainya.
"Hn. Ayo." Aku berjalan bersebelahan dengannya.
Tidak ada satupun dari kami yang memulai pembicaraan.
"Aku kira Momoi-san ikut." Kataku sambil memecah keheningan.
"Hm. Tidak. Aku hanya ingin pergi bersamamu saja." Sahutnya singkat.
Pipiku memerah mendengar jawabannya, aku memalingkan wajahku, berusaha menutupi semburat merah yang sudah muncul di pipiku.
"tidak usah disembunyikan. Aku sudah tau." Kata Aomine yang tiba-tiba menggamit tanganku, mengaitkan jemarinya di sela jemariku. Menggenggamku erat.
"Aomine—kun." Aku membalas genggamannya.
"apa aku sudah bilang kalau kamu cantik hari ini?" goda Aomine sambil menatapku. Menunjukkan seringaiannya.
"Huh. Apaan sih." Kataku sambil kembali memalingkan wajahku, membuat jarak kami berdua sedikit renggang.
"Jangan jauh-jauh, nanti kamu kedinginan kalau tidak di dekatku," katanya sambil menarik tanganku, membuatku berada di rangkulan Aomine.
Hangat.
Setelah memilih sepatu Aomine yang sangat sulit di carinya karena ukuran kakinya yang besar, aku dan Aomine pergi untuk menyantap makan siang.
"Apa kamu capek?" katanya sambil membenarkan posisi duduknya.
Aku menggeleng pelan sebagai jawabannya.
Dia hanya menatap mataku intens. Membuatku bergerak tak nyaman saat menatap balik manik briunya.
"Jangan melakukan itu, Aomine-kun." Kataku sambil mengetukkan jariku di meja. Berusaha mengalihkan pandangan.
"Melakukan apa? Aku hanya melihat wajahmu. Kau cantik." Ucapnya pelan sambil memberhentikan ketukan jariku dengan menggamit tanganku.
"Apa?" jujur, aku merasa bahwa pipiku sudah merah padam karena kelakuan laki-laki yang sudah menjadi sahabat dekatku semenjak di SMP.
"Lihat aku." Ujarnya
"Males."
"Lihat aku." Kali ini telapak tangannya yang lebar itu menyentuh pipiku, membuatku memandangnya, menunjukkan wajahku yang sudah memerah.
"Kamu lebih cantik daripada Mai-chan."
"HA! AOMINE-KUN HENTAIII!" pekikku. Membuat sebagian pengunjung menatap ke arah meja kami.
"Hei! Jangan berteriak yang aneh-aneh. Nanti mereka jadi beranggapan yang aneh-aneh." Tukasnya.
"Bodoh ya? Masa aku dibandingin sama Mai-chan?" Aku menggembungkan pipiku sambil melihat pelayan yang datang membawa pesanan kami.
Aomine hanya tergelak tawa hingga pelayan datang, membuatnya berhenti dan memakan pesanannya.
Jam telah menunjukkan pukul 2 siang, Aomine dan aku masih duduk di taman yang ditenaghnya terdapat fountain.
"Disitu ada lapangan basket kosong. Jadi ingin bermain." Katanya tiba-tiba sambil menunjuk lapangan yang ia maksud.
"Ayo. Aku ingin melihat Aomine-kun bermain basket hari ini." sahutku bersemangat.
Setelah beberapa menit berjalan sambil berbincang, aku dan Aomine telah sampai di lapangan basket yang dimaksud Aomine.
Aku langsung mengambil tempat duduk di bangku kayu, disusul oleh Aomine yang mengganti sepatu dengan yang baru saja ia beli. Melepaskan jaketnya, menunjukkan kaos tanpa lengan berwarna putih polos yang ia kenakan. Menunjukkan otot lengannya yang kekar.
"Jangan diliatin terus. Nanti naksir lho." Godanya sambil mendribble bola basket yang ia temukan di sudut lapangan. Sepertinya bola itu tidak sengaja tertinggal oleh sang pemiliknya.
"Baka" sahutku sambil terus melihat semua pergerakannya. Begitu cepat hingga membuatku nyaris tidak bernapas.
"aku suka saat Aomine-kun melakukan formless shot. Keren." Ujarku saat ia melakukan dunk yang ketiga.
"Baiklah, hanya untukmu saja."
Sudah kesekian kalinya aku melihatnya melakukan hal itu. Tapi tetap saja.
Aku kagum.
"Capek~" ujarnya dengan nafasnya yang tersenggal dan menghempaskan tubunya yang saat ini penuh dengan keringat.
"Aku bawa minum dan handuk kecil. Jaga-jaga." Aku mengeluarkan handuk dan minuman ion dari tasku.
"Usapin wajahku pakai handuk dong~ capek nih~" tumben sekali dia manja.
"Hanya kali ini saja." Candaku sambil mengusap-usap peluh dari wajahnya. Membuatku melihat wajahnya jauh lebih dekat dari biasanya.
Pipiku kembali merona merah.
"Sudah. Nih minumnya." Aku memberikan botolnya kepada Aomine yang langsung diteguknya.
Setelah beberapa menit hening, Aomine mulai duduk tegak dan menyandarkan punggungnya.
"[Name]," panggilnya
"Iya? Ada apa, Aomine-kun?" tanyaku sambil memandangnya.
"Aishiteru, [Name]." Ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum.
"Ha?" ini refleks, sungguh.
"Aishiteru," ulangnya lagi.
"Um..."
"Aishiteru, Aomine-kun." Balasku dengan wajah yang merah padam.
"Panggil nama kecilku, [Name]."
"Aishiteru, Daiki." Koreksiku yang setelahnya langsung disusul dengan kecupan kecil dari bibirnya.
"Sebenarnya aku sudah daridulu menyukaimu, [Name]. Tapi aku hanya terlalu lama untuk menyadarinya." Jelasnya yang langsung disusul dengan ciuman darinya lagi.
"Aku juga, aku hanya menunggu Aomine-kun—Daiki meyadarinya." Ucapku sambil membelai lembut pipinya.
Aroma tubuhnya, bibirnya yang lembut itu membuatku terbuai dipelukannya.
Hari sabtu itu menjadi hari yang paling diingat olehku maupun Aomine.
Dan semenjak hari itu, Aomine terlihat semakin sering berlatih (walaupun harus mendapatkan ancaman dari Momoi dan kapten basketnya yang baru, Wakamatsu.)
FIN-
Tuhkan, ga jelas nan maksa. Lagi buntu soalnya:v
OK. Taking request kok, ditunggu yak.
Mind to RnR?
