Our Little World
Pairing: JinV, Jin xV, Seokjin x Taehyung
Rated: T *aman~*
Story Begin~ Enjoy!
.
.
.
Setelah Taehyung benar-benar sudah tidak tahan kemudian melemparkan buku komiknya mengenai kepala Hoya yang terus-terusan memukul kepala Sungjong sampai kacamatanya jatuh lalu pecah, suasana menjadi sangat tegang. Mereka yang lain seketika menghentikan kegiatan masing-masing, terdiam dan memusatkan perhatian pada Hoya yang langsung pada puncak emosinya atas perbuatan Taehyung.
"Kau!"
"Hai." Taehyung berdiri dan menyapa dengan santai kepada Hoya seperti tidak punya kesalahan apapun disertai senyum ramah palsu di wajahnya. Seraya melangkah mendekati Sungjong dan menepuk pundak si nerd malang yang sering sekali menjadi bahan bully oleh Hoya serta teman-temannya itu.
"Apa kau punya volume selanjutnya untuk komik itu? Kalau punya, boleh tidak aku pinjam?" Taehyung bertanya pada Sungjong tanpa melihat situasi. Mengabaikan Hoya yang sudah panas, geram mendominasinya atas sikap Taehyung yang baginya kurang ajar.
Sungjong menatap takut mata Taehyung, tak berani menjawab apapun. Tergagap menunjuk kearah orang di belakang Taehyung.
"Apa kau menantangku!?"
"Kalau tidak punya tidak apa-apa.." Taehyung mengambil buku komiknya di lantai seraya tetap tenang dan mengusap punggung Sungjong, kemudian memutar tubuh. Mendapati Hoya memelototinya sebagai bentuk gertakan, ia juga sudah mengambil ancang-ancang menghantam wajah Taehyung.
Namun dengan mudah Taehyung menahan tinju Hoya dengan satu genggaman.
"Kalau mau berkelahi datanglah ke lapangan belakang sore ini, tidak usah buat ribut para guru." Penawaran Taehyung membuat Hoya tersenyum sinis.
"Kau pikir dirimu pahlawan!? Jangan sok jago! Akan kupastikan kau menerima akibatnya karena sudah menantangku!" bentak Hoya tanpa keraguan. Taehyung menghempaskan tangan Hoya ke udara dengan muak dan kembali ke bangkunya.
Seketika kelas menjadi riuh. Mereka terus membicarakan perang yang sudah diputuskan Taehyung, namun yang bersangkutan tetap diam membiarkan teman-temannya terus memanas-manasi di belakang punggungnya. Memasang sikap se-cool mungkin.
.
.
.
"Hei kalian semua bocah kunyuk." Petugas kebersihan pun akhirnya menegur karena sudah kehilangan kesabaran. Sekitar lima siswa dengan wajah kesal setengah mati segera menoleh kearahnya.
"Sekolah sudah mau ditutup. Masih menunggu apa kalian ada disini? Sudah malam, pulanglah karena ibu kalian pasti mencari kalian semua!" Petugas kebersihan tersebut marah-marah sembari mengangkat sapu lidinya tepat kearah lima murid tersebut. Ia sudah lelah dengan kegiatan seharian ini, masih saja ada anak bermasalah ditemukannya.
"Sial. Taehyung brengsek itu hanya menipu kita."
"Lain kali takkan kubiarkan lolos dan kubunuh dia."
"Pantas saja dia tadi di kelas sangat belagu!"
"Ternyata dia sangat licik, cuih!"
"Ya! Ya! Malah mengotori rumput sekolah dengan air liur menjijikkanmu itu dan tidak segera pergi dengan menggelar diskusi baru!? Cepat beranjak atau kalian mau menginap di sekolah dan kusuruh membersihkan setiap sudut sekolah!" Petugas kebersihan mendekat dan mengayunkan sapunya pada lima anak yang membuatnya kesal itu. Seakan-akan ia hendak memukulkan sapunya pada tubuh masing-masing siswa.
Berhamburanlah lima siswa dengan penampilan urakan itu untuk segera kabur keluar sekolah. Seorang pria petugas kebersihan dengan umur separuh baya berteriak-teriak tak henti mengusir mereka.
.
.
.
"Selamat datang Taehyung-hyung~!"
Baru saja Taehyung menginjakkan kaki di apartemen kecilnya, Jungkook adiknya sudah menyambut kepulangannya dengan amat ceria. Wajah polos bocah itu dihiasi tawa yang lucu khas anak kecil berumur lima tahun. Seketika hati Taehyung yang jengkel dan badannya yang terasa pegal semua sepulang sekolah, kedua perasaan itu hilang setelah melihat keantusiasan sang adik.
"Kookie~" Taehyung mengulurkan tangan seraya berjongkok agar Jungkook bisa berlari ke dalam pelukannya. Taehyung mendekap adiknya begitu erat dan hangat, ia usap kepala Jungkook penuh sayang diiringi tawa keduanya.
"Aku punya sesuatu untukmu, hyung~" Jungkook memperlihatkan mahkota dari kertas yang sebelumnya ia letakkan di belakang punggungnya kepada Taehyung dengan penuh semangat. Taehyung seketika semakin mengembangkan senyumnya melihat hasil karya Jungkook.
"Untukku? Waahh.. pakaikan dong! Pakaikan!" Taehyung menunduk sembari menunjuk puncak kepalanya, memberi isyarat kepada Jungkook agar memasangkan mahkota kertas di situ.
"Selesai!"
"Ahahaha.. Kookie semakin pintar membuat origami ya. Kau pasti belajar banyak hari ini." Taehyung menangkup kedua pipi tembam Jungkook gemas. Ia sangat menyayangi adiknya dan merasa beruntung bisa hidup untuk menjaga malaikat kecil seperti Jungkook.
"Tentu saja karena aku yang mengajarinya." Tiba-tiba suara berat pria dewasa datang dari arah belakang Jungkook. Taehyung sudah sangat kenal dengan suara itu, ia menghela nafas panjang.
"Tidak mungkin. Kookie memang pada dasarnya kan pintar, sepertiku. Kau hanya berperan sebagai pengawasnya, hyung..."
"Yak! Kau tidak menghargai apa yang telah kuperbuat untukmu. Masih untung Kookie ada yang menjaga yaitu aku! Kalau tidak ada a_"
"Jadi Namjoon-hyung menjagaku karena terpaksa? Bukan karena ingin bermain bersama Kookie?" Jungkook dengan polosnya memotong omelan Namjoon si tetangga sebelah yang biasa menjaganya saat Taehyung belum pulang dari sekolah, beserta memasang muka sedih pada pria yang jauh lebih dewasa darinya itu. Namjoon tak bisa berkata apa-apa, ia langsung kaku dan merasa bersalah sudah membuat Jungkook berpikir begitu.
"T-tidak, Kookie. Namjoon-hyung sangat senang bisa menghabiskan waktu bersamamu. Namjoon-hyung akan selalu ada ketika Taehyung-hyung maupun Seokjin-appa belum pulang." Namjoon mendekati Jungkook untuk menepuk pundak kecilnya perlahan. Berbicara dengan nada pada umumnya kalau sedang berkomunikasi bersama anak kecil.
Akhirnya raut Jungkook kembali cerah. Ia berlari dengan kaki kecilnya serta menghempaskan tubuh sangat manja pada Taehyung. Sementara adiknya mengoceh dengan suara lucu sambil memain-mainkan mahkota kertas di kepalanya, Taehyung menatap Namjoon sambil berkata pelan,
"Bagaimanapun.. terima kasih." Taehyung tersenyum kemudian menyodorkan sebuah kantong plastik besar kepada Namjoon. Yang bersangkutan melebarkan matanya terkejut namun beberapa saat kemudian menjadi senang juga.
"Aah.. Kau pulang ternyata tidak dengan tangan kosong. Kim Taehyung yang dermawan.."
"Diam, hyung. Aku rasa saengnim pulang terlambat hari ini karena ada rapat. Kasihan Jungkook bila menahan selama itu untuk tidak makan malam hanya karena aku tidak bisa memasak."
"Yaah.. ternyata itu alasanmu. Yasudah. Ayo Jungkook, hari ini makan bulgogi~!" Namjoon memancing keantusiasan Jungkook sambil memamerkan kantong plastik bawaan Taehyung tadi di tangannya. Jungkook merespon dengan ceria dan berlari kecil mengikuti Namjoon masuk ke dalam.
Taehyung hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala atas tingkah Namjoon yang seperti anak kecil juga ketika sudah bersama Jungkook.
.
.
.
Sejak pertama kali masuk kelas, Taehyung sudah sadar pada tatapan berkobar-kobar yang ditujukan pada dirinya. Namun dia mengabaikannya saja dengan enteng dan tetap bersikap seperti biasa. Belum sempat Hoya, yang sempat bermasalah dengan dirinya kemarin, mendekatinya lalu menyemprot Taehyung dengan amarah bergelora, guru yang mengisi pelajaran pertama sudah duluan datang di kelas.
"Murid-murid, harap tenang." Guru dengan rambut merah-kecokelatan serta berkacamata bingkai hitam yang tebal pada wajah polosnya, menenangkan kelas tanpa tenaga ekstra. Sehingga upayanya membuat suasana kelas menjadi hening jelas sia-sia.
Taehyung sampai hati merasa jengkel pada kepayahan guru tersebut. Spontan ia berdiri dari kursi, mengambil nafas panjang dalam rangka menyiapkan bentakan super untuk teman-teman sekelas yang diawali dengan satu gebrakan menggunakan dua tangan diatas mejanya.
"KALIAN BISA DIAM TIDAK!?" Ampuh, seketika tak ada satupun yang bergeming dan seluruh perhatian tertuju pada Taehyung.
"Nah, duduk yang tenang di bangku masing-masing. Kita mulai pelajaran pagi ini." Guru di depan, yang wajahnya samasekali tidak menggambarkan rasa bersalah atau apapun, dengan entengnya menyuruh murid-murid semua agar duduk. Taehyung ikut kembali duduk di bangkunya sambil mengumpat tanpa suara serta menatap kesal kearah gurunya.
Dia itu wali kelas tapi sangat lembek seperti tahu! batin Taehyung dalam hati, tangannya meremas kuat satu gumpalan kertas yang disobek dari buku tulis.
Pelajaran pun berlangsung dengan tenang dan tertib meski terkadang keriuhan sempat timbul dan lagi-lagi Taehyung yang menghentikan itu semua. Sedangkan guru bahasa inggris sekaligus wali kelas disini itu hanya berdiri tanpa ekspresi ataupun samasekali tidak berusaha dengan emosi untuk meredakan kehebohan yang ada di kelas. Taehyung adalah pihak yang paling direpotkan disini!
"Terima kasih untuk Kim Taehyung yang selalu membantu saya ketika semuanya menjadi ricuh tak karuan. Kau memang ketua kelas yang bisa diandalkan.." Namun pujian ringan meluncur begitu saja dari mulut sang guru sebelum penutupan pelajaran.
Bukannya merasa bangga disanjung guru, Taehyung lebih merasa seperti diejek oleh frase yang diucapkan dengan senyum modus dari wali kelasnya sendiri itu.
.
.
.
"Kau tampak lelah." Suara berat itu membuat Taehyung dengan malas menatap pria di depannya. Taehyung meletakkan kedua sumpitnya diatas mangkuk makan malamnya sebelum menghela nafas panjang.
"Bagaimana tidak lelah. Menjadi pahlawan kesiangan itu sangatlah merepotkan, saengnim.."
"Kau berkelahi!?" Pria lain yang terkesan lebih tua yang tadi dipanggil 'saengnim' oleh Taehyung itu bertanya dengan sedikit terkejut. Spontan dia juga menghentikan makannya dan menatap Taehyung serius.
"Mereka memaksaku melakukannya!" Tiba-tiba Taehyung menjawab dengan nada sedikit ditinggikan. Untung saat itu Jungkook masih berada di kamar mandi dan tidak sedang makan malam bersama dua pria dewasa di apartemen sederhana ini. Bisa-bisa bocah lima tahun tersebut akan sangat mengkhawatirkan Taehyung lalu merasa sedih. Apalagi bila sampai mendengar kakaknya 'berkelahi'.
"Lalu kenapa kau meladeninya?" Pria lebih tua yang saat ini bersama Taehyung membalas seolah-olah tidak berhenti menyalahkan Taehyung. Membuat Taehyung seketika kesal.
"Saengnim sendiri, apa pernah melakukan sesuatu dengan benar!? Menjadi wali kelas pun sepertinya kau tidak mampu! Aku berkelahi hanya ingin menegaskan keadilan dengan membela yang tertindas!"
"Apa-apaan perkataanmu itu, Tae_"
"Seokjin-appa.." Suara Jungkook menghentikan ucapan yang hendak dilontarkan pria tersebut kepada Taehyung. Seketika seluruh atensi dari dua orang sekaligus tertuju pada Jungkook yang kini berwajah sedih.
Pria yang tadi dipanggil oleh Jungkook 'Seokjin-appa' tiba-tiba gelisah. Jangan-jangan sejak tadi Jungkook bisa mendengar percakapannya bersama Taehyung sehingga wajahnya jadi lesu begitu.
"Iya, ada apa Kookie?" Seokjin berjalan mendekati Jungkook dan berjongkok di depan bocah itu, menyamakan posisi.
"Tiba-tiba aku merasa perutku tidak enak..." Ada setetes bulir air mengalir turun dari mata Jungkook saat dia menceritakan keadaannya pada Seokjin. Sontak Taehyung terkesiap, ia segera berlari menuju adiknya dengan wajah sangat khawatir.
"Kookie sakit di bagian perut? Apa rasanya begitu tidak nyaman?" Taehyung mulai bertanya penuh kecemasan meski yah, dengan kejamnya dia masih bisa merasa 'lega'. Lega karena ternyata si kecil Jungkook samasekali tidak mendengar perdebatannya bersama Seokjin beberapa saat lalu.
"Kalau begitu hari ini Kookie minum obat sakit perut dan tidur lebih awal, oke?" Seokjin mencoba menenangkan Jungkook yang bahkan sebenarnya bukan 'anak angkat'nya itu dengan cara mengelus kepalanya lembut.
"Boleh aku tidur bersama Seokjin-appa malam ini?" Pertanyaan Jungkook terdengar menarik. Karena biasanya Jungkook tidur sekamar dengan kakaknya, dan jarang meminta tidur bersama Seokjin. Apa karena sudah hampir setahun tinggal bersama ya sampai sikap manja Jungkook semakin diperlihatkannya pada Seokjin?
"T-tentu saja," jawab Seokjin menyetujui namun arah pandanganya menuju pada Taehyung yang terdiam.
"Aku ambilkan obatnya.." Taehyung berdiri dan meninggalkan Jungkook serta Seokjin dengan alasan mencari kotak obat. Entah kenapa, nada bicara yang Seokjin dengar saat itu juga terasa dingin sekali. Aura protective Taehyung tiba-tiba berubah menjadi aura lain yang tidak bisa Seokjin mengerti.
Ada apa sebenarnya pada Taehyung? Namun Seokjin hanya bisa bertanya dalam hati.
Malam itu Taehyung tidur sendiri di kamarnya.
Entah kenapa dia terus bergerak gelisah. Taehyung tak bisa berhenti memikirkan perihal Jungkook yang bisa tidur bersama Seokjin. Berduaan. Walau sekadar anak kecil, tapi Taehyung merasa.. cemburu, kepada Jungkook. Karena kepolosan serta keimutannya yang masih berupa bocah manis berumur lima tahun membuat Jungkook dengan mudahnya bersikap manja dan selalu cari perhatian pada Seokjin yang sudah seperti appa-nya sendiri.
Kenapa aku harus iri pada Jungkook? Bukannya tadi saengnim justru membuatku kesal dan selera makan malamku hilang? Taehyung mengomeli dirinya sendiri dalam benaknya.
Bagaimanapun... aku ini kan... Ah sudahlah! Sekali lagi Taehyung meyakinkan dirinya sendiri agar segera tidur dengan menarik selimutnya hingga menutupi seluruh bagian tubuhnya.
.
.
.
"Kali ini, kalian tidak akan punya masalah denganku lagi kan?" Taehyung meregangkan otot-otot tangannya yang habis digunakan menghajar Hoya dan kawan-kawannya seraya menatap remeh lima orang di bawahnya itu.
Hoya terus menagih janjinya untuk berkelahi dengan Taehyung. Awalnya Taehyung tidak menanggapinya, namun Hoya sengaja memancing emosinya dengan mengolok Taehyung, "bilang saja kau takut menyelesaikannya secara jantan. Berarti kau bukanlah laki-laki!" dengan gelak tawa. Walau dia sendiri saja melawan Taehyung masih secara keroyokan dibantu kacung-kacungnya.
Kemudian Hoya beserta empat orang kawannya menerima kesialan karena sudah berani membuat Taehyung mau berkelahi. Mereka kalah telak, padahal dalam perihal jumlah, mereka sangat mujur. Tapi pada dasarnya kemampuan Taehyung tidak bisa diremehkan.
"Kau cuma sedang beruntung saja!" Hoya emosi sampai nafasnya tersengal-sengal dan untuk berdiri saja tubuhnya masih terasa sakit. Taehyung melotot kearahnya tanpa ragu.
"Masih berani bicara?"
"Apa-apaan ini!?" Tiba-tiba ada suara lain yang sangat dikenal oleh enam siswa itu setelah Taehyung baru saja berlagak kejam, sehingga mereka menoleh kearah sumbernya. Perbuatan mereka nyatanya kini dipergoki oleh guru bahasa inggris, wali kelas mereka sendiri.
Taehyung menepok jidat saat pria yang sebenarnya masih tergolong muda untuk menjadi guru itu justru bisa kebetulan memergokinya berkelahi dengan Hoya dan kawan-kawan. Pasti langsung ikut campur!
"Kim-saengnim, Anda lihat sendiri kan kalau Taehyung yang menghajar kami!? Padahal kami tidak berbuat salah apapun padanya." Hoya dengan curangnya memanfaatkan kesempatan. Tapi dipikirnya bisa membodohi guru? Jelas-jelas wali kelas mereka pasti lebih percaya pada Taehyung. Karena Hoya dan gengnya sudah dikenal sangat tidak bersopan-santun di seluruh sekolah.
"Kalian berenam akan kubawa menghadap Park-songsaenim. Cepat berdiri!" Guru bahasa inggris tersebut memerintahkan dengan wajah kesal. Kemudian berjalan duluan sehigga diikuti enam murid didiknya.
Merepotkan, batin Taehyung sebal.
Taehyung dan Hoya beserta kawanannya berada satu jam di dalam ruang kesiswaan. Setelah diberi peringatan serta berbagai macam ceramahan panjang nan lebar/?, mereka diperbolehkan pulang karena memang perkelahian yang terjadi sudah memasuki jam pulang sekolah.
"Lain kali jaga murid-murid didikmu lebih baik lagi, Seokjin-ssi!" seru guru kedisiplinan dengan nada sok senior pada guru bahasa inggris sekaligus wali kelas 11-2, kelas Taehyung itu.
"Iya, maafkan saya atas kejadian ini."
"Ya, Kim Youngwoon! Seokjin-ssi kan masih tergolong newbie dan dia langsung ditunjuk menjadi wali kelas untuk kelas neraka itu, jadi pantas dia masih kaget. Jangan salahkan dia!" Sementara guru kesiswaan, Park Jungsoo, segera memasang sikap membela Seokjin.
"Terima kasih banyak, Jungsoo-sunbaenim."
"Tak apa, guru kedisiplinan kita yang gemuk itu memang belagun namun tak perlu didengarkan. Kau boleh pulang kok, istirahat yang cukup ya." Jungsoo tidak menghiraukan Youngwoon yang menggerutu atas ucapannya setelah itu. Seokjin hanya tersenyum atas sikap dua seniornya.
"Terima kasih. Kalau begitu saya permisi." Dengan begitu melenggang-lah Seokjin dari ruang kesiswaan. Seketika dalam kepalanya terbersit sosok Taehyung, membuatnya tiba-tiba mengambil tindakan berlari menuju kelas 11-2.
Syukurlah dugaan Seokjin benar. Taehyung masih berdada disana, sendirian mengemasi barang-barangnya.
Dan saat mereka bertemu mata, Taehyung begitu terkejut sedangkan Seokjin segera menutup pintu kelas.
"S-saengnim.." Entah mengapa Taehyung jadi tergagap saat menghadapi Seokjin. Apalagi Seokjin berjalan semakin dekat kearahnya.
"Seorang murid tidak baik bila banyak berkelahi." Sorot mata Seokjin kepada Taehyung begitu teduh dan tampak kecewa. Taehyung menelan ludahnya berat.
"A-aku baik-baik saja kok."
"Jangan berkelahi lagi."
"Apa peduli saengnim terhadapku!?" Tanpa sadar ada air mata mengalir di pipi Taehyung begitu saja tanpa izin. Dan Seokjin segera memeluk erat tubuh pemuda bersurai brunette itu. Jantung Taehyung seketika berdebar keras setelah keterkejutannya atas tindakan sang guru.
"Tentu saja aku peduli padamu. Dan aku tidak percaya pada kata-katamu kalau kau baik-baik saja." Seokjin berkata penuh arti sembari mengelus perlahan kepala Taehyung. Pelukannya hangat dan nyaman Taehyung rasakan.
Ini pertama kalinya... sejak hampir satu tahun berlalu.
"Saengnim..."
"Kalau kau ada masalah, ceritakan saja padaku. Mengingat sebelum kau dan Jungkook tinggal bersamaku, kau selalu berpindah-pindah mencari bantuan saudara-saudara yang masih bersedia menolongmu. Aku hanya... takut kau pergi juga dariku.." Seokjin menangkup wajah Taehyung sengaja agar mendongak bertatapan dengan wajah cemasnya. Degupan di dada Taehyung sudah tak karuan, wajahnya pun ia rasa sudah cukup memanas.
Sementara itu, ternyata dari sisi jendela, ada dua manusia kunyuk yang sejak tadi telah menyaksikan mereka. Bahkan dua manusia tersebut terkejut Taehyung dan Seokjin berpelukan meski tidak tahu samasekali apa yang murid-guru itu bicarakan. Tapi, salahsatunya tiba-tiba menyeringai licik seraya mengeluarkan ponsel dari saku.
"Kita jadikan ini ancaman untuknya." Siswa licik itu ternyata memotret momen Taehyung yang masih didekap erat oleh Seokjin. Melihat temannya melakukan itu, siswa satunya tiba-tiba merasa senang juga.
"Kau sangat cerdas, Hoya!" serunya bangga sambil menepuk bahu kawannya yang langsung tertawa sombong.
"Tamat riwayatmu, Kim Taehyung."
.
.
.
"Jangan lupa belikan es krim stroberi ya, hyung~"
"Hahaha. Iya iya, adikku yang manis~" Taehyung mencubit pipi Jungkook yang seketika malah menggerutu dibegitukan.
Dengan wajah yang dibuat seimut mungkin menurutnya, Namjoon ikut berbicara kepada Taehyung, "kalau aku minta cheesecake."
"Aku tidak menawarimu, hyung," balas Taehyung datar tanpa berpikir.
"Pelit!" sentak Namjoon sebal. Taehyung menjulurkan lidah kearahnya sebelum kemuidian benar-benar meninggalkan apartemen kecilnya untuk berbelanja sedikit. Kebetulan obat nyamuk elektrik yang biasa dipasang sebelum tidur sudah habis. Padahal Taehyung tidak mau Jungkook sampai digigit nyamuk, minta Namjoon pun pemuda bujang itu sudah pasti tidak punya karena pada dasarnya laki-laki sendirian seperti Namjoon bahkan tidak terlalu mengurusi dirinya sendiri, apalagi orang lain.
Jungkook melihat kepergian hyung-nya dari balkon kamar apartemennya yang berada di lantai tiga. Namun ekspresi cerianya berubah ketika mendapati kakak kesayangannya itu tiba-tiba dihampiri beberapa laki-laki yang tidak dikenal Jungkook.
"Selamat malam, Kim Taehyung." Bahkan di malam hari begini, padahal dekat dengan ruamahnya yang tidak terlalu diketahui banyak orang, Taehyung harus bertemu Hoya yang kini sudah menyeringai puas.
"Apa-apaan senyum itu? Senyum kekalahan?" Taehyung tetap menjaga sikapnya agar tenang. Tapi sepertinya takdir berkata lain. Kali ini justru ia dipaksa untuk menghilangkan sikap cool-nya.
"Lihat? Kau pasti tahu kan siapa saja yang ada di foto ini?" Hoya dan kawan-kawannya tak bisa menahan tawa melihat ekspresi terkejut Taehyung apalagi matanya kini membelalak lebar melihat kearah layar ponsel yang disodorkan Hoya.
"Apa maumu kali ini?" tanya Taehyung geram masih berusaha meredam kemarahannya.
"Ikut bersama kami. Tanpa penolakan." Hoya berkata sambil memainkan ponselnya belagu. Taehyung masih diam setelah beberapa saat.
"Kau tidak mau skandal guru dan murid ini tersebar kan?"
"Kau akan merasakan akibatnya, Lee Howon." Akhirnya Taehyung bersuara dan ucapannya itu menandakan bahwa dia mengalah. Hoya langsung tertawa keras penuh kemenangan.
"Setelah ini kau habis, Kim Taehyung!"
.
.
.
a/n: saya hadir dengan OTP saya dari BTS, JinV~~ *jengjeng* dan seperti kebiasaan saya, saya suka semau sendiri memasukkan cast pendukung dari grup lain :p dan maaf kalau jadinya musuh TaeTae disini itu Hoya.. wajahnya dukung banget sih/dibakarInspirit. Membayangkan tokoh Jungkook sebagai bocah kecil disini, saya sendiri saja sampe merasa gemas~ :3
well sebenarnya cerita ini terinspirasi sama manga Faster Than A Kiss. Tapi pastinya banyak perubahan di dalamnya :) Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca! Reviews sangat diharapkan, hehe. Sampai jumpa di chapter selanjutnya *deepbow*
