Disclaimer: 'Katekyo Hitman Reborn!' belongs to Akira Amano
'Kuroshitsuji' belongs to Yana Toboso
Warning: Alternate reality, OOC (mungkin), (Ciela), gaje, abal, SebasCielaMuku inside! Maybe typo(s) ^^
NOTE: Sekali lagi saya tegaskan, ''! Bagi anda penggemar Kuroshitsuji, itu lho, cewek kecil dikuncir dua pakai gaun pink! ^^
Chapter 1: Leap the time!
Happy reading! ^o^
Mukuro Rokudo, dibantu Chrome, sedang membersihkan gudang rumahnya. Dengan berbekal sapu ijuk dan kemucing, ia memasuki gudangnya yang penuh debu.
Mukuro mulai membereskan gudangnya. Mulai dari tumpukan barang-barang lama, pakaian dan sepatu lama, hingga tumpukan buku lama. Ia merasa ada yang aneh pada rak buku tuanya. Sepertinya ada yang hilang. Tapi toh ia tidak peduli! Ia mengangkat bahunya lantas melanjutkan aktivitasnya.
Mukuro menyapu tumpukan debu di bagian bawah rak bukunya. Di sela-sela debu-debu tebal tersebut, ada sebuah buku yang menarik perhatiannya. Ia mengambil buku tersebut dengan tangannya, kemudian meniup sampul buku tersebut agar debu yang menempel segera enyah dari permukaannya.
"Buku apa yang anda pegang, Mukuro-sama?" Chrome melirik ke arah Mukuro.
Mukuro membuka buku itu perlahan. "Entahlah. Mungkin sebuah... Sejarah keluarga?". Mukuro membalik lembaran tipis buku kusam tersebut. Matanya menyapu setiap gambar dan tulisan yang ada di buku tersebut. Mukuro tidak menemukan sesuatu yang menarik. Ia hendak menutup buku tersebut, tapi kembali mengurungkan niatnya karena-... Hei? Kenapa foto Mukuro terpampang di buku itu?
Mukuro terbelalak. Ia membuka bagian awal buku itu kembali, kemudian mengerutkan dahinya kembali ketika membaca tahun cetakan buku itu. "Aku belum lahir pada tahun ini..." Gumam Mukuro nyaris tak terdengar.
Chrome penasaran dengan perubahan ekspresi dari Mukuro. Ia membenarkan roknya, kemudian duduk di dekat Mukuro. "Apa yang anda baca?" Chrome menengok ke halaman buku yang dibaca Mukuro. Ia terperanjat. "M-Mukuro-sama? Ini-..."
Mukuro menggeleng cepat. "Bukan. Aku belum lahir saat buku ini dicetak," Mukuro mengamati foto itu sekali lagi. Ia mengusap tulisan di bagian bawah foto itu, kemudian membaca caption di bawahnya. Ia menemukan sebuah tulisan 'Sebastian Michaelis'.
"Sebastian Michaelis, ya? Kufufufufu... Nama yang bagus. Ditambah lagi dia pakai jas dan tuksedo. Betapa kerennya. Mirip denganku. Kufufufufu..." Mukuro terkikik narsis.
Chrome mengangguk "Iya. Mirip sekali!".
Mukuro mengerutkan dahinya. "Kamu tahu nggak, kalimat lanjutannya?" Kata Mukuro pada Chrome sembari menunjuk barisan kalimat berbahasa aneh di bawah tulisan 'Sebastian Michaelis'.
Chrome mengamati tulisan tersebut sejenak, kemudian memiringkan kepalanya lantas berkata dengan innocent, "Tidak tahu..."
Mukuro langsung sweatdrop. Tapi bodo amat, sih! Ia terus tersenyum narsis sambil memandang potret Sebastian sedari tadi. Ia menghentikan cengirannya ketika matanya menangkap bungkusan di tangan Chrome. "Apa itu?" Tanyanya dengan nada seram.
Chrome menggigit bibirnya. "B-bukan apa-apa!" Ia menyembunyikan bungkusan di tangannya di balik punggungnya.
Tapi apa daya, Mukuro dengan tenaga yang lebih besar dari Chrome menundukkan kepala Chrome, kemudian meraih sesuatu di balik punggung Chrome. "M-Mukuro-sama! Jangan dibuka! Mukuro-sa-..."
Terlambat. Mukuro terlanjur membuka bungkusan milik Chrome. Ia membuka bungkusan tersebut perlahan, kemudian ia melihat...
"Anggur?" Mukuro mengerutkan dahinya kebingungan.
Chrome berkedip beberapa kali. Sedetik kemudian, ia mengeluarkan senyuman yang dipaksakan. "Uhm... I-itu hanya anggur. Jadi tolong kembalikan, Mukuro-sama..." Pinta Chrome pada Mukuro.
Mukuro melirik curiga. 'Kalau ini anggur biasa, tidak mungkin Chrome mengeluarkan reaksi begitu mencurigakan seperti itu. Hmm... Anggur ini mencurigakan...' Pikir Mukuro a la detektif. "Kalau ini anggur biasa, aku akan memakannya," Ujar Mukuro.
Mukuro hendak memakan buah anggur tersebut. "Jangan Mukuro-sama!" Chrome berusaha mencegah Mukuro, tapi Mukuro malah balik melirik tajam ke arah Chrome. Matanya seolah berkata 'Diam-atau-ku-cakar' a la kucing garong. Mukuro tersenyum penuh kemenangan lantas setelah itu ia melahap buah anggur dari kantung tersebut.
"M-Mukuro-sama, henti-..." Yahh... Usaha Chrome sia-sia. Daging buah tersebut terlanjur masuk ke kerongkongan Mukuro. Mukuro merasa aneh dengan tubuhnya. Kepalanya seolah diputar-putar. Ia memegangi kepalanya, sedangkan Chrome hanya bisa memandanginya sambil berjalan mundur beberapa langkah. Dan yang ia bisa lakukan saat ini adalah: Tidak ada.
Mukuro merasa ada siluet cahaya mendekat ke matanya. Ia memincingkan matanya, kemudian...
...
"MUKURO-SAMA...?"
~#~
Mukuro membuka matanya perlahan, seiring cahaya matahari beserta kehangatannya menelusup masuk ke bola matanya. Mukuro bangkit dari 'pingsan sejenak'-nya. Mukuro menengok ke sekelilingnya. Rupanya ia terbagun di sebuah taman.
Tunggu.
Sebuah taman?
'Kenapa aku ada di tempat ini? Dan di mana Chrome?' Ia masih kebingungan. Di saat ia masih bergumul dengan pikiran-pikiran kacaunya, tiba-tiba... Bletak! Ada sebuah benda menimpa kepalanya. Ia mengelus kepalanya sambil meringis kesakitan. Ia menengok ke arah benda yang menimpa kepalanya tadi. 'Oh, buku yang tadi rupanya!' Batin Mukuro.
Mukuro memungut buku itu, kemudian bangkit dan berjalan. Matanya tak henti-hentinya menyapu setiap detil pemandangan yang terekam bola matanya. Ia memandang aneh ke sekelilingnya. Aneh memang. Bentuk-bentuk bangunan, pemandangan yang disuguhkan, cara berpakaian orang-orang, bahkan kendaraan-kendaraan kini berubah bentuk. Mukuro mengerjap-ngerjapkan matanya, berharap ia bangun dan begitu matanya terbuka ia akan bangun di gudangnya seperti sedia kala. Tapi itu tidak pernah terjadi. Ini bukanlah mimpi seperti yang ia harapkan...
Intuisinya mengatakan kalau ia harus berjalan lebih jauh. Entah mengapa, entah kemana, entah sampai kapan. Beberapa saat kemudian, telinga Mukuro menangkap getaran-getaran bunyi. Dan ketika Mukuro memalingkan wajahnya, sebuah jam pada menara besar sedang membunyikan suara dentangannya yang berat dan keras. Big Ben...
'Tunggu! Apakah ini artinya aku sedang berada di London?' Mukuro lagi-lagi berputar-putar dengan pikirannya.
Mukuro berjalan, dan ketika ia hendak mengayunkan kakinya sekali lagi, kakinya tersandung sesuatu... Brakk! Dan ia pun jatuh tersungkur.
Mukuro bangkit dari pose tersungkur indahnya. Matanya menatap 'sesuatu', atau lebih tepatnya seseorang yang barusan membuatnya terjatuh. Orang itu berambut pirang pendek dengan topi jerami menggantung di balik tengkuknya. Orang itu mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Ah, bangun tidur rupanya!
Orang mengucek matanya beberapa kali. "Siapa?" Tanya orang itu.
Mukuro memperkenalkan dirinya. "Mukuro Rokudo," Jawabnya.
Orang itu memiringkan kepalanya. Alih-alih memperkenalkan dirinya juga, orang itu mengamati Mukuro dari atas sampai bawah. Mukuro memakai seragam Kokuyo dan memakai kaus lengan panjang berwarna kelabu bermotif tentara dengan warna didominasi warna abu-abu pastel dan kelabu sebagai pengganti atasan seragamnya yang hanya disampirkan di bahunya saja. Bahkan ia memakai topinya yang berbentuk mirip baret milik polisi juga.
Satu pertanyaan: Mengapa Mukuro memakai pakaian begitu rapi hanya untuk membersihkan gudangnya?
Orang berambut pirang tersebut membuka suara. "Finnian." Ia menyebutkan namanya singkat. Pria bernama Finnian tersebut menangkap kehadiran sebuah buku kusam dan tua milik Mukuro. Ia mendekat ke buku itu, kemudian terkejut melihat potret seseorang dalam salah satu halaman buku itu. "Sebastian?" Pekiknya.
"Ha? 'Sebastian'?" Mukuro mengerutkan dagunya. "Apakah yang kau maksud itu 'Sebastian Michaelis'? Apa kau kenal dia?" Mukuro bertanya pada Finnian.
Finnian menjawab dengan anggukan. "Tentu saja. Kami semua bekerja dan tinggal di tempat yang sama." Timpal Finnian.
Mukuro terperangah. 'Berarti aku ada di zaman saat Sebastian Michaelis masih hidup?' Batinnya tak percaya. Mukuro tersenyum penuh rasa kemenangan. "Kufufufufu... Kalau begitu, maukah kau menunjukkan aku di mana Sebastian Michaelis berada?" Tanya Mukuro. Finnian mengarahkan jari telunjuknya pada sebuah jendela. Dan otak Mukuro mengambil keputusan bahwa ia harus masuk ke ruangan di balik jendela kaca besar tersebut.
Mukuro berjingkat cepat, kemudian masuk ke dalam ruangan itu melalui jendela dengan cepat dan hati-hati. Ia berdiri pada sudut ruangan itu. Ia memandang ke sekelilingnya. 'Dapur.' simpulnya dalam hati.
Mukuro melihat orang dengan tailcoat sedang sibuk menata berbagai makanan ke atas kereta kecil. Orang tersebut menghentikan gerakannya, kemudian berbalik ke arah ke tempat Mukuro berdiri. Mukuro menahan nafasnya...
"Hei, penyusup. Kenapa bisa masuk ke sini?" Orang itu menyeringai lebar, kemudian menarik kerah Mukuro perlahan.
"Jadi kau yang bernama Sebastian, huh?" Mukuro menepis tangan lelaki itu. Sebastian.
Sebastian mengusap dahinya seperti mengelap keringat. "Dari mana anda mengetahui nama saya?"
Mukuro lantas mengacung-acungkan buku yang ada di tangannya. Sebastian mengernyitkan dahinya. Ia menyambar buku itu dari tangan Mukuro, kemudian membalik-balik lembar demi lembar buku itu. Ia menyipitkan matanya ketika melihat nama dan fotonya ada di situ. Sebastian terheran, namun ia tetap seksama menelusuri kata demi kata pada buku itu.
Sebastian menoleh ke arah Mukuro. "Siapa nama anda?"
"Mukuro Rokudo." Jawab Mukuro singkat.
Sebastian tertawa kecil. "Oh... Ya, jadi anda penjelajah waktu? Hahahaha... Jadi seperti inikah keturunan saya di masa depan? Benar-benar mirip..."
Muncul empat kedutan di dahi Mukuro. "Siapa yang penjelajah waktu? Aku berasal dari tahun 20XX dan setelah memakan anggur tiba-tiba aku berada di sini, tahu!" Mukuro bersungut-sungut. Kemudian Mukuro membeberkan secara kronologis kejadian yang menimpanya.
"Begitulah... Jadi aku terjebak di sini..." Mukuro menyudahi cerita panjangnya dengan helaan nafas panjang. Selanjutnya ia membelalakkan matanya. "Tunggu! Jadi aku ini keturunanmu?"
Sebastian memalingkan wajahnya. "Seharusnya begitu. Buku yang kau bawa itu semacam sejarah keluarga. Nama saya tercantum di sana sebagai salah satunya. Lagipula kita punya wajah yang mirip. Siapa tahu?" Sebastian tersenyum menyeringai.
Mukuro memelototi Sebastian dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Dengan pakaian seperti ini-... Jadi kau seorang pelayan?"
Sebastian tersenyum lebar. "Tentu saja!"
Mata Mukuro kembali terbelalak. "A-Apa? Jadi aku ini keturunannya pelayan? Cih!" Ia bergumam meremehkan.
Sebastian menggeleng pelan. "Saya berbeda lho! Kamu tidak tahu 'kan di mana kamu sekarang berada?" Sebastian ganti tersenyum meremehkan. Mukuro menggeleng. "Ini adalah Manor House, milik keluarga Phantomhive. Sebuah keluarga yang menguasai perusahaan Funtom yang bekerja di bidang mainan dan permen. Di sisi lain, merupakan keluarga yang mengabdi kepada kerajaan sebagai anjing penjaga ratu..." Jelas Sebastian panjang lebar.
Mukuro tampak berpikir sejenak. "Di jaman asalku organisasi seperti itu sudah tidak ada." Ia melirik ke Sebastian.
Sebastian melengos, "Tentu saja, ini 'kan tahun 18XX!".
Mukuro terperanjat. 'Sebenarnya anggur yang dibawa Chrome mengandung bahan apa, sih?' Ia mendecak dalam hati.
Sebastian melirik jam yang ia keluarkan dari kantungnya. "Ah, masih ada waktu rupanya! Baiklah, saya tinggal sebentar. Saya ingin pergi ke lantai atas sebentar. Saya akan kembali. Jangan pergi dari ruangan ini." Sebastian melirik tajam ke arah Mukuro, kemudian lantas melangkah keluar meninggalkan Mukuro.
Mukuro menghela nafasnya. Fiuhh!
Ia duduk di sebuah kursi, kemudian sekedar merenggangkan otot-ototnya. Ia menyandarkan punggungnya di dinding, kemudian menguap kecil.
Ia hendak menutup matanya barang sejenak, namun terhenti karena mendengar suara seseorang dari kejauhan di luar ruangan...
"Sebastian? Sebastian? Di mana kau?"
Mukuro mengerutkan dagunya. Ada suara seorang perempuan rupanya.
"Sebastian? Sebastian? Kau ada di mana?"
Mukuro merasakan suara itu semakin lama semakin mendekat, dan-...
"Sebastian? Sebasti-..."
BRAKK!
Pintu dapur dibuka dengan kasar. Mukuro mendapati ada seorang gadis dengan gaun katun halus mewah berwarna merah muda dan memakai topi warna senada berhias mawar yang baru saja membuka pintu dapur dengan keras. Gadis itu tampak bersungut-sungut, namun raut wajahnya berubah ketika menangkap sosok Mukuro yang sedang duduk santai.
Mata gadis itu terbelalak. "S-Se-Sebastian? Mana tailcoat-mu? Ada apa dengan rambutmu? Panjang dan warnanya-... Sebastian? Apa yang kau laku-... AKH!" Tiba-tiba Mukuro menarik gadis itu ke pelukannya.
"Hei, gadis manis! Kufufufufuu... Bagaimana kalau kita minum-minum sebentar? Kufufufufufu..." Mukuro mengalungkan lengannya pada gadis itu.
Gadis itu memberontak. "Hei, hei! Kenapa kau ini, Sebastian? Mana sopan santunmu? Sebastian!" Gadis itu meronta-ronta.
Mukuro tampak terganggu dengan sikap gadis yang—menurutnya—membangkang tersebut. "Sebastian tidak ada di sini!" Ia mendorong gadis itu kemudian menjepitnya diantara dinding dan dikunci oleh tubuhnya.
Gadis itu bergetar hebat, sedangkan Mukuro semakin menyeringai mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu sembari mengangkat dagu gadis itu dengan tangannya. "Kufufufu..."
SYUU!
Sebuah garpu menancap di pipi Mukuro.
"LEPASKAN TANGAN KOTORMU DARI NONA CIELA!"
~ TO BE CONTINUED... ~
Yo~ reader! Ciaossu! ^^
Fic crossover pertama, sekaligus fic KHR pertama saya... ^/^ (Cliffhanger kah? Semoga saya tepat ya pemenggalannya... ^^)
Mohon bantuannya, ya... Saya bikin sesederhana mungkin supaya penggemar Kuroshitsuji dan KHR masing-masing tetap bisa menikmati fic ini dan memahami isinya. ^^ (Ah, lagian pendekatan karakter saya kurang. Terutama pada bagian KHR-nya. Gomenasai, OOC sekali 'kan..? =='). Hehehe... Sekali lagi saya ingatkan, ya, fic ini sudah pasang warning 'Alternate Reality' , segera lupakan detil-detil tidak penting yang menurut anda mengganggu! Hehehe XD... Mungkin ini akan jadi threeshoots :)
Minta review-nya nyoo~! Sebagai penyemangat (jiahh~) dan bentuk simpati anda pada saya... *puppy eyes*
REVIEW NYOOO~! ^o^
.
RnR?
