Lost In Enigma World
Disclaimer: Naruto punya Masashi Kishimoto
Cerita ini, punya saya
Warning: Typo-OOC-AlternativeUniverse :D
Kematian itu, tidak dapat diprediksi kapan akan menjemput manusia. Manusia tidak bisa menebaknya. Dan manusia tidak bisa menghindarinya…
.
.
.
.
.
'Panas…kenapa rasanya kamar ini lebih panas dari pada biasanya?'
Dengan mata terpejam Haruno Sakura menggeliat di dalam selimut tebalnya. Sekarang ini sudah memasuki musim dingin. Walaupun di tiap kamar asrama sekolah putri St. Lily ini terdapat pengatur suhu ruangan, tidak mungkin bisa sepanas ini. Dia ingin bangun untuk mengecek pengatur suhu ruangan, tapi kelopak matanya sudah terlalu berat untuk diajak kompromi.
Sakura baru saja bisa tidur setelah seharian sibuk mengurus persiapan untuk acara ulang tahun sekolah yang diadakan tiga hari lagi. Sebagai ketua OSIS, tanggung jawabnya cukup besar dalam mengatur kelancaran acara tersebut. Karena itu dia selalu jadi siswi yang paling lambat pulang ke asrama. Paling tidak dia ingin istirahat full malam ini.
Tapi sungguh, kenapa rasanya kamar ini terasa panas ya?
.
"Astaga, aku tidak menyangka asrama kita jadi seperti ini!"
"Hiks, hiks! Aku kaget sekali, untung saja masih sempat melarikan diri!"
"Aku juga. Sanking kagetnya aku sampai melempar novel Enigma-ku dan lari seribu langkah. Padahal belum selesai baca!"
"Aku juga! Padahal aku sudah di bagian seru, pas Pangeran Helios mau cium si Vermi!"
"Hush! Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan novel! Masih untung kita semua selamat!"
"I-iya juga sih."
.
Sayup-sayup dia bisa mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya. Sakura tidak mendengarnya terlalu jelas. Tapi dia yakin, obrolan itu berasal dari kumpulan gadis-gadis pecinta novel erotis dan tidak bermoral yang sering berkumpul di sebelah kamarnya. Padahal sudah berkali-kali Sakura tegur dan peringatkan mereka agar tidak ribut dan berkumpul di satu kamar. Sudah mengganggu ketenangan orang yang ingin istirahat, mereka juga sering membahas hal yang tidak penting dari novel yang mereka baca.
Khayalan mereka membuat Sakura muak. Apalagi mereka sering menceritakan isi novel itu tanpa Sakura minta. Andai saja kesabarannya sudah habis, pasti sudah dia bakar novel itu. Tapi dia lebih muak lagi dengan kisah yang ada di dalam novel itu. Semuanya terlalu muluk, tidak masuk akal, memusingkan, dan menjijikan. Terutama dengan kata 'laki-laki' yang tertulis di dalamnya.
Sebab Sakura mengidap Androphobia, alias phobia terhadap laki-laki. Bahkan melihat kata 'laki-laki' di dalam novel saja sudah membuatnya bergidik ngeri dan berkeringat dingin. Baginya, lebih baik dia tidak makan selama tiga hari daripada harus bertatap muka dengan laki-laki selama tiga detik. Jadi jangan heran jika Sakura tidak suka dengan novel cinta yang sering teman-temannya baca.
"Uhuk! Uhuk!"
Sakura tiba-tiba terbatuk. Dia tidak sengaja mengirup asap tebal berwarna kehitaman yang muncul dari sela-sela pintu kamarnya. Gadis bersurai hitam itu akhirnya membuka kelopak matanya dengan susah payah. Dia mengerutkan kening bingung saat melihat asap itu. Karena masih lelah, otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Tapi jantungnya sudah berdetak kencang. Dia merasa takut seketika.
Dengan gerakan cepat, Sakura bangkit dari tempat tidurnya dan berlari menuju pintu keluar satu-satunya di kamar itu. Pintu terbuka. Memperlihatkan pemandangan mengerikan yang pernah ia lihat sebelumnya.
.
"Hei! Jangan ribut dan tetap tenang! Apa semua orang yang ada di asrama sudah keluar semua?"
"Sepertinya sudah Sayuri sensei…"
"Benarkah? Tolong kalian absen satu persatu, setelah itu langsung berkumpul di aula sekolah. Sebentar lagi pemadam kebakaran dan ambulance akan datang."
"Tunggu sensei! Sa-sakura tidak ada!"
"SAKURA MASIH DI DALAM ASRAMA?!"
.
Api yang membakar asrama putri St. Lily semakin membesar. Sakura menutup hidungnya agar tidak menghirup asap tebal yang bisa membunuhnya perlahan. Tapi hal itu tidak berpengaruh sedikit pun. Sakura sudah banyak mengirup gas CO2. Sambil terbatuk-batuk dia berusaha untuk mencari jalan keluar, berteriak meminta tolong. Namun dia tahu, kalau usahanya itu sia-sia.
Kamarnya berada di bagian tengah lantai dua gedung asrama. Dirinya terjebak di tengah gedung yang terbakar. Posisinya saat ini benar-benar tidak menguntungkan. Api cepat menjalar di atap dan dinding asrama. Menghalangi jalannya untuk maju ke depan. Tubuhnya yang kelelahan, ditambah dengan asap yang sudah memenuhi jantung serta paru-parunya membuatnya sesak napas.
Apa dia akan mati di sini? Di dalam api. Sama seperti…
.
"Tolong cepat selamatkan murid saya pak! Dia masih berada di dalam gedung!"
"Tenang Nyonya, kami akan berusaha sebisa kami untuk menyelamatkannya!"
"Astaga, kasihan sekali Sakura. Kenapa tidak ada seorang pun yang membangunkan Sakura?!"
"Hiks! Hiks! Maaf sensei…aku benar-benar panik dan tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain menyelamatkan diri."
"Hiks! Aku juga…padahal dia ada di sebelah kamarku. Kulihat dia kelelahan karena sibuk mengurus acara ulang tahun sekolah. Aku jadi takut kalau dia ketiduran dan…tidak bisa diselamatkan…hiks!"
"Hiks! Hiks! Sakura-chan…hiks…maaf…"
"Maafkan kami Sakura…hiks! hiks!"
"Kalian semua jangan berpikir negatif begitu! Kita harus doakan Sakura agar dia masih bisa diselamatkan! Dia gadis yang kuat, pasti dia akan selamat!"
.
Duk!
Kaki Sakura terjegal sesuatu yang tergeletak di lantai asrama. Dia menoleh ke belakang untuk melihat benda apa yang sudah membuatnya jatuh tadi. Sakura yang tadinya meratapi nasib mendadak jadi kesal. Sebuah novel tebal dengan sampul hitam bergambar jantung yang dillit duri, tergeletak manis di sana. Kenapa di penghujung hidupnya dia harus melihat novel terkutuk itu sih?
Tiba-tiba sebuah ide brilian melintas di kepalanya.
Sakura mengambil novel itu, lalu melemparnya sekuat tenaga ke dalam kobaran api. Perlahan tapi pasti buku tebal itu terbakar. Berubah menjadi percikan api dan abu yang bertebaran di udara. Pandangan Sakura semakin mengabur. Dia terbaring lemah di lantai yang panas, seolah sedang dipanggang di dalam oven.
Sakura yakin, ini adalah saat-saat terakhirnya untuk hidup di dunia ini. Tapi entah kenapa Sakura tidak merasa sedih. Dia justru tertawa kecil saat menyadari keinginannya untuk membakar novel itu akhirnya terkabul juga. Walaupun dengan cara yang tidak dia inginkan.
Yang Sakura sayangkan, kenapa dia harus mati terbakar seperti ini? Rasanya sangat ironis, tapi dia tidak bisa menghindari maut. Sebagai manusia biasa, dia tidak bisa menebak atau menghindari kematian bukan? Selain itu dia merasa sedih, karena tidak bisa bertemu lagi dengan teman-temannya yang menyebalkan tapi baik hati. Serta Sayuri sensei, kepala sekolah St. Lily yang cerewet bukan main tapi sangat sayang padanya. Mereka semua adalah keluarga Sakura yang ia cintai. Meskipun berat dia harus mengikhlaskan diri untuk berpisah dengan mereka semua.
'Aku akan merindukan kalian…'
Sakura memejamkan matanya perlahan. Hawa panas dan asap yang tebal sudah mengepungnya. Nyala api semakin menjalar urgeh tubuhnya, membakar kulitnya. Rasa perih seolah sedang dikuliti mencuat di setiap sendi tubuhnya. Sebelum nyawanya benar-benar terpisah dari tubuhnya, Sakura memohon kepada Tuhan.
Semoga Sayuri sensei dan teman-temannya selalu bahagia. Semoga dia tidak harus bertemu dengan malaikat maut laki-laki, dan semoga dia bisa makan anmitsu lezat yang banyak di surga nanti.
.
.
.
.
.
Kematian memang tidak bisa dihindari…
.
"Bagaimana keadaan anak saya dokter Franz?" Seorang pria paruh baya dengan wajah khawatir akhirnya bersuara, memecah keheningan di kamar ala victoria bernuansa merah muda.
"Tenanglah, Duke Fleur. Panasnya sudah menurun. Beberapa jam lagi dia akan sadar. Asalkan Lady Cerise 'mau' istirahat dan rajin meminum obat yang sudah saya racik, pasti dia akan membaik." Dokter itu menekankan kata 'mau' yang diucapkannya. Mengingat betapa keras kepalanya Lady kecil yang sedang tertidur di atas kasur berukuran queen size itu.
"Syukurlah…tenang saja dokter. Akan saya usahakan agar Cerise mau meminum obat anda." Duke Fleur bernapas lega. Lalu pandangannya beralih ke arah seorang anak kecil berambut merah ikal yang berdiri di dekatnya. Wajah anak itu sangat manis, namun raut cemas dan air mata mulai muncul dipelupuk matanya.
"Maafkan saya Tuan Fleur…seharusnya saya melarang Nona Cerise untuk naik perahu di danau. Saya benar-benar minta maaf…" suaranya terdengar bergetar. Menahan air matanya untuk jatuh.
Duke Fleur mengusap rambut anak itu seraya tersenyum bijak.
"Tidak perlu menyalahkan dirimu Vermiculo. Aku tahu kau sudah berusaha keras melarang Cerise. Tapi dia tetap keras kepala. Lagipula kau yang sudah menyelamatkan putriku saat dia tenggelam, bukan?"
Vermiculo menganggukan kepalanya pelan. Tapi bukan hanya itu yang dia cemaskan. Walaupun baru bekerja selama satu bulan, Vermiculo cepat beradaptasi dan dia tahu betul sifat angkuh dan egois Cerise. Saat Nona-nya bangun nanti, dia pasti akan dibentak dan dipecat dalam sekejap. Itulah yang dia takutkan. Dia sudah tidak punya siapa-siapa dan tempat tinggal lagi di negeri ini. Kalau sampai kembali lagi ke panti asuhan yang mengerikan itu, dia akan mati perlahan tanpa ada yang tahu.
Dia tidak mau itu terjadi. Jika perlu dia akan menyembah sujud di hadapan Cerise agar Nona-nya mau memaafkan dirinya.
"Cerise! Putriku, kau sudah sadar?" Duke Fleur tiba-tiba berseru senang, saat melihat kelopak mata putrinya terbuka perlahan.
Deg!
Jantung Vermiculo berdetak kencang. Nona Cerise sudah sadar. Lebih cepat dari yang ia duga. Pandangan mereka tidak sengaja saling beradu.
Iris Hazelnut Vermiculo, bertemu dengan iris emerald Cerise. Entah kenapa ada yang berbeda dari pandangan mata Nona Cerise.
"Sepertinya Lady Cerise masih shock. Saya akan mencoba memeriksa lagi kondisinya." Ucap Dokter Franz.
Namun suara teriakan Cerise mengejutkan semua orang yang ada di kamar itu. Termasuk dokter Franz yang tiba-tiba di dorong menjauh oleh Cerise. Cerise yang biasanya menatap semua orang dengan angkuh dan sombong, kini terlihat ketakutan seperti anak kelinci yang takut dimakan serigala buas.
"KYAAAAAA! LA-LAKI-LAKIIIII! MENJAUH DARIKU!"
Dan semuanya pun hanya bisa terdiam mematung dengan sikap Cerise tersebut.
.
Begitu juga dengan kehidupan selanjutnya di dunia lain.
Hidup itu memang penuh kejutan bukan?
.
.
.
.
.
TBC
Catatan Author: Pernah nggak kalian baca manga, manhwa atau manhua dengan genre reinkarnasi ke dunia lain? Misalnya si tokoh utama mati, terus malah reinkarnasi di dunia kerajaan gitu. Saya lagi suka banget dengan genre ini. Jadi pingin nyoba buat juga. Wkwkwk. Ini bisa dibilang prolog sih. Untuk cerita selanjutnya nanti akan ada penjelasan lebih lanjut. Nama mereka sudah bukan nama jepang, tapi tokohnya tetap dari cerita Naruto kok. Semoga nanti kalian suka dengan ceritanya!
