Tittle : Bad Man

Rate : T+.

Genre : Romance, Angst.

Pair : BangLo / DaeLo.

Author : Skinner Choi.

Disclaimer : TS Entertainment.

Warning : BL, Yaoi, DLDR, OOC, AU, Miss Typo(s), No Flamers, RnR, Mungkin nggak sampai 5 chapter. Kayaknya alur juga kecepetan.

Chapter 1 : Jekyll.

Skinner [Re]-Present :

"BAD MAN"

Inspired by : Tokyo Ghoul

And

Song by : TK From Ling Tosite Sigure – Unravel

.

.

.

.

.

Rasa sakit itu datang tanpa tau apa penyebabnya

Tubuhnya selalu lelah saat dia terbangun di pagi hari

Dia tidak terlalu mengingat banyak hal saat keadaan menjadi sangat buruk

Ada waktu-waktu yang hilang, dan tidak bisa teringat

Dia merasa terlalu lama 'tertidur'

Dan semua terjadi begitu saja, tanpa ada memori yang jelas

Terus terulang seperti itu, dan semakin terbiasa seperti itu

Mungkin ada seorang 'penyusup' tanpa identitas

Tapi dia hanyalah namja lemah, tanpa kebahagiaan, dan tanpa mimpi yang terkabulkan

Dia hanya akan di hina, tidak diperlukan, dan disiksa

Dia adalah Choi Junhong…

.

.

.

.

.

Namja berambut Red Maroon itu terbangun saat hari mulai beranjak pagi. Terlihat jelas lingkar hitam di bawah kelopak matanya, seolah dia tidak tidur sama sekali. Tubuhnya terasa lelah. Dia merasakan linu dan pegal di sekujur tubuhnya seperti baru saja dipukuli banyak orang. Dia mengerang menahan sakit yang membuatnya tersiksa.

BRAAK! BRAAK!

" Bangun pemalas! Cepatlah bekerja! Atau kau akan berakhir kupukuli!." Seru seorang lelaki dari luar kamarnya setelah menggebrak pintu dengan kasar.

Junhong berjalan tertatih menuju kamar mandi tak ingin mendapat pukulan baru sepagi ini. Meski dia benar selalu saja ada kesalahan-kesalahan kecil yang membuatnya harus dipukul. Rasa nyeri terasa saat air dari shower menerjang di belakang kepalanya, dia terlalu banyak di pukul di sebelah sana. Dan berharap tidak akan terjadi sesuatu yang serius karena hal itu.

Setelah selesai mandi dan bersiap, dia keluar dari kamarnya dan kembali mendapat pukulan di belakang kepalanya, dia meringis menahan sakit.

" Cepatlah bekerja! Pastikan bawakan aku banyak bir nanti!." Seru ayahnya sambil mendorongnya dengan kasar.

Dia hanya diam tidak berani mengatakan apapun, bahkan membela diri. Dia terlalu takut, terlalu lemah, dan terlalu mengalah. Dia tidak mampu hanya untuk mengatakan perasaannya ataupun melakukan pertahan diri.

Dia berjalan dengan menunduk, tak ada seorangpun yang menjadi temannya selama ini. Dia bahkan tidak memiliki sebuah tujuan hidup yang pasti. Dia hanya melakukan apapun yang ayahnya perintahkan, dan lama kelamaan dia tidak lagi memikirkan apa yang dia inginkan.

" Ya! Junhong!."

Tiba-tiba seorang lelaki memanggilnya, tubuhnya tinggi tegap dan terlihat garang, caranya berpakaian terlihat sekali dia seperti bos geng-geng di jalanan.

Junhong menoleh dan melihat pria itu. " Kemana saja! Aku mencarimu sejak kemarin." Katanya.

" Mian… Aku terus ada di rumah hyung…" jawab Junhong kalem.

" Hari ini, ikutlah denganku." kata pria itu.

" Tapi, aku harus bekerja hari ini. Jika tidak—"

" Ya! kau ini kekasihku, jadi turuti saja kemauanku." Potong pria itu.

Junhong terdiam, salah satu kelemahannya adalah sulit menolak sesuatu, jika dia sudah dipaksa, dia tidak bisa menolak meski tidak mau. Dan kekasihnya satu ini jika sudah meminta sesuatu selalu harus dia turuti.

Namanya Bang Yongguk, mereka mulai menjadi sepasang kekasih sejak 2 bulan yang lalu. Junhong menyukai Yongguk yang ternyata teman masa kecilnya itu. Dan setelah kembali bertemu, Yongguk akhirnya memutuskan untuk menjadikan Junhong sebagai kekasihnya. Entah apa yang Yongguk pikirkan, tetapi dia sangat mengagumi paras Junhong yang sangat cantik, dan baginya wajah indah Junhong seperti orang yang tidak pernah melakukan dosa. Tak ada yang bisa menyamai kecantikan dan kelembutan wajah Junhong yang selalu ia kagumi. Meski terkadang selalu saja ada lebam dan luka, wajah itu tetap memancarkan pesona.

" Kau ingin mengajakku kemana hyung?." Tanya Junhong.

" Ke rumahku." Jawab Yongguk.

" Rumahmu? Ada apa memangnya?." Tanya Junhong.

" Aku ingin di temani." Jawab Yongguk.

Junhong terdiam sambil memainkan ujung kemejanya. " Jika ayah tau…"

" Dia tidak akan tau." Potong Yongguk cepat.

" Tapi hyung—"

" Kenapa kau tidak keluar saja dari rumah itu? Kau tidak suka kan pada ayahmu? Lalu kenapa kau selalu melakukan apa yang dia katakan?." Kata Yongguk tegas. Dia terlihat sangat membenci ayah Junhong. Selain itu hubungan mereka juga tidak disetujui oleh ayah Junhong.

" Aku… tidak bisa…" kata Junhong pelan.

" Kau harus bisa! Kau selalu menurut pada kehendak orang lain. Aku kesal melihatmu seperti itu!." Kata Yongguk.

" Aku tidak bermaksud melakukan apa yang orang lain katakan padaku. Aku hanya—"

" Hanya tidak tegas." Tambah Yongguk cepat, dan Junhong terdiam.

" Padaku saja kau selalu menurut. Terkadang aku juga ingin tau apa yang kau inginkan." Kata Yongguk, kali ini suaranya turun lebih lembut.

Junhong menatap Yongguk dan tersenyum. " Aku hanya ingin bersamamu hyung." Kata Junhong.

Kali ini Yongguk yang terdiam. Tak sekali dua kali dia selalu bicara kasar pada Junhong, tetapi kekasihnya ini selalu saja mengatakan bahwa dia sangat mencintainya. Terkadang ada rasa bersalah akan hal itu, tetapi seolah sudah menjadi kebiasaan, Yongguk tidak bisa mengubah hal itu.

Tak lama setelah itu, mereka sampai di rumah Yongguk. Yongguk tinggal sendiri di Seoul ini, dia bekerja serabutan asal dia bisa makan setiap hari itu cukup untuknya. Dia punya beberapa anak buah dari geng-nya. Karena itu tak ada yang berani menggoda Junhong jika tidak ingin berurusan dengan Yongguk.

Junhong duduk di sofa di ruang tamu, melepas sedikit lelah setelah berjalan lumayan jauh. " Buatlah sesuatu untuk kita makan." Kata Yongguk pada Junhong.

Junhong mengangguk dan segera berjalan ke dapur. Dia membuatkan sebuah ramyun untuk kekasihnya. Dia mencari Yongguk dan menemukan kekasihnya itu sedang di kamarnya, duduk diatas tempat tidur sambil memainkan gitar, memainkan beberapa chord, dan menghentikannya saat nadanya mulai sumbang dan mencoba mengulangnya lagi.

" Hyung, ayo makan." Kata Junhong.

" Iriwabwa." Kata Yongguk sambil menanggalkan gitar di sampingnya, dan Junhong menghampiri Yongguk dan memberikannya semangkuk ramyun.

" Kau tidak makan?." Tanya Yongguk.

" Ani. disana hanya ada satu porsi ramyun untuk di masak." Jawab Junhong.

" Kalau begitu, makanlah berdua denganku." kata Yongguk sambil mulai menyuapi Junhong.

Bagi Junhong, Yongguk adalah orang yang amat ia sayangi, dia tidak akan menuntut apapun dari kekasihnya, selama mereka bisa terus bersama.

" Hyung…" panggil Junhong pelan.

" Wae?." Tanya Yongguk.

" Mulai sekarang, aku akan mengatakan apa yang aku inginkan." Kata Junhong sambil perlahan menggenggam tangan Yongguk. Yongguk terdiam menunggu Junhong melanjutkan kalimatnya.

" Terkadang, aku marah padamu, tetapi aku tak pernah bilang. Kau berubah dengan cepat, terkadang kau kasar padaku, dan memakiku, tetapi kau bisa langsung berubah sangat menyayangiku, dan mengatakan hal-hal manis padaku. Aku mencoba melakukan apapun yang kau inginkan. Aku tidak marah. Karena bagiku kau memang seperti itu hyung." Kata Junhong sambil memandang mata Yongguk dalam sambil tersenyum kecil. " … Aku hanya temukan bahagia saat bersamamu…" bisik Junhong pelan.

Yongguk menaruh ramyun dan tak lagi berselera untuk menghabiskannya. Dia menghela nafas menatap Junhong.

" Babo chagi!." Katanya, membuat Junhong terdiam.

Yongguk langsung menarik tengkuk Junhong, dan jatuh dalam ciuman, Junhong tidak melawan, karena Yongguk adalah kekasihnya. Hanya ciuman kecil, tetapi terasa mendebarkan.

" Jangan katakan hal bodoh seperti itu. Aku memang bukan orang yang berbicara selembut dirimu, atau memiliki belas kasihan. Aku orang yang kasar. Karena itu, aku membutuhkanmu untuk terus bersamaku." Kata Yongguk.

Junhong tersenyum. " Aku percaya padamu hyung. Dan akan selalu seperti itu." Kata Junhong.

Yongguk tersenyum. Pada semua kekurangan dan kesusahan yang mereka berdua alami, mereka masih bisa berbagi kasih, berada pada situasi tak menentu, dimana harus ada cacian, pukulan, dan pertengkaran di antara mereka, selalu saja akan ada waktu berdua dimana mereka bisa saling mencintai.

Hanya sebuah cinta sederhana.

Tanpa alasan mencintai.

Tanpa ada komitmen.

Hanya sebuah hubungan yang menjadi sebuah kebutuhan ketika hati mereka lelah satu sama lain.

.

.

.

.

.

Junhong menghentikan langkahnya tak jauh dari rumahnya. Ada sebuah ketakutan yang tak bisa ia katakan. Dia baru saja pulang dari rumah Yongguk, dan hari ini dia tidak membawakan bir sesuai yang ayahnya perintahkan. Entah berapa pukulan lagi yang harus ia terima malam ini. Dia sudah berkali-kali melewati situasi seperti ini, tetapi dia tetap ketakutan membayangkan kemarahan ayahnya itu.

Dia memberanikan diri untuk masuk ke rumahnya. Baru saja dia membuka pintu untuk masuk, ayahnya sudah berdiri menantinya.

" Kau tidak membawa bir?!." Tanya ayahnya.

" A.. ani… aku…"

PAAKK!

Sekali lagi pukulan di belakang kepalanya terasa begitu sakit. Dia belum sempat berbicara lebih beberapa pukulan berikutnya ia rasakan. " Ya! benar-benar anak tidak berguna! Kau pasti tidak bekerja dengan becus! Aku hanya minta bir darimu!." Bentaknya sambil menendang kaki Junhong dengan keras.

" Mianhae…" kata Junhong pelan, pasrah akan apapun yang ia terima sekarang.

" Aku tidak peduli! Kau harus bawakan bir untukku sekarang!." Perintah ayahnya.

" Tapi—"

" Aku tidak peduli kau akan mencurinya untukku atau apapun, aku ingin bir sekarang!." Serunya sambil mendorong Junhong keluar dari rumah.

Junhong berusaha bangkit, dan menyeimbangkan jalannya yang sedikit tertatih, apa yang harus ia lakukan sekarang? Dia tidak punya uang sama sekali untuk membeli apapun. Dia berjalan keluar pagar dan berdiri disana, tak punya tujuan.

" Hey!." Panggil seorang wanita. Dia menoleh ke arah wanita itu, memastikan apakah dia yang di panggil.

" Geurae, kau namja berambut merah." Katanya memastikan. Junhong berjalan kearah wanita itu dan memberi salam.

" Apa yang kau lakukan malam-malam begini?." Tanyanya.

Junhong terdiam, tidak begitu yakin ingin mengatakan alasannya. " Aku mengenalmu, aku tinggal di sebelah rumahmu. Kemarilah, aku ingin bicara denganmu." Kata wanita itu dengan lembut. Dan Junhong hanya menurut.

Wanita itu menyuruh Junhong untuk mampir ke rumahnya. Dia bahkan menghidangkan makan malam untuk Junhong juga.

" Ahjumma… sebelumnya, bolehkah aku tau kenapa kau memanggilku kesini?." Tanya Junhong saat wanita itu sibuk menghidangkan makanan.

Wanita itu tersenyum, " Tiap hari aku tidak sengaja mendengar suara ayahmu. Beberapa orang disini tidak terlalu akrab dengan keluargamu. Tetapi, terkadang aku mendengar masalah sepele yang ayahmu pusingkan hingga memarahimu." Kata wanita itu.

" Maaf jika selama ini kami menganggumu, aku tidak mengiratetangga akan mendengarnya." Kata Junhong sungkan.

" Anieyo… aku tidak terganggu, karena hanya terdengar saat suasana rumah memang sepi. Aku malah bersalah karena mendengarnya."

" … Ayah memang seperti itu, aku minta maaf…" kata Junhong.

" Kau tidak perlu minta maaf akan hal itu. Aku sering melihatmu, terkadang aku ingin sekali berbicara denganmu. Membuatku teringat dengan putraku yang tinggal jauh dariku. Kau selalu mengingatkanku padanya. Karena itu aku ingin sekali memintamu makan malam bersamaku." Katanya, nadanya begitu tulus disampaikan.

" Aku merasa sangat malu sekali, tidak seharusnya ahjumma berbaik hati, keluargaku bahkan tidak melakukan hal yang sepantasnya pada orang lain." Kata Junhong.

Wanita itu duduk berhadapan dengan Junhong, lalu tersenyum kalem. " Apa… ayahmu yang melakukan semua ini?." Tanya wanita itu dengan hati-hati sambil menunjuk beberapa luka di tangan dan wajah Junhong.

Junhong menunduk malu, dan mengangguk kecil, tidak berani menatap wanita itu. " Kenapa dia melakukannya?." Tanya wanita itu khawatir, lebih tepatnya seperti ibu yang mengkhawatirkan anaknya.

" Banyak hal yang membuatku di pukul… aku tidak ingat satu per satu." Kata Junhong pelan. Dia tidak ingin ada yang tau betapa ayahnya terlalu berlebihan menyiksanya.

" Dia tidak tau bagaimana bahagianya memiliki seorang putra. Suatu saat, dia akan menyesal pernah menyiakanmu." Kata wanita itu.

" Aku tidak bisa lagi melihat masa depan ahjumma. Selama ayah tetap seperti itu, aku tidak lagi tau bagaimana cara untuk mewujudkan apa yang kuinginkan." Kata Junhong.

Wanita itu menghela nafas panjang penuh kekhawatiran pada Junhong. Dia pernah melihat beberapa kali saat Junhong dipukuli, dan dia merasa sangat kasihan, dan ingin sekali memperlakukan Junhong dengan baik.

" Kau boleh datang kesini untuk bercerita padaku." Kata wanita itu.

Junhong terlihat terkejut. " A.. aniya… aku akan sangat merepotkan nanti, aku baik-baik saja." Kata Junhong.

" Aku sungguh-sungguh. Selain itu di rumah juga tidak ada siapapun, jadi datanglah jika kau mau. Aku akan masakan sesuatu yang enak untukmu. Aku tidak ingin kau terus dipukul seperti itu. Jujur saja, aku ingin sekali menolongmu." Kata wanita itu.

Junhong terdiam menatap wajah wanita itu, baru kali ini dia diperlakukan seperti ini, bahkan ingin di bela sepenuh hati oleh orang lain.

" Kenapa kau dipukul kali ini?." Tanya wanita itu.

Junhong terdiam agak lama. " Ayah menyuruhku membawakan bir sebanyak yang ia inginkan, tetapi hari ini aku tidak membawakan satupun untuknya." Kata Junhong pelan.

" Keterlaluan." Katanya sambil mendesah menahan kesal. " Sekarang makanlah dulu, kau boleh makan sebanyak apapun disini. Sebelum dingin cepat habiskan." Lanjutnya wanita itu.

Junhong terlihat ragu untuk mengambil sumpit di depannya. " Ayo, makanlah, kau pasti belum makan seharian ini." Kata wanita itu.

Perlahan Junhong mengambil sumpit itu dan memulai untuk makan. Ini adalah makanan terenak yang pernah ia makan selama ini. Bukan karena rasanya enak, tetapi rasa bahagia, tenang, dan nyaman yang lama tak pernah ia rasakan lagi.

Wanita itu bisa melihat ekspresi bahagia, dan syukur yang amat sangat dari wajah Junhong. Dia tidak bisa membendung rasa senang melihat pemuda di depannya ini bisa menikmati bahagia.

" Aku akan ambilkan obat untuk mengobati lukamu." Kata wanita itu sambil beranjak pergi.

Junhong benar-benar berterimakasih pada wanita ini, bahkan dia berjanji apapun yang terjadi dia pasti akan melakukan apapun untuk membalas kebaikannya. Tak ada seorangpun yang benar-benar tulus melakukan hal ini untuknya.

Dan dia menangis dalam diam, dia tetap menggerakkan sumpitnya untuk makan, tetapi rasa bersyukur itu tak putus ia rasakan. Ia merasakan kembali sosok ibu, dan dia seakan tidak ingin beranjak dari rumah ini.

Wanita itu menghentikan langkahnya saat melihat Junhong menangis. Dia tersenyum kecil seakan dia lega bisa melihat Junhong senang. Dia benar-benar ingin sekali dekat dengan Junhong karena dia sangat merindukan anaknya.

Setelah Junhong tenang, wanita itu menghampiri. " Apa kau ingin tambah?." Tanya wanita itu.

" Ani. Ini sudah cukup. Aku sudah kenyang. Terimakasih banyak, ahjumma." Kata Junhong.

" Biar kuobati dulu." Kata wanita itu sambil dengan cekatan membersihkan luka Junhong terlebih dahulu.

Junhong mengerang sakit saat lukanya yang masih terbuka harus bersentuhan dengan alkohol.

" Oh, aku lupa menanyakan namamu." Kata wanita itu.

" Junhong. Choi Junhong." Jawab Junhong.

" Kalau begitu,mulai sekarang panggil saja aku Kim Ahjumma." Katanya.

" Araseo… Terimakasih banyak untuk hari ini." Kata Junhong.

" Kau tidak perlu berbalas budi, karena aku memang melakukan ini atas kehendakku sendiri." Kata Kim ahjumma.

Junhong tersenyum kecil. " Aku akan kesini jika aku ingin bercerita." Kata Junhong, dan ia melihat wajah Kim ahjumma yang senang.

" Ini bawalah beberapa bir yang kupunya, daripada kau tidak diperbolehkan masuk rumah." Kata Kim ahjumma.

" Terimakasih banyak."

Setelah memberi salam, dia pamit pulang, dan segera memberikan bir itu kepada ayahnya. Setelah itu dia segera tidur.

Keesokkan paginya, dia terbangun saat mendengar gebrakan pintu. Seperti biasa, ayahnya selalu mengumpat untuk membangunkan Junhong. Badannya terasa sangat lelah, dan ada beberapa bagian tubuhnya yang sakit. dia berfikir karena tiap hari dia mendapat pukulan, dia tidak akan pernah merasa bangun dengan keadaan sehat. Selalu saja muncul memar baru akibat pukulan kemarin.

Dia segera mandi dan bersiap. Karena ocehan ayahnya semakin tak terputus, dan terus menerus menganggu pikirannya. Dia berangkat bekerja.

Tak lama setelah itu tiba-tiba terdengar suara riuh, dan para pejalan kaki di depannya mulai berlari menghindari sesuatu. Junhong masih bingung dengan apa yang terjadi. Dia mencoba melihat kesekeliling, dan mendapati beberapa orang membawa senjata tajam dengan brutal saling berkelahi. Sepertinya pertengkaran antar geng yang sering terjadi di sekitar situ.

Tak butuh waktu lama hingga mereka mencapai tempat Junhong berdiri. Sepersekian detik Junhong melihat Yongguk juga ikut berkelahi. Dia mencoba melidungi dirinya sendiri dan mencoba mencari Yongguk.

Dan setelah mendapat beberapa lemparan benda tumpul dia akhirnya sampai menemui Yongguk.

" Junhongie! Apa yang kau lakukan disini!." Seru Yongguk terkejut, membuatnya kebingungan untuk melindungi Junhong.

" Hyung, berhenti. Kau bilang tidak lagi ikut perkelahian antar geng!." Seru Junhong juga mencoba menghindari perkelahian.

" Pergilah, cepat! Kau bisa terluka disini!." Seru Yongguk.

" Aku ingin kau berhenti hyung! Hajima!." Kata Junhong.

" Kau tidak mengerti Junhongie, ppali, pergilah! Mereka geng dari daerah utara, mereka membuat onar di tempatku. Aku harus membereskan mereka dulu." Kata Yongguk sambil mendorong Junhong untuk segera pergi.

Dan saat itu juga ada seorang yang memukul punggung Yongguk hingga tersungkur. Junhong terlihat terkejut dan segera berlari kearah Yongguk yang limbung karena pukulan keras itu.

" Ya! berhenti!." Seru Junhong sambil melindungi Yongguk. dia mendapat beberapa pukulan dari orang tersebut.

" BERHENTIII!." Bentak Junhong sambil memandang orang itu dengan tatapan kemarahan.

Seolah melihat seorang pembunuh, si pemukul itu membatu selama beberapa detik, dan menjatuhkan senjatanya.

" K.. kau…" dia terlihat gemetar ketakutan. " Ti.. tidak mungkin… kenapa bisa… kau… Ze.. Zelo!." Katanya ketakutan, lalu dia berlari pergi.

Dia menarik ketua geng-nya, dan mengatakan apa yang dia lihat tadi, dan ketua geng itu juga ikut terkejut dan ketakutan. Tak butuh waktu lama mereka langsung bubar dan lari sejauh mungkin.

" Aish..! Sekki!." Umpat Yongguk mencoba menahan rasa sakit di punggungnya dan berusaha bangkit.

" Hyung! Gwaenchanayo? Ayo pulang. Kau harus diobati." Kata Junhong khawatir.

" Kemana mereka pergi?." Tanya Yongguk.

" Yongguk! Mereka sudah pergi. Aku tidak tau alasannya, tiba-tiba mereka pergi begitu saja." Lapor seorang anak buah Yongguk.

" Apa yang terjadi? Apa yang membuat mereka pergi?." Tanya Yongguk.

" Aku sendiri juga tidak tau. Tiba-tiba mereka pergi dengan ketakutan."

" Hyungkajja, aku khawatir sekali, kau harus segera pulang. Jangan lakukan ini lagi." Kata Junhong sambil mencoba membantu Yongguk berdiri.

" Sial! Apa yang sedang terjadi tadi?." Gerutu Yongguk yang tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.

" Aku tidak dengar dengan jelas, tetapi mereka bilang sesuatu tentang Zelo." Kata anak buah mereka.

" Zelo? Nugu?." Tanya Yongguk.

" Aku juga tidak tau siapa dia." Jawab anak buahnya.

" Ya, aku juga dengar seperti itu." Kata Junhong.

" Lalu siapa Zelo ini? Kenapa mereka ketakutan seperti itu?." Tanya Yongguk.

" Aku juga tidak kenal hyung. Sudahlah, lebih baik kau pulang dan segera obati lukamu." Kata Junhong.

" Araseoarasseo.."

Yongguk masih tidak mengerti kenapa geng mereka tiba-tiba menyerah karena seseorang bernama Zelo. Seingatnya tidak ada anak buahnya yang bernama Zelo, dan dia juga tidak pernah bertemu seseorang bernama Zelo. Sebuah tanda Tanya besar dan rasa penasaran yang sangat mengganggunya. Dia ingin tau siapa Zelo itu.

.

.

.

.

.

.:: To Be Continued ::.

.

.

.

.

.