Author
Macchi~
Genre(s)
Romance;Drama;Hurt/Comfort(?)
Pairing
Hoshi X Woozi/Soonyoung X Jihoon
Cast(s)
Kwon Soonyoung
Lee Jihoon
Kim Mingyu
Jeon Wonwoo
Wen Junhui
OC!Kang Yoomi
Warning(s)
School-life;Teen-life;Bullying(?);GS!for uke
Disclaimer
the casts belongs to their parents but this story belongs to author~
Entah ini sudah yang keberapa kalinya Jihoon mendengar cibiran untuknya. Telinganya mungkin sekarang sudah memerah dan tidak mungkin akan memanas sebentar lagi. Yang Jihoon tahu, semua cibiran itu berasal dari hampir seluruh murid perempuan di sekolahnya. Dan Jihoon tahu kenapa. Pasalnya seminggu lalu, Jihoon─dengan tidak tahu diri─menolak pernyataan cinta dari murid paling populer dan menjadi incaran hampir seluruh murid perempuan─termasuk senior dan junior─disekolahnya yang bernama Kwon Soonyoung.
Kwon Soonyoung, pemuda kelebihan zat percaya diri dan terlalu hyperaktif hingga Jihoon yakin kalau anak itu bukan manusia karena tidak pernah lelah. Jihoon kenal dengan sangat siapa Kwon Soonyoung. Dia adalah salah satu dari tiga pemuda paling diincar disekolah─walaupun sekarang berkurang satu karena sudah punya kekasih─setelah Kim Mingyu dan Wen Junhui. Dia juga anak dari konglomerat yang entah kekayaannya tidak habis tujuh turunan dan orangtuanya juga anggota komite sekolah. Dia nakal dan berandalan tapi tidak bodoh, bahkan bisa dibilang cerdas karena tidak pernah bergeser dari peringkat tiga besar. Dan tentu saja banyak yang ingin jadi kekasihnya, tapi itu tidak berlaku untuk Lee Jihoon.
Lee Jihoon sendiri adalah gadis yang tidak bisa dikatakan jelek karena wajahnya manis dengan rambut panjang setengah punggung dengan warna pink nyentrik. Tinggi badannya terbilang cukup kecil untuk ukuran siswi sekolah menengah, tapi dia tidak peduli. Matanya yang kecil dan sipit membuat kesan pertama saat bertemu dengan Jihoon adalah dia imut dan banyak bicara. Tapi nyatanya dia hanya gadis remaja yang pendiam dan tidak suka ikut campur urusan orang lain. Dia memang galak─dan kalau membunuh itu legal, dia sudah membunuh banyak orang─tapi dia juga baik, mungkin bisa dibilang dia adalah tipe tsundere kelas berat.
:
:
Jihoon masuk ke kelasnya seperti biasa lalu duduk di tempat duduknya seperti biasa, tapi cibiran orang-orang seakan tak pernah habis. Hanya karena menolak pernyataan cinta dari manusia kelebihan energi bernama Kwon Soonyoung, ia dibenci hampir seluruh murid perempuan─walaupun tidak semuanya karena ada beberapa orang yang seperti Jihoon, maksudnya tidak tertarik dengan Soonyoung─disekolah. Jihoon menghela nafas, ia sudah kebal karena sudah seminggu ini ia jadi cibiran. Dan semakin hari cibiran yang dilontarkan semakin frontal dan kasar, seakan Jihoon benar-benar pantas dibenci.
Seorang gadis tiba-tiba melempar tasnya sembarang kearah kursi sebelah Jihoon kemudian gadis itu duduk dengan kasar. Jeon Wonwoo─sahabat baik Jihoon, teman sebangkunya, merangkap teman pertsundereannya─mendengus kesal pagi ini. Jihoon cukup heran karena tidak biasanya Wonwoo sudah bad mood pagi-pagi.
"Ada apa?" Jihoon bertanya.
"Aku muak mendengar kau dicibir orang-orang." Jawab Wonwoo kesal.
"Hei, yang dicibir itu aku, kenapa kau yang ribut?"
Wonwoo menatap Jihoon dengan mata tajam khasnya, "Aku itu temanmu, tahu! Makanya aku peduli!"
Jihoon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jihoon mengerti maksud Wonwoo, tapi ayolah Jihoon saja tidak ambil pusing─walaupun telinganya kadang suka berdengung sendiri karena terlalu sering dibicarakan oleh orang dibelakang─jadi buat apa Wonwoo pusing hanya karena hal itu.
"Kau tahu? Harusnya kau melabrak Soonyoung." Ujar Wonwoo dengan nada pelan, takut teman sekelas mereka─yang sebagian besar fans Soonyoung─dengar.
Jihoon terkekeh, "Tidak aku tidak tertarik. Nanti dia kesenangan kalau aku labrak." Jawab Jihoon.
"Tapi ini sudah keterlaluan. Kejadian itu sudah seminggu, dan kau masih dicibir."
"Aku juga heran." Gumam Jihoon. "Yang ditolak kan dia, kenapa mereka yang ribut?"
"Karena dia yang kau maksud adalah Kwon Soonyoung!" seru sebuah suara dari arah belakang Jihoon.
Jihoon dan Wonwoo menoleh dan mendapati Yoomi─yang juga teman seangkatan mereka tapi beda kelas─sudah berdiri disana. Kemudian Yoomi berjalan mendekati meja Jihoon dan menggebraknya keras hingga Jihoon dan Wonwoo tersentak. Rambut merah menyala Yoomi─yang kadang Jihoon kira itu adalah simbol kesetanannya─turun beberapa helai karena gadis itu menunduk kearah Jihoon, mendekatkan wajahnya.
"Aku bingung apa yang dicari Kwon Soonyoung darimu." Kata Yoomi dengan nada menyindir.
Jihoon tak ambil pusing karena ia sudah biasa meladeni Yoomi sejak seminggu lalu─apalagi kadang gadis gila itu datang bergerombol bersama kelompoknya─karena insiden 'Soonyoung-ditolak-cintanya-oleh-Jihoon'.
"Ya, aku juga penasaran apa yang dicari Kwon Soonyoung dariku." Jawab Jihoon seadanya karena sudah lelah meladeni Yoomi yang notabenenya adalah fans fanatik─terkesan gila─dari Kwon Soonyoung.
"Kalau dibandingkan denganku, kau tidak apa-apanya!" seru Yoomi.
"Simpan saja pernyataan gilamu itu untuk orang lain, Kang Yoomi." Ujar Wonwoo kesal.
Jihoon terkekeh. Yoomi dan Wonwoo adalah musuh sejati sejak setahun lalu, tepatnya saat mereka kelas satu. Yoomi yang notabenenya adalah gadis populer dan cantik─yang katanya bisa mendapatkan pria manapun yang ia mau─mengincar pemuda tinggi yang juga teman Soonyoung bernama Kim Mingyu. Segala usaha dilakukan Yoomi agar dekat dengan Mingyu. Entah karena gilanya sudah ada sejak dulu, atau bagaimana, pernah pada suatu hari yang cerah, Yoomi mendatangi Mingyu dan menghadangnya di koridor. Tentu sebagai pemuda yang baik, Mingyu meladeni Yoomi dan bertanya ada apa, dan di detik berikutnya Yoomi berteriak kalau ia menyukai Mingyu dan memintanya jadi kekasih. Tapi di menit berikutnya, Mingyu dengan sangat-sangat baik menolak Yoomi dan bilang kalau ia sudah punya kekasih. Yoomi penasaran karena selama ini Mingyu tidak pernah jalan bersama dengan gadis lain. Dan selama 5 hari mencari tahu, akhirnya terbongkarlah hubungan antara Mingyu dan Wonwoo─yang padahal sudah ditutupi dengan baik oleh mereka─ke seantero sekolah, membuat Yoomi membenci Wonwoo dan menjadikannya sebagai musuh abadi.
"Harusnya aku bisa jadi kekasih Mingyu kalau pemuda itu tidak di guna-guna oleh gadis ini!" seru Yoomi sambil menunjuk Wonwoo.
Wonwoo tampak tak acuh pada Yoomi, ia hanya mengibaskan rambut pendek sebahunya kearah Yoomi lalu menoleh kearah Jihoon. Tentu saja Jihoon terkekeh lagi karena tingkah Wonwoo.
Percakapan tidak penting─menurut Jihoon─pagi itu terinterupsi oleh suara berat yang dengan jelas terdengar di arah pintu kelas Jihoon.
"Selamat pagi, princess." Sosok Mingyu masuk begitu saja ke kelas Jihoon lalu menghampiri meja Jihoon dan Wonwoo.
Yoomi yang kesal langsung angkat kaki saat itu juga, membuat Wonwoo tersenyum lebar begitu pula dengan Jihoon. Bisa sakit kepala tiba-tiba kalau harus meladeni Yoomi dan mulut besarnya sepanjang pagi.
Mingyu menghampiri Wonwoo lalu menarik satu kursi yang tak jauh darinya dan duduk disamping Wonwoo. Pemuda itu tersenyum lebar hingga menampakkan gigi taringnya yang kata Wonwoo seperti taring anak kucing.
"Ada apa pagi-pagi kesini?" Tanya Wonwoo.
"Mengantar surat." Jawab Mingyu masih sambil tersenyum.
"Sekarang kau jadi kurir surat?" ledek Jihoon sambil terkekeh.
Mingyu kemudian mengeluarkan sebuah amplop biru muda dari saku jas sekolahnya dan memberikannya pada Jihoon. Tentu saja Jihoon bingung, tapi tetap menerimanya.
"Aku terpaksa." Jawab Mingyu seadanya. "Kalau aku menolak, ada yang merajuk seperti anak anjing tidak diberi makan."
Jihoon tertawa. Ia tahu siapa yang dimaksud Mingyu. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan─
"Jihoonie sayang~!"
─Kwon Soonyoung.
Kwon Soonyoung berjalan masuk ke kelas Jihoon sambil tersenyum lebar hingga kedua matanya yang sipit semakin menyipit. Soonyoung duduk di kursi di depan meja Jihoon tapi tubuhnya menghadap meja Jihoon.
"Selamat pagi." Katanya.
Jihoon mendengus tak peduli. Ia menggoyangkan amplop biru muda ditangannya ke hadapan Soonyoung yang dibalas cengiran bahagianya.
"Untukmu." Jawab Soonyoung seolah tahu apa yang dipikirkan Jihoon.
"Iya aku tahu!" seru Jihoon. "Tapi apa maksudmu memberiku surat?"
"Karena kalau aku mengatakannya langsung, aku tahu aku pasti akan dihajar." Jawab Soonyoung.
Jihoon memijat kedua pelipisnya, meladeni Soonyoung membuat ia migrain tiba-tiba. Padahal Jihoon sudah berusaha menjauhi, menghidar, bahkan sampai mengusir Soonyoung─yang berakibat ia harus dibully habis-habisan oleh Yoomi dan kelompoknya─agar tidak mendekatinya. Tapi anak itu seperti tidak mengindahkan semua penolakan Jihoon.
"Apa tidak cukup kau ku tolak seminggu yang lalu?" Tanya Jihoon akhirnya.
"Ditolak? Siapa? Aku?" Tanya Soonyoung. "Tidak…tidak, kau tidak menolakku."
Jihoon mengerutkan dahi kebingungan. Kalau seminggu lalu apa yang dilakukan Jihoon bukan sebuah penolakan, lalu apa?!
"Kau hanya meninggalkanku di lapangan─dengan posisi masih berlutut─dan tidak bicara apa-apa. Yah, maksudku kau tidak mengatakan iya atau tidak." Jelas Soonyoung.
Lagi-lagi kepala Jihoon berdenyut. Sudah gila, tidak peka pula. Jihoon tidak bicara apa-apa lagi, sementara Soonyoung masih setia di tempatnya duduk sambil memandangi wajah kesal Jihoon sambil tersenyum lebar.
:
:
Begitu bunyi bel istirahat terdengar, guru yang mengajar segera menyelesaikan pelajarannya dan menutup pelajaran hari itu. Tepat setelah guru keluar, beberapa murid berhamburan keluar kelas menuju kantin dan beberapa lagi di kelas memakan bekal mereka. Dan diantara beberapa orang yang di kelas ada Jihoon dan Wonwoo masih sibuk dengan buku mereka.
"Sayang, jangan belajar terus." Sebuah suara menginterupsi kegiatan Jihoon dan Wonwoo.
Mereka mengangkat kepala mereka dan menoleh kearah suara tersebut. Mingyu melambaikan tangannya pada Wonwoo yang dibalas dengusan tak suka.
"Apa?" Tanya Wonwoo ketika Mingyu menghampirinya bersama Soonyoung dan Jun.
Jihoon tidak peduli, ia kembali sibuk dengan kegiatan mencatat dan menghiraukan orang-orang yang mulai berbisik tak suka kearah Jihoon.
"Jihoonie~"
"Sial suara ini lagi" umpat Jihoon dalam hati.
Jihoon tidak menoleh, dan tidak menjawab. Ia mengacuhkan panggilan manis itu dan tetap menyibukkan dirinya dengan mencatat. Tapi tampaknya, orang yang memanggilnya tidak suka dihiraukan. Jadi orang itu memeluk leher Jihoon dari belakang, membuat Jihoon tersentak dan melepas pulpen yang dipegangnya secara tiba-tiba.
"Ayo makan." Bisik orang itu─Soonyoung─ditelinga Jihoon, membuat Jihoon bergidik karena geli.
Jihoon dengan brutal mencubit tangan Soonyoung yang melingkar di lehernya, membuat pemuda itu melepas pelukannya dan mengaduh kesakitan. Dan jangan lupa tatapan tajam yang seakan mengatakan kalau ia siap membunuh Soonyoung kapan saja.
"Jangan ganggu aku, Kwon Soonyoung!" seru Jihoon.
"Tapi aku mau makan denganmu." Rengek Soonyoung.
Jihoon tidak mengindahkan rengekan Soonyoung, ia menyibukkan dirinya sendiri dengan mencatat di bukunya. Jujur, sebenarnya Jihoon ingin makan, tapi karena si pirang kelebihan energi itu, Jihoon jadi malas untuk makan.
"Hei Jihoon, aku akan ke kantin." Kata Wonwoo seraya menepuk pelan pundak Jihoon yang hanya dibalas anggukan.
Kemudian Wonwoo pergi dari kelas bersama Mingyu, Jun, dan Soonyoung─yang sebenarnya tidak rela meninggalkan kelas Jihoon─untuk pergi ke kantin, sementara Jihoon tetap dikelas.
:
:
Pelajaran berikutnya kosong karena guru yang bersangkutan berhalangan hadir. Jihoon sendiri memilih keluar dari kelas, membawa buku novel roman picisan miliknya─yang kata Wonwoo menjijikkan─ke perpustakaan dan membacanya disana. Menyenangkan karena di jam pelajaran begini, pasti perpustakaan akan sepi dan hanya ada beberapa anak disana. Keadaan senyap dan tenang seperti itulah yang Jihoon suka. Apalagi ditambah dengan angin semilir yang berhembus lewat jendela perpustakaan yang dibuka sedikit.
Wonwoo tidak mau, ah bukan, tapi gadis itu tidak bisa menemani Jihoon ke perpustakaan karena kekasihnya yang kelebihan kalsium itu menculiknya dan belum kembali juga, padahal bel istirahat selesai sudah terdengar sejak 10 menit lalu. Jihoon tidak peduli, toh yang menculik Wonwoo kan bukan orang yang tidak Jihoon kenal, kalaupun Wonwoo kenapa-kenapa, Jihoon bisa menghajar Mingyu dengan gitar kesayangannya.
Jihoon tengah larut dalam kegiatannya membaca novel roman miliknya sampai ia tidak sadar seseorang duduk di meja dihadapannya, menatapnya lekat-lekat sambil tersenyum manis. Merasa diperhatikan, Jihoon menurunkan novelnya dan melihat ke meja dihadapannya. Kwon Soonyoung, pemuda eksentrik itu muncul lagi.
"Apa kau benar-benar tidak ada pekerjaan lain selain mengikutiku?" Tanya Jihoon malas.
Soonyoung menggeleng.
"Oh ayolah, aku kan sudah menolakmu, Kwon Soonyoung." Kata Jihoon. "Kenapa tidak mengerti, sih?"
Soonyoung tetap tersenyum, "Aku tidak peduli." Katanya. "Aku akan tetap mengejarmu. Karena aku cuma suka Lee Jihoon."
Jihoon diam. Gombalan cheesy kembali keluar dari mulut Kwon Soonyoung yang entah sudah yang keberapa kalinya di dengar oleh Jihoon.
"Kenapa sih tidak menyukaiku?" tiba-tiba Soonyoung bertanya.
Jihoon mengambil pembatas bukunya dan membatasi halaman yang terakhir ia baca pada novelnya, menutupnya lalu meletakkannya di samping tangannya. Jihoon kemudian menatap Soonyoung datar tapi tidak menjawab pertanyaan Soonyoung.
"Apa yang kurang dariku?" Tanya Soonyoung lagi.
"Tidak ada." Jawab Jihoon singkat. Padat. Jelas.
"Lalu? Kenapa tidak mau jadi kekasihku?"
"Karena tidak mau."
Soonyoung mengetuk meja perpustakaan dengan ujung kuku jarinya dengan masih tetap menatap Jihoon.
"Kau tidak suka aku?" Tanya Soonyoung dengan nada sedikit sedih.
Jihoon menggeleng.
"Jadi kau suka aku?"
Jihoon menggeleng lagi.
"Aku tidak menyukaimu, tapi juga tidak membencimu. Yah, maksudku perasaanku padamu biasa saja. Tidak ada ketertarikan khusus." Jelas Jihoon kemudian.
"Kalau tidak ada, bagaimana kalau aku buat sendiri?" terdengar seperti pertanyaan, tapi Jihoon tidak mengerti apa yang dibicarakan anak itu.
"Maksudnya?" Tanya Jihoon.
"Aku akan buat Lee Jihoon suka padaku."
:
:
[JIHOON POV]
Aku memandang isi lokerku yang tidak berubah sedikitpun, kecuali ada sebuah amplop merah muda cantik yang entah sudah sejak kapan berada disana, diantara tumpukan buku ensiklopedia dan novel roman picisan miliku.
Aku mengambil amplop itu dan memandangnya lekat-lekat. Tidak ada nama pengirim. Tapi aku sepertinya tahu siapa yang meletakkan amplop itu di lokerku. Aku menggabungkan amplop itu dengan amplop-amplop lain yang aku terima dari Soonyoung─yang aku yakin adalah orang yang mengirim amplop tadi─dan meletakkannya diantara lembaran novel roman picisanku kemudian aku menutup kembali lokerku, tak berniat membaca isi amplop itu.
Aku masuk ke kelas seperti biasa dan sepeti biasa pula aku mendengar banyak bisik-bisik yang memanaskan telingaku. Aku belum luput dari cibiran masal gadis-gadis tak tahu diri yang berharap jadi kekasih Kwon Soonyoung. Aku tak peduli, aku duduk di kursiku seperti biasa, disamping gadis emo yang tengah membaca novel misteri Agatha Christine dengan ditemani sang kekasih yang dengan setia menyuapinya sarapan pagi.
"Pagi, Jihoon." Sapa si kekasih gadis emo itu, Mingyu.
Gadis itu─Jeon Wonwoo─melirik sekilas lalu kembali fokus pada tulisan-tulisan di novelnya.
"Pagi." Jawabku seraya meletakkan tasku diatas meja.
"Sudah sarapan?" Tanya Wonwoo tanpa mengalihkan pandangannya pada novel misteri itu.
"Kalau yang kau sebut sarapan itu adalah roti selai kacang cokelat yang kau makan, berarti aku belum sarapan, karena sarapanku pagi ini hanya latte yang aku curi dari cangkir Ibuku." Jawabku.
Kemudian aku menempelkan kepalaku diatas meja, memiringkannya kearah Wonwoo agar aku bisa melihatnya─yang masih setia membaca novel─dengan jelas. Aku menghela nafas panjang seperti lelah akan sesuatu. Atau sebenarnya aku benar-benar sudah lelah dengan semua ini. Maksudku, dengan cibiran-cibiran yang dilontarkan orang-orang padaku, telingaku benar-benar sudah panas dan aku takut kalau mereka akan mengeluarkan asap sebentar lagi.
Wonwoo menutup novelnya setelah meletakkan pembatas buku pada halaman yang tadi ia baca, kemudian ia menatapku. Kalau sedang begini, tatapan dari mata tajam Wonwoo terkesan seperti Ibu-ibu yang tengah melihat anaknya yang punya masalah.
"Ada apa?" Tanya Wonwoo.
"Aku muak." Jawabku singkat.
"Eh? Denganku?"
Aku mendelik kearah Wonwoo, "Bukan, bodoh!"
"Ah! Maksudmu dengan semua cibiran itu? Kan kau sendiri yang bilang jangan dipikirkan."
Aku menghela nafas, aku memang berkata seperti itu, karena kupikir semua ini akan berakhir tak lebih dari seminggu setelah kejadian itu. Nyatanya sekarang sudah hampir 10 hari setelah kejadian itu dan tak ada tanda-tanda kalau semuanya kembali normal.
"Tapi telingaku sebentar lagi mau berasap, Won." Kataku.
Wonwoo mengusap pelan surai pink nyentrik milikku, aku hanya diam karena aku sepertinya memang memerlukannya. Aku butuh ditenangkan. Tolong dicatat dan digaris bawahi, kalau membunuh bukanlah hal yang ilegal─dan tak ada jaminan aku akan masuk penjara─aku sudah membunuh orang-orang yang mencibirku. Aku emosi tentu saja, tapi aku tidak bisa melawan.
"Oh iya, kau dapat pos lagi hari ini?" Tanya Wonwoo.
Aku menatapnya lagi lalu mengangguk. Pos yang dimaksud Wonwoo adalah surat tanpa nama yang selalu muncul di lokerku tiap pagi. Amplop suratnya berganti warna tiap hari. Kalau aku adalah gadis remaja biasa yang mendapat surat cinta atau sekadar surat manis dari pengagum rahasia, mungkin aku akan senang. Tapi berhubung aku tahu siapa yang mengirim surat itu, jadi aku tak bisa senang. Dan karena aku juga bukan gadis manis.
"Tidak mau coba baca?" Wonwoo menawarkan.
Aku mengangkat kepalaku dari meja dan menggeleng. Aku memang sudah cerita tentang Soonyoung─bahkan segala bentuk usaha Soonyoung mendekatiku juga aku ceritakan─dan Wonwoo sudah bilang padaku kenapa tidak coba membaca surat-surat itu. Tapi entah aku belum siap atau aku memang tidak mau, jadi surat-surat itu hanya aku tumpuk jadi satu dan aku letakkan diantara lembaran novel roman milikku.
"Kenapa tidak dibaca?" kali ini sang kekasih dari Wonwoo bicara.
Aku menatap Mingyu dari balik tubuh Wonwoo, "Entahlah." Jawabku.
"Soonyoung tampak bahagia sekali saat menulis surat itu. Dan katanya ia nyaris mau pingsan karena terlalu gugup saat mau memasukkan surat itu di lokermu. Bahkan dia rela datang pagi-pagi hanya untuk memasukkan surat itu, katanya takut ada yang melihat karena dia malu." Mingyu bercerita.
Aku tercengang mendengarkan cerita Mingyu. Dan tiba-tiba aku jadi penasaran dengan isi surat-surat itu─yang ditulis dengan bahagia oleh Soonyoung sekaligus membuat anak itu mau pingsan.
"Jihoon-ah, aku tidak memintamu untuk menerima Soonyoung-" kata Mingyu lagi. "-paling tidak cobalah baca surat darinya. Maksudku, tolong hargai usahanya."
Tepat setelah mengatakan itu, Mingyu bangkit dari kursi yang ia duduki, ia pamit untuk kembali ke kelasnya. Setelah mengecup singkat puncak kepala Wonwoo, Mingyu keluar dari kelasku dan Wonwoo.
"Dengar apa kata Mingyu tadi, kan?" Wonwoo kembali menatapku kali ini cukup tajam.
Aku menghela nafas lagi kemudian kembali menempelkan kepalaku diatas meja.
"Baiklah." Kataku. "Aku akan coba membacanya."
:
:
[AUTHOR POV]
Di pagi berikutnya, ketika Jihoon membuka lokernya lagi, ia kembali menemukan amplop baru disana. Kali ini warna kuning cerah. Jihoon mengambilnya bersamaan dengan novel roman miliknya─yang di beberapa lembarnya ia selipkan amplop-amplop lainnya─lalu membawanya ke atap sekolah.
Jihoon duduk di atap sekolah sendirian, bersandar pada dinding gudang dengan tasnya ia letakkan di sampingnya. Di pangkuannya sudah ada setumpuk amplop yang ia kumpulkan dan belum ia baca sama sekali.
Jihoon mengambil amplop biru muda─amplop yang pertama kali ia dapat─dan membukanya.
Hai, Jihoonie~
Aku masih ingat seminggu yang lalu ketika aku terpaksa menarikmu ke tengah lapangan, berlutut di hadapanmu dan berteriak, "Aku menyukaimu, Lee Jihoon.". Kau tahu? Aku hampir mau pingsan saat itu karena malu dan gugup, tapi aku mencoba menahannya dengan pikiran aku akan mendapat jawaban yang baik.
Tapi ketika aku melihat wajahmu menjadi merah hingga telinga aku sadar kalau apa yang aku lakukan salah, karena setelah itu kau pergi meninggalkanku begitu saja tanpa bicara apa-apa.
Aku tahu kau saat itu menolakku secara tidak langsung. Tapi aku tidak mengakuinya. Karena selama aku belum mendengar kata 'tidak' darimu, berarti aku masih punya harapan. Walaupun sulit, aku akan tetap mencoba.
-Kwon Soonyoung-
Jihoon kembali melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop, kemudian mengambil satu amplop lagi, membukanya lalu membacanya,
Jihoonie, aku melihatmu pagi ini. Wajahmu masih cantik seperti biasa tapi kau murung. Aku ingin mendatangimu dan mengajakmu bicara, tapi kau biasanya mengusirku begitu saja jadi aku hanya melihatmu dari jauh.
Hei, aku lihat warna rambutmu sudah mulai pudar, warnai lagi. Aku suka warna rambutmu yang pink itu karena kau jadi mirip permen kapas. Manis.
Dan aku lihat rokmu jadi makin pendek. Berarti kau tambah tinggi, kan? Belilah rok baru, aku tidak suka kau pakai rok yang terlalu pendek, nanti ada yang menggodamu. Yang boleh menggodamu kan cuma aku.
-Soonyoung-
Jihoon terkekeh sendiri membaca surat dari Soonyoung. Jihoon melipat kertas itu dan memasukkannya kembali ke dalam amplop lalu mengambil amplop lainnya. Begitu terus hingga tersisa satu amplop.
Jihoon mengambil amplop terakhir─yang ia dapat pagi ini─dan membukanya. Tapi ketika Jihoon hendak mengeluarkan kertas surat dari dalam amplop tersebut, tiba-tiba Jihoon mendengar suara pintu atap sekolah terbuka dan-
"Jeonghan eonni?" Jihoon sedikit terkejut ketika melihat seniornya datang ke atap sekolah.
Yang dipanggil pun menoleh kearah Jihoon, tersenyum lebar lalu menghampiri Jihoon dan duduk dihadapannya.
"Hai, Jihoon." Sapa Jeonghan.
Jihoon hanya menyunggingkan senyumannya sekilas lalu kembali fokus pada surat yang hendak ia baca, sampai tangan Jeonghan merebut surat itu tiba-tiba dari tangan Jihoon, membuat Jihoon sedikit tersentak karena terkejut.
"Surat cinta, ya?" Tanya Jeonghan. "Dari siapa?"
"Da-"
"Ah! Aku tahu!" seru Jeonghan sebelum Jihoon sempat menjawab.
"Pasti dari Kwon Soonyoung." Kata Jeonghan kemudian. "Iya, kan?"
Jihoon diam saja hanya menatap Jeonghan. Jeonghan sendiri malah menganggukkan kepalanya sambil melihat amplop yang dipegangnya.
"Kubaca ya?" Tanya Jeonghan dengan senyum mautnya─yang manis─itu.
Jihoon cepat-cepat merebut kembali surat itu dan menatap Jeonghan tajam. Tapi yang ditatap malah tersenyum─penuh arti─kearah Jihoon.
"Eonni sedang apa disini?" tanya Jihoon untuk mengalihkan perhatian Jeonghan pada suratnya.
"Hanya ingin duduk saja menikmati angin." Jawab Jeonghan.
"Kemana Seungcheol oppa? Biasanya kalian bersama."
Jeonghan menghela nafas berat, tapi masih tersenyum. Jihoon sangat kenal dengan Jeonghan karena dulu waktu Jihoon ada di kelas satu, ia sempat menjadi anggota osis bersama Jeonghan. Tapi setelah naik ke kelas dua, Jihoon tidak mau ikut lagi karena melelahkan dan Jeonghan juga tidak mau ikut osis lagi karena ia terlalu malas katanya. Sementara kekasih Jeonghan─Choi Seungcheol─sekarang menjabat sebagai ketua osis.
"Aku bertengkar dengan Seungcheol." Jawab Jeonghan.
"Eh? Kenapa?" Jihoon cukup terkejut karena yang ia tahu Jeonghan dan Seungcheol adalah pasangan yang jarang bertengkar karena keduanya orang yang perhatian satu sama lain.
"Karena aku. Dua hari lalu aku memaksa Seungcheol menemaniku ke toko buku, tapi Seungcheol menolak karena lelah dengan urusan osis, aku terus memaksa hingga dia marah dan membentakku. Lalu aku membentaknya lagi dan kami bertengkar."
Jihoon menatap Jeonghan yang menyunggingkan senyum kecil. Jihoon menepuk pundak Jeonghan pelan.
"Minta maaf saja." Kata Jihoon.
"Aku juga mau minta maaf, tapi Seungcheol sibuk sekali akhir-akhir ini jadi aku belum sempat bertemu dengannya." Jawab Jeonghan.
Jihoon diam. Jihoon tidak tahu harus membantu Jeonghan seperti apa karena untuk urusan seperti ini, Jihoon sangat payah. Tentu saja, toh punya kekasih saja tidak.
"Hei, kau mau membaca surat itu, kan?" tiba-tiba Jeonghan kembali bicara, membuat Jihoon mendongak menatapnya.
Jihoon mengalihkan pandangannya pada amplop yang ia pegang. Jihoon memang belum sempat membacanya tadi karena Jeonghan. Kemudian Jihoon mengeluarkan kertas surat dari dalam amplop tersebut dan membacanya tanpa suara.
Jihoonie, semakin hari kenapa wajahmu semakin muram? Aku khawatir padamu.
Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa, karena kau bilang aku bukan siapa-siapa. Aku tahu kau tidak membenciku. Tapi kenapa kau tidak mau memberiku kesempatan?
Ternyata kau lebih sulit ditaklukkan dari pada kelihatannya. Tapi kau tahu? Aku akan menunggumu terus.
-Soonyoung-
Jihoon melipat kertas itu kembali. Dan secara diam-diam ternyata Jeonghan ikut membaca surat terakhir itu. Jeonghan menatap Jihoon sambil tersenyum.
"Soonyoung baik, ya?" kata Jeonghan, membuat Jihoon mendongak menatap Jeonghan.
"Dia mau menunggumu padahal dia tidak tahu perasaanmu padanya seperti apa." Sambung Jeonghan.
"Lalu aku harus bagaimana?" Tanya Jihoon.
"Kau menyukainya?"
Jihoon menggeleng, "Tidak tahu."
Jeonghan menghela nafas panjang sebelum bicara lagi.
"Kalau begitu, cobalah memberinya kesempatan. Karena disitulah kau bisa tahu, apa kau menyukainya juga atau tidak."
Jihoon tampak berpikir ketika Jeonghan mengatakan hal itu. Apakah ia harus memberi Soonyoung kesempatan? Bagaimana kalau jika ia memberikan kesempatan pada Soonyoung, tapi ia ternyata tidak memiliki perasaan seperti Soonyoung? Bukankah itu jahat namanya? Maksudnya memberikan harapan palsu.
"Dulu aku juga begitu pada Seungcheol," kata Jeonghan lagi seraya berdiri.
Jihoon mendongak menatap seniornya yang sekarang sudah berdiri di hadapannya─siap pergi dari sana.
"Kau tidak jahat kalau memang kau tidak menyukainya. Dia pasti mengerti."
Lalu setelah mengatakan itu, Jeonghan pergi meninggalkan Jihoon yang masih terduduk disana, memikirkan perkataan Jeonghan. Kemudian Jihoon kembali membuka surat itu dan membaca bagian terakhir.
"Aku akan menunggumu terus."
Jihoon tersenyum. Mungkin tak ada salahnya ia memberi kesempatan pada Soonyoung. Karena kalau tidak dicoba, Jihoon tidak akan pernah tahu apakah ia juga menyukai Soonyoung─seperti Soonyoung menyukainya─atau tidak. Dan jika ia ternyata juga memiliki perasaan yang sama dengan Soonyoung, maka ia akan menyerah pada takdir.
.
.
.
-TBC-
.
.
haii aku balik dengan mempost ff yang sudah lama selesai tapi aku diemin aja di laptop.
sebenernya alasan kenapa ff ini baru dipost sekarang adalah karena author bingung mau meng-endingkan ff ini gimana :"D
tapi sekarang sudah selesai. dan kenapa author bikin ini karena author menshipperkan soonhoon~
mereka unyu banget yaampun
semoga kalian suka ya. jangan lupa tinggalkan review~
