Wrong Option
Naruto© Masashi Kishimoto
The story belongs to me.
Pairing: Narutoxsomeone, others…
Genre: Drama
Rate : T-M
Warnings! Mengandung boys love, bisa jadi OOC pada beberapa karakter.
"italic"dalam hati
Enjoy the story...
Prologue
Wajar bila lobi suatu perusahaan dipenuhi beragam aktivitas, terutama saat jam sibuk seperti ini. Namun di antara kesibukan di sekelilingnya, seorang pria tampak berjalan dengan santai, langkahnya berbanding terbalik dengan langkah tergesa di sekitarnya. Tapak pantofelnya penuh dengan keyakinan, seakan menyampaikan keangkuhan yang dipancarkan sang pemilik. Shimura Danzo, seorang distributor tekstil skala besar. Di usianya yang menembus angka enam puluh ia dikenal sebagai pengusaha yang licik. Sebuah kebanggaan baginya.
Seringai puas tak luput dari wajahnya seusai menghadiri pertemuan langsung dengan pimpinan perusahaan yang menjadi rekan kerjasamanya, Namikaze Corporation. Perusahaan yang bergerak di industri mode, yang baru membuka cabangnya beberapa saat lalu di Jepang.
.
Di sisi lain, di balik pintu bercat putih bertuliskan ruang CEO. Seorang pria pirang duduk bersila di atas sofa mahalnya, merasa sangat lega setelah kepergian rekan bisnisnya barusan. Menghadapi rekan bisnis sejenis Danzo kadang membuatnya lelah batin. Iya lelah batin, sebisa mungkin ia menahan cibiran yang sudah di ujung lidahnya. Minato itu bapak-bapak murah senyum, tapi bahkan wajahnya terasa sakit setelah tersenyum pada pria tua itu walau hanya sejam.
"Kakashi bagaimana hasilnya?" bahkan suaranya terdengar begitu lelah, ia memang sudah benar-benar lelah hari ini.
"Hasil penyelidikan sudah keluar, dan Danzo terbukti melakukan kecurangan pada perusahaan anda. Kain yang ia kirimkan pada anda panjang totalnya dikurangi sepuluh senti per kodi di setiap pengiriman, kualitasnya juga semakin menurun dari pengiriman yang pertama." papar Kakashi sembari memberikan data laporan yang menunjukan di mana saja letak kecurangan Danzo.
"Kakashi…bisa tolong ambilkan jus jeruk? Kaki ku pegal.", dugaannya benar. Hari ini pun ia mengundang Danzo hanya untuk memastikan, tidak lebih. Yah, anggap saja sebagai salam perpisahan darinya. Bukti sudah ada di tangannya, mustahil bagi Danzo untuk mengelak-kecuali ia selicik yang dikabarkan-.
"Anda bahkan belum bergerak dari kursi anda sejak satu setengah jam yang lalu." dilemparkannya kaleng jus jeruk yang memang sudah ia siapkan untuk atasannya itu.
Minato tidak ambil pusing dengan omelan tangan kanannya itu, ia sudah terbiasa.
"Kalau begitu kita harus segera mengunjungi Danzo, dan buat ini menjadi kejutan yang manis untuknya.", ia bangkit dari posisi duduknya. Sedikit melakukan perenggangan untuk pinggul dan lehernya, badannya sudah kaku dipakai duduk seharian. Ia meneguk sedikit jus jeruk ditangannya, dan ia merasa puas begitu cairan itu mengalir di kerongkongan keringnya.
"Hm, Kushina menelpon tadi."
"Kalau begitu kita pulang lebih awal, kau butuh istirahat.", alasan. Senyum mulai mengembang di wajahnya seiring dengan langkahnya menjauhi ruang putihnya yang membosankan.
Kakashi hanya tersenyum maklum, dalam hati mencibir kelakuan atasannya. "Maksudnya situ kali yang kebelet pulang."
.
.
Sinar bulan telah menggantikan terik matahari, mengawali malam panjang yang nyatanya begitu singkat. Di pinggiran kota, di mana keramaian tak dapat menjangkaunya, ia berdiri kokoh dengan dedaunan hijau sebagai atap rindangnya, rerumputan menyelimuti bagai permadani hijau, ditambah sepihan rembulan yang menembus celah dedaunan membuatnya tampak begitu damai bagi siapapun yang memandang. Dengan tembok putih sebagai dasarnya, dan kusen kayu yang membingkai kaca-kaca jendela seakan memancarkan kesederhanaan dari pemiliknya. Itulah bangunan yang menjadi rumah bagi Namikaze. Seperti rumahnya, begitupula penghuninya. Kesederhanaan yang damai dan nyaman, begitu mewah karena tak dapat dimiliki setiap orang.
Setiap harinya, Kushina akan menyambut kedatangan sang suami sepulang kerja dengan pelukan -yang sangat- erat, dan Minato akan melepaskan diri dengan alasan rindu jagoan kecilnya. Kemudian saat Kushina tengah sibuk mempersiapkan hidangan makan malam, suami dan anaknya akan menghabiskan waktu bersama atau mungkin, bisa jadi-walau itu sangat jarang terjadi- membantunya sesekali di dapur. Suasana makan malam pun tak pernah terasa sepi, Naruto dan Kushina dengan senang hati mendengarkan Minato mengeluhkan harinya di kantor. Ha, Tentu saja tidak sepenuhnya mendengarkan, mereka berdua hanya menunggu saat-saat untuk mengejek pria itu. Rutinitas yang manis bukan?
Sayangnya, hari ini tidak ada makan malam bersama. Maksudnya tanpa Minato kali ini, hanya Kushina dan naruto . Minato tidak pulang saat jam makan malam tiba, ia sempat pulang tapi hanya sejam kemudian terburu-buru pergi lagi. Kushina tentu memakluminya sebagai resiko dari pekerjaan sang suami, tapi Naruto tentu saja merasa kecewa. Ia memang tidak menunjukannya secara langsung di hadapan sang ibu, tapi ia juga bukan anak yang sulit untuk dibaca. Jam terus berdenting mengisi keheningan di atas meja makan, atau itu hanya denging yang tercipta dari keheningan diantara keduanya? Tak ada bedanya, sama-sama menjengkelkan bagi Kushina. Ia duduk berhadapan dengan Naruto di meja makan, tapi terasa seperti putranya tak ada di sana. Anaknya terlihat murung walau tetap tersenyum dan bersemangat menanggapi dan menimpali candaan dan obrolan mereka, tapi matanya tidak ikut tersenyum. Naruto tidak menikmati makan malamnya, dan itu sudah cukup untuk membuat Kushina mengerti sekalius jengkel sendiri.
"Naruto, mau berjalan-jalan sebentar setelah makan?", tanyanya lembut.
"Boleh jika kaa-chan memang ingin.", tapi memang dasar putranya itu suka bertingkah sok dewasa.
Naruto itu persis ibunya, suka jual mahal. Padahal dia sudah bosan bermain seharian di rumahnya, sendirian pula mainnya. Tukang kebun dan pekerja yang ada di rumahnya sudah terlalu tua untuk ia ajak bermain bersama.
"Kaa-san tidak memaksa…", belum sempat Kushina menyelesaikan ucapanya, ia sudah lebih dulu disela oleh Naruto.
"Tapi sepertinya berjalan sebentar setelah makan makan baik bagi kesehatan kaa-chan, jadi ayo kita pergi sebentar kaa-chan." potongnya cepat sebelum ibunya berubah pikiran.
Jual mahal dan pandai membuat alasan. Persis kedua orangtuanya.
"Habiskan makananmu dulu,.."
Uhuk
"…pelan-pelan."
.
.
Minato sudah siap dengan beberapa anggota kepolisian jepang, beserta Kakashi yang ikut bersamanya untuk menjemput Danzo di kediamannya. Laporannya telah diterima pihak kepolisian sore tadi. Ia ikut operasi ini sekedar memastikan pria tua itu benar-benar tertangkap dalam operasi ini, itu katanya. Padahal, tujuan sebenarnya mau menyaksikan ekspresi Danzo saat tertangkap nanti. Well, tidak ada orang yang senang ditipu. Setidaknya, alasan yang ia sampaikan tidak terlalu jauh dari tujuan yang sebenarnya.
Itu pemikirannya tadi, sebelum dibuat terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini. Bukan hanya ia seorang, tim yang ikut bersamanya pun menganga menyaksikan kejadian tersebut. Sejak awal Minato sudah tahu kalau Danzo itu pria tua yang sudah tidak sehat lagi akalnya, sudah banyak juga yang mengingatkannya soal itu saat ia mengatakan akan bekerja sama dengan Danzo sebelumnya. Tapi, tidak pernah sekalipun ia membayangkan bahwa suatu hari, dirinya akan menyaksikan Danzo telanjang bulat dengan pinggul bergerak maju dan mundur. Ia cukup terkejut, sedikit. Lelaki tua itu tampak menikmati kegiatan panasnya dengan seseorang di atas meja kerjanya, bahkan sampai tidak menyadari pintu ruangannya telah terbuka disertai kehadiran penonton dadakan adegan tak senonohnya itu. Erangan keras -menjijikan- Danzo menarik Minato kembali dari keterkejutannya, ia maju beberapa langkah untuk memperjelas apa yang sedang terjadi. Pergerakannya sontak menyadarkan aparat yang ikut bersamanya untuk kembali siaga, terkecuali Kakashi yang masih fokus pada buku yang sedang ia baca.
Minato itu pria yang-sedikit-sensitif. Jadi saat ia maju dan melihat bahwa yang dilecehkan Danzo ternyata hanya bocah kecil seumuran anaknnya,
Buagh
ia tidak bisa menahan tinjunya lagi. Fokus Kakashi pun sepenuhnya teralihkan pada benda di antara selangkangan Danzo.
Umpatan sudah hampir meluncur dari bibir kriput Danzo saat mendapat serangan tiba-tiba di pelipisnya, tapi sedetik kemudian ia terbelalak meyadari kehadiran anggota kepolisian di ruangnnya. Niatnya untuk menyapa pun ia batalkan saat menyadari dirinya telanjang bulat, akhirnya ia hanya diam saat dibawa menuju mobil polisi. Tentu setelah ia memohon untuk mengenakan piamanya.
Setelah kekacauan tadi berakhir dengan kepergian Danzo dan tim kepolisian, Minato segara membawa anak malang itu ke rumah sakit. Menyadari banyaknya ruam di tubuh anak yang tak sadarkan diri itu sudah membuatnya cukup panik, sehingga niatnya untuk memeriksa kondisi anus anak itu pun ia batalkan. Kondisinya sudah pasti tidak baik-baik saja.
Kondisi jalanan telah dipadati anak-anak muda dengan aktivitas malam mereka, Minato tidak pernah menyukainya. Lampu-lampu kota berpendar terang di tengah selimut malam bagai lampu sorot untuk sisi jalan yang kini berubah menjadi showroom ajang pamer otomotif. Para gadis ikut memamerkan tubuh mereka dengan pakaian minim, menunggu untuk dihampiri oleh pemuda di sekitarnya. Ia berani jamin tidak semua ornamen tubuh mereka itu asli, sedikitnya 68% dari mereka tubuhnya telah disumbat silikon.
"Cepatlah sedikit Kakashi!", Kakashi dapat melihat jelas kalau atasannya sedang panik. Hanya saja lucu melihat kening dan hidungnya berkerut jelek sejak tadi, ia juga tidak bisa berhenti mengeluh dan duduk tenang di kursinya. Hampir mirip orang sembelit.
Ia sebenarnya mau mengingatkan kalau mobil mereka sudah melaju pada batas kecepatan, tapi atasanya itu sudah lebih dahulu menyela.
"Melanggar batas kecepatan juga tidak apa." Ucapnya final.
.
.
Pukul sebelas malam telah lewat. Di atas sebuah sofa, seorang anak laki-laki berbaring dalam gelap. Tangan menutupi setengah wajahnya, dengan tungkai tergantung di lengan sofa. Tidak, ia tidak menangis. Ia sedang menunggu kedatangan ayahnya, meski Minato tak kunjung datang. Ia tahu ayahnya bekerja keras demi keluarganya, ia mengerti itu. Maka dari itu ia mencoba bersikap dewasa, ia akan menunggu dan ketika ayahnya pulang ia akan menyambutnya dengan pelukan dan senyumannya. Tapi tidak untuk hari ini. Hari kelahirannya, dan ayahnya lupa. Naruto tidak butuh kue, cukup mereka berkumpul hingga tengah malam ditemani tiga mangkuk ramen buatan ibunya. Untuk kali ini ia tidak dapat menahan luapan emosinya, hanya untuk hari ini.
ToBeContinued.
Segini dulu, ini baru pembuka belum masuk pengenalan apalagi ceritanya. Pembuka mah kaga perlu panjang-panjang -ngaku aja keles kalo loe males ngetik- #nyengir ehehehee . karna gak mau berat dari awal, beberapa chapter awal untuk pengenalan tokoh akan saya buat sesantai mungkin. Ini fokusnya ke naruto n others doang , jadi bukan soal persaingan bisnis.
Ini cerita juga nongolnya tiba-tiba pas lagi bolos seharian di kamar mikirin nasib karna belum dapet kelas –ya elah udah bikin prolog pendek malah curcol ni anak- intinyaaa sih ya gatau ini bakal ada yang baca apa ngga, niatnya cuma mau ngeramein ff yaoi naruto yang mulai surut di ffn. Sayang banget banyak author-author bagus yang ga ada kabar
anywayyy di fic ini nanti ada penyakit mental dan kemungkinan –belum pasti- ada sedikit adegan bully. So, thanks buat yang bakal baca -kalo ada…- dan karna ini pertama kalinya nulis beginian, pasti kekurangannya banyak, maka dari itu satu kritik/saran sangat berarti mb/mz, agak pedes pun gak apa jadi jangan takut authornya tesringgung –nih anak tahan banting kok kokoronya-
Terakhir, tolong hargai hak cipta ya biarpun ini masih abal
19 july 2016
