WARNING!
IF YOU DON'T LIKE BOYS LOVE/SHONEN AI/YAOI, PLEASE JUST IGNORE IT.
JAESON/JACKB, IM JAEBUM, WANG JACKSON
ROMANCE, ANGST, BL/YAOI, T, AU, OOC
ALL CAST BELONGS TO GOD AND THEMSELF
~Nappeun Bam~
Saya datang dengan ff galon jaeson lagi.. hihihi
Ini diadopt dari lagu color ring winner.. kalo biar lebih berasa galonnya bacanya coba sambil dengerin lagunya winner yang color ring atau hyorin yang i miss you.
Happy reading and hope you like it.
.
Sang kelabu meluas menguasai bahtera langit. Gumpalan awan ikut serta memenuhi langit, menutupi sang mentari yang seharusnya berpijar. Hembusan angin pun ikut serta memeriahkan pagi yang mendung. Menjadikan siapa pun yang terjaga ingin kembali terlelap. Kembali berlindung pada hangatnya buaian. Namun tidak baginya, ia yang kini hanya menatap nanar pada layar handphonenya.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt..
Setelah merasakan getaran pada handphonenya, jemarinya dengan cepat bergerak membuka pesan yang ia terima. Berharap mendapat pesan balasan dari seseorang yang dinantinya. Namun amat disayangkan, ia harus menelan rasa kecewa setelah membaca nama yang terpampang pada pesan tersebut.
From : Junior
Aku tahu hari ini sedang mendung, dan sepertinya akan hujan. Tapi ku mohon datanglah ketempat kerja dengan senyuman di wajahmu, Jaebum hyung. Selamat pagi.
Hanya wajah dengan tanpa ekspresi ia berikan setelah membaca pesan tersebut. Tersenyum? Heh, bahkan ia tidak tahu bagaimana cara untuk tersenyum. Ia sudah tidak pernah lagi tersenyum, semenjak seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya pergi meninggalkannya. Ahh bukan, tapi ia yang membuat sosok itu pergi meninggalkannya. Ia meringis mengingatnya.
~Nappeun Bam~
Di hari yang begitu mendung, ia berjalan menyusuri jalan setapak yang biasa ia lalui bersama kekasihnya. Terasa begitu sunyi, karena jarangnya orang-orang yang berlalu lalang. Seakan memberikannya ruang untuknya mengingat memori indah bersama sang puja. Bagaikan sebuah tayangan virtual 4 dimensi yang begitu nyata. Ia tatap sosok menawan yang sedang tersenyum manis disampingnya. Suara lembut dan gelak tawa sang pujaan terus berdering menggelitik pendengarannya. Berjalan bersama saling bergandengan tangan, yang ia tahu pasti bahwa tangan yang ia genggam kini hanyalah sebuah khayalnya. Hanya sebuah kehampaan.
Rintik air kini mulai membasahi sang bumi. Setiap raga kini saling berlari mencari tempat untuk berteduh, menghiraukan ia yang kini hanya terpaku. Ia menatap sebuah cafe dengan dinding kaca yang menampakkan para pelancong yang sedang menjajah di sana. Mengingatkan ia akan sebuah memori lama .
Flashback
Terdengar riuh dari setiap insan yang saling bercengkrama. Memenuhi sebuah cafe dengan secangkir kopi atau teh pada setiap mejanya. Demikian pun dengannya yang sedang berkutik dengan handphonenya sambil terduduk di pojok cafe dekat dengan jendela.
Ting..
To : Jaebum
Hyung, aku melihat pria yang begitu tampan.
From : Jaebum
Apa kau yakin ada pria yang lebih tampan dibanding denganku?
To : Jaebum
Tentu saja, ia kini duduk di seberangku. Aahh dia tampan sekali hyung. :3
Aahh.. ia kini berpaling kepadaku..
DIA TERSENYUM PADAKU, HYUNG.. Ahhhhh... Manisnyaa.. *I'm dying
From : Jaebum
Tidak ada senyum yang lebih mematikan, dibanding milikku!
Taruhan padaku. Bila setelah ini dia datang kepadamu dan menciummu.
Maka kau akan menjadi kekasihnya. Bila tidak lupakan dia.
To : Jaebum
AKU TERIMA.
-Terlihat pria itu menghampirinya. CHUU~
From : Jaebum
Kau kini menjadi milikku, Jackson-ah.
To : Jaebum
Dengan senang hati. :*
Flashback end.
Bagaikan terputar secara autoplay pada sebuah layar besar. Memori itu selalu terbayang dengan sendirinya setiap ia melawati tempat itu. Menjadikannya semakin merindu pada sosok yang kini terus berdering di benaknya. Ia kembali meringis dengan air mata yang kini mulai membasahi pipi tirusnya, menyatu dan tersamarkan dengan air hujan yang kini mulai mengguyurnya. Membiarkan dinginnya hujan merajai tubuhnya, melebur bersama sesalnya yang tak dapat memiliki sosok sang terkasih.
~Nappeun Bam~
Nampak rembulan tersenyum tipis mengintip di balik kabut sang malam. Cahayanya pun redup menyelinap pada tirai yang terbentang. Menemani ia yang kini hanya mampu berbaring mandang. Jemarinya menari lincah pada sebuah layar, menekan tiap digit yang selalu ia hafal. Namun pada akhir, sang jemari mulai meragu. Hanya sang netra yang menyalang, menatap sebuah potret yang terpampang.
"How beautiful you are."
Ia rebahkan tubuhnya, pada lembutnya alas tidur. Tangannya meraba halusnya sutra yang membungkusnya. Harumnya menenangkan bagi siapa pun yang menempatinya. Kehangatannya menyamankan siapa pun yang terbaring di atasnya. Namun tidak baginya. Pandangannya sayu menatap area kosong di sampingnya. Menjadikan kehangatan tempat tidurnya membekukan rasanya, dan harumnya seakan mengikat paru-parunya. Terasa sesak dan menyakitkan.
Rembulan bersinar indah menerangi gelapnya sang malam. Namun ia hanya mampu terbaring dengan keadaan yang begitu menyedihkan, dengan tangan yang masih menggenggam handphonenya dengan panggilan yang masih tak terjawab. Sebuah melodi terdengar begitu manis dalam panggilannya. Namun suara itu terdengar begitu menyakitkan bagi telinganya. Seakan mengejeknya akan rasa rindunya.
"Ini yang terakhir. Ku mohon angkatlah." Suaranya bergetar. Mengulang kalimatnya pada tiap panggilannya. Membenci lagu sedih yang selalu menjadi jawaban atas panggilannya.
Andai jika waktu itu ia dapat meraih tangan sosok itu. Andai bila waktu itu ia dapat meraih sosok itu ketika meninggalkannya. Pasti ia akan dapat mendengar suara Jackson dibanding dengan lagu ini. Andai ketika itu ia dapat lebih baik, dapat memperlakukan Jackson lebih baik. Pasti ia dapat mendengar suara ceria itu dibanding dengan lagu sedih ini.
Ia pandangi sebuah figura di atas lacinya dan sebuah kotak beludru kecil disampingnya. Ia raih kotak tersebut, memainkannya dalam genggamannya. Ia buka tutup kotak tersebut, menampakkan dua buah cincin emas putih dengan ukiran indah diatasnya. Jarinya mengusap permukaan kedua cincin tersebut, terasa begitu dingin. Ia tersenyum perih, namun kini rahangnya mengeras dan kedua tangannya mengepal.
"AARRRGGGHHH...!"
PRRAANKK~
Ia lempar kotak cincin tersebut hingga membentur cermin yang berada dihadapannya. Menjadikannya hancur berkeping-keping, seperti hal hatinya yang begitu marah dan hancur. Marah akan diri yang tak mampu menjaganya. Hancur akan hati yang tak mampu memilikinya. Tubuhnya tersungkur, meringkuk menahan sesak yang mencekiknya. Sedangkan tangan lainnya tak pernah melepas handphone pada genggamannya. Tetap mendengarkan melodi yang semakin mengejeknya.
Sebuah warna dering menyerupainya, seperti sebuah lagu yang hampir berhenti. Menggambarkan hatinya yang mulai meremah. Sebuah warna dering menyerupainya, seperti sebuah lagu yang terputar kembali dengan sendirinya. Hingga air mata mulai jatuh membasahi pipinya. Sebuah warna dering menyerupainya, seperti waktu yang telah berlalu. Hingga ia tak mampu mengingat suara yang dirindunya.
"Ku mohon jawablah walau hanya dengan sebuah kata 'Please, Say goodbye'!" Ujarnya mengiba.
Tubuhnya terbaring pada dinginnya lantai. Ia meringkuk, menahan sakit pada dadanya. Suaranya berat dan semakin merendah. Tiada kata yang mampu lagi terucap. Yang tercipta hanyalah teriakan bisu dan isakkan menahan pilu. Terus terisak hingga tubuhnya melemah. Terus menangis hingga matanya terasa berat. Handphonenya pun kini terlepas dari genggamannya, namun tanpa membatalkan panggilannya. Membiarkan nada panggilannya sebagai melodi penghantar tidurnya. Menghantarkan ia pada malam yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Malam yang begitu dipenuhi akan rasa rindunya pada sosok yang kini dalam panggilannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Yeoboseyo? Yoeboseyo?"
Tut tuuuut...
-END-
