LOVER ETERNAL
.
.
.
CHAPTER 1
.
.
.
KAIHUN AGAIN ( ini GS soalnya mau diubah jadi Yaoi ntar ceritanya jadi aneh, kurang sreg. Bisa aja sich diganti Yaoi tapi emm bakalan gak ngepass dehh ceritanya )
RATED T
VAMPIR AU
.
.
.
REMAKE FROM NOVEL J. R. WARD
HAPPY READING
CHAPTER 1
Oh Sehun memarkirkan mobilnya di garasi. Ia merasa sangat lelah hari ini padahal hari ini ia tidak terlalu banyak pekerjaan. Sehun meraih tasnya dan keluar dari mobil. Setelah pintu garasi tertutup, ia berjalan ke depan rumah dan mengambil surat suratnya setelahnya ia berjalan kembali ke rumah.
Setelah membuka pintu rumah, ia masuk dan meletakkan kunci dan tasnya di atas meja lalu meraih telepon. Saat mencek telepon masuk ternyata ia mendapatkan satu pesan telepon. " Sehun, ini aku Dokter Zhang. Aku ingin kau datang untuk menindaklanjuti pemeriksaan rutin empat bulananmu. Bisakah kau menelepon lebih dulu untuk membuat janji setelah kau menerima pesan ini? Aku akan menyediakan waktu untukmu. "
Setelah mendengar pesan itu Sehun menutup telepon. Ia merasa tubuhnya gemetar sehabis mendengar pesan itu.
Menindaklanjuti. Aku akan menyediakan waktu untukmu. Apa? Apa muncul lagi? Batin Sehun. Apa penyakit leukimiaku muncul lagi?
.
.
.
.
Kai melangkah keluar dari Escalade- nya dan mulai menyisir kegelapan di sekitar Bar One Eye, ia berharap Lesser akan melompat ke arah mereka. Ia dan Tao telah berjalan jalan beberapa jam malam ini dan mereka tidak mendapatkan apapun. Hal ini terasa aneh.
Bagi Vampir seperti Kai, yang bertarung untuk alasan pribadi, hal ini membuatnya frustasi. Tapi syukurlah ada cara lain untuk melampiaskan kekesalannya.
Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tempat. Bar One Eye ada di pinggir kota, jadi pengunjungnya adalah para pengendara motor atau pekerja kontruksi.
Saat Kai menutup pintu mobil, tubuhnya bergetar, kulitnya menggelenyar dan ototnya tegang. Ia merentangkan lengannya, mencoba menenangkan diri tapi ternyata hal itu tidak mempan. Kalau ia tidak segera menyalurkan kekesalannya ia akan menghadapi masalah besar. Hell, ia akan menjadi masalah besar.
Kai sudah cukup sial lahir dengan kekuatan fisik yang besar. Tapi kesialannya bertambah saat ia membuat marah sosok wanita mistis yang menjadi pemimpin ras mereka. Wanita itupun tanpa ragu memberikan beban tambahan di atas beban yang harus dipikulnya sejak lahir. Karena kutukan dari pemimpin rasnya itu, sekarang Kai harus melampiaskan emosinya secara rutin, kalau tidak terlampiaskan ia akan menjadi sosok yang mematikan. Kalau ia lepas kendali, itu akan membahayakan semua orang termasuk dirinya.
Bertarung dan seks adalah dua cara pelampiasan yang menenangkan bagi Kai dan ia melakukan kedua hal itu seperti seseorang yang ketergantungan narkoba. Melakukan keduanya secara rutin membuat emosinya stabil tapi tidak selalu. Sebenarnya ia lelah terjebak dalam tubuhnya sendiri, ia mencoba mengendalikan kebutuhannya, mencoba untuk tidak jatuh dalam ketidaksadaran brutal.
Saat Kai berjalan mengelilingi SUV dan melalui kaca depan mobil ia melihat seseorang yang ia kenal.
" Wow, apa yang sedang kau lakukan disini, Chanyeol? Bersama seorang wanita lagi. " Ucap Kai.
" Bukan urusanmu, Kai. " Chanyeol langsung menginjak pedal gas mobil dan meluncur meninggalkan Kai.
Kai mengumpat saat melihat mobil Chanyeol meluncur pergi begitu saja.
" Hei, Tao. Siapa wanita itu? Apa salah seorang dari kita? "
" Kyungsoo. " Jawab Tao.
" Kyungsoo? Mantan pasangan Kris? " Kai menggeleng geleng. " Kau harus memberitahuku bagaimana ceritanya, Tao.
" Aku tidak banyak bertanya padanya dan seharusnya kau juga. "
" Kau tidak penasaran? " Tanya Kai. " Oh, Well, bodohnya aku. Tanpa perlu bertanya pun kau pasti sudah tahu kan? Kau mengetahui apa yang akan terjadi. "
Tao hanya mengangkat bahu dan meraih gagang pintu. Kai menahan pintunya, menghentikan Tao.
" Hei, Tao, apakah kau pernah memimpikanku? Maksudku apa kau pernah melihat masa depanku? "
Tao menoleh. " Apakah kau benar benar ingin tahu? Ia balas bertanya.
Kai mengangkat bahunya. " Aku hanya peduli satu hal. Apakah aku akan hidup cukup lama untuk bisa lepas dari kutukanku? Aku hanya ingin menemukan sedikit kedamaian. "
Pintu terbuka dan seorang pria mabuk keluar dengan tergesa gesa. Pria itu menuju ke semak semak dan muntah, kemudian jatuh menelungkup di aspal.
Kematian jelas merupakan salah satu cara menemukan kedamaian, pikir Kai saat melihat pria mabuk yang tersungkur itu. Semua orang pasti akan mati, termasuk vampir. Vampir hanya hidup lebih lama daripada manusia, vampir bukanlah makhluk abadi.
" Lupakan saja, Tao. Aku tidak mau tahu apa yang terjadi pada diriku dimasa depan. " Ucap Kai. Ia telah dikutuk dan masih harus menunggu sembilan puluh satu tahun sebelum bebas. Lebih tepatnya sembilan puluh satu tahun, delapan bulan dan empat hari hingga masa hukumannya berakhir dan makhluk bengis itu tidak menjadi bagian dirinya lagi.
" Kai. " Panggil Tao.
" Apa? "
" Kalaupun kau tidak mau tahu, tapi aku akan tetap memberitahumu. Takdirmu akan segera datang. Dan wanita itu akan hadir tak lama lagi. " Ucap Tao.
Kai tertawa. " Oh ya? Seperti apa wanita itu? Aku lebih suka _ "
" Dia perawan. " Sela Tao.
Rasa dingin menjalar disepanjang tulang punggung Kai dan membuatnya terpaku. " Perawan? Hei, Tao, kau bercanda, kan? "
" Lihat mataku, Kai. Apa aku terlihat mempermainkanmu? "
Kai terdiam sejenak saat melihat mata Tao mencoba mencari kebohongan di mata itu. Kai menggeleng saat tidak menemukan kebohongan di mata Tao. Ia tertawa kemudian membuka pintu yang menguarkan bau bir dan tubuh manusia.
Seraya melangkah masuk, Kai berkata. " Kau mengerikan, Brother. Mana mungkin takdirku seorang perawan. "
.
.
.
Sehun menarik napas dengan lemah, pikirannya dipenuhi bayangan mengerikan karena mendapat telepon dari Dr. Zhang tadi. Ranjang rumah sakit, jarum suntik, obat obatan di nakas. Dalam pikirannya, ia bisa membayangkan kepalanya botak, kulit kusam dan matanya yang cekung hingga ia tidak terlihat seperti biasanya, hingga ia bukan dirinya lagi.
Sehun berjalan melintasi ruang duduk, terus kedapur dan membuka pintu geser. Ketika ia menembus malam, napasnya tercekat oleh ketakutan. Ia kembali menarik napas dan menghembuskannya dengan lemah, ia mencoba menahan ketakutannya sambil berjalan menuju kolam.
Sehun duduk, melepas sepatu dan kaus kakinya lalu merendam kedua kakinya di air dingin. Ia tetap merendamnya meskipun kakinya menjadi mati rasa, ia berharap memiliki keberanian untuk mencebur dan berenang agar pikirannya tenang.
Ia memikirkan Ibunya yang mempunyai penyakit yang sama seperti dirinya. Kenangan tentang Ibunya yang terbaring tidak berdaya diranjang cukup menyakitkan untuknya. Air matanya tak terbendung, mengalir perlahan, terus menerus dan menetes ke air kolam. Ia memandangi air matanya mengenai permukaan air sebelum menghilang.
Sehun mengangkat kepalanya saat merasakan ada seseorang di sekitarnya. Ia sontak berdiri dan melompat mundur, saat melihat hanya seorang remaja yang ada didekatnya, ia menenangkan dirinya.
Sehun mengamati remaja pria dihadapannya. Berambut gelap, berkulit pucat, tubuhnya begitu kurus hingga terlihat lemah, begitu indah hingga terlihat seperti bukan manusia.
" Apa yang sedang kau lakukan disini? " Sehun bertanya, ia sudah tidak begitu takut lagi. " Siapa kau? "
Pemuda itu hanya menggeleng.
" Apa kau tersesat? Siapa namamu? " Tanya Sehun lagi.
Pemuda itu mengangkat tangan ke lehernya dan menggerakkannya maju mundur seraya menggeleng geleng. Seakan ia orang asing dan frustasi karena hambatan bahasa.
" Apa kau bisa berbahasa Korea? "
Pemuda itu mengangguk, lalu tangannya bergerak gerak, dia menggunakan bahasa isyarat.
Sehun mengingat ingat masa lalu, ketika ia melatih pasien pasien autisnya untuk berkomunikasi dengan tangan.
" Apa kau membaca gerak bibir atau kau bisa mendengar? " Balas Sehun dalam bahasa isyarat.
Pemuda itu membeku, seakan sama sekali tak mengira bahwa Sehun akan memahaminya.
" Aku bisa mendengar dengan baik. Aku hanya tak bisa bicara. " Jawab Pemuda itu.
Sehun mengamati Pemuda itu. " Kau mau makan? "
Pemuda itu menggeleng, " Tidak, aku tidak lapar. Aku hanya ingin duduk disini bersamamu sebentar. Aku tidak akan mengganggumu, aku akan duduk diseberang kolam. "
" Duduklah disini, disebelahku. " Tawar Sehun.
Pemuda itu mendekat perlahan. Seolah mengharapkan Sehun berubah pikiran. Saat Pemuda itu sampai didekatnya, ia melepas sepatunya dan merendamkan kakinya. Pemuda itu mencelupkan kakinya ke air dan tersenyum. " Dingin. " Ucapnya dengan bahasa isyarat.
" Kau perlu sweter? " Tanya Sehun.
Pemuda itu menggeleng dan menggerakkan kakinya membentuk lingkaran.
" Siapa namamu? "
" Choi Minho. "
" Nama yang indah. " Puji Sehun.
" Biarawati yang memberikan nama itu padaku. "
" Biarawati? " Tanya Sehun bingung.
Terdapat jeda panjang, sepertinya pemuda itu tengah mempertimbangkan apa yang akan diberitahukannya kepada Sehun.
" Kau tinggal di panti asuhan? " Tanya Sehun perlahan.
" Aku dilahirkan di kamar mandi umum di stasiun bus. Seorang petugas kebersihan menemukanku dan membawaku ke panti asuhan. Para biarawati disana yang memberiku nama itu. "
Sehun berusaha tidak mengerutkan dahi. " Oh. Dimana kau tinggal sekarang? Apa kau diadopsi? "
Pemuda itu menggeleng.
" Emm, apa kau tinggal di dekat kantorku? "
Pemuda itu mengangguk. " Apartemenku ada diseberang jalan. Aku melihatmu datang dan pergi, aku senang melihatmu dan ingin berteman denganmu. "
Saat Sehun ingin berbicara, terdengar suara seseorang dibelakangnya.
" Sehun. "
Sehun menoleh ke belakang melalui bahu kanannya. Ia melihat Suho, tetangganya, berjalan melintasi padang rumput yang berada di antara rumah mereka dan berdiri dipinggir halaman.
" Hai, Suho. Kemarilah dan berkenalan dengan Minho. "
Suho berjalan menyisiri kolam. Ia membungkuk dengan seulas senyum dan mengulurkan tangan kepada pemuda itu. " Halo. "
Minho menyambutnya dan menyalaminya singkat.
Minho lalu memandang Sehun, tangannya bergerak. " Apa kau ingin aku pergi? " ucapnya sambil mengangkat kakinya dari dalam air.
Sehun menaruh tangannya dipundak Minho, ia mencoba mengabaikan tonjolan tajam tulang di balim kaus Minho.
" Tidak, kau tidak perlu pergi. " Ucap Sehun.
Suho melepas sepatu olahraga dan kaus kakinya, lalu menyentuh permukaan air dengan ibu jari kakinya. " Ayolah, Minho. Tetaplah bersama kami. Aku tidak masalah dengan keberadaanmu. "
.
.
.
Kai melihat wanita pertama yang diinginkannya malam ini. Wanita berambut hitam yang sudah terlihat panas dan siap beraksi.
" Menemukan sesuatu yang kausukai? " Tanya Tao datar.
Kai mengangguk dan menekuk jarinya, memberi isyarat pada wanita itu untuk menghampirinya. Datang ketika dipanggil, Kai menyukai hal itu dari manusia.
Kai tengah mengamati ayunan pinggul wanita itu ketika pandangannya terhalang tubuh sintal wanita lainnya. Ia menengadah dan berusaha menahan diri untuk tidak memutar bola matanya saat melihat wanita yang menghalangi pandanganya itu adalah Taemin. Kai tidak menyukai Taemin sama sekali karena baginya Taemin tak lebih dari wanita jalang genit.
" Hei, Tao, " Sapa Taemin dengan suara rendah dan seksi.
" Malam, Taemin, " Tao menghirup minumannya. " Apa yang sedang kau lakukan disini? "
" Menurutmu apa yang sedang kulakukan? " Tanya Taemin menggoda.
Kai memandang melewati pinggul Taemin. Syukurlah gadis tadi tidak mundur dari persaingan kecil ini. Dia masih berjalan menuju mereka.
" Apa kau tidak ingin menyapaku, Kai? " Tanya Taemin.
" Hanya kalau kau mau menyingkir. Kau menghalangi pandanganku. " Ketus Kai.
Taemin berbalik dan memandang gadis yang berjalan ke arah mereka. " Emm, ternyata kau sudah menentukan pilihan. Sungguh wanita beruntung. "
" Dari nada suaramu sepertinya aku mencium rasa iri. " Sahut Kai.
" Ya, memang aku iri. " Mata Taemin, panas dan siap memangsa menelusuri tubuh Kai. " Mungkin kau mau bermain bersamaku dan Tao. "
Ketika Taemin hendak membelai rambut Kai, Kai menangkap pergelangan tangan wanita itu. " Jangan coba coba. "
Sebelum Taemin ingin berbuat lebih, gadis manusia itu akhirnya sampai dan berhenti tepat dihadapan Kai dan sedikit berpose. Kai meletakkan kedua tangan dipinggul wanita itu dan menarik hingga wanita itu duduk dipangkuannya.
" Hei, " Sapa wanita itu, bergerak dalam pelukan Kai.
Kai menatap jijik pada wanita itu, kalau ia bisa pergi, ia akan pergi. Ia benar benar muak dengan segala kebohongan ini. Tapi tubuhnya butuh pelepasan, bahkan menuntutnya. Kai bisa merasakan gairahnya memuncak dan seperti biasa perasaan terbakar itu membuat jantungnya yang sudah mati tak berasa apa apa lagi.
" Siapa namamu? " Tanya Kai.
" Tiffany. "
" Senang bertemu denganmu, Tiffany, " Kai berbohong.
.
.
.
Angin bertiup kencang, menggoyangkan daun daun hingga berjatuhan ke kolam. Ketika ada yang mengapung didekatnya, Minho meraihnya.
" Apa yang kau pakai di pergelangan tanganmu? " Tanya Sehun.
Minho mengulurkan tangan agar Sehun dapat memeriksa gelang berbahan kulitnya. Terdapat tanda beraturan disana, seperti gabungan antara hiroglif dan huruf Cina.
" Bagus sekali. " Ucap Sehun.
" Aku membuatnya sendiri. "
" Boleh kulihat? " Tanya Suho, membungkuk ke depan. Senyumnya menghilang dan menyipitkan mata ke wajah Minho. " Darimana kau mendapatkan ini? "
" Katanya dia membuatnya sendiri. " Sahut Sehun.
" Tadi kau bilang dia darimana? " Tanya Suho lagi.
Minho menarik kembali tangannya, kelihatan sekali ia merasa tak nyaman dengan perhatian Suho yang tiba tiba.
" Dia tinggal di apartemen dekat Kantorku. " jawab Sehun. " Dia dilahirkan disini. "
" Dimana orangtuanya? "
Sehun memandang temannya, merasa heran mengapa Suho begitu ingin tahu. " Dia tidak punya. "
" Tanda pada gelang itu, " Tanya Suho pada Minho. " Apa kau tahu artinya? "
Minho menggeleng kemudian mengerutkan dahi dan mengusap kening. Setelah beberapa saat tangannya memberi isyarat dengan perlahan.
" Dia bilang tanda itu tidak ada artinya. " Gumam Sehun. " Dia hanya mengkhayalkannya dan dia menyukai tanda itu. Suho berhentilah mencecarnya dengan pertanyaan tidak penting. "
Suho tampak tersadar. " Maaf. Aku... Ah, maaf, maafkan aku. "
Suho berdiri dan memakai sepatunya. " Maaf, aku harus pergi. Aku akan segera kembali. "
.
.
.
Suho menerjang masuk kedapurnya kemudian berhenti
Minho adalah masalah. Masalah serius.
Suho tak percaya ia tidak langsung mengenali Minho sebagai vampir. Tapi tentu saja Minho belum mengalami perubahan. Dan apa yang dilakukan vampir dihalaman belakang rumah Sehun?
Ia berkacak pinggang, menekuri lantai. Apa yang harus dilakukannya? Ia tahu simbol apa yang ada di gelang Minho tadi. Simbol itu dibaca TEHRROR dalam bahasa kuno yang berarti nama pejuang.
Bagaimana mungkin Minho tersesat dalam dunia manusia? Berapa lama lagi waktu yang akan dia miliki sebelum berubah? Kelihatannya dia berusaha awal dua puluhan, yang artinya dia masih punya waktu satu atau dua tahun lagi sebelum berubah. Tapi kalau Suho salah perhitungan, ia akan dalam bahaya. Kalau ternyata Minho mendekati usia dua puluh lima tahun dan bila ia tidak memiliki vampir wanita untuk membantunya melewati perubahan, maka Minho akan mati.
Suho berjalan keluar dari dapur menuju ruang duduk, ia membuka buku alamat yang disimpan di meja kerjanya. Di halaman paling belakang ia menulis nomor seseorang
Dengan telapak tangan berkeringat, Suho mengangkat gagang telepon dan setengah berharap nomor itu tidak tersambung dan setengah berharap nomor itu tersambung. Tapi yang ia dapatkan adalah suara elektronik yang mengulangi nomor yang telah ditekan Suho, diikuti bunyi bip.
" Aku... Eh, namaku Suho. Aku mencari anggota Brotherhood. Aku perlu... Emm, bantuan. " Suho meninggalkan nomornya dan menutup telepon, merasa lebih baik meninggalkan informasi sesedikit mungkin.
Suho bergerak dengan cepat, ia mulai bergerak menuju pintu keluar dan kembali menemui Sehun. Ia akan mencari tahu lebih banyak tentang Minho dan _
Kringgg... Krinnggg...
Telepon berdering.
Suho meraih ke sebrang meja dan mengangkat telepon. " Halo? "
" Suho? " Suara peia itu berat.
" Ya. " Sahut Suho.
" Kau menelpon kami. "
Suho berdeham. " Aku, eh, aku punya masalah. " Suho menjelaskan kepada pria itu apa yang ia ketahui tentang Minho.
Hening beberapa saat. " Besok malam kau akan membawanya pada kami. "
" Eh, pemuda itu tidak bisa bicara. Dia bisa mendengar tapi dia butuh seseorang yang memahami bahasa isyarat untuk dapat mengerti. " Ucap Suho.
" Kalau begitu bawalah seseorang yang bisa bahasa isyarat bersamanya. "
Suho berpikir apa pendapat Sehun setelah mengetahui masalah ini. " Wanita yang menjadi penerjemahnya malam ini adalah manusia biasa. "
" Akan kami urus masalah ingatannya. "
" Baiklah. Tapi bagaimana aku bisa menghubungimu lagi? " Tanya Suho.
" Kami akan mengirim mobil untukmu. Jam sembilan malam. "
" Alamatku di_ "
" Kami tahu dimana kau tinggal. "
Ketika sambungan telepon mati, Suho sedikit bergidik. Oke, sekarang ia hanya perlu membuat Minho dan Sehun setuju untuk menemui Brotherhood.
.
.
.
Ketika Suho kembali ke rumah Sehun, Minho tengah duduk di meja dapur sementara Sehuhn makan sup. Mereka berdua menengadah ketika ia mendekat dan ia mencoba bersikap sebisa mungkin ketika duduk. Suho menunggu sebentar sebelum melempar umpan.
" Omong omong, Minho, aku kenal beberapa orang yang menguasai ilmu bela diri. " Sebenarnya itu tidak bohong, Suho mendengar para Brother menguasai berbagai jenis ilmu bela diri. " - dan aku bertanya tanya apa mungkin kau tertarik menemui mereka? "
Minho memiringkan kepalanya dan menggerakkan tangannya sambil melihat Sehun.
" Dia mau tahu untuk apa ia bertemu dengan mereka? " Ucap Sehun.
" Mungkin kau ingin latihan belajar bela diri. " Sahut Suho.
Minho kembali memberi isyarat.
" Dia bilang dia tidak mampu membayar biaya latihannya dan tubuhnya terlalu kecil. "
" Apakah dia mau pergi kalau gratis? " Suho merutuki mulutnya yang berbohong. " Dengar, Sehun, aku hisa membawanya ke tempat dia bisa bertemu... Katakan padanya itu tempat para ahli beladiri berkumpul. Dia bisa bercakap cakap dengan mereka, mengenal mereka, dia mungkin mau _ "
Minho menarik lengan baju Sehun, memberi isyarat, kemudian menatap Suho.
" Temuilah mereka besok, tak ada ruginya untukmu, bukan? " Ucap Suho.
Minho mengangkat bahu dan membuat gerakan anggun dengan tangannya.
Sehun tersenyum. " Dia bilang oke. "
" Kau harus ikut juga, Sehun. Untuk menjadi penerjemahnya. "
Sehun kelihatan terkejut, namun kemudian menatap Minho. " Jam berapa? "
" Jam sembilan. " Sahut Suho.
" Maaf, sepertinya aku tidak bisa ikut. Jam sembilan aku harus bekerja. " Tolak Sehun.
" Malam. Jam sembilan malam kita akan pergi menemui mereka. "
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC / END?
Well, kalo reviewnya lebih dari 20 bakalan aku lanjut.
