.Satu.
Bicara soal Jeon Jungkook adalah bicara soal kesempurnaan. Mengingat idiom lama, harta, tahta, dan wanita, Jeon Jungkook memiliki semuanya. Ralat, maksudnya, nyaris semuanya. Harta, sebagai pewaris tunggal keluarga Jeon yang menurut perhitungan lembaga survey dan badan penyidik keuangan, jumlah kekayaan keluarganya tidak akan habis bahkan jika saat ini juga seluruh perusahaannya ditutup. Ya, Jeon Jungkook memang sekaya itu. Lalu, soal tahta, sekali lagi, darah Jeon yang mengalir di tubuhnya membuatnya tidak perlu repot-repot berpikir keras soal pekerjaan atau posisi sosial. Takdir hidupnya sudah digariskan bahkan sebelum ia lahir, yaitu sebagai calon pemegang kekuasaan tertinggi di perusahaan Jeon yang juga berarti puncak hirearki sosial. Well, sempurna.
Nyaris, sempurna.
Masalahnya adalah pada poin ketiga: wanita.
Tidak, Jeon Jungkook bukan gay. Alasan kenapa sampai saat ini ia melajang adalah karena ia selalu dicampakkan wanita. Bukan, tentu saja bukan karena ia jelek. Siapapun yang melihat Jeon Jungkook pasti akan mengakui kalau laki-laki itu juga berparas sempurna. Setiap lekuk tubuhnya bisa dibilang dipahat langsung oleh dewa-dewi sendiri. Tubuh Jeon Jungkook adalah karya yang agung. Setiap wanita pati tidak akan pernah menolak ajakan Jeon Jungkook, malah, mereka akan bersedia menyerahkan jiwa dan raganya dengan senang hati.
Hingga sejauh ini, ada daftar panjang wanita yang pernah (walau hanya sekilas) ada di hidupnya. Hanya saja, semua wanita itu akan selalu meninggalkannya. Percaya atau tidak, semua itu karena Jeon Jungkook terkena kutukan.
Semuanya berawal saat dia berumur tiga belas tahun. Saat itu Jeon Jungkook membolos dari sekolah menengah dan menjelajah sudut lain kota Seoul. Satu hal yang ia sesali hingga sekarang. Berjalan sendirian, tanpa kawalan bodyguard-nya, dan bermain sendirian seperti anak hilang di sebuah taman kota. Dan, kalau saja ia tahu kalau perbuatan bodohnya itu, juga soal pertemuannya dengan laki-laki aneh dengan warna rambut lilac itu akan membuat hidupnya berantakan seperti ini, ia tidak akan ragu untuk membunuh laki-laki itu sebelum sempat mengutuknya.
Saat itu ia sedang duduk di taman bermain, duduk di sebuah kursi taman yang sepi ketika laki-laki berambut keunguan berwajah manis itu tiba-tiba mendekatinya tanpa aba-aba, mengamati wajahnya dekat-dekat, lalu mengatakan "kamu tidak akan bisa mencium orang lain selain aku" sebelum kemudian mencium bibirnya. Ciuman pertama Jeon Jungkook dicuri begitu saja oleh laki-laki aneh berambut norak itu.
Awalnya, ia menyangka kalau itu hanya sebuah lelucon, atau mimpi, karena setelah ciuman itu Jungkook tidak mengingat apapun dan terbangun di kasurnya esok paginya. Sialnya, kutukan itu adalah kenyataan pahit yang tidak bisa disembuhkan. Dan Jungkook baru menyadari kutukan itu dua tahun kemudian, saat ia memiliki pacar pertamanya, Irene. Adalah saat Jungkook mencium Irene, ia menyadari kalau kutukan bodoh itu benar-benar nyata. Bahwa Jeon Jungkook akan selalu kehilangan kesadaran setiap kali ia berciuman dengan orang lain.
Walau kutukan bodoh itu bisa dibilang tidak menyakitkan, harmless, tapi tetap saja, coba hitung berapa kali Jungkook harus mendapat tamparan karena dianggap laki-laki brengsek yang suka mempermainkan wanita dan membodohi mereka. Membuat Jungkook ingin berteriak dan menuntut haknya. Dia juga ingin berbuat mesum sekali-kali! Tapi bagaimana dia bisa melanjutkan pada tahap hubungan yang lebih intim ketika berciuman saja selalu berhasil membuatnya pingsan tak berdaya? Oh betapa memalukannya. Rasanya, jika ada perjanjian dengan iblis, ia bisa menjual segala aset keluarganya asalkan ia bisa menghilangkan kutukan itu untuk bisa memuaskan nafsu seksualnya.
Jeon Jungkook, 19 tahun, mahasiswa semester dua, pewaris tunggal keluarga Jeon, adalah seorang perjaka.
Tapi setidaknya, reputasinya tidak seburuk itu. Walau selalu mendapat tamparan karena dianggap berbohong, mempermainkan wanita atau apapun, reputasinya sebagai womanizer atau casanova menjadi kebanggaan tersendiri. Walau sesungguhnya tidak ada satupun wanita dari daftar itu yang berhasil dia gagahi. Tapi, lihat saja, dia pasti akan mencari berbagai cara untuk mengatasi kutukan bodoh itu.
"Noona, bagaimana kalau ciumannya di akhir saja? Aku sudah gak kuat." Jungkook yang kali ini berhasil membawa seorang senior ke –bukan kamarnya, keluarganya akan membunuhnya dan mencoretnya dari daftar pewaris walaupun ia pewaris tunggal— melainkan kamar teman karibnya, Park Jimin.
"Manisnya Kookie, tapi tidak bisa. Biar kuajarkan. Peraturan dalam berhubungan seks, kita harus mengawalinya dengan ciuman mesra, Kookie." Sang wanita yang lebih tua dan penuh pengalaman itu, Lee Jieun, kemudian tersenyum genit, mengedipkan sebelah matanya kemudian mendekati wajah Jungkook. Mampus. Jungkook memutar otak, berusaha mencegah ciuman itu untuk terjadi. Dia tidak ingin kehilangan kesadaran sebelum sempat melakukan apapun. Pokoknya, kali ini, dia harus berhasil kehilangan keperjakaanya.
Jeon Jungkook tidak akan kalah dengan kutukan bodoh ini. Makanya, saat Jieun mencondongkan kepalanya, memejamkan matanya, dan segera sebelum bibir merah Jieun melekat di atas bibirnya, ia menghalanginya dengan telapak tangannya. Yah. Berhasil!
Menyadari kalau bibirnya mendarat di permukaan yang bukan bibirnya Jungkook, Jieun membuka matanya. Ada kekesalan dan kekecewaan di bola mata coklat terang itu. Membuat Jungkook kembali memutar otak untuk mengembalikan mood Jieun yang rusak.
"Ehm, N-noona, kudengar blowjob itu asik. Gimana kalau kita coba itu saja?"
Oh-ow.
Jungkook merasa sudah melakukan kesalahan besar saat melihat mata Jieun membola. Pupil coklat terang itu membesar, kalau itu mungkin, sampai bola matanya hampir keluar. Mengisyaratkan kemarahan dan angkara murka yang mendalam.
Sial.
Salahkan mulut Jungkook yang kadang suka asal bicara ini.
Tidak perlu waktu lama sampai tangan lentik Jieun—jangan lupakan kukunya yang panjang juga cincin dengan batu permata yang melekat di jarinya itu—mendarat di pipi Jungkook. Rasanya luka tamparan minggu lalu dari Joy belum juga sembuh, sekarang, lukanya tertambal dengan tamparan baru. Dan lama-lama, mungkin Jungkook jadi menikmati rasa sakit. Ya Tuhan, jangan jadikan ia masokis.
"YAH! KAU KIRA AKU WANITA MURAHAN?"
Setelah puas menampar Jungkook, Jieun dengan kesal merapikan rambutnya yang berantakan dan mengambil tasnya yang sempat terabaikan di atas lantai. Ia terus mengomel sambil berjalan dengan langkah kesal ke pintu sampai ia membantingnya keras-keras. Membuat Jungkook mengelus pipinya sambil meratap. Berpikir keras kenapa para wanita itu selalu menyerang dengan tamparan dan selalu mengatakan itu sebelum pergi, lengkap dengan membanting pintu. Sungguh tidak variatif.
Meninggalkan Jeon Jungkook yang masih tetap perjaka.
Bisa-bisa, taruhan bodohnya dengan Park Jimin soal keperjakaannya yang harus hilang di umurnya ke-20 nanti akan dimenangkan Park Jimin. Lagipula, kenapa wanita wanita selalu meminta mencium dulu sebelum melakukan itu sih? Argh! Menyebalkan! Pikir Jungkook dalam hati.
.kutukan.
"Jadi, kemarin gagal?" Park Jimin bertanya retoris. Padahal ia tahu kalau jawabannya tergambar jelas dari raut muka Jungkook yang terlihat super kesal. Juga tanda merah di pipi kanannya, goresan kuku yang sudah jelas antara bekas cakaran dan tamparan.
"Berisik." Jungkook, walau lebih muda dua tahun dari Park Jimin, tidak pernah repot-repot memanggilnya dengan sebutan Hyung. Buat apa memanggilnya dengan panggilan sopan kalau berada di kelas yang sama? Itu pembelaan anak muda Jeon yang berhasil akselerasi dua kali itu. 1 tahun di sekolah menengah dan 1 tahun di sekolah akhir.
"Jadi, sudah siap kalah taruhan, kan?" Jimin terkekeh. Puas saat melihat teman karibnya bisa gagal dalam suatu hal, walau hanya soal seks. Tapi, berhubung Park Jimin sudah melakukannya lebih dulu, ia sendiri bangga. Kesampingkan dulu moralitas karena ini menyangkut soal harga diri.
"Jangan senang dulu. Aku pasti akan mencari cara supaya bisa lepas dari kutukan sialan ini." Jungkook melahap roti isi dagingnya dengan kesal. Lihat saja kalau ia nanti bisa menemukan cara itu. Dia akan melakukan apapun sampai dia puas.
"Omong-omong, masih belum menemukan laki-laki berambut lilac itu?" Jungkook menggeleng. Terlalu lelah membahas laki-laki yang tidak pernah berhasil ia temui itu. Hanya bermodalkan ingatan lima tahun lalu yang samar, mana bisa ia menemukan laki-laki itu dengan mudah? Apalagi Korea Selatan itu negara yang luas. Belum lagi kemungkinan kalau anak itu pergi ke luar negeri. Membayangkannya saja sudah membuat Jungkook kesal.
"Gawat juga. Bagaimana kalau dia mati? Kutukanmu akan berlangsung seumur hidupmu dong?" kata-kata asal Jimin membuatnya sadar. Gila. Selamanya? Hell no. Jungkook adalah pewaris tunggal keluarga Jeon. Dia perlu wanita untuk meneruskan karir keluarga Jeon yang gemilang ini!
"Jangan menakutiku, bodoh. Kalau dia mati, seharusnya kutukan itu berakhir. Kutukan hanya bertahan saat pengutuknya hidup. Dan, kalau dia belum mati, aku yang akan membunuhnya sendiri." Jungkook tersenyum puas saat membayangkan solusinya. Lihat saja kalau laki-laki sialan itu ketemu. Jungkook akan menyiksanya pelan-pelan agar dia tahu kalau selama ini hidupnya sudah berantakan karena kutukan bodohnya itu.
.kutukan.
Seolah tidak cukup dengan kaya, tampan, dan segala sifat positif lainnya, Jungkook masih menambahi kelebihan dirinya dengan memiliki deretan prestasi gemilang. Salah satunya adalah tergabung di band populer kampus. Sebuah band beranggotakan dirinya di gitar, Park Jimin di vokal, dan Jung hoseok di drum. Kadang-kadang, kekasih Jimin, Min Yoongi juga ikut membantu di synth kalau-kalau mereka ingin tampil di klub malam dan membawakan musik EDM.
Seperti malam ini, misalnya. Jungkook berkonsentrasi penuh dengan gitar listriknya dan Jimin dengan vokalnya yang unik itu membuat suara desahan-desahan seksi di klub yang penuh sesak itu. Lalu, Jung hoseok dengan permainan drumnya yang super hiperaktif dan tangan gesit Yoongi memainkan efek-efek dari mesin-mesin rumitnya. Sempurna. Membuat teriakan histeris para penggemarnya –yang kebanyakan adalah wanita—membahana di ruangan klub malam yang tertutup itu.
Well, setidaknya, ketika ia bermusik, Jungkook bisa melupakan masalah hidupnya. Itupun, masalah di hidupnya memang tidak banyak. Sejauh ini, yang menjadi beban pikirannya hanya soal wanita dan keperjakaannya yang belum juga mendapatkan solusi.
Riuh dan tepukan penonton pecah saat lagu kedua dibawakan. Keringatnya mulai mengucur, sorotan lampu ke arah panggung membuat suasana menjadi super panas. Mereka memang ingin membakar panggung malam ini. Klub yang tertutup itu semakin panas dengan tubuh-tubuh yang sibuk menari dengan saling berhimpitan dan menggesekkan badannya. Jungkook selalu suka pemandangan ini. Seperti rakyat jelata yang sedang memujanya. Mungkin, Jeon Jungkook memang punya sedikit masalah dengan narsisisme.
Sampai ia menyadari satu wajah familiar dengan mata terpejam, menari sambil menikmati musiknya. Tubuhnya bergoyang seksi di antara kerumunan 'rakyat jelata' itu. Tetap mencolok. Kalau bukan atraktif, apalagi itu?
Mata tajam Jungkook berusaha mengingat kapan dia pernah melihat laki-laki dengan warna rambu light caramel itu. Warna rambut yang mencolok, seolah minta diperhatikan. Dan apapun tujuan laki-laki manis itu, ia berhasil. Ya, manis. Kalau dia wanita, Jungkook pasti tidak akan berpikir dua kali untuk menyerangnya sekarang juga.
Rambut light caramel dengan warna cerah yang mencolok.
Dan itu tidak asing.
Ah!
Tentu saja. Si rambut norak itu.
Dan begitu Jungkook menyelesaikan petikan gitar dari melodi terakhirnya, ia segera melempar gitar Gibson Les Paul barunya tanpa peduli kalau itu limited edition. Ia baru saja mendapatkan kesempatan langka: bisa menemukan laki-laki berambut norak itu dan dia tidak mau kehilangan dia lagi.
Menerobos kerumunan, Jungkook berusaha mengikuti laki-laki berambut cerah itu yang berjalan tanpa tahu kalau hidupnya akan tamat sebentar lagi. Saat laki-laki itu berjalan ke arah pintu keluar, Jungkook segera menarik lengannya dengan kasar, mengabaikan wajah terkejutnya. Jungkook berjalan sambil terus mencengkram pergelangan laki-laki itu sambil terus mengabaikan perintah 'lepaskan' darinya. Ia terus berjalan sampai keluar dari klub malam. Mendengar dentuman bass yang perlahan semakin terdengar samar. Menuju sebuah gang sepi. Di mana-mana, sebuah gang sepi adalah tempat tujuan untuk seseorang yang punya niat untu membunuh. Makanya, Jungkook senang sekali saat mendorong tubuh itu ke tembok gang yang senyap itu. Ia semakin senang saat melihat kepanikan dari dalam mata coklat berwarna karamel itu. Hm, manis. Amat manis.
"Yah! Apa yang kau lakukan!" Laki-laki itu kemudian mengerahkan kedua tangannya untuk melepaskan diri dari Jungkook. Sebuah usaha sia-sia karena mana mustahil lengan kurus itu bisa mendorong tubuh tegap Jeon Jungkook.
Jungkook tanpa banyak berpikir, segera memerangkap tubuh itu. Walau tinggi keduanya tidak jauh berbeda, tetap saja Jungkook lebih unggul dengan ototnya yang berisi itu. Jungkook hanya menggunakan satu lengannya untuk menahan tubuh itu agar tetap diam. Sambil mencocokkan setiap detail yang ia ingat, walau samar. Membandingkan wajah dengan rambut lilac lima tahun lalu itu dengan wajah panik di hadapannya ini. Simpulannya: tepat. Bahkan tanda samar di hidungnya itu tampak sama.
Tapi, hanya ada satu cara untuk bisa membuktikannya.
Jungkook menarik helai rambut karamel itu dengan keras, membuat laki-laki yang terperangkap itu meringis. Masih tampak bingung dengan keadaan yang aneh itu. Tapi Jungkook tidak punya niatan untuk menjelaskannya dengan kata-kata dan lebih memilih untuk mencondongkan tubuhnya, menggigit bibir itu, memagutnya, membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan.
"Ah."
Desahan lucu yang membuat Jungkook merasa semakin ingin meneruskan ciuman ini. Walaupun hanya untuk mengetes, memastikan, tapi Jungkook tidak menyudahi ciuman itu dan memanfaatkannya celah saat laki-laki itu membuka bibirnya untuk mendorong lidahnya masuk. Manis. Rasanya benar-benar seperti karamel. Ada sisa alkohol, vodka, mungkin Smirnoff. Jungkook menjilat dengan puas. Akhirnya. Dia bisa merasakan ciuman tanpa harus kehilangan kesadarannya.
Tapi, tunggu.
Ia melepaskan ciuman itu segera, membuat benang saliva menghubungkan dua bibir yang sekarang terpisah itu, dan memandang wajah di hadapannya dalam-dalam.
Sial.
Dia sudah menemukan laki-laki lilac itu dan sekarang, dia malah menikmati ciuman dengan laki-laki yang sangat ingin dia bunuh ini? Oh Tuhan.
"Um… a-aku sedikit sibuk. Tapi aku tidak mengenalmu. Jadi, Dah." Laki-laki manis itu mengambil kesempatan untuk kabur dan lari saat Jungkook termenung. Tapi, tidak semudah itu. Jungkook segera menarik kerah kemeja laki-laki itu. Membuatnya terbatuk dan menyerah saat Jungkook mendorong tubuh lunglainya lagi.
Karena: enak saja. Hidupnya lima tahun belakangan ini sudah sangat menderita. Jeon Jungkook tidak akan semudah itu membiarkannya kabur.
"Jangan pura-pura tidak mengenalku. Aku tau kau mengingatku. Lepaskan kutukan itu,"
"A-apa yang kau... aku..." bola mata karamel itu bergerak gesit. Ada kepanikan di sana yang membuatnya selalu menghindari tatapan tajam Jungkook. Ah. Membuat Jungkook gemas saja.
"A-aku tidak ingat. Kutukan bagaimana maksudmu- eh?"
Brengsek. Walau laki-laki ini imut dan manis, tapi saat ini Jeon Jungkook sedang tidak ingin bermain-main.
Jungkook bisa saja meninju wajah manis itu. Ya, Seandainya wajah itu tidak manis, mungkin Jungkook sudah melakukannya sejak tadi. Meninjunya sampai lebam agar dia tahu betapa sakitnya tamparan-tamparan yang selalu Jungkook dapatkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini.
"Gara-gara kau, aku selalu kehilangan kesadaran setiap mencium orang lain! Brengsek!"
Jungkook menggeram. Memberikan peringatan kalau tidak, dia tidak main-main sekarang.
"Aaah!" laki-laki itu menjerit.
Kedua bola mata karamelnya membola. Seolah ada kesadaran yang merasukinya tiba-tiba.
"Ya Tuhan! Itu! Saat aku iseng mencoba tutorial ilmu hitamnya Seokjin-hyung? Jadi itu berhasil?" Lucu, sepertinya laki-laki di hadapannya ini punya kemampuan untuk bisa mengubah ekspresinya tiba-tiba. Jika tadi kepanikan tergambar jelas, sekarang air mukanya berubah cerah.
Tapi, apa dia bilang? Iseng? Orang ini pasti sudah gila.
"Yah! Apa maksudmu ISENG? Kamu sudah membuat hidupku berantakan, dasar sialan!"
"Ugh. Maaf..."
Urgensi untuk memukul ulu hati laki-laki ini hilang begitu saja ketika suara pelannya terdengar di telinga Jungkook. Kenapa dia tiba-tiba jadi pemaaf begini?
"Cih. Sudahlah. Batalkan saja kutukan itu dan aku tidak membunuhmu."
"Um...
Tapi…
Masalahnya...
Aku tidak tahu caranya."
.kutukan.
a.n:
HAI! Ya ampun. Maaf belum bisa update cerita Rahasia. Kemarin-kemarin galau pas nulis, jadi ceritanya berubah sangat angsty dan kemarin sempat muncul sad-ending. Rahasia ketujuh lagi mau revisi nih, huhuhu. Maafkaan.
Sekarang update crack dulu. Nulis cerita gak jelas ini entah apa motivasinya deh. Ini akan ada dua chapter dan chapter terakhirnya segera. Ini cerita bodoh sih, endingnya juga gak jelas. Plotnya pun gak jelas. Tapi ada pesan moralnya: jangan main-main dengan ilmu hitam. Wkwkwk.
Selamat membaca dan maafkan kebodohan ini. /ampun.
