Disclaimer: I own nothing but the story.

Setitik note: Kalo kalian bingung bacanya, bisa lihat a/n dulu di paling bawah. Tapi saya saranin sih baca aja dari awal tanpa mengintip akhir—alurnya agak mengejutkan hehe


.

.

.

.

Completely Fallen For You

Chanbaek pairing

WARN: Sho-ai, BL, Yaoi, OOC, Multi-AU, semi baku

fluff parah, awas cringe attack

Sorry for typo(s)

.

.

.

.


[Mafia!AU] I Just Need You

Baekhyun meludah dengan cepat merasakan amis di lidahnya. Ia mendesis tak suka. "Park, aku butuh back up sekarang juga!"

"Aku siap!"

Baekhyun mengusap sudut bibirnya yang berdarah selagi melempar tatapannya ke sepenjuru ruangan. Bahkan di sudut manapun ia tidak menemukan orang yang menjawab panggilannya. "Park Chanyeol! Kau dimana?"

"Aku sudah di sini!"

Baekhyun mengerang keras. Apa pria itu sedang bermain petak umpet? Mereka sedang berada di tengah baku tembak dan kalah jumlah. Ini situasi darurat. Dia butuh si keparat itu untuk mengcover tembakannya. "Kau dimana, sialan?!"

Sesuatu yang lunak menekan leher belakangnya. Baekhyun berjengit, hampir meloloskan satu peluru dari revolver Taurus 605SS2. Untungnya dihentikan dengan suara berat familiar di balik punggungnya;

"Aku di sini, Baekkie."

Ia ingin menendang dengkul pria itu supaya otaknya berpindah kembali ke tempat asalnya. Lihatlah bagaimana pria itu menekuk jalan pikirnya. Ini bukan tempat yang cocok untuk saling melempar kalimat mesra. "Jangan merayuku, Tuan provokatif."

Bahu Chanyeol melemas seolah kesenangannya direnggut. "Aku cuma mencium lehermu."

Baekhyun tidak suka melihat wajah lesu itu. Jadi ia menghela napas dan menjelaskan, "Tidak boleh di tengah pekerjaan. Cepatlah kita harus bergegas keluar dari gedung ini, okay?"

Chanyeol tersenyum tipis dan mengangguk patuh, "Okay."

Lantai satu gedung rupanya jauh lebih berantakan dari perkiraan. Tapi Baekhyun tidak peduli, toh gedung itu bukan miliknya. Tangannya menggamit Chanyeol, menarik lelaki itu masuk ke mobil hitam berkaca gelap yang menunggu mereka di pintu samping.

"Jembatan di tikungan keempat, yang lain menunggu di sana. Sekarang tancap gas itu secepat mungkin atau aku akan memenggal kepalamu."

Anak buah Byun Baekhyun di balik setir mobil mengangguk tanpa banyak bertanya. Mobil itu melesat cepat membuat gedung menjulang di sekitar mereka mengabur. Baekhyun menarik napas lega, dia sudah kehilangan dua orang pengawalnya tadi, maka jalur kabur ini tidak boleh terdeteksi musuh.

Ia tidak tahu jika Chanyeol terus memerhatikan gerak-geriknya. Ia baru menoleh ketika revolvernya diambil pria itu untuk dilempar ke kursi depan di samping kemudi yang kosong. Baekhyun tidak mempedulikannya, matanya memandangi jendela kaca dengan lelah.

Situasinya hening, hanya diisi decitan ban mobil yang berbelok tajam.

Baekhyun pikir Chanyeol bergeser ke arahnya karena belokan tadi, rupanya pria itu sengaja mendekat. Chanyeol, tanpa berkata apapun, merebahkan kepalanya di pangkuan Baekhyun. Baekhyun menatapnya tajam tapi tidak menyuruhnya menjauh, tangan kirinya justru memainkan helai rambut hitam itu. Si pengemudi melirik sekilas dari kaca spion, ada senyum tipis yang menggoda di wajahnya.

"Sepertinya Tuan Park kelelahan."

"Dia memang bayi besar. Dan jangan memanggilnya seformal itu, pangkat dia tidak setinggi aku."

Chanyeol tidak merespon, terlalu nyaman memejamkan mata dan Baekhyun kira jawabannya adalah pria itu tertidur. Semenit setelahnya ponsel di jok depan berdering keras. Si pengemudi memberikan ponsel pada pemiliknya dengan satu tangan. Baekhyun mendesah frustasi ketika melihat nama yang tertera di layar.

"Apa mereka masih keras kepala untuk memaksaku ikut? Hell no." ia meracau sendiri kemudian menerima telepon.

"Apapun yang akan kau katakan, aku sudah menolaknya kemarin, Luhan." Tegasnya tanpa mengucap salam.

["Oh ayolah, Byunbee~ bersenang-senang dengan pesta kali ini"]

Si pengemudi melirik melalui kaca spion lagi. Seketika meringis melihat wajah ketua timnya yang menggelap karena amarah. Byun Baekhyun yang dilanda kekesalan adalah mimpi buruk semua orang.

"Tidak. Kau tidak berhak memerintahku."

["Tim milikmu itu sudah menyelesaikan tiga misi dalam satu hari. Kau bisa mengajak mereka bersantai ria malam ini, tiga jam lagi pesta dimulai"]

Wajah Baekhyun semakin keruh mendengar kalimat dari sebrang sambungan. "Justru karena terlalu banyak pekerjaan kami jadi lelah. Satu-satunya yang kami butuhkan hanyalah malam yang tenang untuk mengistirahatkan tubuh—bukan hingar bingar musik di klub milikmu itu."

["Kau terlalu kaku, Baekhyun. Aku yakin mereka akan senang jika diperbolehkan datang ke sini"]

Baekhyun mendesah lelah, "Dengar, aku yang mengenal dekat anak buahku, jadi aku tahu apa yang mereka inginkan." pandangannya bertemu melalui kaca spion pada si pengemudi yang mengangguk sambil tersenyum mengiyakan, "Jadi aku tidak akan merubah keputusan awalku. Sekali tidak, tetap tidak."

["Kau yakin? Mantan pacarmu akan ada di sini, siapa tahu kalian ingin membicarakan masa lalu"]

Pegangan pada ponselnya mengerat, Baekhyun menelan ludah dengan susah payah. Bukannya ia mengenang masa-masa indah dengan orang yang disebutkan, ia malah merasa tidak nyaman pada tempat duduknya. Tangan yang masih bertengger pada kepala di pangkuannya terasa diusap pelan dan itu menyentaknya kembali.

Ketika menunduk, Chanyeol menatap lurus ke arahnya. Oh pria itu sudah bangun?

Ia melanjutkan pembicaraan, "Kau tahu kami berakhir dengan tidak baik-baik. Jadi mana sudi aku bertemu dengannya lagi."

Luhan tertawa di ujung telepon. ["Tapi sepertinya dia merindukanmu, Byunbee. Aku rasa dia malah makin terjerat pesonamu dan menyesal sudah meninggalkanmu"]

Baekhyun tak memutus pandangannya dengan Chanyeol. Jadi ia bisa melihat ketika pupil itu menggelap oleh bayangan dan sedikit memicing, meski raut wajah Chanyeol masih datar seolah tidak mendengar percakapan mereka di telepon. Ia berani bertaruh kalau Chanyeol mendengar semuanya. Bisa berakhir gawat kalau Baekhyun tidak segera meluruskan situasi.

"Masa bodoh, aku tidak peduli dengannya."

["Kau bersungguh-sungguh?"]

Baekhyun kembali memainkan helai rambut hitam Chanyeol selagi memunculkan senyum manisnya, menenangkan pria itu dari nafsu membunuh yang perlahan membuncah.

"Dua ratus persen. Kalau dia mencariku, katakan padanya untuk lebih menyayangi nyawa karena seorang psikopat di pangkuanku sedang tidak ingin pacarnya diganggu."

Luhan sepertinya sedang menahan pekikan gemas di sebrang sana. ["Maksudmu Chanyeol, kan? Kalian sedang bersama sekarang, ya? Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Selamat menikmati malam berdua!"]

Sambungan telepon ditutup sepihak secepat kilat. Tahu begini, Baekhyun akan menggunakan nama Chanyeol sebagai alasan di detik pertama mengangkat telepon. Tatapan datar Chanyeol berubah—kecemburuannya hilang.

Ia membalas senyum Baekhyun, "Pilihan yang benar, sayang."

Baekhyun tertawa singkat. Lalu membungkuk untuk mengecup hidung Chanyeol. "Waktu bersamamu jauh lebih berharga, Chanyeol-ku."

Huh, siapa yang butuh balikan dengan mantan kalau Baekhyun sudah punya pria yang mencintainya?

.

.


.

.

[College!AU] Best Pick Up Line Ever

Chanyeol mulai hobi berenang tiga bulan yang lalu. Padahal sebelum itu ia sedang rajin-rajinnya datang ke Bowling Alley setiap akhir pekan. Park Chanyeol itu orang yang mudah bosan, ditambah dirinya yang bisa menguasai suatu hal dengan cepat.

Ketika ia bergabung dengan klub musik di sekolahnya, para senior dibuat menganga tak percaya karena dalam kurun waktu tiga bulan, si anak baru sudah lancar memainkan berbagai alat musik. Catat, berbagai alat musik. Sebelum-sebelumnya lagi, Chanyeol mengikuti klub basket selama tiga bulan—belum dihitung klub barista.

Semua hobinya tandas dalam waktu tiga bulan.

Terkadang Chanyeol diejek oleh tuyul-tuyul di universitas bahwa alasan dirinya tak pernah punya pacar meski banyak yang menginginkannya karena tidak sanggup berkomitmen. Sehun, salah satu tuyul yang merangkap tukang foto pribadinya, berkata dengan kejam bahwa seorang Park Chanyeol tidak mungkin bisa menyukai seseorang.

Sebagaimana hobinya yang ditinggalkan, ia juga akan melupakan perasaan suka pada seseorang jika lewat dari tiga bulan.

Well, Chanyeol pikir tidak seperti itu. Ejekan mereka sangat berlebihan, begitu pemahamannya. Meski kenyataan membuktikan bahwa orang yang menarik perhatiannya akan terabaikan melewati masa tenggang.

Lama-lama Chanyeol merasa dia terjerat kutukan tiga bulan kadaluarsa.

Tapi tiga bulan yang lalu ia tidak sengaja mengintip—coret, melihat area kolam renang di universitasnya. Klub renang sedang beraktivitas kala itu. Chanyeol jadi tertarik memandangi mereka karena sepertinya bermain air setiap pulang sekolah bisa meluruhkan penat.

Saat itu lah sesuatu menarik perhatiannya.

Sebut dia tokoh utama dalam cerita romansa karena Chanyeol sungguh merasakan jatuh cinta melihat seseorang di sana. Lelaki berparas manis dengan surai pirang.

Rambut pirangnya yang basah berantakan menutupi dahi, punggung mulus dialiri air kaporit, bibir semerah ceri mengkilap terbuka mengambil napas di antara gerakan renangnya—oh sialan, Chanyeol serasa dibutakan pemandangan surga. Ia hampir berbusa di tempat ketika mengintip—ah, melihat lelaki itu dari jendela di koridor lantai tiga.

Chanyeol tidak sudi dipanggil tukang intip.

Jadilah ia bergabung dadakan dengan klub renang untuk memandangi lebih dekat si pemuda yang menarik perhatiannya.

Tapi Chanyeol mungkin terlalu pengecut karena setelah tiga bulan terlewat, ia belum mendapatkan kesempatan berbicara dengan incarannya. Tapi keyakinannya bertambah kuat bahwa ini bukan ketertarikan singkat. Buktinya ia masih bertahan meski masa tenggang sudah terlewat dua minggu.

Chanyeol seratus persen yakin ini bukan cinta monyet.

Di tengah kesibukannya memandangi gebetan radius tiga meter, seseorang dengan kurang ajarnya menyenggol tubuhnya sampai kehilangan keseimbangan. Chanyeol mungkin tidak akan mempedulikan dan langsung menerima permintaan maaf, tapi sialnya dia sedang berdiri di pinggir kolam. Yang artinya—

BYUURRR!

—dia jatuh ke wadah air kaporit sedalam dua meter. Mau tahu apa yang lebih sialan lagi? Gebetannya, yang sudah ia hapal mati nama indahnya, Byun Baekhyun sedang duduk di pinggiran kolam berjarak tiga meter dari tkp.

Oh urat malu Chanyeol sedang diberi cobaan.

Ia bisa berenang, tentu saja. Jadi sepuluh detik setelah berputar-putar sampai dasar, ia sudah menyembulkan kepalanya lagi ke permukaan. Ia belum sempat misuh-misuh pada tersangka—yang entah tahu atau tidak korbannya hampir tenggelam—ada kejutan lain yang dilihatnya.

Sepertinya Chanyeol tidak jadi marah.

Si pirang manis Baekhyun berjongkok di depannya. Disaat Chanyeol terpana dengan wajah bodohnya, ditambah sibuk meraup oksigen tersalip batuk—ia yakin sekali wajahnya sangat buruk—sang gebetan menelengkan kepalanya dengan imut lalu bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"

Anjir

Demi Poseidon, apa Chanyeol tidak salah dengar intonasi khawatir yang sangat kentara dari bibir merah itu?!

Oh Chanyeol ingin tenggelam lagi rasanya.

"Aku bai—uhuk, uhuk!"

Paru-paru lemah! Jangan kalah dari air kaporit di tengah situasi penting begini! –hardiknya dalam hati. Padahal itu reaksi normal agar oksigen bisa masuk kembali.

Baekhyun mengulurkan tangan untuk membantu menepuk-nepuk punggung Chanyeol. Ia menoleh pada tersangka yang berdiri di sampingnya sambil memberikan gestur bahwa ia sendiri yang akan menangani. Setelah kepergian tersangka, batuk Chanyeol mulai mereda dan ia bisa memandang Baekhyun lebih jernih lagi.

"Benar tidak apa-apa? Kau baru saja jatuh ke kolam."

Chanyeol tahu harusnya ia menggeleng agar Baekhyun tidak cemas lagi. Tapi otaknya sudah membuat jalan cerita terlebih dahulu, jika ia berkata tidak masalah maka tidak ada lagi yang membuat Baekhyun khawatir—tidak ada lagi alasan bagi Baekhyun untuk berjongkok di depannya seperti ini.

Itu tidak boleh terjadi! Kesempatan tak akan datang dua kali!

"It's fine. I was just falling for you."

Mulutnya berkehendak sendiri. Kalimat picisan keluar begitu saja dan Chanyeol hampir menyesal karena tidak bisa menahan diri. Ini memalukan. Baekhyun pasti sedang menatapnya jijik karena kalimat aneh itu.

Tapi, jantungnya mulai berontak ketika ia mendapati semburat merah muda di pipi Baekhyun. Lagi-lagi matanya disucikan dengan pemandangan indah itu.

Baekhyun menggeleng dengan bibir bawah digigit, "Oh, astaga. Kau bisa mendapatkan nominasi 'best pick up line ever' jika bilang begitu."

Mereka saling memandang tiga detik lalu tertawa karenanya. Baekhyun mengulurkan tangan dan Chanyeol dengan senang hati menyambutnya. Setelah menarik Chanyeol keluar, mereka duduk bersebelahan di pinggir kolam.

Ini kejadian terbaik sepanjang sejarah hidup Park Chanyeol. Matanya melirik kemana-mana, merasa gugup setengah mati karena bahu dan paha mereka berdempetan.

Demi Poseidon! Pahanya!

Chanyeol menahan liurnya agar tidak menetes menjijikan sekaligus menetralkan degupan jantung yang membludak. Ia masih merasa sakit di tenggorokan dan hidungnya. Tapi kalau dibayar bisa berbicara dengan Baekhyun sih rela-rela saja. Omong-omong Baekhyun tidak berhenti memandanginya dari samping, uwuh.

Chanyeol menyusrut hidung merahnya yang pilek dadakan dan tiba-tiba terasa gatal. Ia bersin tanpa bisa ditahan. Oh sial, penampilannya sedang sangat berantakan.

Baekhyun menceletuk sedetik kemudian, "I'd say God bless you but I see He already has."

Chanyeol mengerjap seperti orang bodoh. Ia mengusap tetesan air di wajahnya sambil menoleh pada atensi di sebelahnya. "Kau juga bisa mendapatkan nominasi 'best pick up line ever' dengan kalimat itu." balasnya sambil tersenyum jenaka.

Baekhyun tersenyum lebar mendengarnya. "Jadi… siapa namamu, tampan?"

Hell yeah, ini hari terbaik untuk mereka berdua.

.

.


.

.

[Coffeeshop!AU] Don't you think he is so funny?

Di tengah kesibukan persiapan skripsi sebagai mahasiswa tingkat akhir, kopi adalah sahabat barunya. Tanpa kafein, mata mengantuk tidak akan berkompromi. Lagipula secapek apapun pikiran atau seburuk apapun harinya, Baekhyun menyempatkan diri mengunjungi coffee shop di dekat universitas. Selain mencoba mengenyahkan kantuk, sensasi pahit di lidah begitu menenangkannya.

Tapi akhir-akhir ini pegawai kasirnya tidak berkompromi dengan situasi. Baekhyun yang selalu merecharge energinya dengan kafein jadi makin tidak bersemangat setiap datang ke sana.

Yang ia tahu, pria itu adalah pegawai kasir baru. Dan pria itu juga orang yang sangat sangat sangat kikuk! Bahkan Baekhyun yang pernah mengalami kejadian memalukan sekalipun tidak separah itu reaksinya.

Si tukang kasir selalu bicara terbata saat mencatat pesanannya, menulis hangul yang salah di cup plastik dan menjatuhkan uang kembaliannya.

Baekhyun pikir ia harus bicara dengan sang manajer supaya mengganti pekerja yang lebih kompeten lagi. Dengan kecerobohan itu, mana mungkin Baekhyun tidak risih. Tapi ia selalu menahan diri, memikirkannya kembali karena siapa tahu saja pria itu sedang mencari biaya hidup tambahan. Ia tidak boleh menghancurkan hidup orang lain.

Dan ini adalah hari kesepuluhnya datang ke coffee shop itu.

"Ha-Hazelnut—"

"Kubilang creamy caramel latte."

Si tukang kasir mengerjap gugup, kepalanya menunduk sebagai permintaan maaf. "Maafkan saya. J-Jadi satu creamy caramel latte atas nama Baekhan—"

"Baekhyun."

"—ah ya, atas nama Baekhyun. A-Apa ada pesanan lain?"

"Tidak ada."

Baekhyun langsung balik kanan bubar jalan, mencari tempat duduk untuk menunggu. Ia sedang menahan diri untuk tidak memutar mata. Padahal kalau dilihat-lihat, pria itu cukup tampan dengan tinggi proporsional. Hanya saja sikap canggungnya itu menghancurkan suasana.

Tapi kalau diperhatikan lagi sebenarnya lucu sih…

Sudah sepuluh kali dan pria dengan papan nama Park Chanyeol itu masih belum mengingat namanya. Padahal Baekhyun selalu datang di jam yang sama. Ia memaklumi kalau salah sebut pesanan, karena ia sering berganti-ganti rasa.

Tapi kalau nama? Tidak mungkin kan setiap hari namanya berubah?

Dan Baekhyun bukan pelanggan iseng yang suka memakai nama aneh-aneh. Lagipula dia lebih memilih untuk tidak membebani kerja otaknya demi memikirkan hal konyol seperti itu.

Ia melirik lagi ke meja kasir. Alisnya terangkat ketika sempat bertemu tatap dengan Chanyeol. Pria tinggi itu seperti kepalang basah ketahuan mengintip, ia menunduk dengan cepat. Baekhyun mengernyit melihat kelakuan itu. Memangnya wajah Baekhyun menyeramkan apa?

Ia menyibukkan diri dengan map di atas meja. Map berisi skripsi yang dilingkari spidol merah wajib revisi. Keluhan lolos begitu saja dan ia memutuskan bermain ponsel. Mencari referensi baru seperti download skripsi dot pdf misalnya.

Beberapa menit kemudian namanya dipanggil.

Berhadapan kembali, gugupnya Chanyeol tak kunjung mereda. Baekhyun malah tersenyum geli. Meskipun pria itu membuatnya agak risih, sebenarnya melihat sikap lucunya bisa menghibur perasaannya yang galau sebagai mahasiswa tingkat akhir.

Melihat senyuman Baekhyun, Chanyeol semakin kacau dan tangannya agak tremor saat mengulurkan uang. "D-Dua puluh ribu kembaliannya—"

"Hei, Park Chanyeol! Berhentilah membuat pelanggan kita tidak nyaman!"

Baekhyun mau tak mau menoleh pada seorang pegawai lain di sebelah Chanyeol. Pria itu lebih pendek, papan namanya bertuliskan Kim Joonmyeon.

"Maafkan aku, Joonmyeon-ssi." Suara Chanyeol terdengar penuh penyesalan.

"Aku baik-baik saja kok." Baekhyun mencoba menengahi, ia tidak mau pria selugu Chanyeol kena omel karenanya. Oh tumben dia peduli.

"M-Maaf, aku memang c-ceroboh—"

"Ayolah, berhenti tergagap begitu. Jangan bertingkah konyol hanya karena pelanggan kita yang satu ini berwajah imut dan mengganggu konsentrasimu." sela Joonmyeon dengan senyuman lebar. Dari awal memang tidak berniat memarahi—malah ingin menggoda.

Baekhyun mematung. Chanyeol menganga, matanya seolah bicara apa kau mau melihatku mati karena malu?!

Suasana setelahnya jauh lebih canggung. Chanyeol mengenyahkan sesuatu yang kasat mata dari tenggorokannya, mencoba bicara normal. "Maaf menahan Anda terlalu lama, Baekhyun-ssi."

Baekhyun awalnya mengerjap dengan bibir merapat membentuk garis tipis dan kerutan di dahi. Seperti mencerna situasi. Chanyeol jadi harap-harap cemas dan ingin ditelan bumi.

Padahal Baekhyun tidak mempermasalahkan godaan pekerja bernama Joonmyeon itu. Ia hanya sedang memandangi tulisan di permukaan gelas plastik latte-nya. Tulisannya masih salah. Kali ini deretan hangulnya melenceng lebih parah.

Kalimat itu tidak membentuk namanya. Melainkan—

'Do you mind to have a chat with me? sns: pcy_61'

—sebuah ajakan perkenalan yang sangat sangat sangat klasik. Diberkatilah mereka dengan suasana coffee shop yang tidak ramai sehingga adegan selanjutnya tidak akan diganggu oleh potongan antrian.

Ah pantas saja si pegawai kasir mencuri pandang ke arahnya tadi.

Baekhyun sengaja bersandar pada meja kasir, tangannya menumpu wajah di sana. Senyuman khas seorang periang Byun dikeluarkan. Mood-nya seratus persen jungkir balik menjadi kesenangan. "Apa kau mengajakku kencan, Chanyeol-ssi?"

Chanyeol merasakan kejutan listrik di dadanya. Pelanggan imut incarannya sedang berbicara dan memanggil namanya! Oh Tuhan, apa ini mimpi? Jika iya, Chanyeol tidak mau bangun. Ia mengumpulkan keberanian sebanyak mungkin dan kali ini berhasil menghilangkan gugup setengah matinya.

"Kuharap kau mau menerimanya."

Satu alis Baekhyun terangkat main-main, sengaja menggoda Chanyeol.

"Maaf kesan pertamaku buruk, tapi kau benar-benar menyedot semua perhatianku." Chanyeol bersyukur dalam hati karena ia berhenti terbata.

Baekhyun terkikik pelan, matanya melengkung indah bagai bulan sabit. Chanyeol dag dig dug di tempatnya berdiri, takut salah bicara. Kepala meneleng, senyuman Baekhyun semakin terang, "Tidak apa-apa. Kau berani mengajakku kencan, itu saja sudah merubah kesanku padamu."

Harapan membumbung tinggi.

"Jadi kau menerimanya?"

Baekhyun jadi berpikir bahwa Chanyeol benar-benar seorang pria yang lucu. Ia mengangguk mantap lalu menjawab, "Call! Aku akan menghubungimu nanti malam."

Ehem, sepertinya mahasiswa tingkat akhir ini melupakan skripsi yang harus revisi.

.

.


.

.

[Family!AU] Mine!

Taehyung dengan Ayahnya sering berkompetisi tiap akhir pekan. Mereka akan melempar kalimat sinis sebelum mulai bertanding game Gran Turismo Sport di ps4. Ah ya, ps4 menjadi hadiah di ulang tahunnya yang ke tiga belas. Taehyung bukanlah anak yang suka minta ini itu pada orang tuanya, tapi tiba-tiba saat hari natal tahun lalu, dia mengatakan terang-terangan ingin memiliki ps4.

Jadilah seorang Park Chanyeol sebagai Ayah yang baik dan CEO berdompet tebal membelikannya sebagai hadiah.

Seperti Sabtu pagi ini. Baekhyun sedang memasak di dapur, menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Dulu, akhir pekan seperti ini membuat suaminya jadi kerbau. Tidak mau turun dari kasur sampai bau masakan Baekhyun tercium ke kamar.

Tapi lihatlah sekarang.

Chanyeol bahkan sudah duduk di atas sofa dengan Taehyung di sampingnya. Televisi besar itu menampilkan game yang sudah menjadi rutinitas wajib setiap pekan.

Baekhyun hanya menggelengkan kepala ketika suami dan putra satu-satunya dengan langkah kaki yang sangat berisik menuruni tangga sepuluh menit yang lalu. Dalam hati membatin betapa konyolnya mereka. Sebenarnya Baekhyun ingin ikut bermain, oh ayolah, dia seorang gamers sejati sejak masuk SMP.

Tapi perannya di keluarga ini adalah istri. Baekhyun harus mengedepankan urusan keluarga supaya mereka tidak jatuh sakit karena lupa tidak makan.

"Papa mau main juga ya?"

Ia menoleh pada putri kecilnya yang duduk menemani. Ah, Baekhee memang anak pengertian.

"Mau sih sebenarnya," jawabnya tanpa kemunafikan, tangan kanan bergerak menyalakan kompor, "tapi masakan ini harus selesai atau kalian semua tidak mendapatkan sarapan."

"Masakan Papa yang terbaik!"

Baekhyun tersenyum simpul ketika putri satunya berseru mendukung. Chanmi menggoyang-goyangkan kakinya di bawah meja makan, rambutnya yang diikat dua ikut menari bersama gerakannya. Kembaran Baekhee itu memang jauh lebih pecicilan dan tidak mau diam. Sementara Baekhee di sebelahnya hanya menunduk untuk membaca buku cerita bergambar di atas meja setelah memakaikan bandana di kepalanya untuk menahan helai rambut yang jatuh ke telinga.

"Kali ini taruhannya apa, Dad?"

Senyum licik Chanyeol mengembang. "Kau harus menemani Chanmi dan Baekhee bermain masak-masakan kalau kalah."

Taehyung mengernyit tak suka. Dia tidak keberatan kalau disuruh menjaga kedua adiknya yang masih berumur delapan tahun itu. Disuruh jadi Barbie dan didandani dengan pita di rambutnya pun tak masalah asal jangan masak-masakan.

Sifat Chanmi yang terlalu heboh dan Baekhee yang terlalu feminin kadang tidak bisa berada di jalan lurus—alias berperilaku sama. Tapi dalam permainan itu, mereka berdua sama-sama suka menghancurkan halaman samping rumah dengan masakan mereka. Entah rumput mahal dijadikan salad, bekas galian tanah sebagai bubur, sampai oli rantai sepeda roda tiga milik Taehyung dulu sebagai minuman cola.

Intinya bencana.

"Baiklah. Tapi kalau Daddy yang kalah, malam ini aku tidur dengan Papa."

Mata Chanyeol membesar. "Tunggu—apa-apaan itu?!"

Taehyung mengerjap beberapa kali, heran dengan reaksi Ayahnya. "Aku punya beberapa pr untuk hari Senin. Dan Papa yang paling bisa diandalkan untuk membantuku mengerjakannya." jawab Taehyung apa adanya.

Memang hal lumrah kalau seorang anak ingin tidur dengan orang tuanya. Meski Taehyung sudah menginjak tiga belas tahun, terkadang masih suka manja dengan Baekhyun. Tapi bukan Park Chanyeol namanya kalau setuju aset berharganya direbut. Baginya, Baekhyun tidak bisa dimonopoli oleh siapapun selain dirinya. Meskipun itu anak-anaknya sekalipun.

Dasar posesif.

"Bagaimana kalau hukumannya dimodif sedikit? Biar Daddy saja yang mengerjakan prmu, bagaimana?" ia memulai proses tawar menawar dengan licik.

Tapi Taehyung kekeuh menggeleng, "Kalau begitu nanti aku tidak bisa mengerjakannya sendiri!"

Ah. Seharusnya dia bangga sudah mendidik anaknya dengan benar dan tidak mau bersikap curang demi keuntungan sendiri. Tapi pertarungannya dalam merebutkan Baekhyun belum usai—jadi bangganya ditunda dulu.

"Oke bagaimana kalau hukuman lain?"

Taehyung menatapnya agak jengah, "Kenapa selalu menolak kalau aku menyeret Papa dalam taruhan kita?"

"Soalnya Papamu itu suami Daddy. Sudah pasti itu hak milik Daddy."

Baekhyun bisa mendengar perdebatan mereka. Meskipun suara minyak mendidih di atas wajan cukup berisik karena menggoreng ayam, ditambah celotehan Chanmi yang bernyanyi asal-asalan pada Baekhee.

"Dad, aku ini putranya."

"Dan aku suaminya."

Taehyung mengeluh, "Aku kan masih mau dimanja sama Papa. Chanmi dan Baekhee sudah sering mendapatkan perhatian Papa."

Chanyeol masih tak mau mengalah, "Loh Daddy juga mau dimanja Papamu. Sehabis bekerja itu melelahkan, kau tahu."

Telinga Baekhyun memanas mendengarnya. Tahu persis maksud dimanja dari anak dan suaminya berbeda makna. Tapi ia mencoba mengabaikannya, sibuk meniriskan potongan ayam dari minyak penggorengan.

"Ish, Daddy kan sudah sering bermanja! Setiap malam bisa tidur dengan Papa."

"Malam saja itu kurang, Taehyung. Akhir pekan begini kan enak, ada banyak waktu. Jadi Daddy bisa lebih puas mendengar jeritan memohon Papa di ranjang."

Baekhyun hampir menjatuhkan ayam goreng yang dipindahkannya ke atas piring. Astaga. Si bodoh itu. Kenapa bicaranya frontal sekali. Wajahnya memerah menahan malu. Dalam hati berdoa supaya Taehyung tidak menanyakan maksud pernyataan Ayahnya.

Taehyung mengangkat dagu, membuat wajahnya menantang sedemikian rupa, "Ada fakta yang harus Daddy ingat. Aku pernah berada jauh lebih dalam dari yang pernah Daddy capai di tubuh Papa."

Demi Neptunus!

Baekhyun tidak sengaja menghentak tumpukan piring ke atas meja makan, membuat suara nyaring yang terdengar sampai depan. Chanmi dan Baekhee juga terlonjak kaget di tempat duduknya.

"Papa kenapa?" Baekhee bertanya dengan cemas. Buku cerita bergambarnya tergeletak diabaikan.

"Uwaaah, wajah Papa seperti kepiting rebus di restoran milik Paman Minseok!" Chanmi malah berseru dengan antusias, senyum lebarnya tidak pernah luntur.

Sementara Baekhyun menahan dirinya untuk tidak tersedak angin. Ia mengatur napas usai terkejut dengan ucapan Taehyung. Ya Tuhan, dari mana putra sulungnya itu tahu kalimat ambigu?! Jangan-jangan Taehyung salah pergaulan di sekolahnya. Atau yang lebih parah adalah Chanyeol sendiri yang mengajari hal-hal intim itu setiap pertandingan game mereka di akhir pekan.

Arrgghh, kenapa aku tidak pernah mengawasi mereka saat bermain?!

Ia menggelengkan kepala, tidak mau berprasangka dulu. Ia beralih mengambilkan nasi dan potongan ayam untuk putri kembarnya yang setia menunggu dengan manis. "Ayo kita makan duluan, biarkan Daddy dan Kakakmu menyelesaikan pertarungannya."

"Apa aku boleh menambah ayam? Jatah punya Kak Taetae misalnya?" Chanmi mengerling jahil.

Belum sempat Baekhyun menjawab, Baekhee sudah lebih dulu mencegah tangan terulur saudari kembar yang lebih tua sepuluh menit darinya. "Jangan, Chanmi. Tidak boleh serakah."

Chanmi langsung mengangguk patuh. Ah, lucunya putri kembar ini. Baekhyun memandangi mereka dengan senyum merekah. Disaat Chanmi rewel dan kambuh untuk bersikap seenaknya, ada Baekhee yang menjadi pawangnya.

Mirip seperti Chanyeol yang suka bodoh mendadak dan Baekhyun menjadi pawangnya.

Dan hasil akhir pertandingan Ayah-anak itu usai setengah jam kemudian. Baekhyun hampir saja mendatangi mereka dan menghadiahi jeweran di telinga karena tak kunjung muncul ke ruang makan.

Dilihat dari wajah Taehyung yang keruh saat masuk ke area dapur membuat Baekhyun tahu putranya itu kalah. Yah, memang hampir mustahil Chanyeol bisa kalah. Chanyeol itu sudah cukup pro—terlebih lawannya dulu adalah suami mungilnya sendiri. Si gamers sejati Byun—ah, Park Baekhyun.

Selesai dengan sarapan terlambat itu, Taehyung menemani Chanmi dan Baekhee yang berlari menuju halaman samping rumah. Yup, sudah tidak sabar untuk bermain masak-masakan bersama Kakak tercinta.

Baekhyun sedang mengelap piring yang baru dicucinya ketika Chanyeol bersandar pada konter sambil menenggak air minum. Baekhyun melirik sekilas, "Selama aku tidak memperhatikan, kau mengajarkan yang aneh-aneh ya pada Taehyung?"

Chanyeol meletakkan gelasnya, menyembur tawa kemudian. Ia langsung mengerti mengarah kemana pertanyaan menuduh suaminya. "Tidak, Baekhyun. Dia memang terlalu pintar dan bisa menyimpulkannya sendiri. Aku sampai kaget ketika dia bilang—"

"Jangan diulangi!" pekik Baekhyun refleks. Wajahnya memerah lagi karena rekaman suara putranya terputar ulang di dalam pikiran.

Chanyeol tertawa lagi, kali ini lebih lama sampai Baekhyun merengut kesal.

"Ya ampun, apa suamiku ini tengah dilanda malu setengah mati?"

Baekhyun ingin melempar kanebo di tangannya ini ke wajah tampan suaminya. Atau menciprat busa pencuci piring ke mulutnya biar terkontrol—ah sekalian membersihkan kata-kata vulgar dari sana. "Kau bahkan dengan entengnya berkata adegan ranjang di depan Taehyung. Ya Tuhan, Chanyeol, dia baru tiga belas tahun."

Chanyeol memeluk pinggang Baekhyun dari samping dengan satu tangannya. Jarak semakin merapat, memberi kecupan sayang di kepala suami kecilnya. "Biar dia tahu kalau Park Baekhyun milik Park Chanyeol seorang."

Baekhyun meletakkan sendok terakhir sambil berkata, "Posesif sekali, huh?" ia memutar badan agar berhadapan dengan suaminya, berjinjit untuk mencium sekilas bibirnya. "Tapi kau benar. Aku milikmu."

Senyum Chanyeol mengembang tak terkendali. "Dan tentu saja aku juga milikmu."

Akhir pekan mereka juga masih berakhir sama. Dua orang berstatus orang tua di keluarga Park yang asik bermesraan.

.

.


.

.

29 Juli 2018, 23:40 JST, Osaka

"Baekhyun."

Mendengar namanya dipanggil membuat Baekhyun tersentak dari aktivitasnya, ponsel pintar meluncur indah dari genggaman tangannya ke bawah. Ia mengangkat wajah, mendapati tubuh jangkung yang berdiri sambil memegangi daun pintu kamarnya.

"Matikan ponselmu dan tidur. Ini sudah sangat larut."

"Chanyeol, kau mengagetkanku. Untung saja ponselku jatuhnya di atas kasur."

Baekhyun mengubah posisi telungkup di atas ranjangnya menjadi duduk. Ia menarik selimut bersamanya di sampiran bahu. "Kau sendiri? Kenapa malah mengintip ke kamar orang lain?" ia bertanya basa-basi. Meskipun sudah tahu jawabannya.

"Mengecek semua pintu kamar member terkunci atau tidak. Satu-satunya yang masih terjaga hanya kau saja." Jawab Chanyeol seadanya.

Baekhyun menutup mulut menahan tawa, tidak ingin suaranya terdengar sampai ke kamar sebelah. "Kalau aku mengunci kamarku sekalipun kau pasti bisa membukanya, ya kan? Seperti pintu kamar mandi di dorm kita."

"Aku tidak mungkin merusak properti hotel, Baekhyunie."

Mereka saling memandang lalu pecah dalam tawa. Kali ini Chanyeol merasa konyol pada dirinya sendiri. Ia memutuskan untuk melangkah masuk lalu menutup pintu di belakangnya. Tidak enak kalau berdiri di tengah-tengah begitu sampai cahaya di lorong mengintip masuk.

"Aku belum mengizinkanmu masuk, omong-omong." ucap si pemilik kamar.

Chanyeol membesarkan matanya, "Yah?! Masa harus aku ulangi?"

Baekhyun menggeleng sambil menahan senyum geli, "You're an idiot." lalu beringsut mundur sampai bersandar pada headbed dan menepuk sisi kosong ranjangnya, "Sini duduk."

Chanyeol menurut. Ia ikut bersandar di sebelah Baekhyun. Matanya jatuh pada ponsel pintar yang kembali digenggam jemari lentik. "Kau sedang apa sih sampai belum tidur begini?"

Baekhyun menoleh sebentar lalu menatap layar kembali dengan senyuman merekah. "Oh ini? Aku keasikan membaca karya fans sampai lupa waktu."

"Surat dari fansmu?"

Kepalanya menggeleng pelan, "Bukan itu. Maksudku, fanfiction."

Chanyeol membuat mulutnya berbentuk huruf o. Ia bersandar semakin dekat sampai bahu berlapis kaos mereka menempel. "Seseru apa ceritanya sampai kau ceroboh begini?"

Baekhyun menatap sangsi, "Aiiih, kau sendiri juga masih terjaga, Yeol."

"Hmmm, aku tidak bisa tidur."

Baekhyun mengangkat alis tinggi-tinggi, mencoba menerka apa alasannya. "Oh ya? Kenapa?"

"Memikirkanmu."

Napas Baekhyun tertahan dan pipinya bersemu lucu. Ia tersenyum malu sambil mengalihkan mata ke layar ponselnya lagi. Jeda sejenak dan akhirnya Baekhyun bicara lagi, "Aku sedang membaca fanfiction tentang kita…"

Chanyeol mengangguk-angguk, masih menunggu lelaki di sampingnya menyelesaikan kalimat.

"…aku hanya ingin membaca yang manis-manis saja, aku cukup lelah sepulang konser, kau tahu. Jadi kupikir merefresh otakku dengan cerita ringan bisa membuatku berelaksasi."

"Ya. Berelaksasi sampai lupa waktu."

"Astaga, Chanyeol!" Baekhyun memukul pelan lengan pria itu, "Aku terbawa alur cerita, okay? Aku jamin kalau kau membacanya juga pasti ketagihan, tahu-tahu sudah berjam-jam terlewat."

Chanyeol menelengkan kepala, "Tapi kau bilang tadi sedang kelelahan."

"Iya, iya, terima kasih sudah mengingatkan."

Chanyeol mengulum senyumnya, "Semua member juga kelelahan. Kau sudah bekerja keras, Baekhyunie. Aku yakin fans kita sangat bangga."

Baekhyun melempar senyum manis lalu menelusupkan kepala di bahu Chanyeol. Bersandar di sana sambil mengatur napas. "Chanyeol juga sudah sangat bekerja keras. Apalagi hasil pelatihan membesarkan ototmu itu. Pamer sekali kau pada Kakak senior kita selama di panggung." Akhir katanya jadi sedikit meledek.

Chanyeol tertawa pelan, mengingat dirinya yang selalu memamerkan lengan kemana-mana. Dia hanya terlampau senang karena semua kucuran keringatnya berhasil. "Ouh, tapi kau juga suka, kan?"

Baekhyun berdecak pelan, "Iri, bodoh."

Chanyeol mengusap punggung tangan Baekhyun, "Ah jangan begitu, lekuk tubuhmu yang sekarang sudah sempurna untukku, Baek."

Baekhyun membiarkan tangannya digenggam Chanyeol, wajahnya menekan pada lengan atas pria itu. "Kau itu… benar-benar." suaranya mirip seperti cicitan. Chanyeol bisa menebak semerah apa wajah Baekhyun sekarang.

"Aw, menggemaskan sekali, kekasihku."

"Kau memang perayu. Di dunia nyata maupun di fanfiction." cibir Baekhyun.

Chanyeol bersandar lebih dekat, rasa penasaran membakar dadanya. "Seperti apa contohnya?" pandangannya berbinar penuh keingintahuan.

Baekhyun mengulang beberapa adegan yang dibacanya sejak tiga jam ke belakang. Kemudian teringat satu hal yang membuatnya mendengus lucu. "Kau tahu, Chanyeol, yang terakhir kubaca berisi tentang berkeluarga. Lucu sekali karena kita punya tiga anak."

"Huh? Hanya tiga?" Chanyeol bertanya dengan kerlingan main-main.

Baekhyun menjauhkan wajahnya, "Yak! Memangnya kau mau berapa?"

Ha. Termakan umpan dia.

Chanyeol sengaja mengangkat alis seperti terkejut lalu tersenyum miring, "Oh kau bertanya kesiapanku memiliki anak? Apa artinya kau sudah membayangkan akan menikah denganku?"

Baekhyun baru menyadari kalimatnya sendiri yang mengundang. Ia merona pekat sambil menggigit bibir dan menendang kaki Chanyeol dengan lututnya di bawah selimut. Chanyeol hanya merespon dengan tawa.

"Uh, kau sungguhan harus diberi nominasi 'best pick up line ever'." celetuknya.

Chanyeol paham bahwa Baekhyun menyinggung adegan dari karya fans. Jadi ia hanye tersenyum lebar, "Kau pun begitu, Baek."

Baekhyun teringat hal lain lagi, "Oh, kau juga jadi psikopat di dunia mafia. Tapi tetap berpangkat budak cinta, kau sangat tunduk pada perintahku." lalu terkekeh membayangkan jika Chanyeol sungguhan seperti itu.

Chanyeol meneleng lucu, "Kukira aku memang sudah menjadi budak cintamu? Well, aku sangat tidak suka saat orang lain memukulku meski niatnya bercanda. Tapi entah kenapa aku senang jika kau yang melakukannya. Mungkin karena aku merasa diperhatikan olehmu."

Baekhyun menutup mulut dengan punggung tangan, "Whoa kau benar-benar seorang bucin, Park Chanyeol."

Chanyeol mengangkat bahu, memaklumi sikapnya sendiri.

"Kau tahu, tadinya aku mencibir sifatmu di dalam fanfiction. Menurutku terlalu romantis untuk jadi kenyataan." Chanyeol sudah membuka mulut untuk memprotes, tapi Baekhyun buru-buru menambahkan, "Soalnya kau yang di sana memamerkan ke semua orang bahwa aku milikmu."

Chanyeol menghela napas sekali, "Kalau aku melakukan itu, bisa jadi skandal besar."

Baekhyun menghela napas panjang. Matanya meredup.

Kekasihnya kelihatan kecewa maka Chanyeol mengeratkan genggaman mereka, "Lagipula dengan hint kecil saja para penggemar kita sudah kalang kabut tenggelam euphoria kegembiraan. Mata mereka terlalu jeli bahkan ketika kita tidak sadar melakukan interaksi."

Baekhyun tertawa pelan, mengingat beberapa percakapan shipper mereka yang dilihatnya melalui akun sosial media.

"Aku juga tidak sadar. Bahkan wajahku sangat panas begitu melihat hasil investigasi mereka tentang foto atau sepotong video saat aku memandangmu. Uhhh itu…" lagi-lagi suaranya menciut didera malu berlebih, "…aku kelihatan seperti remaja yang menggilai gebetannya."

Punggung merosot dari kepala ranjang, Chanyeol menarik Baekhyun untuk berbaring di bantal. Ponsel pintar itu diambil, diletakkan di atas nakas. Ia membenarkan letak selimut agar melingkupi keduanya.

Usai menemukan posisi nyaman lalu Chanyeol mulai bicara lagi, "Tapi aku bisa puas berdekatan denganmu saat tidak ada orang lain. Lagipula ini lebih menyenangkan bukan? Hanya berdua saja dan menikmati waktu yang terasa melambat."

"Fans kita pasti bisa pingsan berjamaah kalau melihat ini terang-terangan."

Mereka berdua terkikik membayangkannya.

Chanyeol memandang dengan penasaran lagi, "Tapi, Baek, kenapa kau membaca fanfiction tentang kita? Maksudku, kalau kau segitu inginnya bersamaku, kau bisa mendatangiku langsung."

Baekhyun mendengus pelan, "Kau ini, kadang-kadang terlalu bodoh untuk memahami."

Chanyeol mengerutkan dahi. Ia menatap tak terima, "Apa? Jalan pikiranku itu simpel, Baek."

Baekhyun mengangkat satu tangannya, menggunakan ibu jari agar kerutan di kening kekasihnya menghilang. Ia mengulum senyum, menatap dengan lekat dan bertanya, "Apa kau tahu poin dari dibuatnya fanfiction?"

Chanyeol menggeleng.

Baekhyun memejamkan mata sambil menarik napas. Ketika membuka mata kembali, kali ini senyumnya lebih merekah, "Poin dari fanfiction, terutama yang menggunakan alternate universe adalah untuk menunjukkan bahwa tidak peduli apa setting dunia atau keadaannya berbeda, dua orang di dalamnya akan selalu menemukan satu sama lain."

Pupil mata Chanyeol membesar. Penjelasan Baekhyun memberinya pencerahan.

Ia merentangkan tangan, melingkari pinggang Baekhyun untuk mendekapnya erat. "Kalau begitu aku berharap di semua fanfiction yang penggemar kita buat, akan berakhir bahagia. Karena aku, seorang Park Chanyeol, pasti akan menemukan Byun Baekhyun dimana pun kau berada."

Napas Baekhyun tercekat. Itu hal paling cheesy yang pernah ia dengar.

"And… because every me loves every you."

Debaran jantungnya menggila, mulai berirama sama dengan debaran milik Chanyeol karena dada mereka menempel dalam pelukan itu. Obrolan santai mereka cukup lama sampai waktu saat ini menunjukan tepat tengah malam.

Langit Jepang di luar sana berkerlipan bintang. Beberapa jam lagi mereka harus bangun pagi untuk melanjutkan konser hari terakhir.

Baik Chanyeol maupun Baekhyun sangat menikmati berbagi kehangatan, tidak satu pun rela meski hanya untuk memejamkan mata dan hinggap di alam mimpi. Mereka memandang lurus satu sama lain, menyelam pada iris yang memancarkan berjuta perasaan terpendam. Seperti bintang-bintang di langit yang dipisahkan oleh jutaan liga… mereka hidup dengan saling menatap satu sama lain. Sebagaimana yang sering dilakukan tanpa sadar di atas panggung.

"Hei, ayo tidur."

Chanyeol mengajak lebih dulu sambil melarikan tangannya untuk mengusap punggung Baekhyun.

Baekhyun mengangguk, mulai merasa mengantuk, "Apa kau tidak kembali ke kamarmu, Chanyeolie?"

Chanyeol menggeleng pelan, "Tidak. Di sini terlalu nyaman. Aku akan bangun pagi sekali lalu menyelinap kembali ke kamarku."

Mereka berbagi senyum sekali lagi dan menyerah pada rasa kantuk. Kebersamaan singkat yang hangat ini adalah pilar mereka untuk bertahan satu sama lain.

Jadi…

Bagaimana kalau kita mendukung mereka untuk akhir yang bahagia?

.

.

.

.

.


END


a/n: AHAHA APAAN INI /pukul-pukul keyboard/ betewe sungkem dulu karena bawain fic baru melulu, yang masih on going lagi tandas ide /emot nangis/

Ini sedikit latar belakang kenapa saya bikin seperti ini, oh first, ini fic pertama yang aku buat dengan identitas asli mereka sebagai member.

Jadi aslinya saya kebanyakan prompt kecil-kecilan yang wordsnya ga nyampe 1k :') trus pas lagi scroll folder koleksi chanbaek sebanyak 4161 pictures, saya nemu caption, "The point of fics set in alternate universes are to show that no matter what setting or circumstances, these two people will always find each other. I will find you. Every me loves every you."

Kemudian, BANG.

Semua potongan ide saya berkumpul jadi satu. Isinya nano-nano tapi tetep fluff hehe. Maaf kalo kalian bingung bacanya, berantakan atau nggak ya?

Semua ide di tiap AU-nya dapet dari pinterest (promosi terselubung), sayangnya ga ada source jadi saya cuma bisa mencantumkan no name.

[1] Mafia!AU "Aku tidak bisa datang, katakan padanya bahwa seorang psikopat di pangkuanku sedang tidak ingin pacarnya diganggu."

[2] College!AU "I was just falling for you." / "I'd say God bless you but I see He already has."

[3] Coffeeshop!AU "Stop being such a crap just because the customer is cute!"

[4] Family!AU My husband and son were getting competitive over game. My son said this to his father, "I've been deeper inside mom than you'll ever be."

Idenya lucu-lucu kan, pinterest jadi sumber inspirasi terbesar saya XD (promo lagi)

02.55 WIB

Oke, akhir kata, AU mana yang paling kalian suka? (berasa dora)

Terima kasih sudah membaca~!