Bab 1
Suasana di kedai kopi sore itu sepi, hanya tinggal beberapa kelompok siswa berseragam yang menyesap minuman mereka masing-masing sambil tertawa cekikikan, melempar-lemparkan buku pelajaran mereka keatas meja kayu mungil dengan sebagian yang sibuk mendiskusikan solusi dari pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebagian yang lainnya hanyalah seorang wanita tua dengan kacamata mungilnya, dan seorang lelaki kecil yang sibuk membagi potongan kue miliknya kepada wanita tua itu sambil tertawa.
Cucu yang baik, pikir Sungmin lalu tersenyum, menyesap kembali cangkir teh nya yang mulai mendingin. Pria itu sampai sekarang belum terlihat batang hidungnya, dan gadis itu telah menunggu dia selama empat puluh menit lamanya.
Apakah sidang itu belum selesai? Pikirnya cemas, lalu merengoh ponselnya, berharap ada pesan yang masuk mengatakan bahwa pria itu telah sampai sebentar lagi. Namun nihil, Sungmin sama sekali tidak menemukan adanya pesan masuk ataupun panggilan dari pria itu, sama sekali tidak.
"Tunanganmu masih belum kelihatan sepertinya"
Sungmin melemparkan senyum kecilnya, mempersilahkan wanita dengan senyum hangat itu duduk berhadapan dengannya lalu menggeleng.
"Belum, sepertinya sidang kali ini berat" ucapnya masih dengan senyum.
"Tunanganmu adalah seorang pengacara kalau begitu" wanita itu memainkan gantungan kunci yang melekat di tas tangan merah marunnya. "Well, cukup mapan untuk menjadi seorang suami"
"Terimakasih" Sungmin berusaha tersenyum lebar, namun tak bisa dipungkiri bahwa ia sedikit cemas pada calon suaminya itu sekarang. "Akan saya pastikan bahwa andalah orang pertama yang mendapatkan undangan pernikahan saya"
"Kau manis sekali, nak" wanita itu tertawa, berangsur menepuk pundak kanan Sungmin dengan tepukan kecil berulang-ulang. "Kalau begitu sekotak kue kering dan beberapa cangkir kopi gratis untuk kau dan calon suamimu"
"Kedai anda bisa bangkrut kalau begitu" Sungmin tertawa, menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak usah repot-repot"
"Lagipula kau dan calon suamimu pelanggan tetap di kedai ini, anggap saja sebagai hadiah terimakasih" wanita itu memberikan aba-aba pada pelayannya, disusul oleh anggukan kecil pelayan bertubuh mungil itu. "Coklat atau kacang, sayang?"
"Kacang" Sungmin berucap mantap. Tiba-tiba bayangan tunangannya yang memuntahkan beberapa kue coklat terbesit dalam benaknya. "Terima kasih banyak, nyonya"
"Kau tidak menyukai coklat, sayangku?" wanita itu menyiratkan rasa penasaran di wajahnya. "Kupikir sebagian besar orang menyukai coklat"
"Tunangan saya alergi pada coklat" Sungmin menopang dagunya, mengalihkan pandangannya pada kaca jendela transparan yang mengelilingi kedai itu, menyadari bahwa bunga daisy mungil yang terpanjang dalam pot luar jendela bergoyang pelan, tertiup angin.
Wanita itu tertawa.
"Pria yang unik" ucapnya, mengekori pandangan mata Sungmin lalu turut memandangi jendela kaca kedai kopinya.
Tiba-tiba sekelompok siswa berseragam itu bangkit berdiri, berjalan pelan menuju pintu keluar kedai sambil mengobrol ringan satu sama lain, diikuti oleh wanita paruh baya dan cucu laki-laki kecilnya yang saling bergandengan tangan, persis dibelakang sekolompok siswa sekolah menengah itu.
Sungmin seketika menyadari bahwa kedai kopi itu akan tutup sebentar lagi.
Ia mendesah.
"Tidak usah terburu-buru, sayang, kau boleh menetap disini, aku akan memerintahkan pelayanku untuk menutup kedai ini agak terlambat daripada biasanya, temuilah dulu calon suamimu"
"Ah tidak" Sungmin menggeleng dengan raut wajah menyesal. "Akan saya kirimkan dia pesan untuk menemui saya di restoran saja"
"Tidak perlu" wanita itu menggeleng cepat. "Bagaimana jika calon suamimu itu tidak memeriksa ponselnya atau kehabisan baterai? Ia mencarimu kesini dan mendapati kedai ini sudah tutup dengan tunangannya yang menghilang. Ah kasihan sekali" wanita itu menatap Sungmin dengan penuh kasih.
"Oh, terimakasih" balasnya terharu.
Dan suara tunangannya yang memanggil merdu namanya tiba-tiba terdengar.
.
.
.
"Donghae?"
Pria itu tersenyum sumringah saat mendapati sosok tunangannya, berjalan sedikit cepat dengan senyum yang tidak pudar sedikitpun dari wajahnya. Ikatan dasi pria itu telah mengendur diiringi dengan setelan jasnya yang kusut dan keluar disana-sini. Raut wajah pria itu sedikit lelah, namun sama sekali tidak mengurangi ketampanan yang dimilikinya.
Sungmin segera bangkit dari duduknya, berlari kecil kearah tunangannya lalu menggapainya, memeluknya sangat erat. Oh, betapa Sungmin merindukannya!
"Maafkan aku, sayang" pria itu berbisik ditelinganya, menghirup aroma rambut kekasihnya yang selalu berhasil menenangkan seluruh pikirannya yang kolot. "Maaf membuatmu menunggu lama, klien ku sedikit brengsek" lanjutnya lagi.
Sungmin tertawa.
"Kau juga harus meminta maaf kepada beliau" Sungmin melepaskan pelukannya, menunjuk kearah wanita si pemilik kedai yang tersenyum sedari tadi melihat mereka. "Berkat kau, beliau menutup kedai ini lebih lama daripada biasanya"
Pria itu tertawa kecil.
"Maafkan saya, nyonya" Ia menghampiri wanita itu, tersenyum menawan sambil menyodorkan tangan kanannya yang terbalut oleh jam tangan hitam mengkilat, terlampau mewah.
"Donghae." ucapnya lagi lalu tersenyum, merengkuh hangat tangan wanita itu lalu mengayunkannya keatas dan kebawah.
Pria ini seperti lukisan, batin wanita itu, seketika langsung terpesona pada sosok Donghae.
"Apakah kau campuran, sayang?" wanita itu tiba-tiba bertanya, membuat Donghae tersenyum kecil. Bukan hanya wanita itu yang bertanya hal serupa, semua yang berkenalan dengannya juga bertanya demikian.
"Tidak" balasnya mantap sambil tertawa. "Ayah dan ibu saya orang Korea asli"
"Bola matamu coklat terang, apalagi wajahmu, tidak sepenuhnya wajah Asia" cecer wanita itu dan kembali tersenyum.
Donghae tertawa lagi.
"Anda begitu teliti" balas Donghae, menarik satu bangku lalu mendudukan dirinya disamping kanan meja, memberikan aba-aba pada Sungmin untuk kembali duduk menghadap wanita itu.
"Oh, aku ingin sekali berbincang-bincang pada kalian!" wanita itu berucap lantang. "Sepertinya kau akan mendapatkan seorang anak berwajah campuran walaupun kedua orang tuanya adalah orang Korea!" Wanita itu melirik kearah Sungmin, membuat pipi gadis itu merona merah.
"Bolehkah aku meminta kartu namamu, sayang" Wanita itu kembali melirik kearah Donghae. "Putraku yang tertua sepertinya ingin menyewa jasa pengacara, dia dituduh menyelewengkan dana perusahaan" keluhnya.
"Oh, tentu saja" Donghae lagi-lagi tersenyum menawan, mengeluarkan sehelai kartu yang didominasi putih dari kantong jas hitamnya. "Saya akan merasa sangat senang apabila berhasil menolong putra anda"
Dan tiba-tiba wanita itu sedikit terperanjat saat melihat nama yang tertera di atas sehelai kartu itu.
Lee Donghae.
Ah, bukankah nama itu adalah nama pengacara muda berbakat yang tidak pernah kalah dalam menyelesaikan kasus? Apalagi, wanita itu pernah mendengar bahwa pengacara yang bernama Lee Donghae itu adalah pengacara dengan bayaran tertinggi di negri ini.
Dan sosok itu berada di depan wajahnya, tersenyum teduh padanya bagaikan rimbun pohon tinggi ditengah terik matahari!
.
.
.
"Akhir-akhir ini kau begitu sibuk"
Donghae tersenyum, mengelus-ngelus puncak kepala kekasihnya itu setelah mereka saling berpelukan mesra malam itu.
"Aku mengumpulkan uang, sayang" Donghae berbisik lembut, berangsur merangkul pundak gadisnya sembari memandangi langit malam yang dihiasi kerlip bintang mungil yang merupakan kegiatan kesukaannya, menghabiskan waktu bersama gadisnya disalah satu restoran ternama yang beratapkan langit malam langsung, melepas rindu dengan cinta yang menggelora dahsyat setiap harinya. "Sepertinya untuk yang satu ini merupakan bayaran termahalku"
"Oh ya?" Sungmin menampilkan raut wajah yang begitu tertarik. "Apakah presiden dan pejabat-pejabat penting menyewa mu kali ini?"
"Bisakah kau perbaiki kalimat pertanyaanmu, sayangku? Ah, aku merasa seperti seorang pria bayaran sekarang!"
"Maaf" Sungmin tertawa cekikikan. "Jadi, tuan pengacaraku yang tampan, apakah presiden dan pejabat meminta bantuanmu untuk menyelesaikan kasus-kasus mereka di pengadilan?"
Donghae menggeleng lembut.
"Well, jika aku disuruh memilih untuk menyelesaikan kasus presiden atau yang satu ini, maka aku akan memilih yang ini" ungkapnya sedikit menggebu-gebu.
"Oh, aku bertanya-tanya jenis kasus apa yang ingin kau selesaikan dan siapa yang meminta bantuanmu" celutuk Sungmin menatap wajah tunangannya dengan penuh cinta.
"Ketua Perusahaan software terbesar di negeri ini hampir saja merenggang nyawanya" Donghae menarik lengan gadisnya, menggenggamnya lalu mengarahkan punggung tangan gadis itu dan memberikannya sebuah kecupan hangat disana. "Dan wanita tua gila itu secara tiba-tiba mengeluarkan surat wasiat, meminta cucu ingusannya yang berada di Amerika untuk pulang dan menjadi CEO, menggeser posisi ayahnya. Mereka menyewaku untuk mengurus semuanya, membuat pernyataan tertulis dan bertanggung jawab secara hukum agar tidak ada seorangpun yang berani menentang ataupun menggeser keputusan ini" Donghae menghela nafasnya. "betapa beruntungnya cucu itu!"
"Apa enaknya bertengkar dengan ayahnya sendiri?" Sungmin makin mengeratkan genggaman tangan mereka. "Aku berani bertaruh jika ayahnya akan menaruh sedikit rasa benci untuk anaknya."
"Oh, tentu saja itu akan terjadi!" Donghae sedikit mengeraskan suaranya. "Putra ketua itu telah menjabat selama sepuluh tahun, dan tiba-tiba dia meminta cucunya yang masih ingusan itu untuk menjabat, melongsorkan putranya sendiri! Well, jika aku menempati posisi putra ketua itu, aku akan membencinya seumur hidup!"
"Kau berlebihan" Sungmin mengerutkan dahinya tak suka. "Mau tidak mau, putra ketua itu juga pasti akan pensiun dan meminta anaknya yang berada di Amerika itu untuk menggantikannya. Apa bedanya?"
"Kau tidak mengerti, sayangku" Donghae mengecup dahi gadisnya itu lembut. "Sudahkah kubilang padamu jika anaknya yang berada di Amerika itu hanyalah anak angkat, sementara anak kandung si putra ketua itu malah dibenci oleh ketua itu sendiri? Sudah dipastikan bahwa cucu kandung itu tidak akan mendapatkan posisi yang paling menyenangkan seumur hidupnya"
Lalu Donghae membawa gadisnya untuk sebuah pangutan mesra yang dalam, membuat gairah pria itu seketika terbakar.
.
.
.
Cho Kyuhyun mendengus, mengencangkan ikatan dasinya yang mengendur lalu kembali berkutat untuk melirik kearah arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Kemana perginya wanita tua itu? Pekiknya dalam hati, masih setia untuk mengumpat pelan.
Seumur hidupnya ia tidak pernah menunggu untuk waktu selama ini.
"Mr. Cho" pria paruh baya dengan balutan jas biru dongker itu melirik kearahnya resah dan entah mengapa ikatan dasi yang pria itu kenakan terasa mencekiknya. "Ketua diperkirakan akan tiba sepuluh menit lagi"
Kyuhyun menggeram, mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan rasa kesal yang begitu dahsyat hingga hampir membuatnya kelepasan untuk berteriak.
Apalagi sekumpulan tikus-tikus dungu dalam ruangan ini makin memperburuk suasana hatinya.
Sekumpulan pria berjas itu menatapnya sedari tadi, dari Kyuhyun mendudukkan dirinya hingga sampat saat ini, melihat kearah dirinya dengan ekspresi-ekspresi wajah yang begitu tolol, hampir membuat diri pria itu muntah.
Ia sekarang malah bertanya-tanya mengapa Tuhan mau menciptakan orang-orang yang berotak dungu.
Namun ia tidak mau untuk membuang-buang waktu dengan hanya memikir Tuhan, yang ia pikirkan sekarang hanyalah bagaimana dirinya untuk cepat dilantik menjadi pemimpin yang baru, merombak semua kekacauan perusahaan kumuh ini dan mengatur seluruh sistem perusahaan ini dengan caranya, dengan pemikirannya!
Tapi wanita tua yang menjadi kunci dari gerbang emasnya itu sampai sekarang belum menampakkan batang hidungnya.
"Ini terlalu lama" Kyuhyun menggeram, mengetuk-ngetukkan jemarinya dengan tak sabaran diatas meja rapat itu. "berapa lama lagi dia datang?" ucapnya dengan suara yang parau.
"Beliau terjebak macet" sela seorang pria berjas lainnya, menatap kearah Kyuhyun dengan ekspresi menilai. "Beliau pasti akan datang sebentar lagi"
"Dia terlambat dua puluh tiga menit" Kyuhyun berucap ketus. "Dua puluh tiga menit bahkan bisa digunakan untuk memperpanjang nyawa seseorang!"
"Saya telah menerima telepon, Mr. Cho" tiba-tiba seorang wanita bergaya anggun sedikit berlari tergepoh kearah Kyuhyun. "Ketua dan Mr. Cho Hangeng telah tiba!"
Pintu ruang rapat itu terbuka, memperlihatkan sosok wanita paruh baya yang terbalut gaun merah marun terduduk letih di atas kursi rodanya, beriringan dengan lelaki paruh baya lain yang lagi-lagi terbalut jas, ayah dan nenek angkatnya.
Wajah Kyuhyun sama sekali tidak memperlihatkan raut wajah yang riang.
"Kalian terlambat" desis nya parau, membuat seluruh pasang mata dalam ruangan itu sedikit kaget. "Dua puluh tiga menit" lanjutnya lagi.
Wanita tua itu tersenyum.
"Saya bahkan bertanya-tanya" Kyuhyun berteriak dengan suara menantang. "Bagaimana mungkin seseorang yang terlambat dua puluh tiga menit dari waktu perjanjian penting bisa menjadi petinggi perusahaan" Kyuhyun bangkit dari kursinya, berjalan cepat menghampiri sang Ketua dan Cho Hangeng yang menatapnya dengan tatapan terpukau. "Bukankah begitu, Mr. Cho Hangeng?" sambungnya lagi.
Ayah angkatnya itu menampilkan ekspresi yang sama sekali tidak bersahabat.
"Kami telah berangkat dua jam lebih awal dari waktu perjanjian" Cho Hangeng mendesis. "Kemacetan di jalan raya merupakan salah satu hal yang benar-benar tidak bisa dilawan"
"Itu adalah permasalahan anda, dan saya rasa hal semacam kemacetan lalu lintas sudah menjadi musuh yang familiar bagi para pemimpin perusahaan untuk menghadiri sebuah pertemuan" Kyuhyun berjalan makin mendekat kearah ayah angkatnya. "Sepertinya mental persiapan anda sangat kurang, Mr. Cho Hangeng."
"Kau benar-benar anak yang brengsek, Kyuhyun" Cho Hangeng meradang, memandang kearah bola mata anak angkatnya itu yang memancarkan warna hitam gelap yang menghunus.
"Hangeng!" panggil wanita tua itu parau, menatap kearah putra dan cucu angkatnya itu bergantian. "Pergantian CEO baru harus segera cepat dimulai, kita benar-benar sudah sangat terlambat!"
.
.
.
Kyuhyun bertanya-tanya ketika wajah Lee Donghae muncul secara tiba-tiba dihadapannya, tersenyum singkat lalu membungkukan sedikit tubuhnya.
Pria itu bahkan selalu menunggingkan senyum.
"Lee Donghae" bisiknya dengan suara yang tegas, membuat rasa keingintahuan Kyuhyun membeludak, seperti ingin meletus dari dalam ubun-ubunnya.
"Cho Kyuhyun" balasnya singkat dan jelas, dan dia hanya menganggukkan kepalanya, tanpa membalas uluran tangan sosok pengacara itu.
"Saya yang akan bertanggung jawab untuk permasalahan hukum anda, Mr. Cho" ucapnya dengan sedikit terburu-buru. "Ada beberapa dokumen yang sesegera mungkin harus anda tanda tangani" sambungnya lagi.
Dan raut wajah Kyuhyun memperlihatkan raut wajah yang sedikit berkesan.
"Saya pernah mendengar nama anda ketika saya masih berada di Amerika" ucapnya dengan nada basa-basi. "Saya pikir anda adalah keluarga medis"
"Anda begitu mengejutkan, Mr. Cho" Donghae tertawa renyah. "Ayah dan kakak saya adalah seorang dokter"
"Sempurna" Kyuhyun bertepuk tangan kecil. "Dan sekarang, penerus yang terakhir adalah seorang pengacara yang cemerlang! Mr. Lee tentu akan menikmati masa tuanya yang bahagia"
"Lalu bagaimana dengan anda?" Donghae menatapnya dengan seringaian kecil. "Apakah anda berniat ingin melanjutkan mimpi keluarga Cho, berdedikasi untuk terus bergelayut dalam dunia bisnis?"
"Ya" Kyuhyun mengangkat kedua bahunya. "Saya tidak menyukai sesuatu yang menyimpang."
"Jika boleh saya tahu" Donghae mengeluarkan raut wajah yang sedikit menilai. "berapa umur anda?"
"Tidak sebocah yang orang lain pikirkan" Kyuhyun sedikit mengendurkan ikatan dasinya. "Dua puluh tujuh tahun, belum bisa terhitung sebagai usia manula"
"Bagaimana untuk segelas wine diusia anda yang dua puluh tujuh tahun ini?" Donghae kembali melayangkan senyumannya. "Kebetulan saya juga baru menginjak usia dua puluh delapan tahun dua minggu lalu."
Cho Kyuhyun lalu menaikkan sebelah alisnya.
.
.
.
"Bocah ingusan yang cengeng itu ternyata adalah seorang manusia berotak cemerlang tanpa emosi"
Dokter Lee Hyukjae mengerutkan dahinya dalam, sedikit memijat kedua pelipisnya ketika Lee Donghae menyeruak masuk dengan paksa kedalam ruang prakteknya, mengoceh seperti orang depresi dan hampir saja mengacak-ngacak seluruh tatanan dekorasi meja prakteknya.
"Cho Kyuhyun yang brengsek itu" pekik adiknya, membuat Dokter Hyukjae harus menutup sebentar jam prakteknya, mengganti jadwalnya hingga tutup lebih malam daripada biasanya. "Demi Tuhan, aku bahkan ingin mencongkel kedua bola mata hitamnya itu hingga mencuat keluar!"
"Apakah kau beralih profesi dari pengacara menjadi seorang psycho yang depresi?" Dokter Hyukjae sedikit menggeram. "Kau selalu memunculkan raut wajah yang tidak bersahabat semenjak hubungan kerjasama antara firma hukum mu dan perusahaan keluarga Cho."
"Sejak Cho Kyuhyun menjadi pemimpin baru tepatnya" Donghae mendesis dengan tatapan nyalang. "Bajingan itu benar-benar membuatku kelimpungan!"
"Apa yang dia lakukan?" Dokter Hyukjae tertawa. "Bagaimana mungkin bocah ingusan seperti dia mampu membuat pengacara seperti kau kelabakan?"
"Hati-hati oleh pria yang kau sebut bocah itu!" Donghae lalu meraih kertas putih untuk menulis resep, bertuliskan nama Dokter Lee Hyukjae diatasnya, meraih pena sang kakak dan mencoret-coret kertas itu dengan garis-garis abstrak, penuh penekanan disetiap goresannya.
"Dia menggugat enam puluh tiga karyawan perusahaannya, dan bajingan itu memintaku untuk menjadi pembela di pengadilan, menjelaskan panjang lebar kesalahan-kesalahan apa saja yang dilakukan oleh enam puluh tiga orang itu, hampir membuat mulutku lepas dari tempatnya. Kau tahu apa gilanya? Semuanya harus selesai dalam kurun waktu dua minggu. Dia benar-benar tidak waras"
"Itu konsekuensimu" Dokter Hyukjae mengernyit tak suka. "Dia mengecap mu sebagai seorang pengacara handal"
"Itu masih belum apa-apa" Donghae menghela nafasnya dan mendapati jemari tangannya mulai bergetar. "Dia menyuruhku untuk membuat surat perjanjian, tentang pembeliannya untuk tubuh-tubuh para model dan aktris ternama, singkatnya, para model dan aktris itu menjual diri mereka kepada Cho Kyuhyun! Bajingan itu menyeret semuanya dalam perjanjian hukum!"
"Perusahaan itu melejit seperti roket" Dokter Hyukjae menelan ludahnya. "Setidaknya itu yang kudengar dari beberapa pasienku yang menggosip"
"Ya itu benar" Donghae menghela nafasnya. "Rekening bajingan itu menggembung setiap detiknya, para penanam saham berebut untuk menanamkan sahamnya di perusahaan itu"
"Jauh dari perkiraan kita sebelumnya" Dokter Hyukjae menyandarikan punggungnya. "Kau dulu beranggapan bahwa dia adalah bocah Amerika yang cengeng"
"Cho Hangeng, ayah angkatnya hanya sebagai kotoran kuku bajingan itu" Donghae menaikkan satu kakinya.
"Bagaimana pernikahanmu dengan Sungmin?" Dokter Hyukjae mengalihkan topic pembicaraan, menatap wajah adiknya dengan rasa keingintahuan. "Kau telah melamarnya?"
"Aku bahkan tidak berani untuk melamarnya!" Donghae menggerutu. "Si bajingan Cho itu selalu membuat firma hukumku sibuk setiap harinya dan aku belum sempat melihat wajahnya seminggu terakhir ini. Bagaimana mungkin aku bisa melamarnya dan mengadakan pesta pernikahan di waktu dekat?"
"Oh, kau benar-benar harus cepat menikah dengan Sungmin!" Dokter Hyukjae sengaja meninggikan suaranya. "Ambilah cuti, bersenang-senanglah sekejap, setidaknya kau bisa sedikit menghindari dari si bajingan Cho!"
"Aku akan pergi ke London besok" Donghae mengacak rambutnya. "Shim Changmin, klien ku yang berkantung tebal itu sedang melarikan diri ke London dan dia memintaku berdiskusi dengannya untuk masalah sidang yang akan datang."
.
.
.
'Maafkan aku, sayang'
Sungmin tidak bisa menyembunyikan ekspresi cemberutnya. Gadis itu baru akan mengirimkan pesan singkat untuk Donghae, merengek padanya, menanyakan kapan pria itu bisa menemuinya, dan tiba-tiba saja Donghae meneleponnya, mengatakan dengan nada suaranya yang rendah dan mempesona itu bahwa dia lagi-lagi meninggalkan Sungmin ke London selama dua minggu!
Gadis itu berhak untuk jengkel terhadap tunangannya saat ini.
'Aku berjanji akan segera menemuimu sepulangnya aku dari London' suara Donghae terdengar sangat bersalah. 'Jangan cemberut, sayangku' sambungnya lagi.
"Satu minggu ini kau benar-benar jarang menghubungiku" Sungmin sedikit meninggikan suaranya. "Dan kau sekarang berpamitan padaku untuk pergi ke London selama dua minggu. Demi Tuhan, Lee Donghae, kau tidak tahu seberapa khawatirnya aku satu minggu ini? Dokter Hyukjae pun juga tidak bisa dihubungi!"
'Aku benar-benar dibuat sibuk oleh si bajingan Cho' Sungmin mendengar suara helaan nafas samar-samar dari Donghae. 'Ponsel kakakku rusak dan dia benar-benar malas untuk membeli ponsel baru, kemarin aku baru saja menyempatkan diriku datang ke ruang prakteknya, menyodorinya ponsel yang baru.'
"Aku hanya merindukanmu" Suara Sungmin terdengar sedikit lemah. "Kupikir terjadi sesuatu yang buruk seminggu ini"
'Aku baik-baik saja' Donghae tertawa renyah di telepon, benar-benar suara tawa khas Donghae-nya.
'Hadiah apa yang kau ingini dari London, sayang?'
"Apa saja"
'Apa saja?'
"Ya" Sungmin tertawa kecil, dan suara kekehan Donghe di ujung telepon membuat dada gadis itu kembali menghangat.
'Kau ingin aku membawakanmu kalung?' nada suara Donghae sedikit menggoda, membuat wajah Sungmin kembali berseri-seri.
"Kau benar-benar cari mati rupanya" nada suara Sungmin terdengar sedikit mengancam.
Donghae lagi-lagi tertawa ringan.
'Lalu apa yang kau inginkan, sayangku?' ulang Donghae dengan nada suara menggoda.
"Aku ingin kau pulang dari London dengan selamat, hanya itu" suara Sungmin sedikit melembut, sepintas bayangan Donghae yang tersenyum hampir membuatnya ingin menitikkan air mata.
Ia benar-benar sangat merindukan pria itu.
'Aku juga berjanji akan memberikanmu ciuman paling panas yang belum pernah kau rasakan seumur hidupmu, sayang' Donghae sedikit terkekeh.
'Aku mencintaimu'
"Ya, aku juga"
Sambungan telepon itu terputus, dan Sungmin masih belum mau beranjak dari kursi kayu kecilnya, menatap kearah ponselnya yang terpajang foto mereka berdua, foto Donghae yang merangkulnya.
Ia benar-benar merasa menjadi gadis yang paling bahagia dalam foto itu.
"Apakah kita akan menutup toko ini sekarang, bos?"
Suara Ryeowook, gadis berkuncir kuda itu terdengar sama, sedikit melengking dengan nada suaranya yang ceria. Sungmin tersenyum, melepas celemek putih yang terikat di pinggul mungilnya, meraih kantong celana jeansnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dari sana.
"Panggilah taksi, malam ini hujan deras, tidak baik untukmu apabila kau berjalan kaki. Biarlah aku yang akan menutup toko, lagipula pelanggan sudah tak terlihat"
Ryeowook menatap Sungmin dengan bola mata yang berkaca-kaca, sehingga membuat gadis itu tertawa geli.
"Kau memang yang terbaik,bos!"
"Besok jangan terlambat" Sungmin berpura-pura berkacak pinggang. "Aku tidak mau jatuh bangkrut!"
"Besok kau akan mendapati wangi manis kue yang belum pernah kau cium sebelumnya" Ryeowook melepaskan celemek nya dengan santai, lalu merangkul pundak bosnya itu.
Membuat Sungmin bernostalgia bagaimana manisnya persahabatan mereka saat dibangku sekolah menengah dulu.
"Jadi Donghae meninggalkanmu ke London?" Ryeowook sedikit mencibir, menghampiri Sungmin yang sibuk mengganti gantungan pintu yang bertuliskan 'buka' menjadi 'tutup'.
"Penguping" ucapnya ketus lalu tertawa.
"Lagipula Donghae jarang datang ke toko akhir-akhir ini" Ryeowook menaikkan kedua bahunya. "Toko kue ini akan makin sepi jika pria itu tidak datang!"
"Cepatlah kau pulang!" Sungmin mendorong tubuh Ryeowook keluar dari pintu masuk toko, tidak lupa menjejalkan bungkusan kue kering kedalam kantong celana gadis itu.
"Untuk makan pagimu" ucapnya dengan enteng, lalu menyetop satu taksi yang lewat, persis di depan toko kue mungilnya.
"Aku mencintaimu!" pekik Ryeowook riang. Gadis itu dengan cepat melesat kedalam mobil, memberikan sebuah lambaian gemulai yang membuat dada Sungmin menjadi bergelitik.
Hujan deras tiba-tiba saja turun, memunculkan aroma khas hujan yang begitu menyengat, dan gadis itu berpikiran untuk menginap di toko kue mungilnya untuk malam ini.
Lagipula ia sudah terbiasa untuk tidur dengan aroma panggangan kue yang menggelitik hidung.
Dan gadis itu mulai beranjak, mematikan lampu toko kue mungilnya dan menyisakan pencahayaan minim, membenarkan tatanan rambutnya yang terlihat sangat kusut dan berjalan sekali lagi keteras depan, mengecek apakah gadis itu tidak terlupa mengunci pintu dan menggemboknya.
Namun sesosok bayangan lelaki tinggi bertubuh tegap yang basah kuyup dengan tubuh yang berlumuran darah segar hampir membuatnya limbung sesak nafas.
Lelaki itu berdiri tepat didepan toko kue mungilnya, menatapnya lekat tanpa ekspresi sambil menahan darah yang merembes keluar dari perutnya.
Tubuh Sungmin bergetar, dan berbagai macam pikiran benar-benar bermain-main, terpintas dalam benaknya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Mempersilahkan orang asing itu untuk masuk? Mengobatinya? Oh, bagaimana jika ternyata orang asing itu adalah penjahat yang berpura-pura, ingin membunuhnya dan merampas semua uang yang ada dalam tokonya?
Bukankah jalan terbaik hanyalah berpura-pura untuk tidak melihat pria itu, langsung berlari secepat kilat masuk kedalam toko dan memganggap bayangan tadi hanyalah bunga tidur semata?
Tapi bagaimana jika lelaki itu hanyalah seorang lelaki malang yang benar-benar kesakitan?
Otaknya sedari tadi berbisik, memerintahkannya untuk cepat berlari masuk kedalam toko, bersembunyi dibawah selimutnya yang tebal dan tertidur dengan nyenyak sampai keesokan paginya hingga pria itu menghilang dengan sendirinya.
Namun tubuhnya bergerak sendiri mendobrak pintu tokonya saat lelaki itu mulai limbung terjatuh.
Pria itu tersungkur, dengan kemeja putih yang basah kuyup dan berlumuran darah. Yang dapat Sungmin tangkap saat ia menyentuh pipi pria itu hanyalah bola mata pria itu yang berwarna hitam gelap, dihiasi dengan wajahnya yang babak belur kemerahan.
Gadis itu menopangnya, membantu pria itu berdiri walaupun mereka berdua jatuh tersungkur karena tubuh pria itu tak sebanding dengan tubuhnya yang mungil. Gadis itu begitu takut, darah dari perut pria itu begitu banyak merembes keluar, tersapu oleh guyuran hujan dan membuat warnanya luntur merembes masuk dalam kemeja putih pria itu. Yang dipikirkan Sungmin hanyalah bagaimana pria itu tetap bernafas, bagaimana pria itu tetap mampu membuka matanya.
Bagaimana caranya agar pria itu tetap hidup.
Dengan kalang kabut, Sungmin mendudukan pria itu dikursi mungil tokonya, menghidupkan saklar lampu dan akhirnya dengan jelas ia dapat melihat wajah pria itu yang diterpa oleh penerangan cahaya lampu. Wajah khas pria Asia campuran yang tercetak seperti pahatan, tanpa cacat, walaupun dengan luka-luka memar yang menghiasi seluruh wajahnya.
Luar biasa tampan, seperti wajah-wajah pangeran dalam dongeng pengantar tidurnya.
Pria itu tidak mengucapkan sepatah suara pun, ia hanya menggeram saat Sungmin menyentuh lembut bagian perutnya. Lalu gadis itu dengan cepat mencari-cari kain kasa, kain kasa yang pernah membalut tangan Donghae saat pria itu bermain-main dengan pisau untuk memontong semangka.
Apakah aku harus membuka kemejanya? Pikir gadis itu dan ia mulai merasakan gundah.
"Saya akan membuka pakaian anda" ucap Sungmin dengan bergetar takut, dan pria itu hanya menatapnya dengan bola mata hitamnya yang berkilau diterpa cahaya lampu.
Sedikit membuat darah gadis itu berdesir.
Dan ia benar-benar membukanya, sedikit terkesiap ketika melihat betapa bidang dan kekarnya dada pria itu, dan betapa berototonya dia! Namun perut berotot yang dikagumi oleh Sungmin itu makin terus mengeluarkan darah yang tak henti-hentinya, membuat Sungmin makin gelagapan dan membersihkannya dengan air dipinggiran lukanya, dengan cepat membalut luka nya dengan kain kasa seketat mungkin, membuat lelaki itu kembali menggeram mengaduh.
Dia harus menelepon ambulans!
"Jangan"
Pria itu berucap dengan suara rendah yang parau, menyentuh tangan gadis itu yang sudah siap dengan ponsel ditangannya, menatapnya lekat-lekat saat Sungmin mulai mengetikkan nomor di ponselnya.
"Aku tidak butuh rumah sakit" ucapnya lagi dengan suara parau.
"Tapi kau kesakitan!" Sungmin meninggikan suaranya. "Kau harus selamat!"
"Aku selamat" ucapnya dengan raut wajah yang tak suka, mengerutkan dahinya dalam-dalam. "Aku akan baik-baik saja."
Dan pria bermata hitam gelap itu memejamkan matanya dengan nafas yang teratur, beriringan dengan suara degupan jantung Sungmin yang berdegup sangat kencang.
Perut pria itu seperti ditikam.
.
.
.
.
Bersambung ke part 2.
