Tab

Tab

Tab

Suara derab langkah kaki terdengar gema di setiap lantai yang dipijakinya. Peluh membasahi rambutnya yang berkibar diterba angin kencang yang behembus sesaat. Nafas terengah-engah, tangan eksotis itu menggenggam erat berkas dan map, sesekali manik zamrud itu melirik singkat arloji yang melilit pergelangan tangannya, berusaha tetap tenang saat hatinya gelisah. Kaki-kaki jenjang itu yang dibalut sepatu hitam yang bergesekan dengan lantai koridor tiap langkah cepat yang diambilnya.

"Kumohon, tunggu aku."

Dilain sisi, terdapat seorang pemuda berambut blonde yang sedang mengetukan tumitnya pada lantai yang membuat irama kecil, manik zamrud yang tak beda jauh dari pemuda pertama tadi melirik arlojinya gelisah, mengedarkan pandangan untuk kesekian kalinya lalu memukul tembok di sampingnya dengan pelan sambil menggerutu tak jelas.

"Spain tolol, jangan bilang kalau dia telat!" hardik sang pirang tak jelas tertuju pada siapa, kembali bersender pada bibir pintu dan menghirup nafas dalam-dalam menahan amarahnya sejenak sebelum memuntahkannya di hadapan pemuda yang menjadi pokok pikirannya sekarang.

"Iggy, apa kita tetap harus menunggu Spain? Atau langsung memulai rapat ini?"

Manik zamrud akhirnya bertemu dengan manik blue ocean sang mantan koloni yang sedang menatapnya bagai meminta keputusan. Yah, ia yang menginginkan ini, dan ia yang harus menuntaskannya.

"Aku akan menjemputnya. Tolong tunda rapat ini sebentar atas namaku, aku tak peduli apa yang terjadi sebelum si bodoh itu datang. Jadi biarkan aku mencarinya, git!"

Seringai kejam bak iblis terukir samar di wajah sang negara adidaya, pemuda dengan alis tebal itu membetulkan posisinya yang tadinya bersandar menjadi tegak, menatap pemuda dengan kacamata di sampingnya bagai sebuah isyarat.

"Aku tidak akan memaksamu. Tapi ingat, jangan hanya karna Spain rapat kita berantakan." tersenyum puas sang pemuda pecinta hamburger itu kembali melengos masuk ke dalam ruangan.

"Bloody hell, pertama kali aku diperintah anak kecil." mendengus pasrah sang british gentleman mulai berjalan menyusuri koridor dengan tangan berbalut sarung tangan hitam yang dimasukan kedalam saku celana.

Memulai perjalanannya mencari orang yang membuat anarki dikehidupannya, belum beberapa menter dari tempatnya berpijal manik zamrud itu memicingkan mata saat melihat sosok samar seseorang yang sedang berlari mendekat ke arahnya, tunggu... berlari? Ke arahnya?

"E-eh... tu-tunggu!" sang pemuda menjadi linglung saat keadaaannya begini, ok... ia harus cepat berlari sebelum...

"HUWAAAAAAAA! "

"AAAAAAA!"

JDUK*

BRUK*


Disclaimer: Hetalia © Hidekaz Himaruya

Warning: OOC, AU, Typo(s), Alur cepat, Yaoi.

Genre: Friendship/drama.

Rated: T


Happy Reading:

[Prologue]

.

.

.

.

.


"Apa keadaannya sudah membaik, Dok?"

"Yah, begitulah... benturan yang keras membuat kepalanya mungkin agak pusing, jadi kita beri waktu untuknya istirahat sejenak."

"Tapi keadaannya baik-baik saja?"

"Umh, saya merasa ada suatu yang agak ganjal, mungkin bila korban sudah lebih pulih saya akan periksa lagi, untuk sejenak jangan terlalu ganggu dia."

"Ba-baik Dok."

"Saya tinggal dulu."

Sebuah tangan terulur menyentuh lembut dahi seorang pemuda yang tengah tertidur pulas di atas ranjang pasien dengan tampang polos. Pemuda berambut blonde itu menarik kursi dan mendudukan dirinya di samping ranjang itu, dengan satu tangan yang bergetar saat mengelus dahi sang kawan. Raut wajah yang dulunya mengeras sekarang melembut, tatapan yang dingin menusuk kini meneduh, perasaan bersalah menyeruak di dadanya...

"Spain, maafkan aku..." sebuah keajaiban mulut yang dulu lebih sering mengumbar kalimat sarkastis kini menucapkan kalimat yang pantang diucapkannya dari dulu.

Kejadian tadi, Spain yang sedang berlari dan tak melihat ia yang ada di depannya tak sempat mengerem laju larinya, dan bodohnya ia bukan menolong temannya malah menyingkir, hingga dia yang baru sadar, bahwa ia masih menempatkan kakinya di tengah jalan membuat pemuda pecinta tomat itu tersandung dan dengan kepala yang pertama kali menyentuh lantai dingin. Untung saja tadi ada Prussia yang tak sengaja habis dari toilet dan membantunya memopong Spain ke rumah sakit.

Sepele mungkin, hanya karna tersandung tak mungkin membuat seorang Spain rubuh dan berbaring di atas ranjang rumah sakit, walau kenyataannya memang begitu, tapi entah kenapa perasaaan tak enak yang menyeruak di hatinya, bukan, ini bukan perasaan bersalah seperti tadi, tapi...

"England!"

Kepala sang pemuda yang merasa dipanggil menoleh ke belakang. Yah, England, dia adalah England. Manik zamrud England menyipit saat bertemu dengan manik hazelnut milik anak asuh tersayang Spain, Romano, saudara kembar sang Italy sekaligus kakak pemuda pecinta pasta itu.

"Apa yang terjadi pada Spain?" tanya Romano tak sabar langsung menyosor masuk ke dalam rungan diikuti Prussia dan France selaku sahabat karib Spain.

"Yah, dia tak apa-apa." jawab sang british agak jenuh harus berhadapan dengan Romano.

"Bohong, bohong, kau berbohong. Jelaskan padaku apa yang terjadi, BASTARDO!" ucap sang pemuda ber-ahoge itu dengan bumbuhan teriakan di akhir kalimat. Terlihat Romano yang entah kenapa bergetar dengan sendirinya seperti siap menangis dan mencakar-cakar wajah orang yang paling tak ia sukai.

"Tenang, mon ami. Ini rumah sakit..." France mengulurkan tangannya dan berusaha mengelus punggung Romano berniat menenangkan malah dibalas tepisan kasar dan delikan tajam dari sang empunya.

"Yah, biarkan si alis tebal tidak awesome itu menjelaskan pada kita apa yang terjadi," usul Prussia dan dibalas delikan tajam dari England.

"Apa maksud- oh... ok, Baiklah, sekarang jelaskan apa yang terjadi, sebelum aku memenggal kepalamu dengan kapak milik Spain." desak Romano dalam hati menyetujui ucapan Prussia yang masuk akal, tapi dilain sisi tidak terima ada orang yang berani menyakiti ayahnya.

England hanya bisa mendengus kecil lalu bangkit dari posisi duduknya, dan menghadapkan tubuhnya ke arah Romano, Prussia, dan France. "Jatuh, yah... dia hanya tersandung oleh kakiku dan jatuh tersungkur."

Romano menaikan satu alis mendengar penjelasan ringkas dari negara adikuasa itu.

"Apa maksud-"

"Maaf tuan-tuan, saya harus memeriksa pasien terlebih dahulu, karna jam kunjungan sudah berakhir."

Romano mengatupkan mulutnya walau ia tak sempat menyemrotkan omelan pada England, tapi tak apa, biarkan Spain diperiksa dahulu, dalam hati Romano juga khawatir, tapi setidaknya mendengar ucapan England bahwa Spain hanya tersandung membuatnya sedikit lega, dia kira Spain kecelakaan parah.

"Ayo kita keluar,"

"Ingla... terra..."

Semuanya tertegun saat mendengar ucapan kecil yang keluar dari sela-sela bibir Spain, tadi apa yang ia katakan? Inglaterra? Bukannya itu England? Mendengar hal itu saat pemuda pecinta teh itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Spain.

"Mungkin pasien ini hanya mengigau, mari saya antar keluar." ucap sang dokter. Arthur Kirland, nama keci dari England mengangguk kecil dan keluar.

Kenapa tiba-tiba ia berubah? Kemana Arthur yang Tsundere dan selalu mengeluarkan kalimat sarkastis dan tangguh? Tidak, ia ingin bertanggung jawab.

"Dokter, bisa berikan 5 menit saja untukku menjenguk pasien?" tanya sang british seraya menunduk. Sang dokter tak bisa apa-apa dan hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, Arthur yang melihat itu berniat berjalan masuk sebelum Romano yang cemberut masam dan mencibirnya.

"Cih, untuk apa? Tidak perlu, kau ingin Spain gegar otak, jika kau tidak membiarkan Spain di periksa." ucapan Romano membuat England mendengus pelan, lalu menghentikan langkah dan kembali bergeming beberapa senti dari pintu, hanya bisa mendengus sinis sebagai tabiatnya.

"Silakan, mungkin lain kali. Aku tak mau mulut itu mencecerkan kalimat sampah yang membuat kepala pusing. Silakan, Dokter." ucapan England membuat sumbu emosi Romano habis dan berniat langsung memenggal si alis tebal, tapi ternyata sebelum Romano maju, France dan Prussia langsung menggenggam lengan Romano dan menyisyaratkan Romano untuk tidak bertindak gegabah.

"Umhn... bila Spain sudah siuman, tolong beritahu kami, ayo Romano, Prussia, kita akan pulang... "

Romano tak suka dengan ucapan France dan memberontak, Prussia berusaha menenangkan Romano. "Apa yang kalian lakuan! Sialan! Hoi, bastardo, jaga Spain... bila kau macam-macam..."

Ucapan Romano semakin samar saat Prussia dan Frence menyeret sang pemuda Italia yang sekarang sudah jauh di mata. England tersenyum sinis, dalam hati bangga dalam keadaan seperti ini mulutnya dapat bersilat dengan kalimat sarkastis, sang dokter akhirnya masuk ke dalam ruangan, meninggalkan England yang tersenyum bak iblis.

"Oh, ya? Kukira kau sudah lupa dengan Spain, aku tahu Romano, jadi jangan pernah membohongi seorang gentleman."

#~####~#

Cklek*

Pintu ruangan terbuka dan seorang pria paruh baya yang menggenakan jas putih keluar seraya membetulkan kacamatanya yang merosot. Arthur yang sedang menunggu di kursi langsung bangkit dan menghampiri orang yang ber-predikat sebagai Dokter, dengan harapan sang Dokter dapat memberikan kabar baik.

"Bagaimana keadaannya?" tanya sang british to the point walau dengan nada monoton.

"Yah, setelah saya periksa, pasien baik-baik saja, hanya luka ringan karna benturan yang langsung pada lantai mungkin membuat pasien agak mengalami gejala pusing sesaat bila bangun." terang sang dokter mengukir senyum.

"Silakan, mungkin saya pikir anda ingin menjenguknya."

Arthur bergeming sejenak menatap lantai putih tanpa menghiraukan ucapan dokter. Sang dokter pamit dengan alasan masih ada tugas dan akhirnya melenggang pergi. Arthur menggaruk pipinya yang tak gatal dan akhirnya membulatkan tekatnya untuk menelan mentah-mentah egonya yang setinggi Big Bang untuk meminta maaf pada musuh bebuyutannya. Karna semua tahu persis Arthur itu tipe Tsundere dan tak mau terang-terangan mengakuinya.

"Cih, hanya meminta maaf saja, tenang Kirkland, kau sudah bertanggung jawab. Jadi sekarang seterah apa katanya ingin apa, yang penting kau sudah melaksanakan kewajibanmu" berusaha meyakinkan batinnya yang agak terlau miring seperti menara Pisa untuk tetap meminta maaf pada Spain, dalam hati ia tak pernah risau akan di benci Spain, lagi pula hanya masalah tersandung saja.

Cklek*

Arthur akhirnya memutar kenop pintu dan membukanya perlahan, pertama kali Arthur memunculkan kepalanya saja. Terlihat hanya ada ruangan bernuansa putih dengan obat-obatan, dan seorang pemuda berambut brunet yang sedang duduk di ranjang pasien dengan sanggaan bantal di punggung, tangan yang memegang sebuah buku yang entah apa isinya, dan juga wajah tenang dengan manik Emerald yang sedang menyusuri isi buku itu. Tunggu... apa? Spain membaca buku?

"Ekhem..." Arthur sengaja membuat batuk yang jelas mengada-ngada.

"Siapa di sana?" tanyanya tanpa memalingkan atensinya dari buku.

England menelan ludah dan masuk ke dalam ruangan memperlihatkan tubuhnya yang utuh. Berjalan santai menuju ranjang temannya dan pada saat itulah Spain mendongkak dan menyipitkan matanya, saat terlihat semua pikiran sang british bertumpu pada sebuah lilitan perban yang ada di kepala Spain.

"Ada apa? Mau apa kau kesini?" pertanyaan dari sang pasien yang tidak masuk akal membuat England mendengus sinis.

"Tentu saja menjengukmu, kau ini bodoh sekali. Ku kira benturan di kepala mampu membuat otak lemotmu dapat bekerja lebih baik, cih... tak kusangka." England melempar sejenis kalimat majas sinisme disaat keadaan tidak mendukung, kalau kita teliti lagi, kata 'menjenguk' tidak terlalu pas dengan niat sang british gentleman, kalau 'meminta maaf' mungkin adalah kata yang tepat.

"Aku tak membutuhkanmu di sini. Bila niat menjengukmu telah usai, kau bisa angkat kaki dari sini." ujar Spain dengan nama kecil Antonio Fernandez Cariedo, memutar bola matanya malas.

Arthur menaikan alis melihat gelagat Antonio yang berbeda dari biasanya, wajah yang cemberut masam, alis mengkerut, dan dengusan kasar yang bukan sama sekali watak dari pemuda berdarah Spanyol itu. Arthur mengulurkan tangan ingin menggapai bahu sang kawan untuk memeriksa apa ini Antonio? sebelum itu terjadi pemuda berdarah latin itu sudah memprediksi hal itu dan...

PLAK*

Arthur bergeming dengan tangan yang ada di udara. Antonio terngah-engah dan entah sejak kapan sudah berada dalam posisi berdiri dengan tangan yang berada di udara, tampak agak memerah sama halnya dengan pipi pucat pemuda inggris itu yang sudah memerah sebelah. Pupil mata Arthur membulat dan lidahnya kelu untuk melempar sepatah kalimat pun... masih menganga menyadari bahwa... Antonio baru saja... menamparnya.

"APA YANG INGIN KAU LAKUKAN, HAH?!" teriak Antonio seraya mengacungkan telunjuknya ke depan wajah Arthur.

Arthur memegangi pipinya yang memerah, tamparan Antonio dapat membuat pipinya ngilu dan ia akui cukup kerasa sakitnya. Arthur tak menyangka, bagaimana bisa? Ia tahu watak Antonio yang hanya akan cemberut dan menggerutu tapi tak sampai menamparnya hanya karna masalah kecil. Selagi Arthur bergeming sang pemuda maditerania langsung mengambil nafas panjang dan melenggang melewati Arthur dengan santai.

"Jangan coba-coba sentuh aku, ingat itu!" ucap Antonio pelan saat berpapasan dengan Arthur dan langsung membuka pintu kamarnya lalu membantingnya kasar.

BRAK*

"A-apa yang terjadi...?"

Dilain sisi, terlihat pemuda beranbut brunet yang menyeringai kejam di balik pintu kamar rawatnya, manik hijau berubah menjadi ungu dan mengkilat-kilat, sang pasien menatap sekelilingnya. Sepi, itu pikirnya, lalu seringai gila terpatri di wajahnya...

"AHAHAHAHAHAH..."

-sebelum tawa gila menggelegar membelah cakrawala.

~******* TBC*******~

.


A/N: Iyah... ini ff kedua UKSp Yaku :3 aneh pake banget... mwahahahah...

oh, dan Yaku ingin berterima kasih pada kak PindangLicious yang sudah mau mengoreksi tata cara penulisan Yaku :') makasih banget yah kak.

dan ini ide entah kenapa muncul tiba-tiba, emang aneh kali yah alurnya :QQQ agak gak masuk akal#plak

semoga kalian mau nunggu chapter depan :() thanks yang udah meluangkan waktu buat baca#ahay

kata terakhir#sebelumyakuisded

.

.

Me-reiviewlah bila berkenan :") flame pun diterima :))