Dibuat semata-mata murni karena ingin menistakan Sasuke.
Masih sedikit ragu apa harus dilanjut sampai ketemu Sakura atau cukup sampai di sini doang. Wdyt?
Warning! Mengandung banyak curse words, OOCness, typo(s), dkk.
9 Februari 20XX
.
Dear, Diary...
Ya, bener, bangs*t! Dear, Diary! Lo nggak salah baca.
Kalau ditanya kenapa, gue juga nggak tau penyebabnya. Tiba-tiba aja gue udah ada di gudang, lagi ngebongkar kotak-kotak nggak penting, yang hanya tuhan yang tau apa isinya. Tau-tau nemu buku laknat, yang disebut-sebut sebagai diari, di kardus bekas punya kakak gue, Itachi.
Awalnya gue pikir isinya itu entri-entri alay karya dia, elah taunya kosong tanpa noda. Cih. Kan lumayan kalo bisa jadi bahan ancaman untuk nraktir gue makan sebulanan. Jadi hemat uang jajan.
Tapi, karena masih kosong gitu, entah karena kerasukan apa, gue bawa masuk diarinya ke kamar dan gue simpan di laci meja. Siapa tau nanti bakal gue perluin.
Empat hari kemudian, tepatnya dua hari yang lalu, mendadak ada dorongan kuat dari setan seolah nyuruh gue buat ngisi diari ini. Ya gue nurut-nurut aja. Lagian gue juga lagi kesel. Kata orang, kalau meluapkan isi hati ke tulisan itu bisa meringankan beban. Dan selagi ada beban yang mengganggu, akhirnya gue mutusin untuk nulis.
Lo mesti bersyukur, karena lo cuma satu-satunya orang (ups, lo bukan orang kan ya) yang gue ceritain kisah hidup pathetic gue yang pengen gue kubur dalem-dalem. Gue tau seharusnya gue nggak nulis yang beginian, soalnya ini gak ke-gue-an banget, tapi bodo amat lah. Yang jelas kalo sampai Itachi atau Naruto atau Sai atau siapapun nemuin dan baca ini, mampus, kelar hidup gue!
Gue rasa udah cukup pembukaannya. Dan gue gak yakin ada orang yang bakal nulis pembukaan sepanjang ini di diarinya. Tapi ini yang lagi kita bicarain itu gue. Jelas gue itu beda dari yang lain. Dalam artian positif yang gengs.
Jadi gini, kalo lo liat tanggal hari ini, lo pasti tau, kalo kita lagi dalam perjalanan lima hari menuju valentine.
Get it?
Valentine!
Yup, semua masalahnya ada di sana! Di hari terkutuk bagi para jomblo sedunia. Tapi jangan salah sangka, gue bukan jomblo. Gue itu single terhormat. Dan gue gak bakal segan-segan buat nampar siapapun yang nyebut gue jomblo pake sendal jepit.
Back to the topic. Kalo lo mikir masalah cokelat yang bikin gue kesel, lo salah besar! No no no! BIG NO! Bukan sombong, tapi for your information, loker gue selalu penuh sama cokelat setiap valentine, bahkan sampai gak bisa ketutup.
Yaa kalo dipikir-pikir, jelas lah. I mean like, hello! I'm the Uchiha Sasuke. Ganteng, iya. Tajir, iya. Tinggi, iya. Body? Aduhaiii! Terus apa yang kurang?
Hehe.
Pacar.
Pacar. Kekasih. Belahan jiwa. Girlfriend. Soulmate. Koibito. Petit ami. Freundin. Fidanzata.
Mau gue sebutin pake bahasa apalagi?
Sekali lagi, gue bukannya sombong, tapi sekali aja gue rentaingin tangan, puluhan, enggak, bahkan ribuan cewek bakal lomba lari ke pelukan gue. Gary stu? Heh! Gue gak peduli!
HAHAHAHA.
Ehem. Oke.
But the problem is... yahhhh... Gue belum nemuin aja yang cocok sama gue. Belum nemu yang selevel. Mungkin kalo diliat dari tampang gue, minimal harus nyamain bidadari lah ya.
Jadi dua sahabat karib gue, dengan songongnya, tiba-tiba malah ngajak triple dates. Ohhh...
BRENGS*K! UDAH TAU GUE BELUM PUNYA PACAR!
Pulangnya, gue ngadu ke Itachi. Doi, yang sejak awal adalah pendengar yang baik dan rajin menabung, nepuk-nepuk punggung gue prihatin dan bilang:
"Gakpapa, Sas, masih ada gue."
Gue langsung muter otak. Itu maksudnya; a) "Gakpapa, Sas, lo bisa rayain valentine bareng gue"; atau b) "Gakpapa, Sas, gue mau jadi valentine elo."
Karena gak tau maksud sebenarnya si doi, otak gue langsung berkonklusi yang iya-iya.
Opsi a + Opsi b = NAJIS!
Besoknya, gue keluar bareng Naruto buat nonton film Train to Hawaii yang lagi heboh-hebohnya diperbincangkan di media massa.
Setelah ngatre tiket, mata gue langsung nangkep sepasang makhluk laknat yang lagi gandengan tangan. Melakukan gerak-gerik mencurigakan, rasa-rasanya kayak lagi berjalan mendekati gue.
Gue kedip-kedip mata, dan akhirnya sadar siapa pasangan laknat yang berani-beraninya ngedeketin gue sambil gandengan tangan. Sai dan Ino. Pasangan brengs*k.
Sebelum mereka sampai di posisi gue sama Naruto berdiri, gue bisik ke Naruto. "Mereka gandengan tangan, gue mau mereka mati." Tapi si bastard kuning malah ngakak doang. Ini anak emang gak bisa ngertiin gue sedikit pun apa gimana sih.
Waktu mereka sampai, gue nggak bisa nahan diri untuk gak ngebereng. Ino sadar dan ngasih gue jari tengahnya. Sialan!
Gue melotot.
"Tangan lo berdua gak keringetan apa gandengan mulu." Sai senyumin gue pas gue bilang gitu. Senyum khasnya. Senyum palsu. Nyari ribut ini tuyul.
"Enggak kok. Kalo lo penasaran gimana rasanya gadengan tangan, coba deh lo gandeng tangan Naruto."
Jahannam.
Seketika gue ngelirik Naruto. Si bangs*t ini malah ngulurin tangan, mungkin dia kira gue beneran pengen gandeng tangan dia kali ya. Terus, tentu saja. Gue. Te-pis.
Di dalam bioskop, Pasangan Brengsek tersayang kita makin ngelunjak. Mengabaikan eksistensi gue yang udah gigit jari di belakang mereka, mereka malah saling suap-suapan popcorn. Gue sumpahin keselek lo bedua.
Ino tiba-tiba balik badan menghadap gue. Nyodorin bungkus popcorn. Gue lumayan terharu dan sempat kepikiran untuk maafin perlakuan mereka yang semena-mena terhadap gue. Tapi begitu mau gue ambil, Ino narik balik bungkus popcornnya.
"Oh, atau lo mau gue suapin juga? Ehehe... Bilang dong, Sas." Habis ngomong gitu, dia ngambil beberapa popcorn dan nyodorin ke depan mulut gue.
"Aaaa," katanya.
Terus, tentu saja. Gue. Te-pis.
"Mati sana lo," sembur gue. Dalam hati udah memanjatkan sumpah serapah.
Dengan biadapnya si pirang kusam sialan malah ngakak sama dua orang biadap lainnya. "Hahaha. Sensi banget sih, Sas. Lagi datang bulan ya? Hahaha."
Rasanya pengen gue tendang kursi mereka biar kebalik guling-guling sekalian.
Serius, sejak saat itu gue udah bersumpah untuk gak pergi jalan ke tempat-tempat yang rawan makhluk halus semacam bioskop, dkk.
.
Tertanda dengan penuh kebencian,
Uchiha Sasuke
Setelah ngobrak-abrik kamar untuk mencari sebuah pulpen (tapi tidak ditemukan), akhirnya Itachi memilih alternatif lain dengan memohon pinjam pada adik sematawayangnya. Namun, ketika masuk ke kamar adiknya dan mendapati Sasuke sedang tertidur di atas meja dengan sebuah buku yang terbuka lebar, seketika Itachi langsung lupa niat awalnya. Diambil dan dibacanya buku tersebut.
Itachi terdiam.
"Sasuke... lagi banyak beban pikiran ya?" ujarnya retoris.
Sepertinya Itachi harus segera membuat janji dengan psikiater untuk Sasuke. Siapa tahu mental adiknya terganggu akibat terlalu lama sendirian. Itachi kan adalah kakak yang pengertian dan rajin menabung.
