This Is Love

.

.

Berita itu datang tiba-tiba, menghentikan khayal dan harapku, saat aku sedikit lupa akannya.

"Shun & Saori"

nama itu terukir indah disebuah kartu undangan pernikahan. Lengkap dengan wangi parfum yang masih melekat pada kertas tersebut. Yang seharum apapun wanginya, hanya akan menyesakkan dada. Dan kartu undangan itu disertai surat yang tak lain dan tak bukan adalah dari Shun.

Aku, June Chameleon sahabat baik Andromeda Shun semenjak ia menginjakkan kakinya ke pulai ini sekitar 13 tahun yang lalu.

Andromeda Island

Pelabuhan

"Pe… Permisi… Apa kau tau alamat ini?" tanya seorang anak lelaki manis bermata hijau, kepadaku,

Serta merta aku menghadap dan menatapnya. Anak lelaki manis seumurku itu terkejut begitu ia melihat wajahku yang ditutup oleh topeng besi. Begitu melihatnya membawa tas dilengkapi lelah diwajahnya yang menyiratkan ia telah melakukan perjalanan yang jauh. Segera kukenali ia sebagai salah seorang murid baru ayahku.

"Aku tinggal di alamat yang kau cari, namaku June. Kau kesini untuk menjadi saint kan? Ayo ikut denganku, guru kita sudah menunggu." ajakku tanpa basa-basi.

Kami berjalan agak berjauhan. Ia mengikutiku perlahan, ia tampak kesulitan membawa tasnya yang besar. Tapi ia tidak meminta bantuanku, jadi aku tidak membantunya. Daripada membantunya, aku akan lebih senang jika ia lelah duluan aku memang sudah dipastikan ayah untuk menjadi saint chameleon, tapi ayah mengijinkanku berkompetisi juga untuk menjadi saint Andromeda dan aku akan lebih senang jika lawanku berkurang bahkan dari sekarang. Aku tidak peduli…

"Ma… Maaf, bisa berjalan pelan sedikit. Aku sedikit lelah…" kata anak lelaki tersebut.

"Hhh… berikan tas mu padaku dan berjalanlah lebih cepat, bagaimana?" tanyaku mengeluh.

"Ba… Baik… Terima kasih…" jawabnya lalu menyerahkan tasnya padaku.

Beberapa menit kemudian kami sampai dirumah dimana ia dan para murid lainnya akan tinggal. Ia beristirahat sebentar, lalu kami beranjak menuju tempat latihan.

Sesampainya disana, ia disambut begitu baik oleh ayahku. Dan ia pun memperkenalkan dirinya untuk pertama kalinya.

"Na… Namaku Shun Amamiya… Salam kenal… A… Aku dari Jepang dan… kemari untuk menjadi saint" katanya terbata-bata.

Sepertinya ia tidak terbiasa berbicara dengan bahasa inggris. Ayah kemudian memperkenalkan yang lain kepadanya.

Hari itu pun kami segera menjalani latihan-latihan dasar untuk memperkuat fisik kami. Aku memperhatikannya sedikit begitu ia meringis karena menerima tinju Spica. Tak terasa petang pun tiba…

"Ayah, apa aku harus tinggal dirumah para murid ayah juga? Aku mau tetap tidur dikamarku 'yah…" harapku pada ayahku Albiore.

"June… Kalau seperti itu adil tidak?" tanyanya tersenyum.

"Tidak…" jawabku terpaksa.

"Nah… kalau begitu, kamu tau kan alasannya… Ya sudah sana pulang. Tenang saja dengan begitu kan bukan berarti kamu berhenti menjadi putri ayah…" katanya lagi.

Aku mendesah pasrah dan beranjak pulang menuju rumah khusus para murid. Aku melihat anak itu lagi. Ah… Kamarku ada dirumah yang sama dengannya, sementara kamar Reda dan Spica ada dirumah yang terpisah. Itu artinya aku sekelompok dengannya, dengan Shun Amamiya itu.

Tak perlu kutunggu, malam pun tiba dengan sendirinya. Tepat pukul sembilan dan aku bersiap untuk tidur. Ketika kumatikan lilin dan naik ke kasur, kudengar ada suara pelan sekali. Penasaran, aku pun beranjak keluar kamar untuk memeriksa keadaan. Kulihat pintu belakang sedikit terbuka, ada seseorang dihalaman belakang rumah! Aku harus membangunkan Shun! Eh, tapi kalau aku bisa mengalahkan penyusup itu sendiri, artinya aku lebih kuat kan? Ya! Aku kuat, aku tidak butuh bantuannya, aku kan akan jadi saint andromeda.

Perlahan-lahan aku berjalan lalu mengintip ke luar. Dan bukannya penyusup yang kudapat, tetapi anak lelaki itu. Ia sedang duduk dikursi sambil memegang foto dan kalung berbentuk bintang sambil terisak pelan. 'Niisan… niisan' isaknya. Aku tidak tau apa atau siapa yang ia sebut. tapi ia tampak begitu sedih. Cih, cengeng sekali!

"Hey Shun! Kau melanggar peraturan tidur terlalu larut tau! Cepat masuk ke kamarmu!" bentakku mengagetkannya.

Benar saja, ia memang kaget mendengar bentakkanku. Tanpa mengatakan apapun ia pergi ke kamarnya dengan kepala tertunduk dan tangannya memeluk kedua benda yang ia tatap sebelumnya.

Hhh… Merepotkan saja!

Esok… Esoknya lagi dan esoknya lagi… Kami pun melewati setengah tahun pertama kami dalam berguru untuk menjadi saint. Tak perlu kusebut, Shun adalah yang paling lemah. Tapi ada satu hal yang kupelajari darinya, ia tidak pernah menyerah ketika ia terjatuh, ia selalu bangkit. Tak peduli ia sudah babak belur dihajar oleh lawannya. Bahkan olehku…

Dan setiap malam ia akan menangis sambil mengobati lukanya kemudian meratapi lagi benda-benda yang begitu berharga baginya. Selembar foto seorang anak lelaki dengan bayi yang tampaknya adalah Shun. Lalu sebuah kalung berbentuk bintang tersebut. Malam ini pasti ia akan menangis lagi… Kujamin!

"1 point! Biru! Shun!" teriak ayahku.

Ya ampun ini rekor. Ini pertama kalinya Shun berhasil mencetak point diawal pertarungan dan sebelum terkena tinju oleh lawan. Lalu ia bertarung lebih kuat lagi dan akhirnya berhasil mengalahkan Reda… Ayah tampak begitu bangga padanya…

"Sudah kukatakan kan? Kau pasti bisa Shun" kata ayah lembut.

Aku jadi sedikit iri… Ayah tampak selalu baik dan begitu menyayangi Shun…

.

.

.

.

-to be continue-