Disclaimer : Free! bukan punya saya


Makoto terbangun. Sulung Tachibana tersebut memandang sekeliling ruangan yang mendadak terasa pengap. Ia terus terjebak dalam histeria mimpi yang sama. Darah, tergelincir, terantuk, Haruka, tenggelam, gelap, dan Haruka, dan darah.

Dalam mimpinya yang terasa beku. Ia melihat Haruka. Pakaian musim dingin, syal dan sarung tangan wol yang tebal, biru dengan langit dan lautan dan nama Haruka disana. Ia menatap pantulan lautan dalam keping ingatannya. Senyum Haru tampak fana.

Mimpi sialan, Makoto merutuk. Napasnya tersenggal, terasa berat. Tenggorokannya terasa sakit. Mimpi itu selalu meninggalkan rasa pahit yang asing di lidahnya.


Kali ini Haru ingin pergi ke selatan, ia ingin terkubur dalam pasir putih dan ombak yang bergulung. Ia bilang, lumba-lumba bermigrasi saat musim dingin tiba (tidak Haru, lumba-lumba bukan burung). Air membeku, ia tidak bisa berenang. Makoto terkekeh, jadi beku dan musim dingin menghalangi tekadmu, eh? Tetapi ia hanya mengiyakan, mereka memang butuh liburan.

Salju menggantung di pohon, menutupi jalanan sejauh yang ia ingat. Danaunya membeku. Haru menyandarkan kepalanya di jendela mobil. Bernapas pelan, menggumam samar. Warna laut yang terpatri permanen di matanya mengedar keluar. Dingin, dingin sekali.

Makoto menyetir perlahan, amat perlahan. Jalanan terlalu licin dan bandara tidak bisa dicapai dengan jalan kaki. Setelah sampai disana, ia ingin makan dulu. Haruka hanya mengangguk. Haruka terlihat mengantuk.


Segalanya mendadak gelap.

Ia hanya melihat darah. Apa yang Makoto rasakan hanya darah. Pusing akibat terbentur. Haruka, Haruka, Haru-

Tidak ada jawaban. Tidak akan pernah ada jawaban. Dengan darah (selalu darah yang ia lihat kala itu) mengalir dari pelipisnya. Matanya terpejam. Haruka sedang tidur, itu yang ia pikirkan berkali-kali. Berusaha ia percayai.

Haruka tidak pernah membuka matanya. Makoto merasa seperti terhisap menuju pusaran entah-apa. Segalanya terasa gelap dan dingin. Ia merasa asing dan takut.


Makoto kembali tersentak. Dalam kenyataan, dunia dimana Haruka hanya berupa serpihan kenangan.