Kim Jongsoo a.k.a KJ-27 is back with new story!
Halo, Jongsoo kembali dengan membawa sebuah cerita baru. Tentang sisi lain kehidupan Kaisoo, tentang bagaimana mereka jatuh cinta dan hilang kepercayaan, lalu kembali jatuh cinta dengan cara yang sama.
Take your time to read this one! Hope you like my new story with Kaisoo (as always) inside the story.
Welcome to my fanfict world and enjoy!
- KJ-
Di sebuah ruangan kecil berukuran tiga kali lima meter yang terisi beberapa barang yang disusun dengan cukup rapi untuk ukuran ruangan seorang tenaga kesehatan ini, nampak seorang pemuda dengan putih-hitam dengan lengan yang ia tekuk hingga mendekati sikunya sedang serius memperhatikan komputer di depannya hingga tidak menyadari bahwa ruangannya sudah dimasuki rekan kerjanya yang lain.
"Dokter Kim," panggil sosok itu sopan pada sang pemuda hingga ia akhirnya menoleh setelah sekitar dua menit yang lalu hanya tangannya yang memberi signal bahwa ia mendengar panggilannya dan tolong tunggu sebentar lagi.
"Ada apa Eunji?" tanya sang pemuda setelah menyelesaikan kegiatannya sebelumnya di depan komputer.
"Hanya mau mengingatkan hari ini ada visit pasien pukul delapan,"
Dan pemuda itu langsung melihat ke kubus hitam penuh angka di atas mejanya. "Ah, Nyonya Yura. Baiklah, aku akan membereskan fileku dulu jika begitu." Balas sang pemuda sembari kembali menatap komputernya dan menutup beberapa file yang tadi ia baca lalu setelah ia menonaktifkan benda persegi dengan layar empat belas inch itu, ia pun segera bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati pintu ruangannya.
"Jas dokter Anda, Dok." Ingat Eunji pada sang pemuda sebelum ia sempat menutup pintu ruangannya sendiri.
Sebuah senyum tampan ia lukis pada wajahnya sendiri seraya segera berbalik mengambil jas dokternya yang ia gantungkan di samping lemari kerjanya. Dan setelah memastikan tak ada yang tertinggal, dua rekan kerja itu segera melanjutkan langkah mereka menuju lift lalu menghampiri pasien pertama mereka hari ini.
"Selamat pagi, Nyonya Yura." Sapa sang pemuda ramah pada pasien pertamanya hari ini. "Bagaimana? Apa masih ada keluhan?"
Wanita dengan pakaian khas rumah sakit itu tersenyum cantik ke arah sang pemuda dan menjawab salamnya dengan lembut. "Pagi, Nak Jongin. Tidak, aku sudah merasa lebih baik sekarang."
Pemuda bernama Jongin itu tersenyum kecil mendengar jawaban pasiennya. "Baguslah. Mungkin dua atau empat hari ke depan, kau bisa kembali ke rumah, Nyonya."
Wanita cantik itu kembali tersenyum pada Jongin dan Eunji saat gadis cantik dengan baju perawat itu meminta ijin untuk mengukur tekanan darahnya pagi ini. "Panggil saja aku Nenek, Sayang. Bukankah sudah kubilang bahwa aku tidak terlalu suka dipanggil Nyonya oleh orang yang sudah kukenal?"
Jongin kembali tersenyum. "Maaf, Nek. Aku selalu lupa, habis wajah Nenek itu masih terlihat cantik, tidak cocok dengan umur Nenek yang sudah tujuh puluh tahun." Balas Jongin sopan. "Aku masih ingat saat pertama kali mendampingi Dokter Kyuhyun menangani Nenek. Aku kira umur Nenek masih tiga puluh tahun!"
Eunji melepas tawanya bersamaan dengan Nyonya Yura. "Lihat Eunji? Rekan kerjamu yang satu ini nampaknya memang benar-benar punya bakat alami menggoda wanita. Kau jangan sampai terkecoh gombalan Jongin, ya, Eunji." Ingat Nyonya Yura pada Eunji.
"Dokter Kim tidak pernah menggombali saya, Nyonya Yura. Beliau selalu profesional,"
Jongin mengangguk dan membenarkan kata-kata Eunji. "Berhenti mengganti namaku dengan 'beliau', Eun. Aku terdengar seperti pria berumur lima puluh tahun," balas Jongin lagi sambil mengambil sebuah kursi di samping sofa di kamar inap Nyonya Yura ini lalu meletakkannya tepat di samping ranjang Nyonya Yura.
"Hey, jangan menyinggung masalah umur disini, Anak Muda. Aku yang jelas lebih tua dari kalian saja tenang-tenang saja." Sahut Nyonya Yura sembari melepas temperatur suhu badan yang tadi Eunji pasang di ketiaknya dan memberikannya kembali pada sang perawat cantik itu.
Jongin mengangkat kedua tangannya ke atas dan kemudian menerima rekam medis Nyonya Yura dari Eunji dan melihatnya sekilas. "Ah, tekanan darahnya masih tinggi, ya? Nenek punya sesuatu yang masih dipikirkan sampai begitu seriusnya, kah?" tanya Jongin sopan sambil menurunkan salah satu penghalang ranjang Nyonya Yura agar ia bisa meletakkan tangannya di kasur wanita tua itu.
Eunji tetap pada posisinya berdiri di samping ranjang Nyonya Yura dan bersiap melihat bagaimana dokter tampan itu menjalin komunikasi menyenangkan dengan pasiennya. Sejak resmi diangkat menjadi satu-satunya dokter spesialis penyakit dalam termuda di Hyundai Hospital, Jongin memang punya banyak sekali kelebihan dibanding dokter-dokter lainnya selain kemampuan otaknya yang luar biasa.
"Aku merindukan kedua cucuku, Nak." Cerita Nyonya Yura dengan nada sedihnya. Jongin terlihat bangkit kemudian memilih duduk di kasur yang sama dengan Nyonya Yura agar bisa mengobrol dengan ikatan yang lebih baik.
"Sudah mencoba menghubungi mereka, Nyonya?" tanya Eunji ikut dalam obrolan singkat itu.
Nyonya Yura mengangguk lemah sambil berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh begitu saja. "Mereka menghubungiku kemarin. Mereka bilang akan datang hari ini."
Jongin tersenyum kecil lalu menggenggam sebelah tangan Nyonya Yura. "Kalau begitu apa lagi yang masih dipikirkan? Bukankah sebentar lagi Nenek akan bertemu mereka?" tanyanya lembut.
"Aku juga merindukan kedua anakku dan menantuku. Mereka sudah tiga tahun tidak datang kemari untuk menemuiku. Bahkan mungkin jika aku tidak masuk rumah sakit seminggu lalu, cucuku tidak akan datang." Ceritanya lagi.
Nyonya Yura adalah pasien Jongin yang boleh dibilang paling sering ia temui karena selain sebelum menjadi seorang spesialis ia sudah terlebih dulu bertemu dengannya karena menemani Dokter Kyuhyun yang memang jadi dokter pribadi Nyonya Yura, setelah Dokter Kyuhyun pensiun pun, ialah yang ditugasi menggantikannya untuk merawat wanita paruh baya yang masih cantik itu.
"Kalau begitu, Nenek harus tetap sehat. Jadi bisa bergantian mengunjungi kedua buah hati Nenek dan juga menantu serta cucu Nenek, kan?" tambah Jongin. "Sudah, begini saja. Kalau Nenek sudah boleh pulang nanti, Nenek akan Jongin ijinkan untuk mengunjungi kedua buah hati Nenek. Asal ada perawat yang mendampingi. Bagaimana?"
Wanita paruh baya yang sejak tadi menjaga pertahanannya itu pun kini akhirnya menangis lepas. Ia benar-benar merindukan kedua putri cantiknya dan juga kedua cucunya serta menantunya. Tiga tahun tanpa melihat mereka terasa sangat menyedihkan baginya. Apalagi dengan kondisi penyakit jantungnya yang mudah sekali kambuh jika ia dalam kondisi lelah, menyebabkan perjalanan jauh menjadi salah satu momok baginya. Dan apa yang Jongin ucapkan tadi, terasa seperti sebuah segara menyegarkan baginya.
"Benarkah?" tanyanya lagi dengan senyum tidak percayanya.
Jongin mengangguk yakin. "Tentu. Kemana pun Nenek ingin pergi jauh, Jongin akan berikan ijin. Tapi dengan syarat, harus ada perawat yang menemani Nenek."
"Semoga Tuhan selalu memberkatimu, Jongin. Kau dan hatimu yang teramat lembut semoga terus diberkati-Nya." Jawab Nyonya Yura dengan raut bahagia tidak terkira.
Jongin tertawa kecil mendengar doa pasien kesayangannya itu. "Terima kasih, Nek."
"Kembali kasih, Jongin. Oh, aku ingin bertanya padamu, Nak. Sebenarnya berapa umurmu? Kenapa wajahmu terlihat sangat muda dibanding para dokter yang lain?"
Jongin kembali tertawa diiringi oleh kekehan Eunji yang sedikit tertahan karena gadis itu sudah terlebih dulu menutup mulutnya. "Umurku? Aku masih dua puluh satu tahun, Nek."
Dan betapa terkejutnya wanita paruh baya itu ketika mendengar jawaban Jongin. "Kau bahkan lebih muda dari dua cucuku tapi kau sudah punya gelar dokter spesialis? Eunji-ya, apa rekan kerjamu ini keturunan Einstein?"
Eunji pun akhirnya melepas tawanya diiringi wajah Jongin yang mulai berubah warna karena dipuji lagi. " Dokter Kim memang maskot baru Hyundai Hospital, Nyonya. Dia adalah dokter andalan di bagian penyakit dalam. Tidak hanya karena wajahnya yang masih muda, tapi juga karena kemampuannya yang bahkan sering melebihi para dokter senior." Jelas Eunji lagi.
"Oke, baik. Cukup membicarakanku. Sekarang Nenek harus kembali istirahat dan tunggulah sampai petugas—"
"Selamat pagi, Nyonya Yura. Ah, selamat pagi Eunji -ya. Selamat pagi, Dokter Kim. Sepagi ini sudah visit pasien?" sapa Taehoo, seorang petugas dari divisi yang berhubungan dengan distribusi makanan untuk seluruh pasien di Hyundai Hospital.
"Pagi, Tae. Ya, Nyonya Yura ini kan pasien spesial. Jadi jam visitingnya pun juga harus spesial kan?" jawab Jongin yang kemudian mengaduh karena cubitan ringan Nyonya Yura hadir di lengannya.
"Ah, tentu saja. Ini sarapan pagi untukmu, Nyonya Yura. Jangan lupa dihabiskan lalu jangan lupa juga obatnya, ya?" sahut Tae sembari meletakkan sarapan Nyonya Yura di meja kecil khusus meletakkan makanan itu. "Kalau begitu aku pamit, masih banyak makan pagi yang harus kuantar. Semoga harimu menyenangkan Nyonya Yura, Dokter Kim, Eunji."
Eunji dan Jongin melambaikan tangan mereka bersamaan dengan menghilangnya Taehoo dari hadapan mereka.
"Nah, karena sarapan sudah datang, sekarang saatnya Nenek sarapan. Eun, tolong temani Nenek, ya? Aku harus kembali ke ruangan." Pinta Jongin. "Pastikan pasien kesayanganku ini makan dengan baik dan obatnya juga tidak lupa diminum. Aku akan mengunjungimu lagi nanti sore, Nek. Sampai jumpa nanti," pamit Jongin yang kemudian kembali ditarik tangannya oleh Nyonya Yura untuk diberikan sebuah ciuman sayang di pipinya.
"Anggap saja itu ciuman Nenekmu sendiri,"
Jongin tertawa kemudian balik mencium pipi Nyonya Yura lembut. "Tentu saja, Nek. Kan Nenek memang Nenekku?" balasnya ramah kemudian segera keluar dari kamar VIP itu untuk kembali ke ruangannya di lantai satu.
Dengan menggunakan lift yang kebetulan baru saja sampai di lantai enam ini, Jongin kemudian turun sendirian sampai ke lantai satu dan ternyata, ia sudah disambut oleh sebuah map coklat milik rekan kerjanya yang lain, Choi Minho.
"Ah, kebetulan sekali. Ini laporan yang kubicarakan kemarin. Umurnya baru dua puluh dan dia terdiagnosa menderita beberapa penyakit dalam sekaligus setelah koleps tiga hari lalu. Joonhye bilang, ini ada kaitannya dengan bidangku. Tapi karena anak itu belum juga bangun, aku tak bisa mengintrogasinya."
Jongin menerima sodoran laporan pasien Minho itu lalu membaca biodatanya sekilas. "Kim Seok Jin, dua puluh tahun. Laki-laki, mahasiswa Seoul Un—hei, dia adik kelasku. Aku rasa aku kenal dia," sahut Jongin cepat. "Aku akan mempelajarinya dulu. Kuhubungi lagi nanti, Minho."
Minho mengangguk paham lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju lift dan meninggalkan Jongin yang mulai memusatkan perhatiannya pada laporan kasus Minho ini sambil tetap berjalan menuju meja resepsionis.
"Infeksi saluran perna—Ah!"
Saat sedang asik membaca laporan di tangannya, tiba-tiba pemuda tampan itu ditabrak hingga laporannya harus bersebaran di lantai. Masih fokus dengan laporannya, Jongin pun memutuskan untuk segera mengambil seluruh berkas-berkas pasiennya itu tanpa mengindahkan sosok yang menabraknya yang kelihatannya belum beranjak dari sampingnya.
"A-ah, pardonnez-moi."—Maafkan aku
Setelah selesai dengan berkas-berkas pentingnya, dokter muda nan tampan itu pun bangun dan menatap sosok cantik di sampingnya. Ia sempat mengernyitkan dahinya ketika mendengar sahutan gadis itu tadi.
"Français?" tanya Jongin pada gadis itu. Gadis yang datang dengan cukup terburu-buru itu pun mengangguk pelan.
"Puis-je vous aider?"—Ada yang bisa aku bantu?
Tatapan takut gadis itu melunak seketika saat bibir Jongin mulai merapalkan bahasa yang sangat ia pahami. Senyumnya mulai sedikit terkembang dengan manis dan genggaman kuat di koper dan tas yang ia bawa pun mulai melonggar.
"Je cherche ma grand-mère," sahut gadis itu lagi dengan nada yang lebih jelas dan ramah. Jongin tersenyum kecil saat seluruh saraf di kepalanya membantu otaknya menyimpulkan bahwa gadis cantik yang sedang mencari neneknya ini tidak bisa Bahasa Inggris. Itulah alasan kenapa tadi kedua sorot matanya begitu ragu saat menatap Jongin.
"Quel est le nom de votre grand-mère?"—Siapa nama nenekmu?
"Kim Ah Young," jawab gadis itu ragu-ragu dengan logat Korea yang sangat aneh bagi Jongin hingga membuat pemuda tampan itu harus menahan tawanya ketika ia mendengar gadis itu mengucapkan nama neneknya.
"Kim Ah Young, ya? Sebentar," Jongin kemudian mendekati meja resepsionis yang sebenarnya sudah dekat dengannya itu lalu melongok dan mencari petugas resepsionis yang bekerja pagi ini. "Ah, Minah." Panggil Jongin.
"Ya, Dokter? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Minah, petugas resepsionis itu dengan ramah.
"Tolong carikan data kamar pasien dengan nama Kim Ah Young," titah Jongin sambil membenarkan kembali susunan berkas-berkas rekam medisnya yang tadi tercecer karena bertabrakan dengan gadis cantik yang tidak bisa bahasa Inggris itu.
"Kamar 6106, Dok. Itu kamar Nyonya Yura," sahut Minah sesaat setelah komputer andalannya menampilkan data ruangan sang pasien.
Jongin membulatkan bibirnya. "Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Minah! Dan, oh, bisakah kau kirimkan data detail tentang pasien bernama Kim Seok Jin ke komputerku? Aku harus mempelajarinya hari ini,"
Minah mengangguk paham lalu membiarkan Jongin kembali dengan gadis cantik bermantel hitam itu.
"Suivez-moi,"—Ikut aku, sahut Jongin yang kemudian mengambil alih genggaman koper gadis itu. "Permettez-moi de faire cela,"—Biar aku saja yang membawanya, lanjutnya sambil memberikan senyum ramahnya yang kesekian hari ini pada sang gadis.
Jongin pun membalikkan badannya dan mulai kembali melangkahkan kedua kakinya menuju lift yang tadi menghantarkannya turun dari lantai tempat Nyonya Yura dirawat. Dan kini, ia kembali lagi kesana untuk memastikan bahwa sosok yang paling dinanti oleh pasien kesayangannya itu benar-benar sampai di kamar yang tepat tanpa tersesat.
"Bienvenue àSéoul, Mademoiselle."—Selamat datang di Seoul, Nona. Ucap Jongin dengan logat yang cukup mengagumkan bagi sang gadis.
"Merci. Êtes-vousfrançais?"—Terima kasih. Are you French? tanya sang gadis dengan senyum cantiknya lagi.
Jongin lagi-lagi harus menundukkan kepala dan menahan tawanya. Sungguh, bukan ia ingin menertawakan gadis ini. Tapi entah kenapa sejak ia mendengar gadis ini mengucapkan nama Neneknya dalam bahasa Korea, logat lucu sang gadis masih terngiang di kepalanya hingga saat ini.
"J'habite là pour trois années, l'école secondaire. Et vous?"—Aku pernah tinggal disana selama tiga tahun, Junior High School Life. Kau?
Gadis cantik itu mengangguk paham lalu kembali menjawab pertanyaan Jongin. "Vraiment? Je pensais que vous étiez né en France. Votre accent est si bon, je ne pouvais même pas le faire."—Benarkah? Aku kira kau lahir di Prancis. Aksenmu sungguh bagus, aku saja tak bisa sebagus itu. Balasnya sambil tersenyum kecil. "J'habite là pour vingt-trois années."—Aku hidup di Prancis selama dua puluh tiga tahun.
Jongin melepas tawanya lalu hendak menjawab lagi sebelum pintu lift terbuka ketika penunjuk lift menandai mereka masih di lantai empat. Dan muncullah seorang gadis cantik lainnya dengan jas dokter warna putih yang berbeda dengan milik Jongin yang berwarna biru langit dimana jas itu khusus untuk penanda bahwa pemakainya adalah seorang spesialis.
"Pagi Dokter Kim," sapa gadis cantik itu sopan sambil tersenyum manis pada Jongin dan gadis disampingnya. "Mengunjungi Nyonya Yura lagi?"
Jongin membalas senyum gadis itu dan mengangguk pelan. "Tadi aku sudah mengunjunginya untuk keperluan cek rutin. Tapi kali ini aku mengantarkan cucunya, dia sepertinya tidak bisa Bahasa Inggris apalagi Korea." Jelas Jongin pada sosok cantik berjas putih itu. "Kau mau kemana, Lu?"
"Lantai tujuh, ke ruang dosen. Menemui Dokter Henry yang terhormat itu. Huh, jika bukan karena aku mengejar titel spesialis anak, aku tak akan memperjuangkan waktu berhargaku hanya untuk menerima ceramah dari dokter menyebalkan itu." Keluh gadis cantik itu.
"Ya, dia memang kadang menyebalkan. Tapi jika kau bersabar, dia sebenarnya orang yang menyenangkan, Luhan. Tenang saja, jika ada yang bisa ku bantu, aku akan membantumu. Okay?" tawar Jongin sebelum akhirnya pintu lift itu terbuka lagi di lantai tujuannya. "Sampai nanti, Lu!"
Jongin mempersilahkan cucu Nyonya Yura itu untuk terlebih dulu keluar lift dan kemudian ia mengikutinya dengan koper sang gadis yang agak berat itu. Kemudian setelah berjalan beberapa meter dari lift, akhirnya Jongin berhenti sejenak dan menatap gadis itu lagi.
"Attendez ici pour une seconde,"—Tunggu sebentar, pinta Jongin yang kemudian mengetuk sopan pintu kamar VIP itu dan melenggang masuk. "Halo, Nek. Lihat siapa yang datang bersamaku,"
Kemudian Jongin melongo keluar kamar dan mempersilahkan gadis cantik itu masuk. Dan ketika Nyonya Yura melihat sosok cantik dengan mantel bludru warna hitam itu senyum cantiknya pun muncul dengan kedua mata yang tiba-tiba basah oleh air mata.
"OH YA TUHANKU!" teriak Nyonya Yura tidak percaya. Ia memeluk cucunya dengan sangat erat dan menciumi wajahnya dengan lembut lalu kembali memeluknya lagi dengan erat. "Terima kasih, Sayang. Kau benar-benar malaikatku." Ucap Yura pada Jongin.
"Aku hanya mengantarnya, Nek. Tadi aku bertabrakan dengannya di lobi dan kelihatannya dia tidak pandai bahasa Inggris dan juga Korea, jadi aku mengajaknya bicara dengan bahasa yang ia pahami lalu aku antar dia ke tempat tujuannya."
Gadis cantik yang baru saja melepas mantel bludrunya itu menatap kedua orang di depannya dengan bingung. Ia bukan orang Korea asli walau darahnya mengalir darah Korea murni karena kedua orang tuanya adalah orang Korea. Tapi karena sejak kecil ia jarang berkomunikasi dengan bahasa Korea kecuali dengan keluarganya, ia jadi tidak begitu mahir bahasa itu.
"Ini cucu pertamaku dari anak pertamaku, Taeyeon dan suaminya, Byun Siwon."
"B-byun Siwon?" ulang Jongin terkejut. "T-tuan Siwon pemilik rumah sakit ini?!" pekiknya lagi.
Dan anggukan Nyonya Yura yang disertai tawa itu membombardir isi kepala Jongin. Jadi selama ini ia mengobati Ibu Mertua dari pemilik rumah sakit tempat ia bekerja? Dan ia tidak tahu? Dan Kyuhyun tidak memberitahunya? Yang benar saja.
"Ayo perkenalkan dirimu, Sayang. Aku bertaruh kau pasti belum memperkenalkan dirimu pada Jongin." titah Nyonya Yura yang kemudian diangguki oleh gadis itu pelan.
"Na-namaku, ah halmeoni, aku pakai bahasa perancis saja ya?" pinta gadis itu sambil berbisik pada Nyonya Yura.
"Latihlah bahasa koreamu, Sayang. Kapan kau bisa berkomunikasi dengan orang-orang disini jika kau hanya mau berbahasa korea dengan keluargamu?"
Jongin tertawa kecil. "Tidak masalah, Nek. Mungkin dia hanya tidak yakin logatnya cukup bagus. Tadi aku sempat mendengar logat Koreanya dan bagiku itu sedikit lucu," ungkap Jongin jujur kemudian ia kembali tertawa lagi. "Aku Jongin, Kim Jongin. Seperti yang kau lihat, aku dokter disini. So, je suis enchanté de faire votre connaissance."—Senang berkenalan denganmu,
Gadis itu tertawa kikuk. Ia paham apa yang Jongin bicarakan. Walau tidak terlalu mahir dalam Bahasa Korea, tapi gadis ini sedikit banyak paham jika itu hanyalah sapaan dasar.
"Baekhyun, Byun Baekhyun." Balas gadis itu ramah.
"Maafkan cucuku, ya, Jongin. Lyon membuatnya tidak mengenal Korea lagi. Kesibukan kedua orangtuanya disana membuatnya ia jarang pulang ke Korea apalagi belajar bahasa Korea." Tambah Nyonya Yura.
"Tak masalah, Nek. Yang terpenting cucu kesayangan Nenek sudah datang, dan ngomong-ngmong, dia benar-benar mirip Nenek, ya? Cantik. Aku bertaruh pasti Nyonya Taeyeon juga tak kalah cantik dari kalian berdua." Puji Jongin pada dua wanita cantik di depannya ini. "Ah, kalau begitu, aku permisi dulu, Nek. Aku masih harus mengerjakan beberapa laporan,"
Nyonya Yura tertawa kecil lalu mengangguk paham. "Merci, Jongin."
"Au revoir, Baekhyun."—See ya,
Belum genap langkah Jongin keluar dari kamar inap Nyonya Yura, sosok Baekhyun sudah kembali berdiri di sampingnya.
"B-bisakah aku m-menemuimu nanti?" tanya Baekhyun terbata-bata.
Jongin tersenyum lagi. "Bien sûr. Vous pouvez venir à mon bureau cet après-midi. Je vais vous acheter le déjeuner,"—Tentu, kau bisa datang ke ruanganku saat makan siang. Aku akan mentraktirmu,
Dan Baekhyun pun mendapati jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat, dadanya menghangat dan isi perutnya seperti baru saja dihuni kupu-kupu yang entah dari mana. Yang Baekhyun sadari sekarang, ia mungkin saja menyukai pemuda tampan itu. Tapi, benarkah ia menyukainya?
"Dokter Kim?"
"Hm?"
"Ada seorang gadis yang ingin bertemu dengan Anda."
"Suruh dia masuk saja, Minah. Terima kasih,"
Jongin tetap tidak mengalihkan pandangannya dari lembar penuh tulisan memusingkan di komputernya walau sosok yang dimaksud Minah saat ini sudah masuk dan sudah duduk berdiri dengan canggung di depan Jongin.
"Oh, kenapa masih berdiri, Baek? Duduklah," pinta Jongin sopan dan kembali fokus pada komputernya.
"A-apa aku mengganggumu?" tanya Baekhyun takut-takut.
Jongin tersenyum kecil lalu melepas kacamata berbingkai kotak warna hitam yang bertengger manis di wajahnya. "Tidak, Baek. Aku hanya sedang mempelajari laporan rekanku saja. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Jongin seraya melirik ke kubus hitam di atas mejanya lalu melihat arlojinya. "Oh sudah waktunya makan siang. Ayo, sesuai janjiku, aku akan mentraktirmu makan siang." Ajak Jongin.
Baekhyun masih diam dan menatap Jongin tidak mengerti. Lalu setelahnya Jongin menepuk dahinya sendiri dan tertawa. "Ayons un déjeuner," ulang Jongin, dan baru Baekhyun mengerti apa yang sedaritadi Jongin bicarakan; makan siang.
Makanan di kantin rumah sakit memang tidak terlalu banyak variasi. Selain makanan disini adalah makanan prasmanan, ini adalah rumah sakit yang tentu saja variasi makanannya tidak sebanyak jika dibanding dengan sebuah cafe atau restoran yang ada di mall besar. Dan Jongin, memilih membelikan Baekhyun semangkuk tteopokkie yang ia pastikan bahwa Baekhyun pernah tahu rasanya setelah tadi ia sempat menanyakan pada gadis itu.
Baekhyun terlihat sedikit gugup saat ini. Pasalnya, ia tidak menyangka bahwa pria disampingnya ini tetap terlihat sama; tampan, walau ia tidak mengenakan jas dokternya apalagi kacamata hitamnya yang membuat Baekhyun hampir menjerit seperti seorang fangirl yang berhasil bertemu dengan idolanya. Walau ia lahir di Lyon, Perancis, dimana negara itu terkenal sekali dengan julukan romantis karena ada Menara Eiffel disana atau lebih tepatnya di Paris, Baekhyun tetap tidak bisa; belum bisa menemukan pria yang mampu membuat jantungnya jadi tidak karuan seperti ini sebelum akhirnya ia bertemu Jongin. Dan ia anggap ini adalah sebuah kebetulan menyenangkan yang membuatnya ketagihan.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku, Baek?" tanya Jongin pelan-pelan berharap Baekhyun tidak akan memintanya mengulang pertanyaannya dalam bahasa prancis yang demi Menara Eiffel yang terlampau tinggi itu, ia sedang tidak ingin otaknya dipenuhi kenangan indah selama ia hidup di tanah Napoleon Bonaparte itu.
"Tentang grand-mère, Jongin."
Jongin mendesah lega mengetahui Baekhyun mengerti ucapannya dan bisa membalas dengan sedikit aksen Korea yang lucu disana.
"Nenekmu baik-baik saja. Jantungnya memang semakin melemah, tapi selama ia tidak dalam kondisi terlalu lelah, konsumsi makanannya terjaga dan obatnya juga rutin diminum, ia akan tetap baik-baik saja." Jelas Jongin sambil mulai menikmati makan siangnya.
"Père et la mère sangat mengkhawatirkan keadaan grand-mère. Père memintaku kemari karena pèreest occupé."—Papa dan mama sangat mengkhawatirkan keadaan grandma. Papa memintaku kemari karena ia masih sangat sibuk,
Jongin mengangguk paham. Ia mengerti kekhawatiran kedua orangtua Baekhyun pada Nyonya Yura. Ia juga sangat mengerti kesibukan seorang Byun Siwon, pemilik rumah sakit besar di beberapa kota penting di penjuru dunia yang salah satunya adalah Hyundai Hospital.
"Aku mengerti. Grand-mère baik-baik saja." Ulang Jongin lagi. "Baek, sepertinya kau harus serius belajar bahasa Korea dan Inggris. Aku tidak terlalu lancar dengan bahasamu, aku mulai lupa." Canda Jongin. Tentu saja ia tidak akan lupa bagaimana bahasa khas milik tanah Napoleon Bonaparte itu. Ia tidak akan bisa lupa bagaimana Negara tanpa bahasa Inggris itu bisa mengukirkan secuil kenangan manis yang teramat menyenangkan sampai-sampai ia tidak bisa melupakannya barang satu kali saja.
Baekhyun tertawa kecil. "Kau harus mengajariku jika begitu." Pinta Baekhyun. "Sebenarnya la cousine sangat lancar berbahasa Korea. Tapi aku jarang bertemu dengannya,"—sepupu (perempuan)
"Oh ya? Tapi kau masih sering berkomunikasi dengannya, kan? Bicaralah bahasa Korea ketika kalian sedang berkumpul bersama, sedikit banyak itu akan membantumu."
Baekhyun meringis lucu dan Jongin menertawainya. "Dia akan datang dua hari lagi," sahut Baekhyun pelan. Gadis ini masih takut-takut merapalkan bahasa Korea yang sulitnya setara dengan mantra sulap baginya itu.
Jongin mengangguk paham lalu kembali menyuapkan makanan di piringnya ke mulutnya. "Kalau begitu kau harus memintanya mengajarimu,"
"Akan kulakukan jika aku tidak lupa," balas Baekhyun kemudian melanjutkan kunyahannya yang tertunda. "Ini apa?" tanya Baekhyun sembari menunjuk makanan yang baru saja ia makan.
"Itu makanan paling lezat disini. Jika aku sedang tidak ingin makan banyak, aku pasti pesan itu. Namanya tteopokkie, kue beras." Jelas Jongin singkat. "Kau suka?"
Baekhyun mengangguk yakin. "Aku suka. C'est vraiment délicieux,"—Ini sangat lezat. Sahutnya ceria. "Je ne pouvais pas trouver de la nourriture comme cela à Lyon,"—Aku tak bisa menemukan makanan selezat ini di Lyon,
Jongin mengangguk membenarkan perkataan Baekhyun, lalu ia melirik arlojinya. "Aku harus kembali bekerja. Apa ada hal yang ingin kau tanyakan lagi?" tanya Jongin pada Baekhyun dengan tempo yang cukup pelan agar Baekhyun bisa memahami perkataannya.
Dan gadis itu menggeleng lalu menyuapkan potongan tteopokkie terakhirnya ke mulutnya sendiri. "Aku akan menemuimu lagi jika aku punya pertanyaan lain," balas Baekhyun tak kalah pelan. Dua sosok berbeda gender ini nampak seperti sedang bermain kata-kata karena mereka saling berbicara dalam bahasa Korea dengan tempo lambat.
Jongin menahan tawanya karena logat gadis cantik di depannya ini begitu lucu. Mungkin karena ia lahir di tanah Napoleon itu jadi lidahnya agak sedikit susah bersahabat dengan bahasa lain, terutama Korea. "Baiklah, kau bisa kembali ke kamar Nenek tanpa ku antar, kan?"
Baekhyun mengangguk lagi lalu berdiri bersamaan dengan Jongin yang juga bangun dari posisi duduknya. Setelah memastikan bahwa pemuda tampan itu sudah menjauh darinya dengan jarak beberapa meter, barulah Baekhyun bisa bernafas lebih lega. Gadis itu kini terlihat memegangi dada kirinya dimana organ kecil di dalam rongga dadanya itu saat ini sedang benar-benar berdetak cepat seperti baru saja diajak berlari mengelilingi Menara Eiffel sepuluh kali.
Baekhyun tidak bisa melepaskan pandangannya dari Jongin sampai pemuda itu masuk ke ruangannya. Walau ini adalah pertama kalinya Baekhyun ke Seoul lagi setelah terakhir kali ia menginjakkan kakinya disini adalah sekitar sembilan belas tahun lalu, gadis cantik ini merasa ia sudah benar-benar disambut baik oleh Seoul dengan membuatnya bertemu secara tidak sengaja dengan Kim Jongin, dokter spesialis penyakit dalam termuda di Hyundai Hospital yang saat ini dengan sukses jadi penyebab organ dalam Baekhyun berdetak tidak tenang.
.
.
.
tbc
Halo!
Setelah mengumumkan bahwa bakal Hiatus di dunia persila—maaf maksudnya dunia perff-an, Jongsoo malah kembali datang dengan ff baru yang lebih gak jelas lagi. *bow to readers*. Maafkan otak Jongsoo yang gak bisa berhenti nulis skenario gak jelas seperti ini. Cerita ini terinspirasi oleh sebuah mata kuliah di kampus yang tumben-tumbennya Jongsoo bisa mudeng dan suka (sedikit). Ditambah dengan lagu-lagu menyenangkan keluaran artis2nya SM(Suka Mehape). Majornya adalah tentang dunia kedokteran seperti dunia Jongsoo saat ini, penuh dengan nama latin yang bikin mata dan kepala capek. Tapi lama-lama nama-nama itu jadi asik buat dijadikan cerita dan, here I am with this weird story.
Kalian bakal menemui cinta segi-sekian di ff ini, lalu naik turunnya perasaan termasuk perasaan yang paling diutamakan disini: C.I.N.T.A. Doh udah macam band Indonesia aja ya bawa-bawa ceientea. Tapi itu adalah hal paling umum di dunia, kan? No Love, No Live. oke ini maksa, harusnya No Love No Life.
So, how is it? Suka-kah sama ceritanya? Rencananya kemungkinan cuma bakal sampe 5 Chapter. Mungkin. Belum tahu pasti karena belum ditulis sampe kelar.
Give me your best review below, and I will post the rest in the next days!
See ya on the next Chapter, Readers!
Sekian, Salam!
KJ-27
