Author Bapper habis-habisan setelah re-play danganronpa 2 :") yah animenya judah mai on air tapi ijinkan saya untuk berimajinasi dengan OTP author Hinaka x Komaeda :"" , tapi dampaknya ga terlalu gede kok, bisa juga disebut Komaeda x Hinata juga bisa :3 jadi bagi pecinta KomaHina atau HinaKoma silahkan dibaca ya! w

.

Chapter #1

.

.

Ia tidak pernah menyangka akan terjadi seperti ini. Tidak dalam hidupnya sama sekali. Masuk kedalam sekolah ternama diseluruh dunia, menjadi seorang murid didalamnya, serta terjebak dalam permainan saling membunuh. Tetapi yang paling ia tak percayai adalah, senyuman lelaki yang tengah berdiri sendirian di malam pembunuhan.

"Kenapa kau bisa sebahagia ini Komaeda!" Seru Kazuichi Soda mengamuk. Komaeda yang masih tersenyum memandang pemuda pengecut itu berkata, "Kenapa? Karena bukankah ini menyenangkan! dengan semakin besarnya keputusasaan kalian, maka akan semakin besar pula harapan yang akan kalian tumbuh!" Serunya sambil mengangkat kedua tangannya.

Semuanya terdiam mendengar ucapan lelaki berambut putih tulang ini. Mereka baru saja menyelesaikan trial Pekoyama Peko. Mereka kembali terlarut dalam kesedihan yang panjang. Apalagi Kuryuzu harus dirawat karena juga ikut terluka. Tetapi tidak untuk Komaeda. Justru ia semakin terlihat bahagia makin harinya. Karena itulah mereka semuanya menyidangnya secara diam-diam di pantai pulau 1 ini. Karena menurut mereka ia-komaeda adalah seorang pscophat, pembunuh, gila dan juga seroang yang hanya membawa keputusasaan.

Mungkin-

"Memang kau sudah gila-" Dengus Saionji. "Bagaimana kau bisa jadikan ini sebagai sebuah harapan! 7 temanmu sudah mati bodoh! dimanakah harapan yang kau sebut-sebut itu!" Komaeda terus berdiri dengan tampang santai sembari tersenyum menjawab, "Kalian ini tidak mengerti juga. Bukankah kalian ini merupakan simbol dari harapan? Seharusnya kalian menggunakan kesempatan ini, dan menumbuh harapan itu semakin besar!"

"Diam kau!" Teriak Sonia. Tangan gadis itu bergetar-ia hendak menangis. "Kumohon hentikanlah ini semua! Aku sudah tidak kuat lagi! AKU TIDAK INGIN PEMBUNUHAN LAGI!" Isaknya-terjatuh diatas pasir kemudian menangis. Chiaki langsung saja mendekati gadis bule itu dan menenangkannya. Melihat hal itu membuat Nidai mengamuk. "Hoi Komaeda! Dimana jiwa lelakimu! Kau baru saja membuat seorang gadis menangis!" Seru Nidai dengan suara robotnya. Bukannya menjawab, Komaeda semakin tersenyum lebar. "Menangis! Aku hanya mengatakan yang sebenarnya! untuk apa aku menyembunyikan kenyataan jika memang itulah yang terjadi!" balasnya.

Baik Nidai, Tanaka, Kuryuzu, Akane maupun Kazuichi mereka pun semakin emosi melihat kelaukuan Komaeda. Akane mendatangi Komaeda dengan marah. "DASAR KAU!" Seru Akane-memukul muka Komaeda-menarik kerah baju komaeda. "APAKAH KAU MASIH BERPIKIR INI HANYALAH PERMAINAN! DIMANAKAH HATI MANUSIA MU!" Teriak Akane marah. Sekujur tubuhnya bergetar hebat menandakan bahwa ia menahan amarahnya. "Sakit.. benar-benar hebat..ultimate student gymnast.." rintih Komaeda tersernyum.

Melihat reaksi Komaeda membuat Akane melepaskan amarahnya. Dipukulinya Komaeda terus menerus tanpa henti. Sementara yang lain hanyalah menontoni Komaeda yang malang dipukuli oleh Akane tanpa melawan balik. Baru saja Akane hendak menendang komaeda, seseorang memotongnya.

"Cukup!" Seru Hinata Hajime yang dari tadi tidak bersuara. Suara itu sukses mengentikan aksi kejam itu dan membuat seluruh mata tertuju padanya. "Cukup Akane, lebih dari itu kau dapat membunuhnya" Sahut Hinata dingin.

"Kumohon berhentilah bertengkar.." Isak Mikan Tsumiki yang juga sudah menangis. Ibuki melihat Tsumiki langsung memeluknya agar menenangkan gadis suster tersebut. "Tenanglah Tsumiki.."

Mendengarnya semua seolah kembali ke kenyataan. Suasana menjadi sunyi tidak ada yang bersuara hingga Chiakilah yang memulai pembicaraan. "Sudahlah, lebih baik kita kembali ke kamar kita masing-masing. Kita tentu lelah dan berduka atas kematian teman kita." Ucapnya tenang. "Sonia kau dapat berjalan?" tanyanya. Sonia yang masih dibanjiri oleh air mata mengangguk pelan kemudian berdiri. "Aku akan membawanya ke kamarnya lebih dahulu." Ucap Gundham Tanaka singkat. Tanpa basa basi ia membawa Sonia ke asrama.

satu persatupun mulai meninggalkan pantai itu tanpa bicara. Akane yang sedari tadi berdiri di depan Komaeda pun bergerak pelan kembali ke kamarnya "Cih!" hanya itulah kata-kata yang ia keluarkan.

Ketika semuanya sudah meninggalkan pulau itu, hanya 2 orang lah yang masih berdiri dalam diam. "Kurasa…kau memiliki bakat "Penengah" Hinata-kun." Ucap Komaeda lemas. Ia melirik punggung Hinata yang belum bertatap mata sejak class trial berakhir. "Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Komaeda lemas. "Kau…" ucap Hinata. Ia berhenti sesaat kemudian melanjutkannya. "Kau, apakah selama ini kau sengaja?" Seperti baru saja menerima hadiah undian, mata Komaeda membesar. "Hah?" Ucapnya, kemudian tertawa. "Apa yang kau maksud Hinata-kun! jangan bilang kau mengasihaniku! Lagi pula apakah aku terlihat berbohong di depanmu?"

Hinata yang berdiri membelakangi Komaeda-berbalik memandang Komaeda yang terluka disekujur tubuhnya. "Sayangnya, kau seperti seorang yang menyembunyikan sesuatu Komaeda." Ucap Hinata. Ia menundukan dirinya-menarik tubuh Komaeda. Sementara itu Komaeda hanya terdiam "Apa maksudmu, aku tidak lihai membohongimu? begitu?" tanyanya. "Jujur untuk sikapmu yang terlalu terobsesi dengan harapan itu sangat ingin membuatku menamparmu!"ucap Hinata menarik tubuh Komaeda agar dapat bersandar di pohon kelapa. "Tapi apakah kau melakukan ini semua dengan sengaja?" tanyanya, menyandarkan tubuh Komaeda di pohon kelapa agar ia dapat terduduk. Kemudian ia duduk disebelahnya, menunggu jawaban Komaeda.

"Sengaja ya…" Sahut Komaeda. Ia memandangi langit malam yang tidak memliki bintang dengan pandangan kosong. "Hey Hinata-kun, pernahkah kau merasakan keputusasaan yang sangattt besar di dalam hidupmu?" tanyanya. Hinata kebingungan dengan maksud dari perkataan Komaeda. "Maksudmu?"

"Sayangnya aku pernah." Jawabnya tersenyum-memandangi langit malam yang berwarna biru-kelabu gelap. "Ketika aku kanak-kanak, aku terkena kecelakaan pesawat. Kedua orang tuaku mati dan hanyalah aku lah yang selamat. Banyak dari orang mengatakan aku beruntung dapat selamat. Tetapi merekapun mengasihaniku karena aku kehilangan kedua orang tuaku." Mendengar pengakuan menyedihkan itu Hinata hanya terdiam. "Sayang sekali aku tidak dapat mengingat tentang kehidupanku diluar pulau ini. Bahkan aku tidak mengingat bakatku sendiri." Ucap Hinata.

"Ya..Kadang aku iri denganmu Hinata." Jawab Komaeda. "Ketika saat itu terjadi, aku tidak dapat merasakan apapun. Aku hanya diam dan terus menerus memandangi diriku sendiri." Ia berhenti berbicara. "Karena aku telah jatuh kedalam keputusasaan yang sangat dalam. Sehingga harapan itu seolah menghilang dari hadapanku." Katanya.

Hinata tidak menjawab apapun.

"Bahkan ketika aku memasuki sekolah ini aku tidak merasa senang. Hidupku hanya dipenuhi keputus asaan terus menerus. Karena itulah." Ia berhenti-memandang Hinata. "Aku ingin menjadi pijakan kalian, batu pijakan kalian agar kalian dapat mencapai harapan." Lanjutnya tersenyum tipis.

"Jadi kau ingin mengorbankan dirimu sendiri dan membawa kami keluar dari pulau ini, karena kau percaya bahwa kau hanyalah keputusasaan?"Komaeda mendesah kemudian menjawab. "Ya.."

Mendengarnya, Hinata bangkit-menari baju Komaeda membuat pemuda itu terkejut dengan reaksi Hinata. "KENAPA KAU MELAKUKAN HAL SEBODOH ITU!" Bentak Hinata. Komaeda memandang batu mata Hinata yang berapi karena marah. Tetapi ia tidak mengerti kenapa Hinata marah kepadanya. "Kau juga korban dari permainan pembunuhan ini! Kau memang hampir membunuh Togami dulu! Tapi kau..KAU ADALAH TEMAN KAMI BODOH!" Teriak Hinata. Hinata mengatur napasnya. Ia hanya membentak temannya, tetapi rasanya ia baru saja lari mengelilingi satu pulau. Lawan bicaranyapun hanya dapat diam. Ia pun terkejut dengan perkataan Hinata. "Hinata-kun, kau benar-benar mengasihaniku?" tanya Komaeda.

Seolah membangkitkan amarah Hinata, ia memukul pohon kelapa dibelakang Komaeda. "Ya aku mengasihanimu SANGAT SANGAT MENGASIHANIMU! Kau tau kenapa!? Karena kau adalah seorang terendah dari yang terendah dari seluruh umat manusia! Menapa? Kau bersandiwara tanpa mempedulikan dirimu sendiri walaupun kau memang ingin mengorbankan dirimu, tetapi BUKANYA KAU SENDIRI INGIN SELAMAT! Orang yang membohongi dirinya sendiri adalah orang yang terendah!" Seru Hinata.

Keduanya kembali terdiam. Hinata pun terjatuh terduduk di depan Komaeda, membuat kedua kepala lelaki itu saling berhadapan. Setelah diam beberapa saat Komaeda tersenyum "Kenapa kau beranggapan bahwa aku ingin selamat?" Hinata mengangkat wajahnya, melihat muka Komaeda dengan jelas. Darah yang bercucuran dari kepala dan mulutnya. Muka putih pucat layaknya seorang mayat serta senyuman penuh keputusasaan darinya. Ia hanya menjawab. "Selama ini kau terus membantu kami menyelesaikan seluruh trial dengan cermat, kau bahkan rela melakukan hal yang aneh-aneh hanya untuk menyelamatkan kami." Ucap Hinata.

"Bukannya sudah kubilang aku hanya ingin menjadi batu pijakan-"

"Kau bukan batu pijakan Komaeda! Kau manusia! Pada waktu kami hendak mengeksekusimu, kau membantu kami mengarahkan siapa pembunuhnya saat Togami dibunuh. Kalaupun kau memang ingin mati, dengan otak berilianmu, mungkin saja kau bisa bunuh diri sekarang sambil menjadikan dirimu seorang pahlawan yang membawa harapan bagi kami!" Jelas Hinata. "Tapi kau tidak melakukannya."

"Bisa saja aku belum melakukannya tapi akan melakukannya." Jawab Komaeda. Tetapi kali ini ia tidak tersenyum maupun bahagia. Sebaliknya, matanya sayu dan pandangannya kosong. Hinata menyadari perubahan pada sikap Komaeda. "Kau tidak dapat membohongiku Komaeda." Ucapnya-mengelus bibir komaeda yang ternodai oleh darah.

Komaeda tidak memandang Hinata walau jarak mereka sedekat ini. Melainkan hanya terus menatap pasir di bawahnya. "Aku seorang pengecut Hinata-kun." Katanya pelan. Seulas tersenyum tumbuh di bibir Hinata. "Kau mengakuinya juga." Jawabnya-ia menarik kepala Komaeda, memegannya dengan kedua tangan dan mendekatkannya dahinya ke dahi Hinata. "Cukuplah berpura-pura bodoh, bukannya kau sendiri yang menolongku saat aku baru saja tiba di pulau ini."

"Bodoh! Kau yang terlalu lama pingsan sehingga aku harus membangunkanmu!" Balas Komaeda tersenyum tipis. "Ya mungkin saja." Ucap Hinata, memeluk Komaeda. pertama kali ia dapat menyentuh tubuh lelaki itu. Memang Komaeda lebih tinggi beberapa centi darinya. Tetapi tubuhnya ramping dan kulitnya pucat. Bau darah milik Komaeda pun tercium olehnya membuat Hinata semakin larut dalam emosinya. Komaeda pun mendekam di pundak Hinata. Tanpa sadar, air mata keluar dari pelipisnya. "Aku lelah Hinata-kun." Isaknya, sambil memeluknya

Hinata pun menjawab pelukan Komaeda dengan memeluknya lebih erat. "Sudah cukup kau bersandiwara." Komaeda terus menangis dalam diam. Hinata sendiri merasakan bahwa pundaknya basah oleh air mata milik Komaeda. Tetapi ia justru memeluknya semakin erat. Bahkan Hinata sendiri pun tidak ingin melepaskan pelukannya.

"Aku selalu sendirian.." Isak Komaeda.

"Kau tidak sendiran lagi Komaeda, ada kami. Ada aku. Aku tidak akan meninggalakanmu" Ucap Hinata penuh perasaan yang campur aduk.

Komaeda tertawa kecil. "Bagaimana aku dapat mempercayaimu, bahwa kau tidak akan meninggalkanku?" tanyanya.

Hinata melepaskan pelukannya-menatap Komaeda secara langsung. Ia mengusap mata Komaeda yang membengkak "Karena aku akan melindungimu, dan aku akan membuat kita keluar dari tempat ini. Aku tidak akan membiyarkanmu sendirian." Jelas Hinata.

Komaeda tersenyum. Tersenyum lega tanpa bersandiwara. Sejak mereka menginjakan kaki mereka di pulau ini, pertama kalinya Hinata melihat senyuman Komaeda yang tulus. "Mengapa kau melakukan hal ini kepadaku? Walaupun kami 'teman' tetap saja kau terlalu over untuk sebagai teman Hinata-kun"

"Huh.." Balas Hinata. "Entahlah, mungkin karena sikapmu yang sembrono itulah membuatku ingin menghantammu." Ucapnya. Ia menarik Komaeda, mencium bibir Komaeda dengan lembut. Komaeda sama sekali tidak menolah ataupun meronta. Justru Ia membalasnya dengan melingkarkan tanganya ke leher Hinata sambil terus menangis.

Di malam penuh duka itulah. Keduanya mengutarakan perasaan mereka masing-masing.

-oOo-

Komaeda terbaring diatas kasur pasien di kamar Hinata. Badannya dipenuhi perban serta luka memar, tetapi ia dapat tertidur pulas dikasur kecil itu bersama Hinata. Hinata bangkit dari kasurnya, menggenakan kemeja dan dasinya. Ia kembali memandang Komaeda yang masih tertidur lelap walaupun sudah pagi.

Hinata duduk di pinggir kasur pasien-menyentuh pipi Komaeda yang terasa dingin.

"Mengapa kau melakukan ini kepadaku?"

Hinata teringat dengan pembicaraan mereka berdua. dielusnya rambut Komaeda sambil berkata. "Karena aku hanya mengikuti kata hatiku." ucapnya, mencium Komaeda.

-oOo-

"Oya, oya! Kenapa kau memanggilku Hinata?" tanya beruang putih hitam itu setelah dipanggil oleh Hinata di depan kolam renang yang berada di asrama mereka. "Kau sengaja melakukan ini kepadanya bukan! Hanya memberikan ingatan tentang kesedihannya!" Dengus Hinata.

"Tentang kekasihmu toh, wah-wah-wah tak kusangka kalian akan menjadi seperti ini?" Balas Monokuma. "Ya tetapi ini semakin seru! Ya! Aku hanya memberikan ingatan buruknya. Lagi pula memang dia sejak dilahirkan telah terobsesi dengan hal aneh-aneh Hinata. Walaupun ia menunjukan sisi lemahnya kemarin dihadapanmu , bukan berarti dia seperti kalian."

"Memang bukan, tetapi kau hanya memperburuknya!" Seru Hinata marah.

"Wow wow wow tenang dulu Hinata. Dia sendiri di kehidupan nyata hanyalah seorang yang stress. Mengacaukan ingatannya atau tidak, tidak akan terlalu berbeda." Balas Monokuma dengan santai. "Tapi tak kusangka pemuda sepertimu dapat menjangkau hati psycophat gila itu." Hinata memandangi Monokuma dengan geram. "Dia bukan psycophat, KAU LAH YANG PSYCOPHAT!"

Monokuma hanya mengangkat tangannya dan menjawab, "Terserah kau Hinata, jika kau hanya membicarakan pembicaraan bodoh ini lebih baik aku pergi." Ucapnya meninggalkan Hinata.

"Aku pasti akan mengalahkanmu!" Ancam Hinata. Monokuma terus berjalan tidak memperdulikan Hinata. "Kita lihat saja nanti." Pamitnya, lalu menghilang di balik pintu masuk asrama mereka.

Ketika itu Hinata berjanji bahwa ia akan membawa teman-temannya, Komaeda keluar dari pulau ini. Dan ia akan membawa harapan untuk mereka semua.

Jika saja itu bukan hanya janji belaka.

.

.

.

Review please ! w