Different
Chapter 1
Main cast : Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Xi Luhan, Wu Yi Fan, Do Kyungsoo
Other cast : Chen/Lee Jongdae, Huang Zi Tao, etc.
Genre: Humor, Romance, Drama
Summary :
Park Chanyeol, seorang pria manja dan lugu yang menyamar menjadi orang miskin, terjebak dalam masa-masa kuliah yang mengerikan bersama Byun Baekhyun, gadis galak yang paling ditakuti di Kampus. Tetapi ketika mereka saling jatuh cinta, takdir justru berkata lain.
CHANBAEK/CHANLU/KRISBAEK/GENDERSWITCH
! ! !
.
Dalam koridor rumah megah yang mengarah pada halaman depan, puluhan pelayan berbaris dengan rapi, baik pelayan pria maupun wanita. Seragam dan dandanan mereka juga jauh lebih rapi daripada biasanya. Dan beberapa dari pelayan itu terlihat memegang selembar tisu, takut tak siap menahan tangis.
Hari ini, tuan rumah mereka, Park Chanyeol, akan pergi meninggalkan rumah itu selama beberapa tahun. Pria muda yang masih berusia 19 tahun itu akan pindah studi ke China.
Seorang wanita tua yang berumur sekitar 45 tahun nampak menangis histeris. Kedua lengannya ditahan oleh beberapa pelayan wanita yang turut terisak.
Chanyeol mencibirkan bibirnya, berjalan dengan santai menghampiri supir yang menunggunya di seberang sana.
"YEOLLIE-YA! KAU TEGA MENINGGALKANKU DI SINI?! KAU TAK PERLU PERGI SEJAUH ITU UNTUK KULIAH, YEOLLIE-YA!" teriak wanita tua itu, Park Sungmin, kakak tertuanya.
Ya. Sungmin adalah kakak dari Park Chanyeol. Walau kakaknya itu telah berusia 45 tahun.
Chanyeol berhenti dan menghentakkan kaki. Ia membalikkan tubuhnya dengan wajah kesal. "Aku bukan anak kecil yang harus selalu kau awasi!"
Tangis Sungmin semakin menjadi-jadi, membuat Chanyeol terkejut dan merasa bersalah.
Beberapa bulan sejak Chanyeol lahir, orang tuanya meninggal. Hal itu bukan hal yang mengherankan, mengingat ibu Chanyeol melahirkan anak bungsunya di usia senja. Sebagai kakak tertua, Sungmin di beri titah untuk selalu menjaga Chanyeol. Jangan sampai Chanyeol memiliki sifat seperti kakak keduanya, Yoora, yang kini berusia 25 tahun.
"Selamat tinggal, Channie-ku sayaang! Hati-hati di jalan yaaaa!" seru Yoora gembira, sembari melambai-lambaikan tangan kepada Chanyeol. Chanyeol pun membalasnya dengan cengiran saja.
Kegelisahan Sungmin bukan tanpa alasan. Chanyeol berbeda dengan laki-laki lainnya. Adiknya itu mempunyai sifat yang sangat kekanak-kanakan. Sejak kecil Chanyeol selalu dibatasi untuk berteman, sehingga sampai menginjak bangku SMA, lelaki itu tak juga memiliki teman dekat. Bahkan, Chanyeol sempat hampir dibully oleh teman-temannya karena penampilannya yang sangat culun. Tetapi beruntung bahwa Sungmin selalu mengikuti kemanapun Chanyeol pergi. Sehingga Chanyeol bebas dari bullying dan langsung dipindahkan ke sekolah yang penuh oleh pengawasan Sungmin.
Biarpun berstatus sebagai Tuan Muda pewaris perusahaan keluarganya, Park Chanyeol bukanlah lelaki tampan dan berwibawa seperti yang orang-orang bayangkan. Chanyeol memiliki perawakan tinggi, tetapi culun bukan main. Rambutnya selalu disisir rapi dan model rambut itu hampir terlihat seperti jamur. Bertahun-tahun menghabiskan waktu di rumah dengan handphone dan sejenisnya, membuat Chanyeol harus memakai kacamata. Lelaki itu juga sehari-hari selalu memakai kemeja lengan pendek yang dimasukkan ke dalam celana pendek selutut. Dan yang lebih aneh, Chanyeol selalu membawa boneka Chopper kemana-mana. Benar-benar gaya yang jadul untuk seorang pewaris tahta keluarga kaya.
Chanyeol memeluk boneka Chopper miliknya, lalu mempercepat langkahnya karena tak ingin mendengar Sungmin terus menangis karena dirinya. Baik Yoora maupun Chanyeol, mereka sama-sama muak dengan aturan-aturan yang dibuat oleh Sungmin. Sampai kapan Sungmin akan terus mengatur hidupnya?
Yoora, kakak kedua Chanyeol yang menyukai 'dunia malam' tiba-tiba memesankan Chanyeol tiket ke Beijing dan telah mengatur pendaftaran kuliah Chanyeol di sana tanpa sepengetahuan Sungmin. Biarpun Yoora adalah wanita nakal yang senang bermain pria, ia tahu betul apa yang harus Chanyeol lakukan sebagai seorang pria yang berusia 19 tahun. Sebenarnya, ia ingin Chanyeol pindah kuliah ke Eropa. Tetapi karena Chanyeol lebih fasih berbahasa Mandarin, maka Yoora memilih Beijing.
"SIALAN KAU, PARK CHANYEOL! KAU PIKIR SIAPA YANG SUDAH MERAWATMU SEJAK KECIL? YOORA? AKU! AKU YANG MERAWATMU! AKU!" teriak Sungmin dengan nafas memburu.
"Ada apa denganmu?! Biarkan dia hidup bebas! Aku tidak tahan melihatnya diisolasi selama 19 tahun di rumah ini! Kau tenang saja, lah! Tidak ada hal buruk yang akan menimpanya!" seru Yoora sambil menyibakkan rambut indahnya.
"Kau! Kau diam saja! Kau tidak tahu apapun karena selama aku mengurus anak itu, kau selalu berkencan dengan pria-pria berbeda!" seru Sungmin. Yoora pun hanya menanggapi dengan memutar bola matanya.
Chanyeol berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang dan mengernyitkan keningnya, resah dengan perkelahian mulut antar wanita yang berada di belakangnya sana.
"YAK! CHANYEOL! KAU! JANGAN COBA-COBA MEMASUKI MOBIL ITU! YAK!" teriak Sungmin ketika Chanyeol hampir sampai ke mobil yang menunggunya.
Chanyeol kembali menghentikan langkahnya. Ia berbalik, memperhatikan Sungmin dan Yoora, juga seluruh pelayan. "kalian semua... Terima kasih. Hari ini, aku akan pergi ke Beijing. Tolong jangan menangis karena aku. Kata Yoora noona, aku harus jadi laki-laki yang kuat dan berani. Untuk pertama kalinya aku akan meninggalkan rumah, juga meninggalkan kalian semua. Tolong doakan yang terbaik. Aku senang karena kalian selalu menjagaku selama ini."
Beberapa pelayan akhirnya tak dapat menahan tangis. Mereka mulai mengusapkan tisu ke pipi, ada juga yang menutup mulut karena tak kuasa menahan suara isakan mereka. Chanyeol tersenyum kepada semua orang yang menatapnya sedih, kemudian...
...Chanyeol berlari secepat mungkin menuju mobil.
"TI-TIDAK! CHANYEOOOLLL!" Sungmin meronta-ronta, dengan sekuat tenaga mencoba melepaskan cengkraman para pelayan. Dan seketika, para pelayan itu gagal menahannya. Sungmin berlari mengejar Chanyeol. "CHANYEOL! TUNGGU! JANGAN PERGI KAU!"
Chanyeol menoleh sambil membelalakkan matanya. Supirnya yang ketakutan juga dengan cepat membukakan pintu untuk Chanyeol, lalu mereka berdua memasuki mobil dan bergegas menyalakan mesin mobil itu, selepasnya mobil itu dikendarai dengan kecepatan tinggi.
"jaga diri anda, Tuan Muda!" seru para pelayan serempak dengan raut penuh kesedihan.
Tetapi Sungmin...
"KAU TIDAK AKAN BISA LARI, CHANYEOL! CHAAANNNYEEOOLLLL!"
Chanyeol melebarkan matanya begitu melihat Sungmin berlari mengejar mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dengan penuh rasa cemas Chanyeol menepuk-nepuk Supir yang duduk di depannya. "Ahjussi! Cepat! Cepat! Lebih cepat lagi ahjussi! Ahjussiii!"
"ma-maaf, Tuan! Ini sudah yang paling cepat!"
"aah!" Chanyeol melenguhkan nafas gelisah sembari menepuk-nepuk pahanya berkali-kali. Ia menoleh ke belakang sesekali. Sungmin masih mengejarnya. Chanyeol bingung bagaimana bisa wanita tua itu masih sangat sehat dan kuat berlari secepat dan sejauh itu.
Sial.
Sungmin telah menjangkau mobil yang ia tumpangi. Dengan wajah horor, Sungmin terus memukul jendela mobil Chanyeol. "berhenti kau, anak manja! Turun kau!"
Chanyeol mendelik. Ia mengguncang bangku supir. "Ahjussi! Cepat!"
"baik, Tuan Muda!"
Sebenarnya sang supir takut melajukan mobil dengan kecepatan penuh, karena yang sekarang dibawanya adalah sang Tuan Muda, Park Chanyeol, laki-laki polos yang sangat disayanginya, walaupun mereka memiliki status yang jauh sekali.
Chanyeol tersenyum lega, begitu melihat Sungmin kelelahan dan berhenti berlari. Dan lama-kelamaan, jarak Sungmin dengan mobilnya semakin jauh.
Sungmin menatap tajam mobil yang meninggalkannya dengan begitu sombong itu. Lalu Sungmin meregangkan tubuhnya, mengambil ancang-ancang untuk bersiap kembali mengejar Chanyeol. Sesudahnya, wanita itu berlari jauh lebih cepat dari sebelumnya.
Tubuh Chanyeol terguncang begitu supirnya menghentikan mobil secara mendadak. Mulut Chanyeol menganga, melihat Sungmin berdiri di depan sana dan menghadang mobilnya.
"t-tidak mungkin..."
Dengan gaya keren, Sungmin mengeluarkan dompet dari kantungnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sungmin tersenyum penuh kemenangan. "aku akan ikut ke Beijing denganmu, Park Chanyeol,"
Chanyeol menepuk jidatnya.
.
.
[Incheon International Airport]
Sambil merengut, Chanyeol mengikuti Sungmin yang sedang berjalan angkuh di depannya. Tak lama Sungmin berhenti, ia monoleh ke arah Chanyeol sambil menyunggingkan senyum manis. "Nah, kau duduk dulu ya, sayang. Aku akan pergi menuju tempat pendaftaran."
Chanyeol mengernyit marah, "Tak bolehkah aku belajar pergi ke tempat pendaftaran sendiri walaupun hanya sekali seumur hidupku?!"
Sungmin menyipitkan matanya. "jangan melawanku, Chanyeol. Duduk diam dulu di sana," katanya, mengarahkan dagunya ke sebuah kursi panjang yang berada di dekat mereka.
Chanyeol melempar tatap mata kesal, lalu mau tak mau ia menghempaskan pantatnya ke kursi itu dengan kasar dan memalingkan wajahnya. Sungmin tersenyum kecil, kemudian melongos pergi meninggalkan Chanyeol di sana.
"lihat saja kau. Saat aku tinggal di Beijing nanti, aku akan hidup sebebas-bebasnya!" gumam Chanyeol dengan wajah senang. Saking bahagianya, ia melempar-lemparkan boneka Chopper yang ia bawa lalu memeluknya erat-erat.
"Dalam saat-saat yang indah ini, andai kita dapat bertemu..."
Tiba-tiba saja, terdengar suara lembut seorang gadis. Gadis itu duduk membelakangi Chanyeol yang juga membelakanginya. Ia memiliki rambut panjang dan mengenakan pakaian serba abu-abu hitam. Di sebelah gadis itu, nampak seorang pria tua yang sepertinya berumur sekitar di atas 60 tahun.
Tubuh Chanyeol menjadi kaku begitu ia mendengarkan suara indah gadis yang duduk di belakangnya itu. Suara yang begitu lembut, yang bahkan dapat membuatnya bergidik.
"...Aku berdoa selama ratusan tahun, agar Tuhan dapat menjodohkan kita berdua. Lalu aku menjelma menjadi pohon Sakura, yang kau lalui setiap harinya..."
Puisi yang dilantunkan gadis itu...
...membuat Chanyeol terasa seperti sedang berdiri di bawah pohon Sakura dan tersenyum gembira melihat banyaknya daun-daun dan bunga yang berjatuhan.
Mata Chanyeol mengerjap pelan. Dalam hati ia terus memuji suara merdu yang gadis itu miliki. Dengan penuh rasa penasaran, Chanyeol menoleh, ingin mengetahui bagaimana wajah cantik yang dimiliki gadis bersuara indah itu.
"...Aku ingin kau selalu mengingat satu hal. Daun-daun yang berguguran itu adalah pertanda bahwa aku telah lama menunggumu..."
"Park Chanyeol!"
Chanyeol tersentak. Dilihatnya Sungmin sedang berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.
"Dari tadi aku terus memanggilmu dari kejauhan. Kau tidak dengar apa pura-pura tidak dengar?!"
Chanyeol menggeleng pelan. "a-aku memang tidak dengar."
"ya sudah. Ayo pergi!" seru Sungmin.
Chanyeol mengangguk cepat. Kemudian ia berdiri dan berjalan mengikuti Sungmin.
Waktu yang sangat pas.
Saat berjalan melewati gadis itu, Chanyeol menengokkan kepala agar dapat melihat wajahnya. Sayangnya, gadis itu sedang berbicara kepada pak tua disebelahnya, sehingga Chanyeol tak dapat melihat rupa gadis itu.
Namun Chanyeol tak menyerah, ia berjalan lebih lambat dan sedikit membungkukkan tubuhnya agar dapat melihat gadis itu.
BRUK
Chanyeol nyaris terjatuh ketika ia menabrak seseorang. Orang itu pun memandangnya jengkel karena Chanyeol tak berhati-hati saat berjalan.
"Chanyeol!" Sungmin memekik dan menghampiri Chanyeol penuh rasa khawatir. "ada apa? Mana yang sakit? Ayo! Kita obati dulu!"
"itu memalukan, noona! Aku tak apa-apa! Aku tidak lecet sedikitpun!" seru Chanyeol sembari memajukan bibirnya.
"Chanyeol, jika ada sesuatu yang terjadi padamu, apa yang harus ku katakan kepada Appa saat aku berziarah nanti!" kata Sungmin sambil mengguncang bahu Chanyeol pelan.
"Sudah kubilang, aku tidak apa-apa!" bentak Chanyeol. Sungmin tersentak, matanya berkaca-kaca. "...a-anu, Sungmin-noona... Jangan menangis. Aku sungguh tidak apa-apa. Ayo. Ayo kita pergi,"
Chanyeol tersenyum sambil menggandeng Sungmin pergi. Ia seakan lupa dengan gadis yang sangat ingin dilihatnya tadi.
.
.
.
Seorang pria tua memandangi bukunya sambil tersenyum. Kemudian ia menutup bukunya itu dan menoleh ke arah gadis cantik yang duduk di sebelahnya. "Terima kasih, nak. Ini adalah buku yang sangat disukai istriku saat ia masih hidup."
Gadis cantik itu mengangguk mantap diiringi senyum tipis yang amat manis.
Namanya Byun Baekhyun. Ia adalah mahasiswa dari Beijing University yang beberapa minggu lalu kembali ke Seoul untuk menemui salah seorang keluarganya. Dan hari ini, ia akan kembali ke Beijing untuk melanjutkan pendidikannya.
Baekhyun menarik kopernya, hendak berjalan menuju tempat pendaftaran bagasi. Tetapi, tak jauh dari kursi yang ia duduki barusan, terdapat tiket seseorang yang tergeletak di lantai. Baekhyun memungut tiket itu dan membaca nama seseorang yang tertera di sana.
"Park...Chanyeol?" Baekhyun mengernyit. Ia menengok ke kiri dan ke kanan, lalu mendengus. "...Orang bodoh macam apa dia yang menjatuhkan tiket pesawatnya seperti ini?"
Omong-omong...
Baekhyun juga menumpangi pesawat dengan waktu dan tujuan yang sama dengan pemilik tiket itu.
.
.
.
"Chanyeol. Mana tiketmu?" tanya Sungmin, begitu petugas bandara menagih tiket saat mereka berdua hendak memasuki Gate atau Ruang Tunggu.
"ah. Sebentar." Kata Chanyeol, memasukkan tangannya ke dalam kantung celananya. Tak lama setelah itu wajah Chanyeol berubah gelisah. Tangannya terus mengecek kantung-kantung di kemeja dan celananya tanpa menghasilkan apa-apa.
"Mana?" desak Sungmin sambil menyodorkan tangannya geram.
Chanyeol menatap Sungmin dengan raut memelas. "tidak ada..."
"HAH?! BAGAIMANA BISA TIDAK ADA?!"
Chanyeol lalu menggaruk-garuk rambutnya. "mungkin... jatuh saat sedang berjalan kesini..."
"jatuh?! Kenapa bisa jatuh, Chanyeol?! Dimana jatuhnya?!" seru Sungmin panik.
"kalau tidak salah... di dekat pohon Sakura itu." Kata Chanyeol sambil menunjuk ke belakang.
"POHON?! MANA ADA POHON DI DALAM BANDARA!" seru Sungmin.
"tidak, maksudku..."
"Diberitahukan kepada penumpang bernama Park Chanyeol dengan penerbangan maskapai NS2928 Beijing, untuk segera mengambil tiket penerbangan anda pada Front Desk. Terima Kasih."
Chanyeol menengok ke atas, mencari-cari speaker yang mengeluarkan suara tersebut. Kemudian Sungmin segera menarik lengannya, membawanya menuju Front Desk atau Meja Pemberitahuan.
"Permisi! Kami ingin mengambil tiket yang hilang atas nama Park Chanyeol!" seru Sungmin begitu sampai di Meja Pemberitahuan. Ia juga segera menunjukkan Kartu Identitas Chanyeol kepada petugas sebagai pembuktian.
"Baik. Tunggu Sebentar." Jawab petugas, yang tak lama setelahnya memberikan tiket atau boarding pass milik Chanyeol.
"terima kasih," kata Chanyeol, menerima tiket itu sambil membungkuk kecil. Tapi kemudian ia mengerutkan dahinya, ketika melihat sebuah memo yang terselip dalam boarding pass tersebut.
Isi memo itu mengatakan...
'IDIOT! BIKIN REPOT SAJA!'
Chanyeol mengerjap pelan. Kata-kata itu sangat menusuk dan menyakiti hatinya.
"Tak akan kubiarkan kau membawa tiketnya lagi!" seru Sungmin, merebut tiket dari tangan Chanyeol. Dilihatnya memo yang berisi kata-kata kasar itu, lalu diliriknya Chanyeol yang berubah agak murung.
"Noona... Aku ini... Idiot?" tanya Chanyeol.
Sungmin tersenyum dan mencolek bahu Chanyeol pelan. "Mana mungkin. Kau itu sangat pintar."
Setelahnya mata Sungmin menatap tajam petugas bandara pada Front Desk itu. "Yak! Siapa yang berani menuliskan ini kepada adikku?"
"Kami mohon maaf. Yang menulisnya adalah seorang gadis yang telah menemukan tiket milik Park Chanyeol-ssi," jawab petugas itu.
Sungmin mengangguk paham. Kembali ia melirik Chanyeol. "Chanyeol-ku, kau rela jika ada orang tak dikenal menyebutmu idiot begitu saja?"
"Tidak!" Chanyeol menggeleng cepat dengan raut marah.
"jadi, apa yang harus kau lakukan saat tinggal di Beijing nanti?"
"Aku tidak akan membiarkan seseorang menganggapku idiot lagi!"
.
.
.
Chanyeol dengan sumringah menatap sekeliling. Saat ini ia telah sampai di Kampus yang Yoora daftarkan untuknya. Di Beijing!
"Kalau begitu, Noona, terima kasih! Kita harus berpisah disini," kata Chanyeol sambil memeluk Sungmin erat.
Sungmin segera melepas pelukan itu dan menggeleng cepat. "Tidak! Aku akan menemanimu sampai asrama!"
Chanyeol mendelik kaget. "Tidak mau!"
"Aku tak peduli kau mau atau tidak!"
"Tapi aku ingin tahu cara mengurus pendaftaran sendiri! Lagipula Yoora-noona sudah mengatur pendaftaranku, jadi aku akan lebih mudah melanjutkannya!" Chanyeol menghentakkan kakinya.
"Tidak. Jangan bicara apapun lagi. Ayo ku temani!" perintah Sungmin, yang kemudian menarik koper milik Chanyeol. Chanyeol menghembuskan nafas kasar, direbutnya koper itu dari Sungmin. Lalu ia menyeret koper itu sambil berlari meninggalkan Sungmin di belakang.
Chanyeol berlari memasuki ruangan pendaftaran. Disana, ia hanya harus mengambil meminta lampiran data diri.
Ruangan itu amat sesak dan padat oleh para mahasiswa baru. Chanyeol celingukan melihat sekelilingnya, memastikan bahwa tak ada Sungmin di ruangan itu. Selanjutnya, ia masuk pada baris antrian pendaftaran.
"Siapa namamu?" tanya petugas di sana, setelah Chanyeol tiba giliran.
"Namaku Park Cha—"
"Park Yeollie." Potong Sungmin yang tiba-tiba berada di belakang Chanyeol.
"No-noona! Apa yang kau—"
"Saya keluarganya. Namanya Park Yeollie." Kata Sungmin pada petugas tersebut.
Petugas itu mencari-cari data Chanyeol pada tumpukan berkas yang berisi data mahasiswa transfer. Dan benar. Data identitas Chanyeol ada di sana, tetapi...
...atas nama Park Yeollie.
"baik. Ini dia." Ujar petugas sambil menyerahkan berkas lampiran itu kepada Sungmin.
Sungmin tersenyum simpul, lalu pergi meninggalkan antrian diikuti Chanyeol yang kebingungan di belakangnya.
"Noona! Sungmin-noona! Yak!" panggil Chanyeol.
"apa?"
"Namaku bukan Park Yeollie! Petugas itu pasti salah mengetikkan namaku!" seru Chanyeol kesal.
Sungmin menggeleng pelan. "tidak ada Park Chanyeol di kampus ini. Park Yeollie. Ingat. Namamu Park Yeollie."
"Yeollie?! Itu sangat jelek dan aneh! Aku Chanyeol, bukan Yeollie!"
"sssht!" Sungmin meletakkan telunjuknya di depan bibir Chanyeol. "jangan protes. Namamu Yeollie, ingat? Tidak banyak orang Korea di sini, jadi tidak akan ada yang tahu nama barumu itu aneh atau tidak!"
"Tapi kenapa?!"
"Kau pikir aku tak tahu bahwa Yoora, noona-mu yang tak waras itu menyekolahkanmu di kampus ini?! Sejak aku mengetahui rencana wanita itu, aku juga diam-diam mengganti identitasmu di sini! Kenapa aku bisa? Karena pemilik kampus ini adalah rekan bisnisku!"
"Iya! Tapi untuk apa kau mengganti namaku?!" seru Chanyeol kesal, memajukan bibirnya seperti anak kecil yang sedang merajuk.
"keluarga kita sangat terkenal, bahkan sampai luar negeri! Jika orang-orang tahu bahwa kau adalah Park Chanyeol, pewaris perusahaan Park Corporation, bisa saja banyak yang mengincar kekayaanmu sehingga kau dalam bahaya! Aku tak mau semua itu terjadi! Kau harus mengganti identitasmu! Katakanlah pada orang-orang bahwa kau orang yang miskin, sehingga orang-orang bersimpati padamu dan tak tega berbuat jahat padamu, Chanyeol-ah!" jelas Sungmin panjang lebar.
"me-memangnya... Kalau orang-orang di sini tahu bahwa aku Park Chanyeol... Mereka akan berbuat jahat untuk mendapatkan hartaku?" tanya Chanyeol, menengok kanan kiri penuh kewaspadaan. Dan Sungmin mengangguk mantap dengan raut serius untuk meyakinkan Chanyeol. "...baiklah, Noona! Akan ku katakan pada semua orang bahwa aku adalah Yeollie, anak keluarga miskin!"
"bagus! Itu baru adikku!" Sungmin berjinjit untuk menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Chanyeol. "...nah! Ayo, Yeollie! Kita pergi ke asramamu!"
Chanyeol mengangguk. Lalu dengan semangat ia berbalik untuk berjalan ke arah asrama.
BRUK
Lagi. Chanyeol selalu ceroboh dan kini ia menabrak seorang gadis sehingga kertas-kertas yang dibawa gadis itu berserakan di tanah.
"ma-maaf!" seru Chanyeol, ikut membantu gadis itu membereskan kertas-kertasnya.
Dan tanpa sengaja...
...tangan mereka bersentuhan.
Tubuh Chanyeol tiba-tiba bergetar, merasa seperti ada sengatan-sengatan yang mengalir di dalam dirinya. Chanyeol mendongak, menatap gadis cantik yang saat ini juga sedang tersenyum manis menatap dirinya.
'Dia... cantik sekali.' Batin Chanyeol, yang saat ini begitu terpana melihat wajah gadis itu.
"ehm!" terdengar suara Sungmin yang berdehem dan terbatuk kecil.
Chanyeol lalu tersadar. Ia melirik tangannya yang masih memegang tangan gadis itu, kemudian segera melepasnya dengan wajah malu. "m-maaf. Sekali lagi,"
Chanyeol dan gadis itu sama-sama berdiri karena kertas-kertas itu telah berhasil dirapikan. Gadis itu tertawa kecil karena Chanyeol terus meminta maaf tanpa henti.
"tak masalah." Begitu yang gadis itu katakan. "...kau mahasiswa baru?"
Chanyeol mengangguk. "aku pindahan dari Seoul."
"Seoul? Sungguh?" gadis itu tersenyum lebar. Manis. Manis sekali. Dengan wajah penuh keramahan, gadis itu menyodorkan tangannya. "...Kenalkan! Namaku Xi Luhan!"
Chanyeol berbinar dan menerima uluran gadis itu. "Namaku Park Cha—"
"UHUK!" Sungmin terbatuk.
"N-namaku Park Yeollie!"
Luhan mengangguk dengan senyuman yang masih melekat pada paras cantiknya. Kemudian uluran tangan mereka terlepas. "Yeollie, aku dari klub Dance. Jika kau bingung memilih klub, datanglah padaku."
"t-terima kasih." Chanyeol membungkuk pelan. Sesudahnya Luhan berjalan pergi. Saat Luhan berjalan agak jauh, gadis itu menoleh ke belakang untuk melambaikan tangannya pada Chanyeol. Sekali lagi, Chanyeol dibuat terpesona.
"Yak!" tiba-tiba wajah Sungmin muncul di hadapan Chanyeol.
.
.
.
Tao dan Chen duduk di ranjang mereka masing-masing dengan penuh rasa bosan. Televisi yang menyala hanyalah pemecah keheningan saja, tidak untuk mereka tonton.
"Selamat sore!"
Tao dan Chen saling melihat satu sama lain, lalu menoleh kepada seorang lelaki berpenampilan jadul bersama wanita tua yang berdiri di depan mereka.
"siapa?" tanya Tao dan Chen berbarengan.
Chanyeol membungkuk sekilas dan penuh semangat. "aku mahasiswa pindahan yang akan tinggal sekamar dengan kalian. Namaku Cha—"
"Dia adikku yang paling terakhir. Namanya Yeollie." Potong Sungmin.
Tao dan Chen kembali saling memandang satu sama lain, lalu menoleh ke arah Sungmin. "bohong. Kau pasti neneknya," kata Tao. Chen mengangguk menyetujui.
Sungmin nyaris melontarkan kata-kata kasar. Beruntung ia dapat menahan amarahnya kepada dua anak laki-laki tak sopan itu. "Ahahaha. Aku memang kakak tertuanya, kok. Nenek dan orang tua kami sudah meninggal."
Chen menyela. "bohong. Kalau begitu kau pasti tantenya,"
"AKU KAKAKNYA! DENGAR? AKU KAKAKNYA!" teriak Sungmin, membuat Tao dan Chen menegak ludah. "...Huh! Selain kamar yang buruk, adikku yang malang ini harus tinggal dengan teman-teman yang buruk juga! Aku semakin tidak senang dia akan tinggal di asrama kumuh ini!"
Tao dan Chen lagi-lagi saling bertatapan. Apa yang sedang dipikirkan oleh Sungmin saat ini? Kamar itu tidak buruk. Asrama itu sama sekali tidak kumuh. Justru asrama itu merupakan asrama mahasiswa terbaik di Beijing dengan fasilitas paling lengkap. Mengapa Sungmin justru mengatakan bahwa asrama itu buruk?
"pasti dia anak orang kaya," bisik Chen kepada Tao. Tao mengangguk setuju.
Bisikan itu terdengar sampai ke telinga Sungmin, sehingga Sungmin menjadi agak panik. "ti-tidak! Maksudku..."
"Kakakku memang seperti itu. Dia memiliki sedikit gangguan kejiwaan dan sering berhalusinasi menjadi orang kaya. Jadi.. karena itu dia—" Chanyeol menghentikan ucapannya saat melihat Sungmin melemparkan tatapan membunuh ke arahnya. Tetapi Sungmin merasa tertolong oleh ucapan Chanyeol, meski perkataan anak itu sangat mengada-ngada dan menjatuhkan harga dirinya.
"Aku minta maaf. Sebenarnya, kami sangat miskin. Aku mohon kepada kalian berdua, untuk menjaga adikku ini dengan benar. Yeollie mendapat beasiswa jadi dia bisa bersekolah di sini dan tinggal di asrama elit ini. Jika dia tinggal bersamaku... hiks... aku tidak akan... tidak akan bisa... hiks... membiayai hidupnya..." kata Sungmin yang berpura-pura menangis. Bagaimanapun, akting wanita tua itu sangat buruk. Orang-orang pada umumnya pasti akan tahu bahwa hal itu hanya sandiwara.
Tapi Chen dan Tao...
Mereka berdua nampak terharu dan ikut sedih.
Benar-benar bodoh.
.
.
Sungmin dengan wajah jengkel keluar dari gerbang Universitas Beijing, lalu berdiri menunggu taksi yang lewat. Baru saja Chanyeol marah padanya karena Sungmin tak kunjung pergi dari asrama itu. Adik bungsunya itu mendesaknya untuk segera pulang ke Seoul. Sungguh, Sungmin tak pernah mau meninggalkan anak itu hidup sendirian di Beijing walaupun dijaga di asrama.
Oleh karenanya, Sungmin...
"Taksi!" Sebuah taksi berhenti di depan Sungmin, dan Sungmin segera masuk ke dalam sana. "Pak, bawa aku ke Apartement paling berkelas di kota ini!"
Oleh karenanya, Sungmin berniat untuk sementara menetap di Beijing.
.
Malam ini, Chanyeol bahagia bukan main. Ia terlepas oleh aturan-aturan yang dibuat oleh Sungmin dan tak lagi dibantu oleh para pelayan dalam melakukan segala hal. Dan juga, besok ia akan memulai kelas pertama sebagai mahasiswa Beijing! Ia sungguh tak sabar untuk itu.
Chanyeol duduk di ranjangnya, melempar-lemparkan boneka Chopper miliknya sambil tersenyum lebar. Ketika ia hendak menghempaskan punggungnya ke belakang untuk tidur, justru kepala belakangnya menghantam tembok.
Maka anak itu jatuh pingsan.
.
.
Chen dan Tao nampak terburu-buru. Mereka kesiangan dan harus bergantian memakai kamar mandi. Belum lagi Chen harus menunggu kebiasaan Tao yang selalu buang air besar tiap bangun tidur.
Ketika mereka berdua memakai tas dan siap untuk pergi, mereka melihat Chanyeol yang masih terbaring di ranjangnya. Kedua lelaki itu baru ingat, bahwa mereka memiliki roommate baru.
"Yeollie. Hei. Yeollie," Tao menepuk-nepuk pipi Chanyeol.
Chanyeol menguap. Dengan mata yang masih terpejam, Chanyeol duduk dan mengangkat kedua tangannya.
"Y-yeollie, kau sedang apa?" tanya Chen heran.
"huh? Bukankah kau mau memasangkan bajuku?"
"Yeollie, kami temanmu, lho, bukan pelayanmu," kata Tao.
Mata Chanyeol seketika terbuka lebar. Ia baru sadar bahwa saat ini ia sedang tidak berada di istana mewahnya, melainkan kamar asrama. Dengan gugup, ia pun menurunkan tangannya. "Maaf, aku tadi masih bermimpi!"
"Jangan pedulikan itu! Sekarang kita sudah terlambat! Lihat sekarang sudah jam tujuh lewat sebe—AAAAAA! HUANG ZI TAO! DUA MENIT LAGI!" teriak Chen dengan memakai nada tingginya.
Mereka bertiga pun menjadi panik. Tao bahkan memaksa Chanyeol untuk tidak mandi. Dan alhasil Chanyeol pun telah siap dalam waktu satu menit.
Dan satu menit sisanya, digunakan untuk berlari menuju kelas.
Tetapi saking cerobohnya Chanyeol, lelaki itu berkali-kali tersandung bahkan terjatuh dalam semak-semak sehingga ia tertinggal oleh Tao dan Chen. Beruntung bahwa Chanyeol masih dapat mengikuti jejak mereka sehingga ia tahu dimana kelasnya berada. Karena Chanyeol, Chen, dan Tao, memang satu jurusan.
Ketika Chanyeol baru sampai di kelas, para mahasiswa justru berlari keluar, termasuk Chen dan Tao.
"Chen, Tao, ada apa ini?" tanya Chanyeol kepada Chen dan Tao yang kini nampak berbunga-bunga.
"Yeollie! Kita beruntung! Kalau kita telat satu detik saja, kita pasti akan melewatkan kecantikan mereka bertiga!" seru Tao dengan mata berbinar.
"Hah?! Maksudnya?!" seru Chanyeol tak mengerti.
"Lihat itu, Yeollie! Tiga Dewi sudah datang!" pekik Chen heboh sambil menunjuk tiga orang gadis cantik yang sedang berjalan di lorong dengan anggun, membuat para mahasiswa terpesona.
Jadi ternyata, Chen dan Tao bukan tidak ingin terlambat memasuki kelas, tetapi tidak ingin melewatkan keindahan Tiga Dewi yang selalu berjalan melewati kelas mereka setiap pukul tujuh lewat tiga belas menit.
"Luhan..." gumam Chanyeol, melihat gadis cantik yang berjalan di depan sana.
"Yeollie? Kau kenal Luhan?" tanya Tao heran.
Chanyeol mengangguk. "kami sempat berkenalan."
Tao membelalak. "tidak mungkin! Kau? Berkenalan dengan seorang bidadari di kampus ini?!"
Chanyeol hanya memberikan cengirannya, tak ingin menanggapi perkataan Tao yang terlalu berlebihan itu.
"Yixing dan Luhan sangat cantik. Tapi tetap saja... Xiumin paling manis, kan?" seru Chen bersemangat. Ia nampak sangat gemas melihat Xiumin yang sedang bercanda tawa dengan Luhan.
"Mereka dekat!" seru Tao heboh.
Dan ketika Luhan, Xiumin, dan Yixing, melewati kelas Chanyeol, seluruh pria bersorak bahagia.
Luhan menoleh. Tanpa sengaja tatapan matanya bertemu dengan Chanyeol. Luhan tersenyum lebar, lalu memberikan lambaian kecil kepada Chanyeol. Chanyeol tercekat. Jantungnya berdebar-debar. Pipinya nampak sedikit merah. Dengan malu, ia mengangguk kecil menanggapi sapaan Luhan.
XI LUHAN BENAR-BENAR SEPERTI MALAIKAT!
Para pria pun akhirnya bubar dan kembali memasuki kelas, karena penampilan eksklusif tiga bidadari sudah berakhir. Chanyeol, yang kini masih dengan rambut berantakan disertai beberapa rumput di rambutnya, ikut memasuki kelas dan duduk di sebuah kursi kosong.
Chen dan Tao berpandangan satu sama lain dengan mata melotot, ketika mengetahui Chanyeol duduk di bangku yang salah.
"Psst! Yeollie! Hei!" panggil Chen sambil berbisik-bisik. Chanyeol menoleh, lalu melambai kecil, kemudian kembali berkutat pada buku catatannya. Lelaki culun itu tampak tak sabar menunggu dosen memasuki kelas.
Chen menepuk jidatnya, ketika melihat seorang gadis berpakaian hitam memasuki kelas. Gadis itu memang cantik, tapi raut wajahnya selalu tertekuk, belum lagi ia selalu memakai pakaian hitam sehingga memperkuat aura mengerikan yang ia miliki. Tak ada satupun pria maupun wanita di kampus yang mau mendekati gadis itu.
Dia adalah Byun Baekhyun, gadis yang kemarin menemukan tiket Chanyeol di Seoul.
Baekhyun berdiri di depan Chanyeol dengan tatapan membunuh. Sedangkan Chanyeol masih sibuk pada urusannya sendiri, yakni membolak-balikkan buku.
Karena Chanyeol tak kunjung memberikan respon, Baekhyun menggebrak meja Chanyeol dengan keras. "KAU!"
Chanyeol yang terlonjak kaget pun mendongak. Ia menegukkan ludahnya ketika melihat tatapan mengerikan gadis itu. "ha-hai.." sapanya canggung sambil memberi cengiran andalannya.
Geram, Baekhyun langsung menoyor kepala Chanyeol kuat-kuat. "itu kursiku." Ujarnya dengan nada dingin.
"ma-maaf..." dengan gemetar, Chanyeol berdiri dari kursi itu, membereskan bukunya dan dengan gugup ia pindah ke bangku kosong di depan bangku milik Baekhyun.
"Itu kursi untuk menyandarkan kakiku," kata gadis itu lagi. Sehingga Chanyeol pun mengurungkan niatnya untuk duduk di bangku itu.
Chanyeol menengok kiri kanan. Tidak ada lagi bangku kosong di kelas selain dua bangku milik gadis mengerikan yang saat ini tengah memandangnya tak senang.
Gadis itu dengan angkuh duduk di bangkunya, dan meluruskan kakinya pada bangku kosong di depannya. Tetapi melihat Chanyeol yang berdiri membelakanginya dengan bodoh, Baekhyun kembali membentak. "kau kira badanmu kecil?! Kau sengaja menghalangi pandanganku?! Duduk!"
Chanyeol tersentak. Ia melirik bangku di sebelahnya yang kini menjadi sandaran kaki Baekhyun, lalu dengan ragu-ragu ia menduduki kaki itu.
Baekhyun seketika kembali menoyor kepala Chanyeol. "BRENGSEK! AKU BUKAN MENYURUHMU MENDUDUKI KAKIKU!"
Jantung Chanyeol berdetak cepat. Bukan karena jatuh cinta, melainkan karena ketakutan. Kini ia tidak tahu harus bagaimana. Baekhyun terus menyalahkan apa yang ia lakukan. Lalu dengan terpaksa, Chanyeol hanya menduduki setengah dari bangku itu, karena setengahnya lagi di pakai sebagai sandaran kaki gadis sangar di belakangnya.
Berbeda dengan Luhan, Baekhyun sungguh gadis yang paling buruk.
.
"Wanita dengan aura hitam legam yang tajam itu adalah Byun Baekhyun, gadis yang paling di takuti di Kampus kita. Gadis yang tak pernah mau berbaur dengan siapapun. Sekaligus, gadis yang selalu dijauhi dan dibenci mahasiswa maupun mahasiswi di sini!"
Begitulah yang Chen dan Tao ceritakan kepada Chanyeol ketika jam mata kuliah telah usai.
"Tapi... Aku yakin bahwa dia pasti baik hati jika orang-orang membujuknya." Kata Chanyeol begitu mendengar penuturan Chen dan Tao.
"Mana mungkin! Kau masih bisa bicara begitu setelah kau di pukulnya dua kali? Aku salut denganmu, Yeollie!" seru Tao.
"Walau begitu, Yeollie, lain kali jangan mendekatinya lagi! Aku takut ada apa-apa terjadi padamu! Jika kau terluka, apa yang harus ku katakan kepada kakakmu?!" sambung Chen.
Chanyeol mendengus kecil. "Tapi firasatku bilang, gadis itu tidak ja—"
Mulut Chanyeol menganga kecil, melihat Baekhyun tiba-tiba muncul di belakang Chen dan Tao. Chen dan Tao saling berpandangan, lalu lari sekuat tenaga meninggalkan Chanyeol dan Baekhyun berdua di lorong.
Chanyeol mengerjap beberapa kali. Ia berbalik arah, berniat meninggalkan gadis itu. Tetapi Baekhyun segera menahan bahunya, masih dengan tatapan tajam.
"Yak! Rambut jamur!" seru gadis itu dengan nada ketus.
Chanyeol mengangkat alis, kemudian kembali berbalik dan menatap Baekhyun dengan wajah bodoh.
Tak lama Chanyeol mendadak sumringah. "dari namamu, kau pasti... orang Korea, kan?"
"Kenapa?! Tidak boleh?!"
Chanyeol menggeleng cepat. "Bukan, maksudku, aku juga dari Korea. Karena sama-sama dari Korea, ku pikir kita bisa... berteman?"
Dan Baekhyun seketika menarik kerah kemeja Chanyeol serta menatap lelaki itu dengan tatapan menusuk. "siapa... namamu?"
"P-park Cha— tidak, namaku... Park Yeollie."
"Park Yeollie?" Baekhyun mengernyit, lalu tertawa mengejek. "orang bernama aneh sepertimu mengajakku berteman? Kau pikir kau ini siapa?!"
Chanyeol dengan canggung mengeluarkan cengiran andalannya. "aku... Park Yeollie."
Baekhyun melepas cengkramannya dari kerah Chanyeol dengan kasar, lalu memukul kepala Chanyeol sekali lagi. "jangan pernah tertawa seperti itu padaku. Memuakkan."
Bibir Chanyeol mengerucut. Lelaki itu pun lantas merapikan rambut dan kacamatanya. "bisakah jangan memakai kekerasan sekali saja?"
"dimana daerah asalmu?" tanya Baekhyun, mengalihkan pembicaraan.
"Seoul,"
Baekhyun mengangguk, "ya. Aku juga,"
Mata Chanyeol berbinar, "Nah! Jadilah temanku!"
Baekhyun mendelik, bersiap kembali menghantam Chanyeol dengan jurus Judonya. Tapi Chen dan Tao tiba-tiba datang dan membawa lari Chanyeol dari sana.
"maaf, Baekhyun. Kami ada urusan dengan Yeollie!" seru Chen panik.
Baekhyun memutar bola matanya. Ia membenarkan tas selempangnya di bahu kanan dan pergi dengan acuh.
'Park Yeollie, ya?'
Baekhyun merasa hatinya sedikit tersentuh sewaktu lelaki itu memaksa untuk berteman dengannya, tanpa rasa takut biarpun telah dipukul berkali-kali. Lelaki itu sangat berbeda dengan lelaki pada umumnya.
Semua tingkah laku dan perkataan lelaki itu tampak begitu tulus. Baekhyun tak dapat menemukan adanya kebohongan di dalamnya.
.
"Yeollie! Kenapa kau tidak lari?! Mau menyusahkan kami?!" seru Chen terengah-engah, nampak kesusahan mengatur nafasnya setelah membawa lari Chanyeol.
Lalu Tao berkata. "Chen, tidak usah dipikirkan! Yang penting sekarang, kita harus bersiap! Karena malam ini..."
Chen membulatkan matanya, "Malam ini! Luhan, Xiumin, Yixing! Malam ini! Mereka... Mereka..."
Dengan kebingungan, Chanyeol memandang Chen dan Tao bergantian. Kemudian Tao dan Chen kembali menariknya untuk berlari.
"Ayo ke asrama, Yeollie! Kita bersiap untuk malam ini!" seru Chen bersemangat.
"ha? Malam ini? Ada apa?!" tanya Chanyeol tak paham.
"Dance Party! Pesta dansa dari Klub Dance! Luhan adalah ketua klubnya!" seru Tao.
Mulut Chanyeol menganga lebar. Ia ikut bersemangat. "Lu-lu-lu-lu-lu-luhan?"
Chen dan Tao mengangguk mantap.
.
.
Malam itu, Chanyeol menatap Klub Malam di depannya dengan ragu-ragu. Lalu dipandangnya Chen dan Tao dengan wajah memelas. "Apa benar di sini tempatnya?"
Chen mengernyit, "dimana lagi? Setiap ada Dance Party, selalu di sini tempatnya!"
Chanyeol mengusap tengkuknya, "aku... tidak pernah kesini sebelumnya. Kalian pergi saja. Aku akan pulang."
"tunggu!" Tao dan Chen segera menahan Chanyeol ketika lelaki itu ingin pergi.
"kau jangan takut, Yeollie! Tempat ini legal di Beijing! Tidak ada barang-barang terlarang di dalam sana!" seru Tao memaksa.
Kemudian Chanyeol mengangguk, mau tak mau.
Chen dan Tao pun menarik Chanyeol untuk memasuki Klub Malam. Begitu masuk ke sana, Chanyeol seketika menutup kedua telinganya, merasa gendang pendengarannya akan pecah ketika mendengar musik-musik yang diputar keras di dalam sana. Tangannya menarik-narik lengan baju Chen. "ini tempat apa, sih, sebenarnya?!" tanyanya dengan suara nyaring.
"Ini Klub Malam, Yeollie! Memang begini seharusnya!" jawab Chen dengan suara nyaring pula.
"jangan banyak protes, Yeollie! Kau mau lihat Luhan menari atau tidak?!" seru Tao. Dan Chanyeol pun mengangguk.
Chanyeol, dengan tangan yang masih menutup telinganya, berjalan di tengah kerumunan sambil melihat kesana kemari, mencari-cari sosok Luhan. Kalau bukan karena gadis itu, ia pasti tidak akan mau lama-lama berada di tempat itu.
Ketemu. Luhan sedang berdiri sendirian di atas panggung di depan sana, melemparkan senyuman termanis kepada semua orang yang sedang menontonnya.
"Tarian grup sudah selesai! Dan sekarang... Luhan akan memilih salah satu dari kalian untuk berdansa bersamanya!" seru Xiumin di ujung panggung, yang sepertinya sedang beralih menjadi pembawa acara.
Para pria lantas bersorak, mengangkat tangan tinggi-tinggi agar dipilih oleh Luhan. Luhan tersenyum memandang mereka satu persatu.
Chanyeol yang kini masih menutup telinganya, seketika salah tingkah saat Luhan melempar pandangan padanya. Dan ia terkejut bukan main ketika Luhan menunjuk ke arahnya dengan tatapan dan senyuman indah.
Sambil menatap Luhan, Chanyeol menunjuk dirinya sendiri. "Aku?" tanya Chanyeol. Walau Luhan tak mendengar, ia tahu apa yang Chanyeol ucapkan. Agar tak membuat Chanyeol bingung, Luhan segera mengambil microphone.
"Park Yeollie! Menarilah denganku!"
Chen dan Tao membuka mulut mereka selebar-lebarnya. Mereka saling berpandangan tak percaya. Mana mungkin lelaki bodoh dan culun seperti Chanyeol dipilih oleh Luhan, gadis paling cantik di Kampus!
Karena Chanyeol tak kunjung bergerak dari tempatnya berdiri, Xiumin segera memanggil beberapa anggota Klub Dance untuk menarik Chanyeol ke atas panggung.
Dan begitu sampai di atas panggung, di hadapan Luhan, dengan ditonton orang banyak, tubuh Chanyeol menjadi gemetaran. Ia sangat takut melihat ke arah penonton karena ia yakin bahwa para pria pasti sedang menatapnya marah.
Musik dilantunkan.
Luhan melangkah mendekati Chanyeol. Gadis itu kemudian memegang bahu dan pinggang Chanyeol, mengajak lelaki itu menari.
Akan tetapi Chanyeol seperti tersengat listrik. Ia mengeluarkan keringat dingin dan jantungnya berdetak sangat cepat karena disentuh oleh Luhan.
Chanyeol meneguk ludahnya. Dilepasnya tangan Luhan dari pinggang dan bahunya dengan pelan, "a-aku haus. Aku mau minum!"
Karena gugup yang berlebihan, Chanyeol segera berlari menuruni panggung dan meninggalkan Luhan. Menciptakan keheningan di ruangan itu. Orang-orang yang berada di sana tentu saja berpikiran bahwa Chanyeol benar-benar pria yang tak tahu diri.
Chanyeol mencoba mengabaikan tatapan tajam orang-orang terhadapnya. Lelaki itu masih gemetaran. Ia pun meminum segelas bir yang dihidangkan gratis di Bar, kemudian segera berlari keluar dari tempat itu.
.
.
.
Malam itu, Baekhyun baru pulang dari Kampus karena sibuk menyelesaikan urusannya di dalam Perpustakaan. Ia menyusuri jalanan sepi tempat yang biasa ia lewati saat berjalan pulang ke rumah. Ketika ia berjalan dengan tenang menapaki trotoar, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya.
Baekhyun tersentak, ia berbalik dan melihat dua pria mabuk sedang mencoba mengganggunya. Baekhyun berjalan mundur, menatap jijik dua orang yang sedang memandangnya mesum itu.
"Kita beruntung! Ada wanita yang akan menjadi 'santapan' malam ini!" salah satu pria itu menjilat bibirnya.
"Brengsek," umpat Baekhyun. Ketika ia hendak menghajar kedua pria itu, tiba-tiba Chanyeol muncul di depannya sambil merentangkan kedua tangan.
"Ja-jangan mengganggu temanku!" pekik Chanyeol, melindungi Baekhyun dari dua pria itu.
"huh?! Siapa laki-laki culun ini?!" salah satu pria itu membanting botol birnya, membuat Chanyeol ketakutan.
"sedang apa kau di sini?! Pergi sana!" seru Baekhyun.
Chanyeol berbalik ke arah Baekhyun dan menggeleng. "jangan takut, Baekhyun! Aku akan melindungimu dari mereka,"
Dan tiba-tiba Baekhyun menjerit ketika salah satu pria memukul punggung Chanyeol dengan balok kayu.
"Yeollie! Berhenti melindungiku! Itu tidak ada gunanya!"
Chanyeol kembali menggeleng. "Yoora-noona selalu mengajarkanku untuk menghormati wanita! Aku akan melindungimu, Baekhyun-ah!"
Baekhyun menatap Chanyeol agak nanar. Kemudian bibirnya melengkungkan senyum tipis, melihat Chanyeol berusaha menahan sakit walau dihajar terus-menerus oleh dua pria itu.
Sampai akhirnya, Chanyeol jatuh pingsan karena dua pria pemabuk itu menghantam kepala belakangnya.
Baekhyun membuang nafas kasar. Ia meregangkan ototnya dan bersiap mengajar dua pria itu.
Dan dengan satu kali pukulan, kedua pria itu tergeletak di tanah dengan wajah lebam.
Sesudahnya Baekhyun melirik ke arah Chanyeol yang juga tergeletak pingsan di tanah. Senyum kecilnya kembali terlihat. Dalam hidupnya, ini adalah pertama kali ada lelaki yang baru dikenal, yang melindunginya mati-matian seperti itu.
"kenapa? Padahal aku selalu memukulmu saat pertama kali bertemu," gumam Baekhyun sambil mengangkat tubuh Chanyeol yang besar. Dengan susah payah ia mencoba menggendong Chanyeol di punggungnya.
Berat, tentu saja. Mengingat tubuh Chanyeol jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya.
Tapi itu belum seberapa, dibandingkan dengan keberanian Chanyeol, lelaki idiot yang melindungi Baekhyun, gadis paling berbahaya yang dibenci banyak orang.
.
.
TBC or END?
.
.
Annyeong!
Ini adalah ff lain yang lagi-lagi di adaptasi! :D
Tapi bukan adaptasi dari manga seperti ff author yang lainnya ya. Iyaa ff lain yang belum kelar itu -_-
Gapapa kan ya? Ff lain bakal tetap update kok, kecuali yang BSR itu mungkin agak lama soalnya masih mikir-mikir mau ikuti alur manga atau bikin sendiri kkkk~
Btw ada yang tahu ff ini adaptasi apa? Drama taiwan deh pokoknya.
Author agak lupa judulnya tapi masih inget banget jalan cerita di eps 1 jadi yaa gini deh -0-
Kalau ada yang tahu, beritahu judul filmnya di review ya!
Dan juga, ngomong-ngomong Tao gak dibikin GS ya disini (T-T) jadi Author gak mencantumkan KrisTao hikkkseu.
SPOILER!
Chanyeol memang culun dan bego di awal-awal. Tapi di pertengahan cerita...
Image-nya akan berubah lhoooo :v
Penasaran? Silahkan review!^^
